Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“Gangguan Psikologis”

Makalah ini disusun untuk memenuhi UAS matakuliah Bahasa Indonesia

Dosen pengampu

Kusuma Prasetyo Putro,S.Pd.,M.Hum.

Disusun oleh :

Annisa Nur Azizah (200810667)

UNIVERSITAS MERCUBUANA YOGYAKARTA

FAKULTAS PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

YOGYAKARTA
2021

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5

Gangguan Kecemasan....................................................................................................5

Jenis-Jenis Gangguan Kecemasan..................................................................................7

Penanganan Gangguan Kecemasan..............................................................................11

BAB III PENUTUP.........................................................................................................15

Kesimpulan.................................................................................................................15

Saran...........................................................................................................................15

REFERENSI....................................................................................................................16
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat, karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tygas makalah ini

tepat pada waktunya. Makalah berjudul “Gangguan Psikologis” ini saya susun

dalam rangka memenuhi UAS matakuliah Bahasa Indonesia

Tak lupa saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

hingga terselesaikannya tugas ini, maka dalam kesempatan ini saya ingin

menyampaikan terimakasih kepada:

1. Orangtua saya yang selalu memberikan dukungan serta doanya dalam

situasi apapun, termasuk dikondisi pandemic yang cukup berat ini.

2. Bapak Kusuma Prasetyo Putro,S.Pd.,M.Hum. , selaku dosen pengampu

mata kuliah Bahasa Indonesia Fakultas Psikologi Universitas Mercubuana

Yogyakarta yang telah memberikan arahan, bimbingan serta dukungan

kepada saya dalam menyelesaikan tugas makalah ini

saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Meskipun saya telah

berusaha dalam mengerjakan makalah ini, tetapi saya masih merasakan adanya

kekurangan-kekurangan dalam penyusunannya. Untuk itu, saya selalu

mengharapkan kritik dan saran yang membangun terkait makalah ini. Semoga

makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Yogyakarta, 8 Juli 2021


Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

Bersadarkan laporan riset kesehatan Kementrian Kesehatan RI tahun 2018

dinyatakan bahwa deppresive disorder dan anxiety merupakan gangguan

psikologis yang menduduki dua peringkat teratas pada masyarakat Indonesia dari

tahun 1990 hingga 2017. Maka dapat disimpulkan bahwa gangguan psikologis

terus meningkat dan menimpa kesehatan mental masayrakat dan gangguan

kecemasan tetap menjadi gangguan pertama yang diderita.

Terdapat banyak factor pendukung gangguan psikologis dan kecemasan. Akan

tetapi peningkatan globalisasi dan teknologi informasi pada saat ini menjadi factor

pendorong yang kuat. Penelitian yang dilaporkan dalam jurnal JAMA Psychiatry

menemukan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam

per hari berisiko tinggi terhadap masalah kesehatan mental terutama masalah

internalisasi alias citra diri.

Ditengah maraknya gangguan kecemasan ditengah masyarakat hal tersebut tetap

tidak membangunkan kesadaran masyarakat. Gangguan psikologis tetap dianggap

tabu dan gangguan kecemasan seringkali dianggap remeh. Oleh karena itu pada

makalah kali ini, penulis ingin membahas masalah gangguan psikologis yang

berkhusus kepada gangguan kecemasa. Agar dapat membantu pemahaman

masyarakat dimulai dari gangguan psikologis paling sederhana.


BAB II PEMBAHASAN

Gangguan Kecemasan

Kecemasan merupakan Keadaan emosional yang mempunyai ciri

keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan,

dan perasaan khawatir yang sangat bahwa sesuatu yang buruk akan

terjadi. Kecemasan dimiliki dan normal terjadi pada semua manusia.

Akan tetapi, saat kadar dari kecemasan itu sendiri menjadi berlebihan

dan tidak dapat dikendalikan, maka itu disebut gangguan kecemasan.

Gangguan Kecemasan menghasilkan respon fisik maupun psikis.

Respon fisik yang sering dirasakan penderita biasanya adalah perut

melilit, jantung berdebar lebih cepat, berkeringat dan nafas tersengal.

