Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH GANGGUAN KECEMASAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Psikologi Umum II
Dosen Pembimbing : Rina Rifayanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh :
Kelompok 1

1. Riskia Dwi Adilla Putri (1902106056)


2. Afanin Adibah D.S. (1902106058)
3. Egga Dwinanda Putri (1902106068)
4. Nurul Annisa Masing (1902106077)
5. Nur Salsabila (1902106078)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami kelompok 1 dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Gangguan Kecemasan ini pada waktunya.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Ibu Rina Rifayanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog pada mata kuliah Psikologi Umum II.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
gangguan psikologis bagi para pembaca dan juga penyusun.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rina Rifayanti, S.Psi.,


M.Psi., Psikolog selaku dosen Psikologi Umum II yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai mata kuliah yang
kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini

Samarinda, 13 April 2020

ii
Penyusun

iii
Daftar Isi
Makalah Gangguan Kecemasan......................................................................................i

Kata Pengantar.................................................................................................................ii

Daftar Isi..........................................................................................................................iii

Bab I..................................................................................................................................1

Pendahuluan.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan...........................................................................................................1

D. Manfaat.........................................................................................................1

Bab II................................................................................................................................2

Pembahasan......................................................................................................................2

A. Pengertian Gangguan Kecemasan.................................................................2

B. Jenis-Jenis Kecemasan..................................................................................3

1. Generalized Anxiety Disorder...................................................................3

2. Panic Disorder...........................................................................................5

3. Social Anxiety Disorder............................................................................7

4. Post-Traumatic Stress Disorder...............................................................10

5. Obsessive Compulsive Disorder..............................................................12

6. Specific Phobia........................................................................................13

Bab III.............................................................................................................................16

Penutup...........................................................................................................................16

A. Kesimpulan.................................................................................................16

B. Saran............................................................................................................16

Daftar Pustaka................................................................................................................17

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecemasan merupakan respon normal dalam menghadapi stress, namun
sebagian orang dapat mengalami kecemasan yang berlebihan sehingga mengalami
kesulitan dalam mengatasinya. Secara klinis, seseorang yang mengalami masalah
kecemasan dibagi dalam beberapa kategori, yaitu gangguan cemas (anxiety
disorder), gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder/GAD),
gangguan panik (panic disorder), gangguan fobia (obsessive-complusive
disorder). Jadi disini kita akan mengurai materi tentang gangguan kecemasan, apa
saja faktor penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari gangguan kecemasan?
2. Apa saja penyebab gangguan kecemasan?
3. Bagaimana cara mengatasinya?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari gangguan kecemasan.
2. Untuk mengetahui penyebab gangguan kecemasan.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasinya.

D. Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah untuk menambah ilmu dan wawasan yang
luas mengenai gangguan kecemasan, agar kita bisa mengetahui penyebab dari
gangguan kecemasan dan bisa mengatasinya.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gangguan Kecemasan
Kecemasan bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan respon yang timbul
pada setiap individu ketika menghadapi situasi menekan. Kecemasan dapat
muncul sebagai akibat akumulasi dari frustasi, konflik, dan stres. Menurut
beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa kecemasan lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Situmorang, 2018;
Situmorang, Mulawarman, & Wibowo, 2018).

Gangguan kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau
takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak
mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Gangguan kecemasan
adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang kecemasan
yang berlebihan, disertai respons, perilaku, emosional, dan fisiologis. Individu
yang mengalami kecemasan memiliki kecenderungan memiliki kondisi emosi
yang negatif seperti: kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan. Individu yang
mengalami gangguan kecemasan dapat memperlihatkan perilaku yang tidak lazim
seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak beralasan terhadap objek atau kondisi
kehidupan, melakukan tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan,
mengalami kembali peristiwa yang traumatik, atau rasa khawatir yang tidak dapat
dijelaskan atau berlebihan. Gangguan kecemasan dapat menyebabkan gangguan
kondisi psikis yang menimbulkan masalah produktivitas.

