Anda di halaman 1dari 4

Nama : Tiffany Putri Cahyanie

NIM : 126303201016

Kelas : TP6A

Mata Kuliah : Praktek Terapi Sufistik

Dosen Pengampu : Achmad Sauqi, M. Pd. I

1. Asal Muasal dan Sumber Ketakutan


Ketakutan adalah suatu tanggapan emosi terhadap ancaman. Takut adalah suatu
mekanisme pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respons terhadap suatu stimulus
tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Beberapa ahli psikologi juga telah
menyebutkan bahwa takut adalah salah satu dari emosi dasar, selain kebahagiaan,
kesedihan, dan kemarahan.
Ketakutan harus dibedakan dari kondisi emosi lain, yaitu kegelisahan, yang
umumnya terjadi tanpa adanya ancaman eksternal. Ketakutan juga terkait dengan suatu
perilaku spesifik untuk melarikan diri dan menghindar, sedangkan kegelisahan adalah
hasil dari persepsi ancaman yang tak dapat dikendalikan atau dihindarkan.
Penyebab ketakutan atau phobia bisa bermacam-macam. Bisa karena budaya
yang tidak rasional, seperti teror ketakutan akan hantu di desa-desa, kebencian yang tak
diungkapkan atau ketidakmampuan mental seorang anak membedakan objek yang benar-
benar mengancam.
Inti dari phobia, mengutip Freud adalah, “ketakutan yang lahir dari keinginan
yang terrepresi, yang ditekan ke dalam alam bawah sadar.” Dengan demikian, phobia
sebenarnya diciptakan, bukan hadir secara alamiah. Ia lahir dari proses belajar dalam
periode tertentu sampai ia tertanam menjadi kuat dan terefleksi dalam tindakan
keseharian (traumatik).

2. Macam-macam Ketakutan
Berdasarkan penyebabnya, rasa takut dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori
sebagai berikut (Newbold, 2006):
 Rasa takut kehilangan seseorang yang dicintai atau benda milik atau keanggotaan
dari sebuah badan / institusi
 Rasa takut akan kematian, tindak kekerasan, hukuman, kritikan tajam, cedera yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain atau benda miliknya (dalam kategori ini,
lebih dititikberatkan pada kekerasan fisik, namun tidak sepenuhnya)
 Rasa takut akan hal supernatural atau ajaib atau sangat tidak biasa, akan penolakan
dan hukuman dari Tuhan atau dewa, atau secara sederhana ketakutan akan
kekuatan Tuhan disekitar kita
 Rasa takut akan orang lain yang mungkin dapat menimbulkan intervensi pada
kepentingan mereka, atau usaha untuk membantu.

Ada lebih dari 100 jenis fobia, tetapi secara umum dibagi menjadi tiga golongan.
a. Agorafobia, adalah ketakutan akan tempat atau situasi yang tidak dapat dihindari.
Pengidap agoraphobia biasanya takut berada di tengah kerumunan atau terjebak di
luar rumah, sehingga pengidapnya menghindari situasi sosial dan memilih tetap
berada di dalam rumah.
b. Fobia sosial, disebut juga gangguan kecemasan sosial. Kondisi ini sangat
mengkhawatirkan karena seringkali membuat pengidapnya mengisolasi diri. Pada
kasus yang parah, pengidap fobia sosial merasa takut untuk berinteraksi dengan
orang lain bahkan dalam bentuk sederhana sekali pun, seperti memesan di restoran
atau menjawab telepon.
c. Fobia Spesifik
Berikut beberapa jenis fobia spesifik yang paling umum:
 Glossophobia. Fobia ini dikenal sebagai kecemasan kinerja atau takut
berbicara di depan orang. Perawatan glossophobia dapat mencakup terapi
atau pengobatan.
 Acrophobia, rasa takut terhadap ketinggian. Pengidap fobia ini umumnya
menghindari gunung, jembatan, atau lantai bangunan yang tinggi. Gejalanya
meliputi vertigo, pusing, berkeringat, dan ingin pingsan saat berada di
ketinggian.
 Claustrophobia, rasa takut terhadap ruang tertutup atau sempit.
Claustrophobia yang parah bisa sangat mengganggu kehidupan pengidapnya.
Biasanya pengidap fobia ini menghindari naik mobil atau lift.
 Aviophobia, dikenal sebagai rasa takut terbang.
 Dentophobia, rasa takut terhadap dokter gigi. Fobia ini muncul akibat
pengalaman tidak menyenangkan saat berhadapan dengan dokter gigi.
 Hemophobia, fobia darah atau cedera. Pengidap hemophobia mungkin
pingsan ketika melihat darah diri sendiri atau orang lain.
 Arachnophobia, fobia terhadap laba-laba.
 Cynophobia, fobia terhadap anjing.
 Ophidiophobia, fobia terhadap ular.
 Nyctophobia, fobia terhadap situasi kegelapan.