Sementara itu untuk respon psikisnya sendiri adalah kurang

konsentrasi atau kewaspadaan yang berlebihan, tidak nyaman, distress

dan sebagainya. Gangguan kecemasan ini berbeda dengan perasaan

takut karena perasaan takut itu sendiri merupakan suatu reaksi siaga

langsung akan suatu bahaya yang akan mengancam keselamatan jiwa.

Ada beberapa persepektif yang menyatakan penyebab gangguan

kecemasan pada penderita.

Perspektif biologis, gangguan kecemasan disebabkan Adanya zat

kimia di otak yaitu kolesistokinin, yang akan menghasilkan gangguan

panik jika dipicu oleh faktor eksternal. Hereditas menurut perspektif


biologis bukanlah factor yang menyebabkan terjadi kecemasan dalam

satu keluarga, akan tetapi factor penyebabnya lebih tinggi karena

mereka tinggal Bersama-sama dan mengalami lingkungan yang sama.

Perspektif behavioristik, kecemasan dipicu oleh peristiwa eksternal

spesifik yang menakutkan (punishment). Fobia merupakan respons

menghindar yang dipelajari langsung dari pengalaman menakutkan.

Fobia juga dapat dipelajari dari pengalaman orang lain

(imitasi/modeling).

Perspektif Psikoanalis, Determinan utama gangguan kecemasan

adalah konflik internal dan motif bawah sadar. Menurut Freud

kecemasan dibagi menjadi dua yaitu, Kecemasan obyektif atau respons

masuk akal terhadap situasi berbahaya dan Kecemasan neurotic atau

konflik bawah sadar pada diri individu antara hasrat id dengan batasan-

batasan yang diberikan oleh ego dan superego.

Pesrpektif kognitif, Cara yang digunakan oleh orang yang mengalami

kecemasan untuk memikirkan situasi dan kemungkinan bahaya yang

akan terjadi. Mereka secara terus menerus terlalu melebih-lebihkan

derajat bahaya maupun kemungkinan bahaya. Cara pemikiran seperti

ini akan menjadikan seseorang siaga berlebihan, dan selalu mencari-

cari tanda bahaya. Sebagai contoh, Individu yang obsesif-kompulsif

memiliki keyakinan dan asumsi yang tidak beralasan. Biasanya

individu akan memeriksa tugas berulang kali sebagai upaya

memastikan konsekuensi berbahaya dapat dihalangi.


Jenis-Jenis Gangguan Kecemasan

A. General Anxiety Disorder

Gangguan berupa kecemasan yang bertahan dalam waktu relatif lama

kurang lebih sekitar 6 bulan dan tanpa sebab yang jelas. Terdapat banyak

factor penyebab gangguan kecemasan ini diantaranya, predisposisi

genetika, kelainan neurotransmitter, ketidaknormalan sistem pernapasan,

idealisme, pola asuh otoriter, pikiran negatif, pengalaman menghadapi

stressor dan lain-lain.

B. Panik

Serangan panik yang muncul tiba-tiba dan tidak diharapkan biasanya

disertai dengan berbagai gangguan fisik seperti, sesak nafas, detak jantung

semakin kencang, sakit di dada, merasa tercekik, pusing kepala,

berkeringatdan gemetar.

Serangan panik merupakan ganguan cemas yang terjadi secara cepat,

intens dan meningkat yang berlangsung selama 15 – 30 menit. Gangguan

panik juga dapt diwariskan secara genetic kepada kembar monozigot.

Menurut penelitian, sebanyak 31% kemungkinan kembar lainnya akan

mengalami gangguan panik jika kembarannya mengalaminya.

Terdapat tiga macam serangan panik yang dibedakan berdasarkan factor

pendorongnya;

1. Uncued, serangan panik yang terjadi secara spontan/tiba-tiba


2. Predisposed, serangan panik yang terjadi berkaitan dengan situasi atau

tempat-tempat tertentu seperti saat mengemudi, atau saat tersesat

3. Cued, Beberapa org dapat juga mengalami serangan panik dengan jenis

situasi atau tempat-tempat seperti panik saat ditemapt yang ramai, atau di

kelas.

C. Phobia

Phobia merupakan Ketakutan atau kecemasan yang abnormal, tidak

rasional dan tidak bisa dikontrol terhadap suatu situasi/objek tertentu.

Phobia itu sendiri merupakan symbol dari ketakutan neurotis. Setidaknya

terdapat 300 jenis phobia yang telah terkategorisasikan. Macam-macam

phobia yang telah ditemukan antara lain;

 Elurophobia - Takut pada kucing. (Ailurophobia)

 Acrophobia - Takut pada ketinggian

 Cenophobia or Centophobia - Takut pada hal atau ide baru

 Claustrophobia - Takut pada ruang terbatas

 Demophobia - Takut pada kerumunan orang. (Agoraphobia)

 Doraphobia - Takut pada bulu, atau bulu binatang

 Lygophobia - Takut pada kegelapan/takut gelap

 Politicophobia - Takut atau ketidaksukaan berlebih terhadap

politisi

 Caligynephobia - Takut pada wanita cantik


– Homophobia - Takut pada kesamaan, monotony atau homoseksual atau

menjadi homoseks

Terdapat beberapa sebab yang membuat seseorang i memiliki phobia

tertentu. Hal ini diawali oleh perasaaan ketakutan yang hebat yang dialami

seseorang. Pengalaman nyata tersebut disertai juga dengan rasa malu dan

rasa bersalah yang kemudian semua rasa itu ditekan (represed). Represed

ini merupakan bentuk perlindungan diri individu untuk melupakan

kejadian yang dialami. Akan tetapi efeknya kemudian, jika individu

amengalami stimulus yang serupa, akan timbul respons ketakutan yang

bersyarat kembali walaupun peristiwa pengalaman yg asli sudah

dilupakan. Respon-respon ketakutan hebat selalu timbul Kembali

walaupun terdapat usaha-usaha untuk menekan dan melenyapkan respon-

respon tersebut.

D. Obsesis-Kompulsif

Pengertian dari kata obsesif memiliki arti intrusi persisten pikiran,

bayangan/impuls yang tidak diundang dan menimbulkan kecemasan.

Kemudian pengertian dari Kompulsif sendiri yaitu dorongan yang tidak

dapat ditahan untuk melakukan tindakan/ritual yang menurunkan

kecemasan. Maka obsesif-kompulsif adalah kecemasan yang kemudian

mendorong pelaku untuk menetralisir rasa cemas yag dimilikinya.

Penetralisir pada penderita obsesif-kompulsif biasanya dilakukan dengan

cara melakukan tindakan yang repetitif (berulang). Pada kasus ini biasanya
individu sadar akan pikiran irrasionalnya akan tetapi tetap merasa lega

setelah melakukan kompulsi. Penderita juga biasanya cenderung bangga

akan ketelitian yang mendetail. Sejauh ini ada dua macam macam bentuk

Kompulsi pada ganguan ini yaitu;

 Pencuci (washer) adalah Individu yang merasa terkontaminasi jika

bersinggungan dengan benda/pikiran tertentu dan menghabiskan

waktu ber jam-jam untuk melakukan ritual mencuci dan

membersihkan.

 Pemeriksa(cheker) adalah Individu yang memeriksa keakuratan

tugas yg telah selesai sepuluh,dua puluh hingga bisa jadi seratus

kali atau yangg mengulangi tindakan ritualistik berulang kali.

E. Gangguan Stress Pasca Trauma (GSPT/PTSD)

Posttraumatic Stress Disorder/PTSD adalah gangguan kecemasan yang

dapat terjadi setelah mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa

traumatik (Nutt, 2009). Peristiwa yang menimbulkan trauma termasuk

fisik atau pelecehan seksual atau penganiayaan, cedera, kekerasan di

jalanan, kecelakaan lalulintas, trauma perang, luka bakar yang parah, dan

bencana alam lainnya (Nutt, 2009). Seseorang baru dapat didiagnosis

PTSD jika gejala berlangsung lebih dari 1 bulan. Kurang dari itu,

seseorang bisa saja didiagnosis ASD (Acute Stress Disorder). Gejalanya

seperti PTSD namun berlangsung pada bulan pertama setelah trauma.

Reaksi lebih berat mencakup amnesia Sebagian dan mati rasa. Banyak
korban yang pertama-tama mengalami ASD lalu berkembang menjadi

PTSD.