Kecemasan tidak selalu berdampak merugikan, karena pada dasarnya rasa


cemas yang muncul dalam intensitas tidak berlebihan dapat berfungsi sebagai
mekanisme kontrol terhadap diri untuk tetap mawas terhadap setiap peristiwa
yang terjadi. Tetapi, apabila kecemasan yang dirasakan muncul secara berlebihan,
akan menjadi sebuah gangguan dan hal itu dapat berdampak merugikan. Individu
yang mengalami gangguan kecemasan akan susah berkonsentrasi dan

2
bersosialisasi  sehingga akan menjadi kendala dalam menjalankan fungsi sosial,
pekerjaan, dan peranannya, sehingga langkah pencegahan dan penanggulangan
harus segera dilakukan. Kecemasan dalam arti ringan dapat meningkatkan
produktivitas seseorang, namun jika terjadi secara terus menerus dapat
mengganggu mekanisme kerja, baik fisik maupun psikis. Menurut Hurlock
(1975), kecemasan digambarkan sebagai suatu kekhawatiran umum mengenai
suatu peristiwa yang tidak jelas, tidak pasti terhadap peristiwa yang akan datang.
Kecemasan muncul ketika menghadapi atau berpikir terhadap suatu peristiwa
yang akan datang dimana masih merupakan bayangan yang belum pasti.

B. Jenis-Jenis Kecemasan
Ada beberapa jenis kecemasan di antaranya :
1. Generalized Anxiety Disorder (GAD) atau Gangguan Kecemasan Menyeluruh
Kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan tentang sejumlah peristiwa
atau kegiatan dan dapat sangat menghancurkan bagi pasien, sehingga kadang-
kadang mereka akan mengalami masalah dengan tidur mereka, jadwal makan
mereka, dan bahkan kadang-kadang bermanifestasi dengan gejala fisik seperti
sakit kepala, sakit perut, dan gejala jantung berdebar juga.
a) Penyebab
Penyebab GAD belum diketahui secara pasti. Pengalaman hidup traumatis,
pengaruh genetik, dan gangguan pada sistem saraf dianggap sebagai faktor yang
memicu munculnya GAD.
b) Gejala (Symptoms)

1. Gelisah atau perasaan tersudut 4. Mudah tersinggung


atau tegang. 5. Ketegangan otot.
2. Menjadi mudah lelah. 6. Gangguan tidur (sulit tidur, atau
3. Kesulitan berkonsentrasi atau gelisah, kurang tidur).
pikiran menjadi kosong.

3
c) Diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
(DSM V)
 Kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan, terjadi lebih dari beberapa hari
selama setidaknya 6 bulan, tentang sejumlah acara atau kegiatan (seperti
kinerja sekolah atau pekerjaan).
 Individu merasa sulit mengontrol rasa khawatir mereka.
 Untuk orang dewasa. kecemasan dan kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau
lebih) dari enam gejala berikut:

a) Gelisah atau perasaan d) Mudah tersinggung


tersudut atau tegang. e) Ketegangan otot.
b) Menjadi mudah lelah. f) Gangguan tidur (sulit tidur,
c) Kesulitan berkonsentrasi atau atau gelisah, kurang tidur).
pikiran menjadi kosong.

Catatan: Untuk anak-anak hanya 1 dari 6 gejala di atas.

 Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik mengganggu aktivitas dalam


bidang sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya.
 Keluhan ini tidak didasari oleh efek dari suatu zat seperti obat-obatan,
penyakit atau kondisi kesehatan khusus.
d) Pengobatan (Treatment)
1. Psikoterapi dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Terapi perilaku kognitif (CBT), merupakan suatu bentuk psikoterapi yang
bertujuan untuk menangani perilaku maladaptif dan mereduksi penderitaan
psikologis, dengan cara mengubah proses kognitif individu (Grebb, Kaplan,
dan Sadock, 2010). Menurut Rosenvald (Arjadi, 2012) pendekatan ini
mengajarkan individu untuk mengenali bahwa pola pikir tertentu yang
sifatnya negatif dapat membuat individu salah memaknai situasi dan
memunculkan emosi atau perasaan negatif. Pikiran dan emosi yang salah pada
akhirnya akan mempengaruhi tingkah laku individu, hingga dianggap
membutuhkan terapi Intervensi psikologis pada proses kognitif dan perilaku
akan didapat perubahan pada pemikiran, perasaan, dan perilaku. Oleh karena

4
itu, pemberian terapi CBT (Cognitive Behavioral Therapy) cocok digunakan
untuk menangani kasus ini.
2. Penggunaan Obat-Obatan
 Benzodiazepine untuk meredakan gejala dan keluhan GAD dalam waktu
singkat.
 Obat anti depressan golongan selective serotonin reuptake inhibitor
(SSRI) untuk meningkatkan serotonin di otak, dan serotonin and
noradrenaline reuptake inhibitor (SNRI) untuk meningkatkan serotonin
dan noradrenaline di otak.

2. Panic Disorder atau Gangguan Panik


Gangguan panik mengacu pada serangan panik tak terduga yang
berulang. Serangan panik adalah lonjakan tiba-tiba akan ketakutan yang hebat
atau ketidaknyamanan yang intens yang mencapai puncaknya dalam beberapa
menit. Dan selama waktu itu, 4 atau lebih dari daftar 13 gejala fisik dan kognitif
terjadi. Istilah “berulang” secara harfiah berarti lebih dari satu serangan panik
yang tidak terduga. Istilah “tak terduga” mengacu pada serangan panik yang tidak
ada isyarat atau pemicu yang jelas pada saat terjadinya — yaitu, serangan itu
tampaknya terjadi secara tiba-tiba, seperti ketika individu sedang bersantai atau
muncul dari tidur (nokturnal) serangan panik).
a) Penyebab
Penyebab gangguan panik tidak diketahui. Beberapa faktor mungkin
berkontribusi terhadap perkembangannya, dan tidak ada uji biologis yang tersedia.
Faktor genetik dan keluarga awal, atau keduanya, adalah penting. Gorman dkk
berpendapat bahwa pasien mewarisi "mekanisme ketakutan sistem saraf pusat
yang sensitif, berpusat di amigdala" meskipun beberapa area otak lainnya juga
terlibat. Sebuah model psikologis menunjukkan bahwa serangan panik dan
gangguan panik mewakili "ketakutan akan rasa takut."

5
b) Gejala (Symptoms)

 Jantung berdegup kencang.  Menggigil.


 Berkeringat.  Parestesi (sensasi mati rasa
 Gemetar atau bergetar. atau kesemutan).
 Sensasi sesak napas atau  Derealization (perasaan tidak
merasa tercekik. realistis) atau depersonalisasi
 Perasaan tersedak. (terlepas dari diri sendiri).

 Nyeri dada.  Takut kehilangan kendali

 Mual. atau "menjadi gila."

 Merasa pusing.  Takut akan mati.

c) Diagnosis menurut DSM V


 Serangan panik berulang yang tak terduga. Serangan panik adalah gelombang
tiba-tiba dari rasa takut yang intens atau ketidaknyamanan intens yang
mencapai puncaknya dalam beberapa menit. Dan selama waktu, itu 4 (atau
lebih) dari gejala berikut terjadi;
Catatan: Serangan yang tiba-tiba dapat terjadi pada saat dalam keadaan
tenang atau keadaan gelisah.

a) Jantung berdegup i) Menggigil.


kencang. j) Parestesi (sensasi mati
b) Berkeringat. rasa atau kesemutan).
c) Gemetar atau bergetar. k) Derealization (perasaan
d) Sensasi sesak napas atau tidak realistis) atau
merasa tercekik. depersonalisasi (terlepas
e) Perasaan tersedak. dari diri sendiri).
f) Nyeri dada. l) Takut kehilangan kendali
g) Mual. atau "menjadi gila."
h) Merasa pusing. m) Takut akan mati

 Setidaknya satu serangan telah diikuti oleh 1 bulan (atau lebih) dari satu atau
kedua hal berikut:

6
a) Kekhawatiran terus-menerus atau khawatir tentang serangan panik
tambahan atau konsekuensinya.
b) Perubahan maladaptif signifikan dalam perilaku yang terkait dengan
serangan (mis., perilaku yang dirancang untuk menghindari serangan
panik, seperti menghindari olahraga atau situasi yang tidak dikenal)
 Gangguan panik dengan serangan panik yang bukan disebabkan efek
pemakaian obat-obatan ataupun karena penyakit.
 Keluhan ini tidak didasari oleh efek dari suatu zat seperti obat-obatan,
penyakit atau kondisi kesehatan khusus.
d) Pengobatan (Treatment)
 Psikoterapi dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
 Penggunaan Obat-Obatan
 Benzodiazepine, seperti alprazolam atau clonazepam.
 Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), seperti fluoxetine atau
sertraline.
 Serotonin and noradrenaline reuptake inhibitor (SNRI), seperti venlafaxine.

3. Social Anxiety Disorder atau Gangguan Kecemasan Sosial


Kecemasan sosial mengacu pada kegugupan atau ketidaknyamanan dalam
situasi sosial, biasanya karena takut melakukan sesuatu yang memalukan atau
bodoh, membuat kesan buruk, atau dinilai secara kritis oleh orang lain. Bagi
banyak orang, kecemasan sosial terbatas pada jenis situasi sosial tertentu. Ketika
kecemasan sosial menjadi sangat parah, itu dapat berkembang menjadi kondisi
yang dikenal sebagai gangguan kecemasan sosial. Seperti contoh, seseorang
dengan rasa takut akan tangannya yang akan gemetar dapat menghindari minum,
makan, menulis, atau menunjuk ke depan umum; seseorang yang takut
berkeringat dapat menghindari berjabat tangan atau makan makanan pedas; dan
seseorang yang takut memerah muka dapat menghindari penampilan publik,
cahaya terang, atau diskusi tentang topik-topik intim. Beberapa orang takut dan
menghindari buang air kecil di toilet umum ketika ada orang lain.

7
a) Penyebab
Fobia sosial tidak diketahui penyebabnya secara pasti. Fobia sosial
mungkin saja terjadi pada seorang anak akibat meniru tingkah laku orangtuanya
yang juga mengalami fobia sosial. Bisa juga seorang anak mengalami fobia sosial
karena faktor lingkungan keluarga yang memperlakukannya dengan terlalu
protektif. Kemungkinan lain tentang penyebab terjadinya fobia sosial ada
hubungannya dengan amigdala. Amigdala adalah struktur yang berada di otak,
yang mengendalikan pikiran atau perasaan akan rasa cemas, serta mengatur
respons terhadap ketakutan. Fobia sosial bisa terjadi jika amigdala bekerja terlalu
aktif.
b) Gejala (Symptoms)

a) Detak jantung berdebar l) Penglihatan kabur.


kencang. m) Sensasi mati rasa dan
b) Napas tertahan. kesemutan.
c) Pusing. n) Blank.
d) Kesulitan menelan atau o) Ketegangan atau
perasaan tersedak. melemahnya otot (misalnya,
e) Merasa gemetar (misalnya, di kaki yang merasa lemah,
tangan, lutut, bibir, atau leher sakit).
seluruh tubuh). p) Nyeri dada atau sesaknya
f) Memerah (Blushing). otot-otot dada.
g) Mual atau diare. q) Mulut kering.
h) Berkeringat berlebihan. r) Menggigil
i) Suara bergetar.
j) Menangis.
k) Konsentrasi yang buruk atau
lupa apa yang ingin Anda
katakan.

8
c) Diagnosis menurut DSM V
 Ketakutan atau kecemasan yang ditandai mengenai satu atau lebih situasi
sosial di mana individu terpapar oleh pengawasan yang cermat oleh orang
lain. Contohnya termasuk interaksi sosial (mis., Bercakap-cakap, bertemu
orang yang tidak dikenal), diamati (misalnya, makan atau minum), dan tampil
di depan orang lain (mis., Memberikan pidato).
Catatan: Pada anak-anak, kecemasan harus terjadi dalam pengaturan teman
sebaya dan tidak hanya selama interaksi dengan orang dewasa.
 Individu takut bahwa dia akan bertindak dengan cara atau menunjukkan gejala
kecemasan yang akan dievaluasi secara negatif (yaitu, akan memalukan: akan
menyebabkan penolakan atau menyinggung orang lain).
 Situasi sosial hampir selalu memancing rasa takut atau kecemasan.
Catatan: Pada anak-anak, ketakutan atau kecemasan dapat diekspresikan
dengan menangis, mengamuk, membeku, melekat, menyusut, atau gagal
berbicara dalam situasi sosial.
 Situasi sosial dihindari atau ditanggung dengan rasa takut atau kecemasan
yang intens.
 Ketakutan atau kecemasan tidak sebanding dengan ancaman aktual yang
ditimbulkan oleh situasi sosial dan konteks sosial budaya.
 Ketakutan, kecemasan, atau penghindarannya persisten, biasanya berlangsung
selama 6 bulan atau lebih.
 Ketakutan, kegelisahan, atau penghindaran menyebabkan tekanan atau
gangguan signifikan secara sosial dalam bidang sosial, pekerjaan, atau bidang
fungsi penting lainnya.
 Keluhan ini tidak didasari oleh efek dari suatu zat seperti obat-obatan,
penyakit atau kondisi kesehatan khusus.
d) Pengobatan (Treatment)
 Psikoterapi dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau
terapi perilaku kognitif.
 Penggunaan Obat-Obatan
 Benzodiazepine, seperti alprazolam atau clonazepam.

9
 Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), seperti Citalopram,
Escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, Sertraline.
 Serotonin and noradrenaline reuptake inhibitor (SNRI), seperti
Venlafaxine-XR dan Duloxetine.

4. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau Gangguan Stress Pasca


Trauma
PTSD merupakan ganguan yang mucul akibat adanya trauma dan
merupakan gangguan kecemasan yang dapat membuat individu mengingat
peristiwa traumatis. Peristiwa traumatis tersebut bisa berupa. Tanda dan gejala
PTSD tampaknya muncul dari interaksi kompleks faktor psikologis dan
neurobiologis. Penelitian telah menemukan perubahan pada amigdala, korteks
prefrontal, hippocampus, dan cingulate anterior, dan corpus collosum serta
perubahan fungsi poros hipofisis hipotalamus (HPA).
a) Penyebab
Kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami atau disaksikan oleh
penderita sehingga membuatnya traumatis. Faktor risiko untuk PTSD termasuk
kekerasan pada masa kanak-kanak, kematian anggota keluarga selama masa
kanak-kanak pasien, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga,
mengalami bencana alam, mengalami perang.
b) Gejala (Symptoms)
Gejala PTSD muncul setelah seseorang mengalami peristiwa yang
membuatnya trauma. Waktu kemunculannya bisa beberapa bulan atau beberapa
tahun setelah kejadian traumatis tersebut. Tingkat keparahan dan lamanya gejala
juga berbeda-beda pada tiap penderita.
Beberapa gejala yang menunjukkan seseorang mengalami PTSD adalah:
1. Ingatan pada peristiwa traumatis, penderita PTSD sering kali teringat
pada peristiwa yang membuatnya trauma. Bahkan, penderita merasa
seakan mengulang kembali kejadian tersebut. Ingatan terhadap peristiwa
traumatis tersebut juga sering kali hadir dalam mimpi buruk, sehingga
penderita tertekan secara emosional.

10
2. Kecenderungan untuk mengelak, penderita PTSD enggan memikirkan
atau membicarakan peristiwa yang membuatnya trauma. Hal ini
ditunjukkan dengan menghindari tempat, aktivitas, dan seseorang yang
terkait dengan kejadian traumatis tersebut.
3. Pemikiran dan perasaan negative, penderita PTSD cenderung
menyalahkan dirinya atau orang lain. Selain itu, penderita juga kehilangan
minat pada aktivitas yang dulu disukainya dan merasa putus asa. Penderita
juga lebih menyendiri dan sulit menjalin hubungan dengan orang lain.
4. Perubahan perilaku dan emosi, penderita PTSD sering kali mudah takut
atau marah meski tidak dipicu oleh ingatan pada peristiwa traumatis.
Perubahan perilaku ini juga sering membahayakan dirinya atau orang lain.
Penderita juga sulit tidur dan berkonsentrasi.
c) Diagnosis menurut DSM V
Catatan: Diagnosis ini untuk anak diatas 6 tahun, orang dewasa, remaja
 Mengalami kembali peristiwa tersebut secara terus-menerus: pikiran-
pikiran mengganggu yang berkaitan dengan peristiwa traumatis, mimpi
buruk atau mimpi-mimpi menyedihkan, ingatan-ingatan yang tidak
disengaja terus-menerus, disosiasi (termasuk kilas balik) dan reaksi emosi
atau fisiologis yang intens dan negatif pada paparan pengingat (pemicu
traumatis)
 Menghindari pemicu traumatis atau berpikir / berbicara tentang
pengalaman
 Perubahan negatif dalam kognisi dan suasana hati: ketidakmampuan untuk
mengingat aspek-aspek penting dari trauma; keyakinan dan harapan
negatif yang persisten tentang diri sendiri, orang lain, dan dunia;
menyalahkan diri sendiri karena trauma; keyakinan negatif yang dilebih-
lebihkan tentang konsekuensi trauma; keadaan emosi negatif yang
persisten (kesedihan, kengerian, rasa bersalah); kekurangan pengalaman
emosional positif; kehilangan minat atau partisipasi dalam kegiatan
penting; dan detasemen dari orang-orang.

11
 Peningkatan gairah atau reaktivitas: lekas marah, masalah dengan tidur
atau konsentrasi, peningkatan reaksi mengejutkan, peningkatan
kewaspadaan terhadap potensi bahaya, tindakan yang merugikan diri
sendiri, atau kecerobohan
 Seseorang tidak dapat mendiagnosis PTSD sampai satu bulan berlalu sejak
kejadian traumatis. Gangguan stres akut, yang memiliki gejala serupa,
didiagnosis selama bulan pertama.
d) Pengobatan (Treatment)
 Psikoterapi dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau
terapi perilaku kognitif; Eye Movement Desentization And Reprocessing
(EMDR); Exposure-Based Interventions atau Terapi Eksposur.
 Penggunaan Obat-Obatan yaitu antidepresan golongan Selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRI), seperti Citalopram, Fluvoxamine, Paroxetine,
Sertraline.

5. Obsessive Compulsive Disorder (OCD) atau Gangguan Obsesif dan Kompulsif


Obsessive Compulsive Disorder (OCD) atau gangguan obsesif dan
kompulsif ialah jenis gangguan yang ditandai dengan munculnya suatu pikiran
yang tidak diinginkan secara berulang dan menetap (obsesi) atau perilaku yang
berulang dan dilakukan seperti ritual yang dilakukan oleh seseorang karena ia
merasa tindakan tersebut harus dilakukan untuk menghindari datangnya suatu
musibah (kompulsi).
a) Penyebab
Penyebab masih bekum diketahui secara pasti tapi kemungkinan ada
faktor genetik atau faktor trauma akan kejadian yang tidak menyenangkan yang
pernah dialami.
b) Gejala dan Diagnosis menurut DSM V
 Adanya Obsesi dan Kompulsi
Obsesi didefinisikan sebagai berikut:
1. Pikiran, dorongan, atau gambar yang berulang dan terus-menerus
yang dialami, pada suatu waktu selama gangguan, sebagai hal yang

12
mengganggu dan tidak diinginkan, dan pada kebanyakan individu
dapat menyebabkan kecemasan.
2. Individu berusaha untuk mengabaikan atau menekan pemikiran,
dorongan, atau gambar tersebut, atau untuk menetralisirnya dengan
beberapa pemikiran atau tindakan lain (yaitu dengan melakukan
kompulsi).

Kompulsi didefinisikan sebagai berikut:

1. Perilaku yang berulang (misalnya., mencuci tangan, memeriksa,


menghitung) sehingga individu merasa terdorong untuk melakukan
respons terhadap obsesi.
2. Perilaku yang ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
kecemasan, atau mencegah beberapa peristiwa atau situasi yang
ditakuti; Namun, perilaku ini tidak realistis atau jelas berlebihan.
 Obsesi atau kompulsi itu menyita waktu (mis., Memakan waktu lebih dari
1 jam per hari) atau menyebabkan tekanan atau gangguan klinis yang
signifikan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting
lainnya
 Keluhan ini tidak didasari oleh efek dari suatu zat seperti obat-obatan,
penyakit atau kondisi kesehatan khusus.
c) Pengobatan (Treatment)
 Psikoterapi dengan menggunakan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau
terapi perilaku kognitif.
 Penggunaan Obat-Obatan yaitu antidepresan golongan Selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRI), seperti Fluoxetine, Fluvoxamine, Sertraline.

6. Specific Phobia atau Fobia Spesifik

Fobia spesifik adalah fobia terhadap objek, hewan, situasi, atau


aktivitas yang spesifik.

13
1. Penyebab
a) Mengalami insiden atau trauma tertentu, misalnya takut naik pesawat
akibat pernah mengalami turbulensi di pesawat.
b) Menderita gangguan mental, seperti skizofrenia, depresi, OCD, gangguan
panik, PTSD (post-traumatic stress disorder), atau gangguan kecemasan
umum.
c) Memiliki orang tua yang terlalu melindungi (over protective) atau
memiliki hubungan yang kurang dekat dengan orang tua.
d) Memiliki anggota keluarga yang mengalami fobia tertentu. Misalnya fobia
terhadap laba-laba, karena ada keluarga yang juga takut pada laba-laba.
e) Mengalami tekanan atau stres dalam jangka waktu panjang. Stres yang
tidak dikelola dengan baik berisiko menurunkan kemampuan seseorang
untuk mengatasi ketakutan yang muncul pada situasi atau kondisi tertentu.
2. Symptoms atau Gejala
 Jantung terasa berdebar-debar (palpitasi)
 Sesak napas
 Kebingungan
 Pusing atau sakit kepala
 Mual
 Dada terasa nyeri
 Leher terasa tercekik
 Sulit berbicara dengan jelas
 Tubuh gemetar dan berkeringat
 Telinga berdenging
 Sensasi selalu ingin buang air kecil
 Mulut terasa kering
 Menangis
 Takut ditinggal sendirian (terutama pada anak-anak)