3. Terapi Ketakutan ( Jelaskan tutorial praktis menerapi rasa takut ( macam-macam bentuk
ketakutan) dengan penjelasan yang ilmiah/rasional).
Salah satu teknik terapi yang digunakan untuk menerapi ketakutan adalah terapi
disensitisasi sistematis yang dilakukan sebanyak 7 sesi :
- Sesi 1: Identifikasi masalah dan menetapkan fokus masalah. Diskusi bersama
subjek mengenai beragam permasalahan yang dialami, kemudian menentukan fokus
pada satu masalah yang akan diselesaikan. Selain itu, alasan mengapa hanya satu
fokus masalah yang dipilih untuk diselesaikan juga penting untuk dibahas.
Tujuannya adalah agar kesadaran subjek akan pentingnya dilakukan sesi intervensi
semakin meningkat.
- Sesi 2: Membangun komitmen, kontrak kerja dan pengenalan terapi. Terapis
mengajak subjek untuk membangun motivasi yang tinggi untuk bisa mengikuti sesi
intervensi hingga selesai. Kemudian, menjelaskan gambaran terapi yang akan
dilaksanakan. Terakhir, pengisian informed consent oleh subjek.
- Sesi 3: Psikoedukasi. Terapis menjelaskan kepada subjek tentang objek yang
ditakuti terlihat menarik dan menyenangkan. Tentunya penjelasan tersebut diberikan
dengan singkat, padat, jelas serta menggunakan bahasa-bahasa ringan dan mudah
dimengerti oleh subjek. Selain itu, agar proses penjelasan berjalan lebih optimal,
terapis memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada subjek untuk bertanya
sehingga diskusi yang terjadi dilakukan secara dua arah.
- Sesi 4: Relaksasi pernafasan. Relaksasi pernafasan dipilih karena jenis relaksasi ini
adalah relaksasi yang paling mudah untuk dilakukan. Pada awal sesi, terapis
memberikan sesi pernafasan terlebih dahulu kepada subjek sebagai bentuk contoh
agar subjek dapat melakukannya secara mandiri. Kemudian terapis meminta
feedback kepada subjek berupa kondisi sebelum dan sesudah diberikan relaksasi serta
menanyakan apakah subjek sudah bisa mempraktekkannya secara mandiri.
- Sesi 5: Identifikasi hierarki ketakutan. Pada sesi ini subjek dibantu dengan terapis
menemukan hierarki ketakutan dari situasi ketakutan yang paling rendah hingga
paling tinggi. Terapis diharapkan dapat membantu subjek untuk menemukan
gambaran ketakutan secara jelas dan konkret, kemudian menuliskannya disebuah
kertas.
- Sesi 6: Terapi desensitisasi sistematis. Pada sesi ini, subjek dihadapkan kepada
situasi yang menimbulkan ketakutan secara bertahap. Sebelumnya, semua
perlengkapan yang dibutuhkan untuk menjalani sesi ini sudah dipersiapkan oleh
terapis. Selama proses ini berlangsung, terapis juga menanyakan pertanyaan scalling
tentang ketakutannya disetiap sebelum dan sesudah melewati setiap hierarki
ketakutan. Jika berhasil, terapis memberikan penguatan positif berupa pujian dan
motivasi kepada subjek. Selain itu, sebelum subjek menghadapi ketakutan disetiap
level, terapis juga kembali mengingatkan kepada subjek untuk melakukan relaksasi
pernafasan agar perilaku takut dapat dihambat.
- Sesi 7: Evaluasi dan terminasi. Terapis mengulas balik secara singkat proses terapi
yang telah dilakukan. Kemudian, melakukan evaluasi terhadap makna baru yang
telah di tanamkan, mengevaluasi pengubahan sikap yang telah di aplikasikan, dan
menyimpulkan hal-hal yang telah dipelajari subjek selama proses intervensi. Selain
itu, terapis kembali memotivasi subjek agar cemas yang dirasakan berkurang hingga
siap dengan segala macam keadaan ketika bebas pidana. Pada sesi ini, subjek
mendengarkan arahan terapis dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai