Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA KECEMASAN DAN


KEHILANGAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa I
Dosen: Ns. Wahyu Sulfian, M.Kes

Disusun oleh:
Ni Made Dwi Sudiari 202001107

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan karya ini dengan judul makalah
"Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Kecemasan dan kehilangan" ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa 1.
Penulis menyadari makalah "Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Kecemasan dan
kehilangan" masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
merupakan suatu hal yang sangat diharapkan penulis. Penulis berharap makalah
ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca Akhir kata, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Kamis, 31 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………….…..
B. Rumusan Masalah………………………………………………………..
C. Tujuan…………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A. Kecemasan dan kehilangan……….…………….…………….…………..
1. Definisi kecemasan .……………..…………………………………
2. Tanda dan gejala kecemasan...……………..……………………….
3. Tingkat Kecemasan……………..…………………………………..
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan……………………..
5. Definisi kehilangan……….……………..……………………….…
6. Tipe-tipe kehilangan dan sumber kehilangan...……………………..
7. Berduka - dukacita……..………..………………………………….
8. Dimensi Berduka……...…………………………………………….
9. Rentang respon emosi………………………………………………
10. Fase Kehilangan…….………………………………………………
B. Asuhan keperawatan sehat jiwa kecemasan dan
kehilangan..……………………………………………………………….
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………….
B. Saran……………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecemasan yang merawat anggota keluarga dengan hospitalisasi dapat
disebabkan berbagai faktor yaitu fisiologis, psikologis, dan sosial. Faktor
fisiologis lebih banyak dihubungkan dengan faktor genetik, perkembangan
hormonal dan perubahan. Faktor tersebut dapat mempengaruhi perkembangan
kecemasan yang berhubungan langsung dengan psikologis pada emosi dan psikis.
Faktor psikologis yang mempengaruhi kecemasan pada adalah tingkat harga diri
yang rendah sehingga rentan terhadap cemas (Stuart, 2016). Faktor sosial seperti
memiliki pengalaman buruk seperti pernah ditindas, kekerasan dalam keluarga,
malu saat di depan publik dan orangtua yang terlalu overprotective pada anaknya
dapat memicu kecemasan pada individu (National Institute for Health and Care
Excellence, 2013).
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem
terbuka untuk saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha mempertahankan
keseimbangan hidup untuk mencapai hasil yang maksimal. Tuntutan pemenuhan
kebutuhan ini dapat berupa pemenuhan kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan
juga spiritual. Keseimbangan ini dipertahankan untuk mencapai kondisi optimal
yang disebut sehat. Kesehatan itu sendiri berada di rentang respon antara hidup
optimal dan mati, antara sehat walafiat dan sakit menjelang ajal (Yusuf et al.,
2021).
Pengalaman kehilangan dan berduka adalah hal yang esensial dan normal
dalam kehidupan manusia. Kehilangan meungkinkan individu berubah dan terus
berkembang serta memenuhi potensi diri. Duka Cita mengacu pada emosi yang
subjektif dan efek yang merupakan respon normal terhadap pengalaman
kehilangan. Semua individu berduka ketika mereka mengalami perubahan dan
kehilangan dalam hidup, dan sering kali proses ini merupakan hal yang sulit
dilalui. Untuk itu perawat perlu memiliki pemahaman dasar tentang proses
kehilangan dan berduka agar mampu memberikan perawatan yang terbaik
sepanjang rentang sehat sakit (Videbeck, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembahasan mengenai kecemasan dan kehilangan?
2. Bagaimana definisi kecemasan dan kehilangan?
3. Bagaimana tanda dan gejala kecemasan dan kehilangan?
4. Bagaimana asuhan keperawatan jiwa kecemasan dan kehilangan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pembahasan mengenai kecemasan dan
kehilangan!
2. Untuk mengetahui bagaimana definisi kecemasan dan kehilangan!
3. Untuk mengetahui bagaimana tanda dan gejala kecemasan dan kehilangan!
4. Untuk mengetahui bagaimana asuhan Keperawatan jiwa kecemasan dan
kehilangan!
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kecemasan dan kehilangan


1. Definisi kecemasan
Kecemasan adalah ketidaknyamanan yang timbul sebagai respon tubuh
terhadap ketakutan terhadap perlakuan tubuh atau kehilangan sesuatu yang
bernilai. Cemas merupakan suatu keadaan emosi dan pengalaman yang
subjektif, objek yang kurang jelas dan biasanya dimanifestasikan dengan
perasaan yang tidak nyaman, perasaan yang tidak siap, tidak tenang dan
merasa terancam.
Menurut Stuart (2016) faktor predisposisi dan presipitasi terjadinya
kecemasan terdiri dari aspek biologis, psikologis dan sosial budaya. Faktor
biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisiologis
dari individu yang mempengaruhi terjadinya ansietas. Beberapa teori yang
melatarbelakangi cara pandang faktor predisposisi biologis adalah teori
genetik dan teori biologi. Teori genetik menekankan pada campur tangan
komponen genetik terhadap berkembangnya perilaku ansietas. Sedangkan
teori biologi lebih melihat struktur fisiologis yang meliputi fungsi saraf,
hormon, anatomi dan kimia saraf. Penyebab biologis tertinggi yang
menyebabkan kecemasan pada keluarga yang merawat anak dengan
hospitalisasi adalah adanya penyakit kronis. Takut kehilangan dan adanya
anak yang dirawat dirumah sakit merupakan penyebab kecemasan
keluarga dari aspek psikologis budaya.
2. Tanda dan gejala kecemasan
Berikut tanda dan gejala kecemasan:
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya
sendiri dan mudah tersinggung
2. Pasien merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah
terkejut
3. Pasien mengatakan takut bila sendiri atau di keramaian
banyak orang
4. Mengalami gangguan pola tidur dan disertai mimpi yang
menegangkan
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6. Adanya keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan
tulang belakang,
7. Pendengaran berkurang atau jantung berdebar-debar, sesak
nafas, gangguan
8. pencernaan seperti diare, mual dan tidak nafsu makan,
sering berkemih atau sakit kepala
3. Tingkatan Kecemasan
Ada beberapa tingkat kecemasan, Stuart dan Laria (2005), Membagi
kecemasan dalam beberapa tingkatan, yaitu:
a. Kecemasan RINGAN
Kecemasan ringan seringkali berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari. Kecemasan tingkatan ini harus selalu dibuat atau
diciptakan karena pada tingkatan ini orang yang mengalami kecemasan
akan menjadi waspada sehingga memperluas pandangan persepsi terhadap
suatu masalah karena individu akan mengantisipasi kemungkinan dampak
dari kecemasan yang dialami. Kecemasan ringan memiliki aspek positif,
yaitu memotivasi individu untuk belajar dan menghasilkan serta
meningkatkan pertumbuhan dan kreativitas.Berikut ini adalah
respon/dampak kecemasan ringan:
1) Respon fisiologis yang muncul akibat ansietas ringan adalah individu
seringkali merasakan nafasnya pendek,mampu menerima rangsangan yang
pendek, muka berkerut dan bibir bergetar, Pasien mengalami ketegangan
otot ringan.
2) Respon kognitif.individu mengatakan kemampuan menyelesaikan dan
memandang masalah sangat baik, karena individu berada dalam persepsi
luas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada
masalah, dan mampu menyelesaikan masalah.
3) Respon perilaku dan emosi tampak dari ketidakmampuan individu
untuk bersikap tenang, tidak dapat duduk tenang,mengalami tremor halus
pada lengan,dan suara kadang meninggi.
b. Kecemasan SEDANG
Pada kecemasan tingkat ini, memungkinkan individu untuk memusatkan
pada hal penting dan mengesampingkan yang lain, individu mengalami
perhatian yang selektif, sehingga individu yang mampu dan dapat
melakukan suatu yang lebih terarah. Manifestasi yang muncul pada
kecemasan sedang antara lain:
1) Respon fisiologis: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
mulut kering, diare atau konstipasi, tidak nafsu makan, mual, dan
berkeringat setempat.
2) Respon kognitif: respon pandang menyempit, rangsangan luas mampu
diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian dan bingung.
3) Respon perilaku dan emosi: Bicara banyak, lebih cepat,susah tidur dan
tidak m.
c. Kecemasan berat
Pada kecemasan berat,lapang persepsi individu menyempit individu
cenderung hanya mampu memusatkan pada sesuatu yang rinci, spesifik
dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.Semua perilaku yang ditunjukkan
individu bertujuan untuk mengurangi ketegangan. Individu memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
Manifestasi yang muncul pada kecemasan berat antara lain:
1) Respon fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, dan ketegangan.
2) Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit, dan tidak mampu
menyelesaikan masalah.
3) Respon perilaku dan emosi: perasaan terancam meningkat, verbalisasi
cepat, dan menarik diri dari hubungan interpersonal
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Faktor-faktor mempengaruhi kecemasan banyak sekali, diantaranya adalah:
a. Paparan zat yang membahayakan individu atau racun dan toksin
b. Konflik yang tidak disadari tentang tujuan hidup,
c. Hambatan dalam hubungan dengan keluarga/keturunan,
d. Adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi,
e. Gangguan dalam hubungan interpersonal,
f. Krisis situasional/maturasi seperti tugas perkembangan yang tidak
terselesaikan dengan baik dan tuntas,
g. Ancaman terhadap kematian, baik karena penyakit maupun karena
situasi yang mencekam seperti perang, terisolasi, dan lain-lain,
h. Selain itu dapat juga disebabkan karena adanya ancaman terhadap
konsep diri, stress, penyalahgunaan zat,
i. Perubahan dalam status peran, misalkan seorang istri menjadi single
parent dan perubahan status kesehatan,
j. Pola interaksi juga berpengaruh dalam timbulkan kecemasan
k. Adanya perubahan fungsi peran, perubahan lingkungan dan perubahan
status ekonomi. (NANDA 2005).
5. Definisi kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang terpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada, baik sebagian
maupun keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang dialami
individu selama rentang kehidupan (Yosep. 2011). Kehilangan juga
diartikan sebagai situasi yang sebelumnya ada atau dimiliki menjadi tidak
ada. Kehilangan terjadi ketika seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba,
didengar, diketahui atau dialami dari suatu peristiwa (Yusuf et al., 2021).
6. Tipe-tipe kehilangan dan sumber kehilangan
a. Tipe Kehilangan
Kehilangan dapat bersifat actual perceived, atau anticipatory. Kehilangan
yang bersifat nyata lebih mudah diidentifikasi. Misal seorang anak yang
teman. bermainnya pindah rumah. Kehilangan aktual ini dapat diketahui
oleh orang lain. Kehilangan yang dipersepsikan bersifat kurang nyata dan
dapat disalahartikan, seperti kehilangan kepercayaan diri, harga diri atau
prestise. Kehilangan psikologis tidak dapat dipastikan secara langsung.
misalnya wanita yang berhenti bekerja dapat merasakan persepsi
kehilangan kemandirian dan kebebasan. Kehilangan yang diantisipasi
adalah ketika seseorang merasakan sesuatu yang akan hilang, sehingga
mengantisipasi terlebih dahulu. Tipe kehilangan ini dialami sebelum
kehilangan benar-benar terjadi. Misalnya orang yang mengalami penyakit,
dia akan mengantisipasi dengan menjaga hidup sehat (Yusuf etal., 2021)
(Barbara et al., 2011).
b. Sumber Kehilangan
Beberapa sumber kehilangan yaitu (Yusuf et al., 2021) (Barbara et al.,
2011):
1) Kehilangan objek eksternal
2) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan - individu
memberi makna merasa tidak berdaya marah dan berperilaku
agresi - diekspresikan ke luar diri individu - kompensasi dengan
perilaku konstruktif perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman)
3) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu
memberi makna - merasa tidak berdaya marah dan berperilaku
agresi - diekspresikan ke luar diri individu- kompensasi dengan
perilaku destruktif merasa bersalah - ketidakberdayaan
4) Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap
kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik
terhadap kehilangan dan kompensasi yang positif (konstruktif)
(Yosep, 2011).
7. Berduka - Dukacita
Berduka adalah respon total terhadap pengalaman emosional akibat
kehilangan. Berduka dimanifestasikan dalam pikiran, perasaan, dan
perilaku berhubungan dengan distress atau kesedihan mendalam (Barbara
et al., 2011). Berduka juga diartikan sebagai reaksi terhadap kehilangan,
yaitu respon emosional dan proses untuk memecahkan masalah. Seorang
individu harus diberikan kesempatan menemukan koping yang efektif
melalui proses berduka, sehingga mampu menerima kehilangannya karena
kehilangan merupakan bagian dari kehidupan (Yusuf, A.H & R &
Nihayati, 2015). Berduka (Nurhalimah, 2016) merupakan emosi dari
kehilangan yang dimanifestasikan dengan adanya perasaan sedih, gelisah,
cemas, sesak nafas, susah tidur dan lainnya. Berduka merupakan respon
normal yang terjadi pada individu saat terjadi kehilangan. Dukacita adalah
proses mengalami reaksi fisik kehilangan yang psikologis dan sosial dari
dipersepsikan. Respon ini termasuk keputusasaan, kesiapan,
ketidakberdayaan, kesedihan, rasa menerima proses kehilangan dengan
baik. Hal yang terkait disini termasuk proses berkabung koping individu,
interaksi, perencanaan dan pengenalan psikososial.
● Dukacita terselubung
Hal ini terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak dikenali,
rasa berkabung yang luas. Pada dukacita ini klien terselubung dalam
situasi dimana kehilangan itu nyata tetapi klien tidak mampu
mengungkapkan kehilangannya dan mungkin menyangkal kehilangan.
8. Dimensi Berduka Beberapa model holistik berduka memiliki lima dimensi
respon (Videbeck, 2012) yaitu :
a. Respon Kognitif
Asumsi dan keyakinan dasar tentang makna dan tujuan hidup terganggu bahkan
mungkin hancur. Berduka seringkali menyebabkan keyakinan individu tentang
dirinya dan dunia berubah. Individu akan mempertanyakan dan berupaya
menemukan makna kehilangan. Individu akan melakukan pengkajian diri dan
mempertanyakan cara berpikir yang bisa diterima. Ia akan mencari jawaban
mengapa kehilangan terjadi dengan tujuan menemukan makna kehilangan.
b. Respon emosional
Perasaan marah, sedih, dan cemas adalah pengalaman emosional yang
dominan pada kehilangan. Respon emosional terlihat pada semua fase proses
dukacita. Fase mati rasa merupakan respon awal yang umum dirasakan yaitu
syok, tidak menyadari realitas kehilangan. Fase kedua dalam kerinduan dan
pencarian, realitas mulai muncul, respon yang muncul kemarahan, menangis. Fase
ketiga fase disorganisasi dan keputusasaan individu. memahami kehilangan tetap
ada. Respon yang mungkin muncul depresi, apati maupun putus asa. Fase terakhir
fase reorganisasi, individu yang berduka membangun kembali rasa identitas
personal, arah dan tujuan hidup.
c. Respon spiritual
Yang terkait erat dengan dimensi kognitif dan emosional adalah nilai personal
yang tertanam. yang memberi makna dan tujuan hidup. Nilai dan sistem
keyakinan yang mendukung dimensi tersebut merupakan komponen sentral
spiritualitas dan respon spiritual terhadap dukacita. Individu yang berduka dapat
marah kepada Tuhan. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan spiritual individu
yang berduka menjadi aspek penting dalam pemberian asuhan. Dengan
menemukan penjelasan dan makna melalui keyakinan spiritual atau agama, klien
dapat mulai mengidentifikasi aspek positif dan mungkin aspek proses berduka
yang adaptif.
d. Respon perilaku
Respon perilaku merupakan respon yang paling mudah dikenali. Individu
dapat menunjukkan ekspresi menangis berteriak gelisah dan perilaku mencari
figur yang hilang. Perilaku lain yang mungkin adalah penyalahgunaan obat
sebagai bentuk respon maladaptif terhadap keputusasaan emosional dan spiritual.
Ketika proses berduka dapat dilalui dengan baik, individu dapat berpartisipasi
dalam aktivitas dan merefleksikan diri secara personal dan memuaskan.
e. Respon fisiologis
Gejala dan masalah fisiologis yang terkait dengan respon duka cita seringkali
merupakan sumber ansietas dan kekhawatiran bagi individu yang berduka
maupun pemberi perawatan. Klien dapat mengeluh insomnia, sakit kepala
gangguan makan, aktivitas serta perubahan imun dan endokrin. Beberapa individu
dapat menyatakan gejala psikologik yang disebabkan gangguan mental atau jiwa)
atau gejala somatik (yang berhubungan dengan tubuh) setelah kehilangan yang
dirasakan.
9. Rentang Respon Emosi
Adaktif
● Menangis, menjerit, menyangkal, menyalahkan diri sendiri,
menawar, bertanya -tanya
● Membuat rencana yang akan datang
● Berani terbuka tentang kehilangan
Maldaptif
● Diam tidak menangis
● Menyalahkan diri berkepanjangan
● Rendah diri
● Mengasingkan diri
● Tidak berminat hidup
10. Fase Kehilangan
Kehilangan meliputi fase akut dan jangka panjang (Yusuf, A.H & R &
Nihayati, 2015)
a. Fase Akut
Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kehilangan yang terdiri atas
tiga proses yaitu syok dan tidak percaya dimana ini merupakan respon awall
berupa penyangkalan. Kedua perkembangan kesadaran dimana respon yang
muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan orang lain, perasaan bersalah
dengan. menyalahkan diri sendiri. Yang ketiga restitusi merupakan proses formal
dan ritual bersama teman dan keluarga membantu menurunkan sisa perasaan tidak
menerima kenyataan kehilangan.
b. Fase Jangka panjang
Berlangsung satu sampai dua tahun atau lebih lama. Reaksi berduka yang
tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang tersembunyi dan termanifestasi
dalam berbagai gejala fisik. Pada beberapa individu berkembang menjadi
keinginan bunuh diri, sedangkan yang lainnya mengabaikan diri dengan menolak
makan dan menggunakan alcohol.
B. Asuhan Keperawatan pada klien kecemasan dan kehilangan
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1. Genetik; riwayat anggota keluarga yang memiliki depresi
2. Kesehatan Fisik: kondisi masalah individu
3. Kesehatan mental; adanya riwayat kesehatan
4. mental yang beresiko kambuh
5. Pengalaman kehilangan sebelumnya
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stress nyata atau imajinasi
individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi
sakit. kehilangan anggota tubuh, kehilangan harga diri, kehilangan
pekerjaan dan lainnya.
c. perilaku:
Menangis atau tidak mampu menangis, marah, putus asa, ada percobaan
bunuh diri
d. Mekanisme Koping: denial, regresi, rasionalisasi, supresi, proyeksi
2. Diagnosis Keperawatan
● Diagnosa kecemasan
Diagnosa keperawatan berdasarkan analisis data adalah: Kecemasan
● Diagnosa kehilangan
a. Berduka
b. Distress Spiritual
c. Keputusasaan
d. Ketidakberdayaan
e. Gangguan citra tubuh
f. Harga diri rendah situasional
g. Ansietas, Gangguan konsep diri
h. Ketidakefektifan koping individu
3. tervensi Keperawatan
Tujuan Tindakan Keperawatan kecemasan :
a. Pasien dapat mengenal kecemasan
b. Pasien dapat mengatasi kecemasan melalui latihan relaksasi
c. Pasien dapat memperagakan dan menggunakan latihan relaksasi untuk
mengatasi kecemasan.
d. Melibatkan keluarga dalam latihan yang telah disusun
Diagnosa definisi masalah kehilangan:
Berduka
● Respon psikososial yang ditujukan oleh pasien akibat kehilangan
orang, objek, fungsi, status, bagian tubuh, atau hubungan.
Tanda gejala mayor
● Subjektif: merasa sedih, merasa bersalah atau menyalahkan orang,
menolak kehilangan, merasa tidak ada harapan.
● Objektif: menangis, perubahan pola tidur, tidak mampu
berkonsentrasi
Intervensi
● Identifikasi kehilangan yang dihadapi
● Identifikasi proses berduka yang dialami
● Identifikasi keterikatan pada benda yang hilang atau orang yang
meninggal
● Identifikasi reaksi awal terhadap kehilangan
4. Implementasi
Implementasikan rencana keperawatan yang telah direncanakan
5. Evaluasi
Keberhasilan tindakan keperawatan kecemasan kehilangan dapat dinilai jika
mampu:
a. Mengenal kecemasan dan kehilangan
b. Mengatasi kehilangan dan mengatasi kecemasan melalui latihan
relaksasi:tarik nafas dalam dan distraksi lima jari
c. Memperagakan dan menggunakan latihan relaksasi untuk mengatasi
kecemasan.
d. Melibatkan keluarga dalam latihan yang telah disusun
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang terpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada, baik sebagian maupun keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang dialami individu selama rentang
kehidupan (Yosep. 2011). Fase Kehilangan ada fase akut yaitu berlangsung
selama 4 sampai 8 minggu setelah kehilangan yang terdiri atas tiga proses yaitu
syok dan tidak percaya dimana ini merupakan respon awal berupa penyangkalan.
dan Fase Jangka panjang berlangsung satu sampai dua tahun atau lebih lama.
Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang tersembunyi
dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Penyebab biologis tertinggi yang
menyebabkan kecemasan pada keluarga yang merawat anak dengan hospitalisasi
adalah adanya penyakit kronis. Takut kehilangan dan adanya anak yang dirawat
dirumah sakit merupakan penyebab kecemasan keluarga dari aspek psikologis dan
sosial budaya.

B. Saran
Terkait dengan asuhan keperawatan yang penulis lakukan, penulis
merumuskan saran yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan khususnya untuk masalah kecemasan dan kehilangan. Salah satu
tugas perawat adalah mampu mengatasi kecemasan pasien, salah satunya
dengan kemampuan komunikasi. Misalnya Kemampuan komunikasi dalam
menjelaskan prosedur pengobatan. Namun faktanya, sebagai orang yang durasi
interaksinya lebih lama dengan pasien komunikasi perawat sering kali tidak
berfokus pada kecemasan pasien dan persepsinya. Tujuannya adalah untuk
menguji efektivitas setiap intervensi sehingga asuhan keperawatan yang
diberikan dapat lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA

https://books.google.co.id/books?id=kMtMEAAAQBAJ&printsec=frontcover
&dq=Kecemasan+dan+kehilangan+keperawatan+jiwa&hl=id&sa=X&redir_e
sc=y#v=onepage&q=Kecemasan%20dan%20kehilangan%20keperawatan%20
jiwa&f=false
https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/download/584/328
https://stikesks-kendari.e-journal.id/JK/article/download/258/98
https://journal2.unusa.ac.id/index.php/JHS/article/download/1317/1007/4010

Anda mungkin juga menyukai