14
3. Diagnosis menurut DSM V
a. Rasa takut atau cemas yang ditandai tentang objek atau situasi tertentu
(mis. Terbang, ketinggian, hewan, menerima suntikan, melihat darah).
Catatan: Pada anak-anak, ketakutan atau kecemasan dapat diekspresikan
dengan menangis, mengamuk, membeku, atau melekat.
b. Objek atau situasi fobia hampir selalu memicu ketakutan atau kecemasan
langsung.
c. Objek atau situasi fobia secara aktif dihindari atau ditanggung dengan rasa
takut atau kecemasan yang intens.
d. Ketakutan atau kecemasan tidak sebanding dengan bahaya aktual yang
ditimbulkan oleh objek atau situasi tertentu dan konteks sosial budaya.
e. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran bersifat persisten, biasanya
berlangsung selama 6 bulan atau lebih.
f. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran menyebabkan tekanan atau
gangguan signifikan secara sosial dalam bidang sosial, pekerjaan, atau
bidang fungsi penting lainnya.
4. Treatment
 Psikoterapi dengan menggunakan terapi perilaku kognitif (CBT)
 Obat-obatan: Benzodiazepine, SSRI, Beta Blockers

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan kecemasan merupakan rasa cemas dan khawatir yang tidak terkendali,
berlebihan, dan bahkan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Terdapat gejala
seperti munculnya rasa khawatir berlebihan, gelisah, gugup, ragu-ragu, takut, sulit
mengambil keputusan, dan sulit untuk berkonsentrasi. Gangguan kecemasan ada
beberapa jenis : gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan panik, gangguan
kecemasan sosial, gangguan stress pascatrauma, dan Obsessive Compulsive
Disorder (OCD).

B. Saran
Gangguan kecemasan bisa diatasi dengan penanganan : Konsultasi dengan ahli
mental seperti psikolog/konselor, terapi seperti Cognitive behavioral
therapy (CBT) , Behavior Therapy dan farmakoterapi atau pengobatan medis.

16
DAFTAR PUSTAKA
Alodokter (2020). Fobia.

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic And Statistical Manual of


Mental Disorder Fifth Edition “DSM-5”. Washinton DC: American
Psychiatric Publishing. Washinton DC.

Antony, M. M., & Swinson, R. P. (2008). A new harbinger self help workbook:
the shyness & social anxiety workbook second edition. Canada: New
Harbinger Publication Inc.

Bandelow B, Boerner J R, Kasper S, Linden M, Wittchen HU, Möller HJ. The


diagnosis and treatment of generalized anxiety disorder. Dtsch Arztebl Int.
2013;110(17):300–310.

Bradley, H., & Chelsea, N. (2018). Post-Traumatic Stress Disorder in Veterans:


Treatments and Risk Factors for Nonadherence. Journal of the American
Academy of Physician Assistants, 31(11), pp. 21-24.

Diferiansyah, O., Septa, T. and Lisiswanti, R., 2016. Gangguan Cemas


Menyeluruh. Jurnal Medula, 5(2), pp.63-68.

Fitri, Dian. 2017. Efektivitas Cognitive Behavior Therapy Untuk Menurunkan


Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa. Jurnal
Psikologi, 10(1), pp.64-73.

Lack C. W. (2012). Obsessive-compulsive disorder: Evidence-based treatments


and future directions for research. World journal of psychiatry, 2(6), 86–90.

Lancaster, C. L., Teeters, J. B., Gros, D. F., & Back, S. E. (2016). Posttraumatic
stress disorder: Overview of evidence-based assessment and
treatment. Journal of clinical medicine, 5(11), 105.

Mayo Clinic (2017). Social Anxiety Disorder (Social Phobia).

17
Taylor C. B. (2006). Panic disorder. BMJ (Clinical research ed.), 332(7547),
951–955.

Wicaksono, E., Permana, V.F.Y., Putri, P.A. and Situmorang, D.D.B., 2020.
Memahami Gangguan Kecemasan Dalam Diri Remaja.

18

Anda mungkin juga menyukai