Beberapa indikasi PTSD

 Kemunculan kembali gambaran tentang kejadian traumatis

 Keterbatasan afeksi, mati rasa, tidak mampu merasakan kebahagiaan

 Kesulitan untuk tidur

 Kesulitan konsentrasi dan mengingat

 Takut dan cemas

 Perilaku impulsif meliputi agresivitas dan perubahan dalam gaya hidup

Penanganan Gangguan Kecemasan

A. Debriefing Stress Insiden Kritikal

Debriefing Stress Insiden Kritikal adalah perilaku mengintervensi dalam

masa ketika orang-orang berada dalam fase akut periode pasca trauma.

Perilaku mengintervesi sebanyak mungkin korban selamat dalam 24

hingga 72 jam setelah terjadinya peristiwa traumatik, tepat sebelum PTSD

memilki kesempatan untuk berkembang, dan mendorong mereka untuk

mengkaji secara detail apa yang telah terjadi dan mengekspresikan sekuat

mungkin perasaan mereka tentang kejadian mengerikan tersebut (Bell

dalam Davison, dkk, 2004). Menurut pendapat banyak ahli mngenai hasil

terapeutik CISD dan berbagai prosedur terkait tidak mendukung

efektivitasnya dan cukup banyak penelitian mutakhir yang menunjukkan

bahwa pendekatan tersebut lebih banyak keburukannya daripada

kebaikannya (Mayou dkk dalam Davison, dkk, 2004). Kritik mendasar


bahwa segera setalah terjadinya suatu bencana, hal terbaik adalah para

korban mendapatkan dukungan sosial yang biasanya diperileh dalam

keluarga serta komunitas mereka dan bahwa pemaksaan, bahkan jika

dilakukan secara halus dan dengan maksud baik yang dilakukan oleh

orang asing tidak akan membantu, bahkan dapat menganggu serta

memberi efek buruk. Kritik lain pada CISD bahwa penderitaan merupakan

bagian normal kehidupan dan bahwa, setelah bencana, seseorang tidak

perlu menghindar dari rasa sakit dan duka cita, namun lebih memanfaatkan

kejadian traumatic tersebut sebagai kesempatan untuk mengahadapi

berbagai krisis kehidupan yang tidak dapat dihindari dan menemukan

hikmah dibaliknya.

B. Pendekatan Kognitif dan Behavioral

Sebagaimana yang sudah diketahui, prinsip dasar terapi perilaku berbasis

pemaparan adalah cara terbaik untuk mengurangi atau menghapus rasa

takut adalh dengan menghadapkan orang bersangkutan dengan sesuatu

yang paling ingin dihindarinya. Diagnosis PTSD mencakup referensi

mengani hal yang memicu masalah dan biasanya kita mengetahui apa

kejadiannya. Dengan demikian, keputusan tersebut merupakan kepuusan

taktis, yaitu bagaimana memaparkan pasien pada sesuatu yang

menakutkan baginya. Banyak teknik yang tekah digunakan. Walaupun

demikian, melakukan terapi pemaparan semacam itu merupakan hal yang

sulit bagi pasien dan terapis karena melakukan kajian ulang secara rinci

terhadap kejadian yang menyebabkan trauma. Kondisi pasien untuk


sementara dapat lebih buruk pada tahap-tahap awal terapi, dan terapis

sendiri dapat merasa sedih ketika mereka mendengarkan penuturan tentang

kejadian mengerikan yang dialami pasien. Pada tahun 1989, Shapiro mulai

memublikasikan suatu pendekatan untuk menangani trauma yang disebut

dengan Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR).

EMDR dimaksudkan untuk dilakukan dengan cepat – sering kali hanya

dilakukan satu atau dua kali sesi – dan lebih efektif dibanding prosedur

pemaparan standar. Dalam prosedur ini, pasien membayangkan suatu

situasi yang berkaitan dengan masalahnya, seperti kecelakaan mobil yang

mengerikan. Dengan tetap membayangkan kejadian tersebut, pasien

memandang jari terapis dan mengikutinya dengan pandangannya seiring

terapis menggerakkannya maju mundur kira-kira satu kaki di depan

pasien. Proses ini berlangsung selama kurang lebih satu menit atau sampai

pasien menuturkan bahwa kengerian baying 56 tersebut telah berkurang.

Kemudian terapis meminta pasien menceritakan semua pikiran negatif

yang muncul dalam pikirannya, sekali lagi dengan mengarahkan

pandangannya pada jari terapis yang terur bergerak. Terakhir, terapis

mendorong pasien untuk berpikir secara lebih positif, seperti “saya dapat

mengatasi hal ini”, dan hal ini juga dilakukan sambil memandang jari

terapis yang bergerak. Namun, ada banyak sekali kontroversi mengenai

teknik ini. Di satu sisi, para pendukung AMDR berargumentasi bahwa

mengombinasikan gerakan mata dengan pikiran kejadian yang ditakuti

menyebabkan pendekondisian atau pemrosesan ulang stimulus yang


menakutkan secara cepat. Di sisi lain studi menunjukkan bahwa gerakan

mata tidak memberi tambahan apapun pada hasil pemaparan itu sendiri.

Dan bahwa klaim efektivitas dilandasi berbagai eksperimen yang memiliki

banyak kelemahan metodologis.

C. Pendekatan Psikoanalisis

Pendekatan psikodinamika dari Horowitz (dalam Davison, dkk, 2004)

memiliki banyak kesamaan dengan penanganan yang telah disebutkan

sebelumnya, karena mendorong pasien untuk membahasa trauma dan

memaparkan diri mereka pada kejadian yang memicu PTSD. Namun,

Horowitz menekankan cara trauma berinteraksi dengan kepribadian

pratrauma pasien, dan penanganan yang ditawarkannya juga memilki

banyak persamaan dengan berbagai pendekatan psikoanalitik lain,

termasuk pembahasan mengenai pertahanan dan analisis reaksi

transferensi oleh pasien. Terapi kompleks ini memerlukan verifikasi

empiris. Beberapa studi terkendali yang dialkukan sejauh ini hanya

memberikan sedikit dukungan empiris mengani keefektivitasannya (Foa &

Meadows dalam Davison, dkk, 2004).

D. Pendekatan Biologis

Berbagai obat-obatan psikoaktif telah digunakan untuk para pasien PTSD.

Termasuk antidepresan dan tranquilizer (rangkuman obta-obatan yang

digunakan untuk menangani seluruh gangguan anxietas. Mungkin

penanganan yang paling banyak digunakan adalah obat-ovatan anxiolytic

yang diberikan oleh para praktisi medis. Manun, obat-obatan mudah


disalahgunakan, dan penghentian biasanya menyebabkan kekambuhan.

Pwnggunaan dalam jangka panjang dapat menyebabkan efek samping dan

tidak mengenakkan dan belum dapat dipahami sepenuhnya.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Kecemasan merupakan hal yang wajar dan pasti dirasakan setiap manusia, akan

tetapi jika berlebihan dan menghambat aktivitas sehari-hari maka itu sudah dapat

dikategorikan kedalam penyakit. Ada beberapa macam jenis gangguan kecemasan

diantaranya, GAD, panik, phobia, PTSD dan obsesif-impulsif. Pemahaman akan

gangguan kecemasan itu sendiri berbeda-beda berdasarkan perspektif mana yang

diambil seperti perspektif biologis, psikoanalisis, biologis, behavirism dll yang

mana nantinya itu juga akan mempengaruhi metode penangan yang diambil dalam

mengatasi gangguan kecemasa.

Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekuarangan. Untuk

kedepannya penulis akan menjelaskan makalah secara lebih fokus dan detail

dengan sumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggungjawabkan. Kritik dan

saran yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan penulis.


REFERENSI

Dewi, Ros Patriani. 2020. “Gangguan Psikologis”, https://elearning.mercubuana-

yogya.ac.id/pluginfile.php/343910/mod_resource/content/1/Gangguan

%20Psikologis.pdf , diakses pada 6 Juli 2021 pukul 16.00.

Ayuningtyas, Ira Palupi Inayah. 2017. “Penerapan strategi penanggulangan

penanganan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) pada anak-anak dan remaja”

dalam 1st ASEAN School Counselor Conference on Innovation and Creativity in

Counseling. Internasional Conference.

Saleh, Umaniyah. 2009. “ANXIETY DISORDER (Memahami gangguan

kecemasan: jenis-jenis, gejala, perspektif teoritis dan Penanganan)”. Jurnal

Universitas Hassanudin.

Tarigan,, Immanuel Natanael,.2019. “Pendahuluan Gangguan Mood”.

https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-mood , diakses pada 7

Juli 2021 pukul 11.00.

Kementerian Kesehatan. 2018. Situasi kesehatan Jiwa Di Indonesia. Pusat Data

dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai