Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL :


KECEMASAN, KRISIS, KEHILANGAN, PTSD, DISTRESS SPIRITUAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan


Kesehatan Jiwa 1

Dosen Pengampu : Woro Rahmanishati, S.Pd., S.Kep., M.Kes

Disusun oleh :

Kelompok 3

Azzahra Aulia Salsabillah (C1AA21024)

Erni Purnamasari (C1AA21039)

Indra Agustin (C1AA21051)

Nurun Nisa (C1AA21105)

Salman Al-farizi (C1AA21135)

Wafa Nurfauziah Gunawan (C1AA21171)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

Jl.Kramat No.36, Telp. (0266) 210215 Sukabumi 43122

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah


memberikan kesempatan pada Kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Atas rahmat dan hidayah-Nya lah Kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Masalah
Psikososial : Kecemasan, Krisis, Kehilangan, Ptsd, Distress
Spiritual”
dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah


Kewarganegaraan. Selain itu, Kami juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi kami selaku mahasiswa dan para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Woro
Rahmanishati, S.Pd., S.Kep., M.Kes selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Jiwa 1. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang


telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah
ini.

Sukabumi, 19 Maret 2023

Penulis
Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Konsep Dasar Kecemasan dan Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan
Kecemasan............................................................................................................3
B. Konsep Dasar Krisis Dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan Krisis.......13
C. Konsep Dasar Kehilangan Dan Asuhan Keperawatan Pada Klien
Kehilangan..........................................................................................................22
D. Konsep Dasar PTSD Dan Asuhan Keperawatan Pada Klien PTSD...........30
E. Konsep Distres Spritual Dan Asuhan Keperawatan Pada Klien Distres
Spritual...............................................................................................................43
BAB III..................................................................................................................51
A. Kesimpulan.................................................................................................51
B. Saran............................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................53

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Individu yang sehat jiwa memiliki kemampuan untuk beradaptasi
terhadap stresor lingkungan internal atau eksternal yang dipengaruhi
olehpikiran, perasaan dan perilaku sesuai dengan usia dan sejalan
dengan norma lokal dan budaya (Townsend, 2009). Kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Hal ini berarti kesehatan bersifat holistik, individu dikatakan
sehat apabila seluruhkomponen dalam diri individu tersebut tidak
mengalami gengguan baikpsikis, psikologis maupun sosial. Kesehatan
jiwa merupakan kondisi sehat emosional, psikologis, sosial dan perilaku
Videbeck,( 2008 )
Masalah psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan
individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang
mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar
sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa secara nyata atau
sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan
sosial (Keliat, 2011). Berdasarkan uraian tersebut, masalah psikososial
berada diantara rentang sehat jiwa dan gangguan jiwa. Individu yang
mengalami masalah psikososial akan terjadi perubahan dalam perilakunya,
apabila tidak ditangani dengan baik dapat berpotensi menjadi gangguan
jiwa

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Diatas, Rumusan Masalah Pada Makalah Ini
Adalah Sebagai Berikut.
1. Bagaimana Konsep Dasar Kecemasan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Kecemasan?

1
2. Bagaimana Konsep Dasar Krisis Dan Asuhan Keperawatan Pada Klien
Krisis?
3. Bagaimana Konsep Dasar Krisis Dan Asuhan Keperawatan Pada Klien
Kehilangan?
4. Bagaimana Konsep Dasar PTSD Dan Asuhan Keperawatan Pada Klien
PTSD?
5. Bagaimana Konsep Dasar Distres Spiritual Dan Asuhan Keperawatan Pada
Klien Distress Spiritual?

C. Tujuan
Adapun Tujuan Penulisan Makalah Ini Adalah Sebagai Berikut.
1. Untuk Mengetahui Dan Memahami Konsep Dasar Kecemasan Dan
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kecemasan?
2. Untuk Mengetahui Dan Memahami Konsep Dasar Krisis Dan Asuhan
Keperawatan Pada Klien Krisis?
3. Untuk Mengetahui Dan Memahami Konsep Dasar Krisis Dan Asuhan
Keperawatan Pada Klien Kehilangan?
4. Untuk Mengetahui Dan Memahami Konsep Dasar PTSD Dan Asuhan
Keperawatan Pada Klien PTSD?
5. Untuk Mengetahui Dan Memahami Konsep Dasar Distres Spiritual Dan
Asuhan Keperawatan Pada Klien Distress Spiritual?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Kecemasan dan Asuhan Keperawatan pada Klien


Dengan Kecemasan
1. Definisi Kecemasan (Ansietas)
Kecemasan menurut Stuart dan Laria (2005) yang menyatakan
bahwa kecemasan memiliki nilai yang positif, karena dengan ansietas
maka aspek positif individu berkembang karena adanya sifat konfrontasi
(pertentangan), Antisipasi yang tinggi, Penggunaan pengetahuan serta
sikap terhadap pengalaman untuk dapat mengatasi kecemasa. Tetapi
apabila kondisi kecemasan tidak ditangani dengan segera, maka akan
dapat mengganggu kehidupan seseorang. Kecemasan dapat pula
didefinisikan sebagai suatu perasaan tidak santai yang samar-samar
karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respon.
Seringkali sumber perasaan tidak santai tersebut tidak spesifik atau tidak
diketahui.
Kecemasan merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan
sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir, Gelisah, takut, tidak
tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keaadaan tersebut dapat terjadi
atau menyertai kondisi situasi kehidupan dan berbagai gangguan
kesehatan.
2. Tanda dan Gejala Kecemasan

Menurut SDKI, terdapat tanda gejala Mayor dan Minor pada


kecemasan diantaranya adalah :

a. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Merasa Bingung

3
2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi

Objektif

1. Tapak gelisah
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur
b. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya

Objektif

1. Frekuensi npas meningkat


2. Frekuensi nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. Diaforesis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu

Berikut ini adalah tanda dan gejala kecemasan:


a) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri dan
mudah tersinggung
b) Pasien merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut

4
c) Pasien mengatakan takut bila sendiri atau dikeramaian banyak
orang
d) Mengalami gangguan pola tidur dan disertai mimpi yang
menegangkan
e) Gangguan konsetrasi dan daya ingat
f) Adanya keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang
belakang, pendengaran berdering atau jantung berdebar-debar,
sesak nafas, gangguan pencernaan sepertidiare, mual dan tidak
nafsu makan, sering berkemih atau sakit kepala
3. Rentang Respon Ansietas
a) Respon Adaptif
Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima
dan mengatur kecemasan. Kecemasan dapat menjadi suatu tantangan,
motivai yang kuat untuk menyelesaikan masalah, dan merupakan
sarana untuk mendapatkan penghargaan yang tinggi. Strategi adaptif
biasanya digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan antara lain
dengan berbicara kepada orang lain, menangis, tidur, latihan, dan
menggunakan teknik relaksasi.
b) Respon Maladaptif
Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan
mekanisme koping yang disfungsi dan tidak berkesinambungan
dengan yang lainnya. Koping maladaptif mempunyai banyak jenis
termasuk perilaku agresif, bicara tidak jelas, isolasi diri, banyak
makan, konsumsi alkohol, berjudi, dan penyalahgunaan obat terlarang
4. Tingkatan Kecemasan
Ada beberapa tingkat kecemasan menurut Stuart dan Laria (2005),
Membagi kecemasan dalam beberapa tingkatan, yaitu:
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan seringkali berhubungan dengan ketegangan
dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan tingkatan ini harus selalu
dibuat atau diciptakan karena pada tingkatan ini orang yang
mengalami kecemaan akan menjadi waspada sehingga memperluas

5
pandangan persepsi terhadap suatu masalah karena individu akan
mengantisipasi kemungkinan dampak dari kecemasan yang dialami.
Kecemasan ringan memiliki aspek positif, yaitu memotivasi individu
untuk belajar dan menghasilkan serta meningkatkan pertumbuhan dan
kreativitas. Berikut ini adalah respon/dampak kecemasan ringan:
1) Respon fisiologis;
 Seringkali merasakan nafasnya pendek,
 Muka berkerut dan bibir bergetar,
 Mengalami ketegangan otot ringan,
 Gejala ringan pada lambung
 Nadi dan tekanan darah naik
2) Respon kognitif;
 Karena individu berada dalam persepsi luas,
 Mampu menerima rangsangan yang kompleks,
 Konsetrasi pada masalah, dan
 Mampu menyelesaikan masalah.
3) Respon perilaku dan emosi;
 Tidak dapat duduk tenang,
 Mengalami tremor halus pada lengan,
 Suara kadang meninggi.
b. Kecemasan Sedang
Pada kecemasan tingkat ini, lapangan persepsi terhadap
lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan hal-hal penting
saat itu dan mengenyampingkan hal ini. Manifestasi yang muncul
pada kecemasan sedang antara lain:
1) Respon fisiologis:
 Sering nafas pendek,
 Nadi dan tekanan darah naik,
 Mulut kering,
 Diare atau konstipasi,
 Tidak nafsu makan, mual,

6
 Gelisah
2) Respon kognitif:
 Respon menyempit,
 Rangsangan luas mampu diterima,
 Berfokus pada apa yang menjadi perhatian dan bingung.
3) Respon perilaku dan emosi:
 Bicara banyakdan lebih cepat,
 Susah tidur dan tidak aman
c. Kecemasan Berat
Pada kecemasan berat, lapang persepsi individu menyempit
individu cenderung hanya mampu memikirkan hal yang kecil saja,
spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku yang
ditunjukkan individu bertujuan untuk mengurangi ketegangan.
Individu memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan
perhatian pada suatu area lain. Manifestasi yang muncul pada
kecemasan berat antara lain:
1) Respon fisiologis:
 Napas pendek,
 Nadi dan tekanan darah naik,
 Berkeringat dan sakit kepala,
 Penglihatan kabur, dan
 Ketegangan.
2) Respon kognitif:
 Lapang persepsi sangat sempit,
 Tidak mampu menyelesaikan masalah.
3) Respon perilaku dan emosi:
 Perasaan terancam meningkat,
 Verbalisasi cepat,
 Menarik diri dari hubungan interpersonal (blocking)
d. Panik

7
Yang paling membahayakan adalah bila individu mengalami
tingkatan yang paling tinggi yaitu Panik. Perilaku yang tampak adalah
individu tampak ketakutan dan mengatakan mengalami teror, tidak
mampu melakukan sesuatu, walaupun dengan pengarahan serta
mengalami gangguan kepribadian. Gejala lain yang muncul adalah
terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang, kehilangan
pemikiran rasional. Manifestasi yang muncul terdiri dari:
1) Respon fisiologis:
 Nafas pendek,
 Rasa tercekik dan palpitasi,
 Sakit dada,
 Pucat,
 Hipotensi,
 koordinasi motorik rendah.
2) Respon kognitif:
 Lapang persepsi sangat sempit,
 Tidak dapat berfikir logis.
3) Respon perilaku dan emosi:
 Mengamuk dan marah-marah,
 Ketakutan, berteriak-teriak, blocking
 Kehilangan kendali atau kontrol diri
 Persepsi kacau.
5. Sumber koping
Dalam menghadapi kecemasan, individu akan memanfaatkan dan
menggunakan berbagai sumber kping dilingkungan. Sekarang coba anda
cari dalam buku literatur sumber koping yang dapat digunakan seseorang
orang yang mengalami kecemasan.
6. Mekanisme Koping

8
Dalam bentuk ringan ansietas dapat diatasi dengan menangis,
tertawa, tidur, olahraga, atau merokok. Bila terjadi ansietas berat sampai
panik akan terjadi ketidakmampuan mengatasi ansietas secara kontruktif.
Pada individu yang mengalami kecemasan yang sedang dan berat,
mekanisme koping yang digunakan terbagi atas dua jenis mekanisme
koping, yaitu:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan realistik yang bertujuan untuk menurunkan
situasi stres, misalnya:
 Perilaku menyerang (agresif), Digunakan individu untuk mengatasi
rintangan agar terpenuhinya kebutuhan.
 Perilaku menarik diri, Dipergunakan untuk menghilangkan sumber
ancaman baik secara fisik maupun secara psikologis.
 Perilaku kompromi, Dipergunakan untuk mengubah tujuan-tujuan
yang akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk
mencapai tujuan.
b. Mekanisme Pertahan Ego, mekanisme ini membantu mengatasi
ansietas ringan dan sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan
dilakukan secara sadar untuk mempertahankan keseimbangan.
Mekanisme pertahanan ego adalah:
 Kompensasi: dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri
dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang
dimilikinya.
 Penyangkalan (Denial): Menyatakan ketidaksetujuan terhadap
realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme
pertahanan ini paling sederhana dan primitif.
 Pemindahan (Displacement): penggalihan emosi yang semula
ditujukan pada seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau
kurang mengancam terhadap dirinya.
 Disosiasi: pemisahan dari setiap proses mental atau perilaku dari
kesadaran atau identitasnya.

9
 Identifikasi (Identification): proses dimana seseorang mencoba
menjadi orang yang ia kagumi dengan mengambil/menirukan
pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
 Intelektualisasi (Intelectualization): penggunaan logika dan alasan
yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu
perasaannya.
 Intrijeksi (Intrijection): mengikuti norma-norma dari luar, sehingga
ego tidak lagi terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan
superego).
 Fiksasi: berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek
tertentu (emosi atau tingkah laku atau pikiran), sehingga
perkembangan selanjutnya terhalang.
 Proyeksi: pengalihan buah fikiran atau impuls pada diri sendiri
kepada orang lain terutama keinginan. Perasaan emosional dan
motivasi tidak dapat ditoleransi.
 Rasionalisasi: memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya
menurut alasan yang seolah-olah rasional, sehingga tidak
menjatuhkan harga diri.
 Reaksi formasi: bertingkah laku yang berlebihan yang langsung
bertentangan dengan keinginan-keinginan, perasaan yng
sebenarnya.
 Regresi: kembali ketingkat perkembanagan terdahulu (tingkah
laku yang primitif), contoh: bila keinginan terlambat menjadi
marah, merusak, melempar barang, meraung, dan sebagainya.
 Represi: secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impils, atau
ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan
pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh
mekanisme ego yang lainnya.
 ActingOut: langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya
terhalang.

10
 Sublimasi: penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia, artinya
dimana masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
halangan dalam penyalurannya secara normal.
 Supresi: suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan, tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang
disadari; pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran seseorang, kadang-kadang dapat mengarah pada represif
berikutnya.
 Undoing: tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan
sebagian dari tindakan/perilaku atau komunikasi sebelumnya
merupakan mekanisme pertahanan primitif
7. Asuhan Keperawatan
c. Pengkajian
1) Faktor Predisposisi
 Teori psikoanalitik
Ansietas merupakan konflik emosional antara dua elemen
kepribadian yaitu ide, ego, dan super ego. Ide melambangkan
dorongan insting dan implus primitif. Super ego mencerminkan
hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma
budaya seseorang, sedangkan ego digambarkan sebagai
mediator antara ide dan super ego. Ansietas berfungsi untuk
memperingatkan ego tentang suatu budaya yang perlu segera
diatasi.
 Teori interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan dan penolakan interpersonal.
Berhubungan juga dengan trauma masa perkembangan seperti
kehilangan, perpisahan. Individu dengan harga diri rendah
biasanya sangat mudah mengalami ansietas berat.
 Teori perilaku
Ansietas merupakan produk frutasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diingkan.
11
 Kajian biologis
Otak mengandung reseptor spesifik untuk benzodiazepines.
Reseptor ini diperkirakan turut berperan dalam mengatur
ansietas.
2) Faktor presipitasi
Bersumber dari eksternal dan internal seperti:
 Ancaman terhadap integritas fisik meliputi; ketidakmampuan
fisiologis atau menurunnya kemampuan melaksanakan fungsi
kehidupan sehari-hari
 Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas,
harga diri dan integritas fungsi sosial
3) Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan langsung melalui perusahaan
fisiologis dan perilaku secara tidak langsung timbulnya gejala atau
mekanisme koping dalam upaya mempertahankan diri dari ansietas.
Intensitas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan
ansietas
d. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan dari hasil pengkajia. Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada kasus ansietas adalah:
1) Ansietas berat
2) Ansietas sedang
e. Perencanan
1. Rencana tindakan keperawatan pada ansietas berat dan panik
 Tujuan umum:
Klien dapat mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau
tingkat ringan
 Tujuan khusus:
 Membina hubungan saling percaya
 Mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan ansietas
 Menganjurkan klien meningkatkan aktifitas sehari-hari
 Meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraan klien
12
Implementasi
 Tujuan khusus 1:
- Dengarkan keluhan klien
- Dukung klien untuk mendiskusikan perasaannya
- Jawab pertanyaan klien secara langsung
- Tanyakan sikap menerima klien tanpa pamrih
- Hargai pribadi klien
 Tujuan khusus 2:
- Tunjukan sikap yang tenang
- Ciptakan situasi dan lingkungan yang tenang
- Batasi interaksi klien lain untuk mengurangi rangsangan yang
dapat menimbulkan ansietas
- Identifikasi dan modifikasi situasi yang dapat menyebabkan
ansietas
- Beri bantuan terapi fisik seperti mandi, masage
 Tujuan khusus 3:
- Beri aktifitas yang bersifat mendukung atau menguatkan
perilaku sosial yang produktif
- Beri klien latihan fisik sesuai bakat dan kemampuan
- Rencanakan jadwal aktifitas yang dapat dilakukan sehari-hari
- Libatkan keluarga dan sistem pendukung lainnya
2. Rencana tindakan pada ansietas sedang
 Tujuan umum:
Klien dapat menyelesaikan masalahnya dengan mengatasi stress
 Tujuan khusus:
 Menjalin dan mempertahankan hubungan saling percaya
 Membantu dirinya mempelajari respon koping baru yang
efektif
 Meningkatkan respon relaksasi
Implementasi
 Tujuan khusus 1:
- jadi pendengar yang baik, hangat dan responsif
13
- beri waktu yang cukup pada klien untuk berespon
- beri dukungan pada klien untuk mengekspresikan dirinya
 Tujuan Khusus 2:
- Gali bagaimana cara klien mengurangi ansietas masa lalu
dan tindakan apa yang dilakukan untuk mengurangi ansietas
- Beri dorongan pada klien untuk menggunakan respon
koping adaptif dimasa lalu
- Bantu klien mengidentifikasi cara-cara untuk menyusun
kembali pikiran modifikasi perilaku
- Didik klien dengan ansietas ringan untuk aspek
perkembangan diri
- Libatkan pihak yang berkepentingan sebagi sumber dan
dukungan sosial dalam membantunya
f. Evaluasi
1) Ancaman terhadap integritas fisik dan harga diri klien menurun
2) Tingkah laku klien merefleksikan tingkat ansietas ringan dan
sedang
3) Sumber koping dikaji dan digunkan
4) Klien mengenal ansietasnya dan menyadari perasaan tersebut
5) Klien mempelajari strategi adaptif yang baru untuk menurunkan
ansietasnya

B. Konsep Dasar Krisis Dan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Krisis
1. Definisi Krisis
Krisis adalah gangguan internal yang ditimbulkan oleh situasi yang
penuh dengan stress atau adanya ancaman terhadap intergritas diri
(Struart dan Sunden,1998)
Krisis adalah keseimbangan psikologis yang merupakan hasil dari
peristiwa yang menegangkan atau mengancam intergeritas sendiri, pada
keadaan krisis, individu tidak mampu menyelesaikan masalah dengan
cara penggunaan koping yang biasa dipakai.
14
Koping (Kemampuan menangani masalah), Setiap individu
mempunyai koping yang siap dipakai setiap saat dalam mengatasi
masalah, Dan sebaliknya jika individu tidak tahu apa yang dilakukan,
akan terjadi kecemasan yang meningkat sehingga masalah tidak ada
penyelesaiannya yang akan menimbulkan krisis.
2. Pengaruh faktor keseimbangan pada keadaan krisis

individu

Kejadian yang Keadaan Kejadian yang


menekan seimbang menekan

Tidak seimbang

ada balancing Satu atau lebih


faktor balancing faktor

Persepsi terhadap kejadian, Persepsi terhadap


dapat dukungan situasi yang kejadian didistorsikan
adekuat dan koping adekuat tidak dapat disituasi
yang mendukung
koping tidak adekuat

Kembali seimbang
tidak terjadi krisis
Tetap tidak seimbang dan
terjadi krisis berkembang

3. Proses terjadinya krisis

15
Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan hidup yang penting dan tidak dapat diatasi dengan penggunaan
metode pemecahan masalah (koping) yang biasa digunakan. Krisis
terjadi melalui empat fase, yaitu sebagai berikut:
 Fase I : Ansietas meningkat sehingga muncul stimulus individu
untuk menggunakan koping yang biasa dipakai (jika tidak efektif)
 Fase II : Ansietas lebih meningkat karena koping yang digunakan
gagal (jika tidak berhasil)
 Fase III : Individu berusaha mencari koping baru, memerlukan
bantuan orang lain.
 Fase IV : Terjadi ansietas berat/panik yang menunjukkan adanya
disorganisasi psikologi (minta bantuan orang/tenaga profesional)
4. Tipe-tipe Krisis
Menurut Struart dan Sundeen 1998 mengatakan ada tiga tipe krisis
yaitu:
a) Krisis maturase
Sigmund Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi
lima fase yaitu: fase oral, fase anal, fase falik, fase laten, dan fase
pubertas, sedangkan Erikson membagi menjadi delapan fase yaitu fase
bayi, fase anak-anak, fase pra sekolah, fase sekoah, fase remaja, fase
dewasa dan fase dewasa lanjut.
Didalam teorinya ditekankan bahwa perkembangan tersebut
merupakan satu rentang yang setiap tahap mempunyai tugas dan
masalah yang harus diselesaikan untuk menuju kematangan pribadi
individu. Keberhasilan seorang dalam memecahkan masalahnya pada
fase tersebut diatas akan mempengaruhi kemampuan orang itu dalam
mengatas strees yang terjadi sepanjang hidupnya.
Disamping tekanan perubahan social dan perubahan fisik dapat
mencetuskan keadaan krisis, oleh karena itu role model dan sumber-
sumber interpersonal yang memberiakn orang tersebut kemudahan-
kemudahan menerima peran abru akan sangat membantu untuk
mencegah terjadinya krisis.

16
b) Krisis situasi
Krisis situasi terjadi apabila keseimbangan psikologis terganggu
sebagai akibat dari suatu kejadian yang spesifik seperti:
 Kehilangan, kehamilan yang tidak diinginkan atau kehamilan diluar
nikah
 Penyakit akut
 Kehilangan orang yang sangat dicintai
 Kegagalan dalam sekolah
 Pemutusahan Hubungan Kerja (PHK)
c) Krisis social (krisis malapetaka)
Krisis ini disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan
serta menyebabkan kehilangan ganda dan sejumlah perubahan
lingkungannya seperti:
 Gempa bumi dan disertai badai tsunami
 Gunung Meletus
 Kebakaran yang hebat
 Banjir yang meluluhlatahkan tanah
 Tanah longsor
 Badai angin yang meratakan seisi rumah
Krisis ini tidak dialami oleh setiap orang atau individu seperti krisis
maturase.
5. Gejala Krisis
Gejala umum individu yang mengalami krisis adalah sebagai
berikut:
a) Gejala fisik :
 keluhan somatik (mis. sakit kepala, gastrointestinal, rasa sakit),
 gangguan nafsu makan (mis. peningkatan atau penurunan berat
badan yang signifikan),
 gangguan tidur (mis. insomnia, mimpi buruk), gelisah, sering
menangis, iritabilitas.

17
b) Gejala kognitif : konfusi, sulit berkonsentrasi, ketidakmampuan
mengambil keputusan.
c) Gejala perilaku : disorganisasi, impulsif, ledakan kemarahan, sulit
menjalankan tanggung jawab peran, menarik diri dari interaksi sosial.
d) Gejala emosional : Anietas, marah, merasa bersalah, sedih, depresi,
paranoid, curiga, putus asa, tidak berdaya.
6. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
Mengingat batas waktu krisis dan penyelesainnya sangat singkat
yaitu paling lama enam minggu, maka pengkajian harus dilakukan
secara spesifik dan berorientasi pada masalah atau kejadian yang
actual, ada beberapa yang harus dikaji yaitu factor pencetus, perilaku
individu, perspesi terhadap kejadian respon individu.
b) Faktor pencetus
Penyebab factor yang mempengaruhi terjadinya krisis misalnya:
 Kehilangan orang yang sangat dicintai baik karna kematian
maupun karena perpisahan
 Kehilangn bio – psiko – social seperti kehilangan anggota tubuh
karena operasi, sakit yang menahun, kehilangan pekerjaan, dan
kehilangan peran social, kehilangan memapuan melihat
 Kehilangan milik pribadi seperti kehilangan harta benda,
kehilangan kewarganegaraan, rumah karena gussur, gempa bumi,
banjir, dan lain-lain.
 Ancaman kehilangan sepreti anggota keluarga sakit, perselisihan
yang hebat dengan pasangan hidup.
 Perubaha-perubahan seperti pengabdian perjaa, pindah rumah,
garis kerja yang berbeda
 Ancaman – ancaman yang lain yang dapat diIdentifikasi termasuk
semua ancaman terhadap pemenuhan kebutuhanya
Kemampuan dan kekuatan dari system pendukung dalam pemecahan
masalah kerja:

18
 Dengan siapa tinggal, apakah tinggal sendiri atau dengan
keluarga, teman
 Apakah bisa tempat untuk mengadu, mengeluh
 Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi Bersama
keluarga
 Apakah ada orang atau Lembaga yang dapat memberi bantuan
 Apakah mempunyai keterampilan untuk mengganti fungsi orang
yang hilang tersebut
Kekuatan yang dimiliki sebelumnya serta koping mekanisme yang
tersedia termasuk keberhasialn dan kegagalan dari koping yang
pernah dipakai dalam mengatasi masalah.
 Apakah yang bisa dilakukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi
 Cara apa yang pernah bergasil dan tidak berhasil serta apa yang
menyebabkan kegagalan tersebut
 Apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah
sekarang
 Apakah suka meninggalakn lingkungan untuk sementara agar
dapat berpikir dengan jernih?
 Apakah suka mengikuti Latihan oleh raga untuk mengurangi
ketegangan?
 Apakah mecetuskan perasaannya dengan menangis?
 Gali lagi koping efektif yang dimiliki dan yang telah dipakai
c) Respon perilaku
Beberapa gejala yang sering ditunjukan oleh individu dalam
keadaan krisis diantara lain:
 Perasaan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri, ada
keinginan bunuh diri atau membunuh orang lain
 Ada perasaan diasingkan oleh lingkungannya
 Kadang-kadang menunjukan gejala-gejala somatic

19
Data dari Fredrick dan Garrison J yang dikutip oleh Struart and
Sundeen bahwa ada lima fase respon seseorang terhadap musibah
yang dialami yaitu:
 Fase pukulan / Impact
Respon pada fase ini termasuk kejadian itu sendiri dengan
karakteristik seperti, shock, panic, takut yang luar biasa, tidak
mampu menilai dan mengkaji factor realita dan kadang-kadang
menunjukan perilaku buhuh diri.
 Fase pemberani atau heroic
Respon pada fase ini terjadinya suatu semangat Kerjasama
yang tinggi antara teman, tetangga dan tim emergensi aktifitas
yang konstruktif yang saat itu dapat mengatasi ansietas dan
depresi, akan tetapi aktifitas yang terlalu berlebihan dapat
menyebabkan keletihan
 Fase Honeymoon
Respon pada fase ini mulai tampak satu minggu sampai
beberapa bulan setelah terjadinya musibah/kebetuhan bantuan
orang lain berupa uang, sumber daya dan dukungan dari
bermacam-macam agen atau perkumpulan akan memebentuk
masyarakat baru, masalah perilaku dan psikologis mungkin tidak
tampak lagi.
 Fase Kekecewaan
Respon pada fase ini berakhir dalam dua bulan sampai satu
tahun. Pada saat individu merasa sangat kecewa, timbul
kebencian dan perasaan marah, korban mulai membanding-
bandingkan keadaan tetangga dengan milik sendiri, dari mulai
tumbuh rasa benci, bersaing dan bersikap bermusuhan kepada
orang lain.
 Fase Rekomtruksi dan Reorganisasi
Respon pada fase ini individu atau korban mulai menyadari
bahwa ianharus menghadapi dan lain menyadari bahwa ia harus
menghadapi dan mengatasi masalahnya, mereka mulai
20
membangun rumah, perusahaan dan hidupnya. Fase ini akan
berakhir dalam beberapa tahun setelah terjadinya musibah
d) Diagnosa keperawatan
1) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan orang yang
dicintai dalam keluarga telah tiada
2) Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perpisahan
dengan suami, pemutusan kerja, kegagalan sekolah
3) Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan kematian
anak, kerabat, saudara yang telah tiada
4) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak atau
keluarga telah menikah
5) Strees proses trauma berhubungan dengan bencana alam, gempa
bumi, banjir dan kebakaran
6) Gangguan penyesuaian berhubungan dengan efek depresi
e) Perencanaan
Langkah selanjutnya dari intervensi krisis membuat perencanaan.
Dinamika yang mendasari krisis diformulasikan berdasarkan
informasi dengan memperhatikan:
1) Factor pencetus
2) Alternatif pemecahan masalah
3) Langkah-langkah untuk mencapai pemecahan masalah seperti
menentukan lingkungan pendukung yang membantu pemecahan
masalah serta bagaimana memperkuat system pendukung
4) Mekanisme koping yang perlu di kembangkan dan diperkuat.
Menurut Shields dikutip stuart dan sundeen menggambarkan
empat level intervensi krisis dengan urutan dari yang dangkal yang
paling dalam yaitu:
a) Manipulasi lingkungan
Intervensi yang merubah secara langsung lingkungan fisik
individu atau situasi interpersonal untuk memperoleh dukungan
situasi atau dengan memindahkan stressor.
b) General support

21
Tipe intervensi ini adalah dengan memberikan perasaan klien
bahwa perawat ada disampingnya dan siap untuk membantu,
sikap perawat yang hangat, menrima, empati serta penuh
perhatian akan manawarkan dukungan bagi klien
c) General approach
Intervensi yang sama dengan model Kesehatan masyarakat yaitu
dengan menjangkau individu-individu yang mempunyai resiko
tinggi dalam sejumlah yang besar dan waktu sesingkat mungkin.
Penerapan metode ini khusus untuk individu-individu yang
menghadapi tipe krisis yang sama. Tipe ini harus dipelajari
sebelumnya, diperoleh dan dirancang untuk mencapai.
d) Individual approach
Pendekatan ini merupakan penentua diagnose dan pengobatan
masalah yang spesifik pada klien. Individual approach eektif
untuk semua bentuk krisis terutama yang merupakan kombinasi
dari krisis maturase dengan kompnen suicide atau homicide yang
kuat. Perawat harus aktif dalam menuntun klien dalam Langkah-
langkah yang bervariasi.
Teknik-teknik dari intervensi krisis aktif-focal explorative dan
tidak memakai Teknik intervensi mengingat tujuan dari intervensi
krisis adalah pemecahan masalah yang cepat dan segera.
1. Teknik-teknik intervensi krisis:
 Terapi keluarga dimana keluarga sebagai system pendukung
 Kelompok krisis yaitu perawat dan kelompok membantu klien
memecahkan masalah
 Tim bencana
 Konseling melalui telepon yang dikenal dengan Crisis Hot
Line Service
 Klinik krisis dan kunjungan rumah
Teknik pendekatan individual yang dilakukan pada klien
yang mengalami krisis adalah:
 Abreaction (mengungkapkan perasaan)
22
Klien mengungkapkan perasaannya demgan membicarakan
area emosi yang membebaninya
 Klarifiaksi
 Klien didorong untuk menguraikan scara rinci dan jelas
hubungan beberapa peristiwa dalam kehidupannya
 Saran
Klien dipengaruhi untuk menerima ide atau keyakinan
khususnya yang dapat dilakukan perawat untuk membantu
klien
 Manipulasi
Menggunakan keinginan, nilai, emosi klien unttuk
kepentingannya melalui proses yang tarapeutik.
 Reinforcement
Memberikan respon positif terhadap perilaku adaptif
 Dorongan koping
Perawat mendorong klien menggunakan koping yang adaptif
dan menekan atau mengabaikan koping yang mal-adaptif
 Meningkatkan harga diri
Membantu klien untuk merasa bahwa klien berarti dan berguna
 Mengidentifikasi cara pemecahan masalah
Bersama klien mengidentifikasi alternatif pemecahan maslah
dan menilai kosekuensinya
f) Evaluasi
1) Apakah klien mampu mengungkapka perasaannya
2) Apakah klien mempunyai persepsi yang realitis terhadap kejadian
3) Dapatkah klien menggunakan koping baru yang daptif dalam
mengatasi masalah
4) Apakah klien dapat beradaptasi terhadap kejadian yang dialami
5) Apakah klien mempunyai system pendukung yang adekuat.

23
C. Konsep Dasar Kehilangan Dan Asuhan Keperawatan Pada Klien
Kehilangan
1. Definisi Kehilangan
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau
memulai sesuatutanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.
Kehilangan mungkin terjadi secarabertahap atau mendadak, bisa
tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/
diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali.
Lambert mengatakan bahwa kehilangan adalah suatu keadaan
individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemungkinan
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupan cenderung mengalami kembali walaupun dalam
bentuk berbeda.
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang
dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup
sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu
terhadap kehilangan sebelumnya.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialamioleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalamikehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan merupakan suatu
kondisi dimana seseorang mengalami suatukekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki

24
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
a. Arti dari kehilangan setiap individu berbeda.
Contoh seorang peragawati akan memiliki kehilangan lebih besar bila
kehilangan salah satu anggota tubuhnya dibandingkan dengan seorang
wanita pekerja biasa.
b. Sosial budaya. Faktor sosial budaya berpengaruh dalam memaknai
suatu kehilangan.
c. Kepercayaan / spiritual
d. Peran seks / jenis kelamin
e. Status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi yang tinggi berpengaruh
terhadap kehilangan.
f. Kondisi fisik individu
3. Tipe kehilangan
Kehilangan dibagi dalam dua tipe yaitu:
a. Kehilangan aktual atau nyata
Kehilangan ini sangat mudah dikenal atau diidentifikasi oleh
orang lain, seperti hilangnya anggota tubuh sebagian, amputasi,
kematian orang yang sangat berarti / dicintai.
b. Kehilangan persepsi
Kehilangan jenis ini hanya dialami oleh seseorang dan sulit
utnuk dapat dibuktikan, misalnya: seseorang yang berhenti bekerja /
PHK menyebebkan perasaan kemandirian dan kebebasannya
menjadi menurun.
4. Jenis – jenis kehilangan
Terdapat 5 jenis kehilangan, yaitu:
a. Kehilangan seseorang yang dicintai, dan sangat bermakna atau orang
yang berarti merupakan salah satu jenis kehilangan yang paling
mengganggu dari tipe – tipe kehilangan. Kematian orang yang dicintai
dan bermakna dalam kehidupan individu akan menimbulkan
kehilangan bagi orang yang mencintainya. Hal ini dikarenakan
hilangnya keintiman, intensitas dan ketergantungan serta ikatan atau

25
jalinan yang ada, kematian pasangan suami / istri atau anak biasanya
membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
b. Kehilangan pada diri sendiri (loss of self)
kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang, meliputi
kehilangan perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kehilangan
kemampuan fisik dan mental, serta kehilangan akan peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari askpek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau seluruhnya. Beberapa aspek
lain yang dapat hilang dari seseorang, misalnya kehilangan
pendengaran, ingatan usia muda, fungsi tubuh.
c. Kehilangan objek eksternal
Misalnya kehilangan benda milik sendiri atau bersama – sama,
perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan
kegunaan benda tersebut.
d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Diartikan sebagai terpisahnya individu dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam
waktu satu periode atau bergantian secara menetap. Misalnya pindah
ke kota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
e. Kehilangan kehidupan / meninggal
Seseorang pasti akan mengalami kematian, baik mati secara
perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan atau orang disekitarnya,
sampai dengan kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespon berbeda tentang kematian.
5. Fase Kehilangan
Tahap fase kehilangan dimulai dari:
Denial  Anger  Bergaining  Depression  Acceptance
a. Fase Denial
 Merupakan reaksi pertama pada fase ini adalah syok, tidak
mempercayai kenyataan

26
 Ungkapan verbal pada fase ini biasanya individu mengatakan itu
tidak mungkin, saya tidak percaya itu terjadi
 Perubahan fisik, letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak janting cepat, menangis, gelisah
b. Fase Anger (marah)
 Individu mulai menyadari kenyataan yang terjadi
 Timbul respon marah yang diproyeksikan pada orang lain
 Reaksi fisik yang timbul adalah: muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tangan mengepal serta perilaku agresif
c. Fase Bargaining (tawar – menawar)
 Ungkapan secara verbal pada fase ini adalah; kenapa harus
terjadi pada saya? Kalau saja yang sakit bukan saya, seandainya
saya hati – hati.
d. Fase Depression (Depresi/Sedih)
 Menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau bicara ata putus asa
 Gejala pada fase ini individu menolak makan, mengeluh sulit
tidur, letih, dorongan libido menurun
e. Fase Acceptance (Menerima)
 Pikiran pada obyek yang hilang mulai berkurang
 Ungkapan verbal pada fase ini adalah “apa yang dapat saya
lakukan agar saya cepat sembuh, yah akhirnya saya harus
operasi”
6. Tanda dan Gejala
Gejala yang timbul pada pasien dengan kehilangan antara lain:
a. Adaptasi terhadap kehilangan yang tidak berhasil
b. Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
c. Reaksi emosional yang lambat
d. Tidak mampu menerima pola kehidupan yang
e. Isolasi sosial atau menarik diri
f. Gagal untuk mengembangkan hubungan / minat – minat baru
g. Gagal untuk menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan

27
Menurut Solehudin et al., (2022) tanda dan gejala kehilangan
diantaranya:
1) Perasaan sedih, menangis
2) Perasaan putus asa, kesepian
3) Mengingkari kehilangan
4) Kesulitan mengekspresikan perasaan
5) Konsentrasi menurun
6) Kemarahan yang berlebihan
7) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
8) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9) Reaksi emosional yang lambat
10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas

Menurut Erlita tanda dan Gejala Kehilangan ialah :

a. Menangis
b. Ungkapan kehilangan
c. Gangguan tidur
d. Kehilangan nafsu makan
e. Sulit berkonsentrasi
f. Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
 Mengingkari kenyataan kehilngan terjadi dalam waktu yang
lama
 Sedih berkepanjangan
 Adanya gejala fisik yang berat
 Keinginan untuk bunuh diri
7. Sifat Kehilangan
1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)

Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat


mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian

28
karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian
diri akan sulit diterima.

2. Berangsur-angsur (dapat Diramalkan)

Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan


menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan
emosional.

8. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh
orang lain, sama dengan individu yang mengalami
kehilangan. Contoh: kehilangan anggota badan, uang,
pekerjaan, anggota keluarga.
2. Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu
bersangkutan namun tidak dapat dirasakan/dilihat oleh orang
lain. Contoh: Kehilangan masa remaja, lingkungan yang
berharga.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.
Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka
untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi
pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit
terminal.
9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Faktor Pendukung
Factor pendukung yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah
a. Genetik
Seseorang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga
yang mempunyai Riwayat depresi akan sulit mengembangkan
29
sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk
dalam menghadapi proses kehilangan.
b. Kesehatan Jasmani
Seseorang dengan fisik yang sehat, polaa hidup teratur
cenderung mmpunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan seseorag yang sedang
mengalami gangguan fisik.
c. Kesehatan Mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa misalnya depresi
yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya, pesimis, selalu
dibayangi masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam
menghadapi situasi kehilangan.
d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
Seseorang yang mengalami kehilangan dimasa kanak-kanak
akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi
kehilangan dimasa dewasa, orang tersebut akan sulit mencapai
fase menerima.
2) Faktor Pencetus
Faktor pencetus perasaan kehilangan dapat berupa stress
nyata atau imajinasi individu seperti kehilangan Kesehatan, fungsi
seksualitas, harga diri dan kehilangan pekerjaan dan lain-lain.
3) Perilaku
Individu yang mengalami kehilangan sering menangis atau
tidak mampu menangis. Marah-marah, putus asa. Kandan gada
keinginan untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.
4) Mekanisme Koping
Individu sering menggunakan mekanisme koping seperti
represi, regresi, disosiasi, dan proyeksi. Pada tahap depresi individu
sering menggunakan mekanisme koping regresi dan disosiasi
secara berlebihan dan tidak tepat.
b. Diagnosa Keperawatan

30
Beberapa diagnose yang mungkin timbul pada klien yang
mengalami kehilangan, antara lain:
1) Ketidakberdayaan
2) Perubahan Nutrisi
3) Resiko Perilaku Kekerasan
c. Perencanaan
1. Tujuan
 Tujuan Umum: Klien berperan aktif memlalui proses berduka
secara tuntas.
 Tujuan Khusus:
Klien Mampu:
- Mengungkapkan perasaan berduka
- Menjelaskan makna kehilangan
- Membagi rasa dengan orang yang berarti
- Menerima kenyataan kehilangan dengan damai
- Membina hubungan baru yang bermakna dengan hal yang
baru.
2. Tindakan keperawatan
a) Tahap Penyangkalan
Prinsip:
Memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
Tindakan Keperawatan:
a) Memberikan dorongan pada klien untuk mengekspresikan
perasaannya
b) Mendengarkan dengan penuh perhatian
c) Memberi dukungan dengan nonverbalseperti memegang
tangan klien
d) Menjawab pertanyaan klien dengan jelas
e) Mengamati dengan cermat respon klien selama berinteraksi
f) Meningkatkan kesadaran klien akan kenyataan secara
bertahap

31
b) Tahap Marah
Prinsip:
Mendorong dan memberi waktu pada klien untuk
mengungkapkan kemarahannya secara verbal tanpa melawan
dengan kemarahan.
Tindakan keperawatannya:
1. Menerima semua tingkah laku klien atau keluarga karena
kesedihannya, misalnya: marah, menangis.
2. Mendengarkan dengan empati dan jangan mencela
3. Membantu klien memanfaatkan system pendukung

c) Tahap Tawar Menawar


Prinsip:
Membantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan
perasaan takutnya.
Tindakan keperawatan:
1. Mengamati perilaku klien
2. Mendengarkan ungkapan klien dengan penuh perhatian
3. Mendorong klien untuk membicarakan rasa takut maupun
rasa bersalahnya
4. Bersama klien membahas alasan dari rasa bersalahnya

d) Tahap Depresi
Prinsip:
Mengidentifikasi tingkat depresi, risiko, merusak diri, dan
membantu klien mengurangi rasa bersalahnya.
Tindakan Keperawatan:
1. Mengamati perilaku klien
2. Mendiskusikan Bersama tentang perasaannya
3. Mencegah Tindakan merusak diri
4. Hargai perasaan klien
5. Membantu klien mengidentifikasi dukungan positif yang
terkait dengan kenyataan

32
6. Memberi kesempatan untuk menangis dan
mengungkapkan perasaannya.
7. Bersama klien untk membahas pikiran yang selalu timbul.

e) Tahap Penerimaan
Prinsip:
Membantu klien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa
dielakan.
Tindakan Keperawatan:
1. Sediakan waktu untuk mengunjungi klien secara teratur
2. Bantu klien untuk berbagi rasa, karena biasanya tiap
anggota tidak berada di tahap yang sama pada saat yang
bersamaan
3. Bahas rencana setelah masa berkabung terlalui
4. Beri informasi yang akurat terhadap kebutuhan klien atau
keluarga
d. Evaluasi
1. Apakah klien sudah dapat menungkapkan perasaannya secara
sepontan?
2. Apakah klien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut
terhadap kehidupannya?
3. Apakah klien mempunyai system pendukung untuk
mengungkapkan perasaanya (keluarga, teman, Lembaga)?
4. Apakah klien menunjukan tanda-tanda penerimaan?
5. Apakah klien sudah dapat menilai hubungan baru dengan orang
lain atau objek lain? (Erita et al., 2019)

D. Konsep Dasar PTSD Dan Asuhan Keperawatan Pada Klien PTSD


1. Definisi PTSD
Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) menurut American of
Psychology Association (APA) merupakan suatu pengalaman seseorang
yang mengalami peristiwa traumatic yang dapat menyebabkan gangguan

33
pada integritas diri individu sehingga individu ketakutan,ketidak
berdayaan dan trauma tersendiri (Townsend, 2009; Varcarolis,2010).
Definisi tentang PTSD juga dijelaskan oleh Hodgkins. Menurut
Hodgkins, PTS merupakan akibat dari suatu bencana atau musibah
seperti kecelakaan, perang, bencana alam, penyakit terminal, serta
kekerasan yang terjadi secara mendadak, berlangsung cepat, dan
menimbulkan trauma mendalam bagi individu dalam semua rentang usia
(Depsos, 2012; Videbeck, 2008).
National Institute of Mental Health mendefinisikan PTSD sebagai
gangguan kecemasan yang dapat berkembang setelah terpapar peristiwa
mengerikan dimana ada potensi kerusakan fisik yang serius.
Peristiwa traumatis yang dapat memicu PTSD termasuk serangan pribadi
yang kejam, bencana alam atau bencana yang disebabkan manusia,
kecelakaan, dan pertempuran militer. Orang-orang dengan PTSD
memiliki pikiran dan kenangan menakutkan yang terus-menerus dan
mencekam, mungkin mengalami masalah tidur, merasa terlepas atau mati
rasa, atau mudah terkejut (NIHM, 2008).
Kejadian PTSD setelah bencana tidak langsung muncul pada
korban (Amin, 2017). Terdapat beberapa faktor risiko yang berperan
terhadap kejadian PTSD pada korban bencana. Faktor-faktor risiko
tersebut antara lain sosiodemografi, karakteristik bencana yang
dialami,dukungan sosial, kehilangan yang dialami, dan menjadi saksi atas
kematian (Tian, Wong, Li, & Jiang, 2014) (Neria, Yuval, Nandi, &
Galea,2008).
2. Tanda dan Gejala
Ada beberapa tanda dan gejala gangguan stres pascatrauma yang
perlu Anda perhatikan, di antaranya adalah:
a) Ingatan masa lalu penyebab trauma yang terus-menerus muncul.
b) Kerap mengulang peristiwa traumatis seolah kembali terjadi.
c) Sering mengalami mimpi buruk yang terasa nyata mengenai
berbagai hal traumatis.

34
d) Reaksi fisik yang menyebabkan stres mengenai hal yang
menimbulkan perasaan trauma.
PTSD juga menyebabkan adanya perubahan pada pola pikir dan
suasana hati yang cenderung menjadi negatif, contohnya:
1) Pikiran yang selalu negatif terhadap diri sendiri atau orang lain.
2) Tidak ada harapan untuk masa depan.
3) Lupa akan berbagai hal aspek-aspek atau detil penting yang
berkaitan dengan penyebab trauma.
4) Tidak bisa menjaga hubungan baik dengan orang lain.
5) Merasa jauh dengan keluarga maupun kerabat dekat.
6) Kehilangan semangat melakukan aktivitas yang biasanya disukai.
7) Tidak dapat menunjukkan energi positif dalam diri.
8) Kesulitan merasakan berbagai emosi di dalam diri.
3. Faktor Predisposisi PTSD
a) Aspek Biologis
Ditinjau dari aspek biologis, faktor predisposisi PTSD terjadi
karena ada proses yang terjadi di otak. Individu yang mengalami
PTSD akan merasakan berbagai perubahan pada fisiknya. Sistem saraf
pusat dan sistem saraf otonom akan terpengaruh oleh kondisi ini.
Selain itu juga terjadi penurunan ukuran dari hipokampus dan
amigdala yang over reaktif. Komponen yang paling penting adalah
memori, karena kejadian traumatis akan berulang terus menerus
melalui memori. Hipokampus dan amigdala adalah kunci dari memori
manusia (Schiraldi, 2009).
b) Aspek Psikologis
aspek psikososial yang menyebabkan terjadinya PTSD adalah
pengalaman hidup yang terkait dengan trauma, sifat bawaan atau
kepribadian individu tersebut, dan kurangnya support sosial. Faktor-
faktor tersebut merupakan penyebab timbulnya PTSD jika dilihat dari
faktor psikososial dari individu yang mengalami trauma.
4. Penanganan PTSD
a. Terapi Perilaku

35
1) Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Intervensi CBT untuk mengurangi trauma psikologis. Terapi
kognitif ini telah terbukti efektif menurunkan dan mengurangi
gejala PTSD dan gejala mental umum lainnya pada anak, remaja
dan orang dewasa (Tasijawa et al., 2020). Terapi ini menitik
beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang
menyimpang akibat kejadian yang merugikan diri pasien baik
secara fisik maupun secara psikis. Seseorang akan dilatih untuk
mengenali pemikiran, perasaan, dan perilaku terkait trauma yang
terjadi. Sehingga orang tersebut akan dapat mengelola reaksinya
terhadap trauma dengan lebih baik (National Association of
Cognitive Behavioral Therapist, 2009).
2) Prolonged Exposure (PE)
Adalah strategi intervensi yang digunakan dalam terapi
perilaku kognitif untuk membantu individu menghadapi ketakutan.
Terapi perilaku kognitif ini mengajarkan individu untuk secara
bertahap mendekati ingatan, perasaan, dan situasi terkait trauma
(American Psychological Association, 2017).
3) Eye Movement Desensitization Reprocessing (EMDR)
Menurut Ayuningtyas (2017) terapi ini bertujuan untuk
membantu seseorang fokus pada hal lain selain trauma yang
dialami dan lebih memerlukan waktu yang cukup singkat. EMDR
dilakukan sampai orang tersebut terbiasa membicarakan trauma
yang dialami. Intervensi EMDR layak digunakan untuk mengatasi
gejala PTSD, penyakit mental serius dan gangguan kepribadian.
4) Mindfulness Based Stress Reduction (MBSR)
MBSR telah digunakan dalam beberapa studi dan terbukti
menunjukkan bahwa intervensi ini dapat secara signifikan
meringankan hasil negatif dari peristiwa traumatis. Dengan
intervensi MBSR, penderita PTSD dapat menggambarkan aspek
spesifik dari pengalaman mindfulness holistik yang muncul untuk
mengaktifkan instrospeksi dan rasa ingin tahu tentang gejala PTSD

36
mereka. MBSR pada remaja yang mengalami traumatis, dengan
dukungan perhatian, dapat meningkatkan kognitif dalam
mengurangi gejala psikologis (Suprataba et al., 2021).
5) Music Therapy
Efek terapi musik pada penderita PTSD dapat berpengaruh
pada daerah otak. Terapi musik dapat mengurangi gejala PTSD
khususnya numbing, hyperarousal, gejala depresi dan penurunan
reaktivitas stress (Muafiah, 2019).
5. Asuhan Keperawatan pada PTSD
a. Pengkajian
Pengkajian unuk klien dengan PTSD meliputi 4 aspek yang
breaksi terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu:
1) Pengkajian perilaku (behavioral assesment)
Yang dikaji adalah: Dalam keadaan yang bagaimana klien
mengalami perilaku agresif yang berlebihan. Dalam keadan yang
seperti apa klien mengalami kembali trauma yang dirasakan.
 Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau aktifitas
yang akan mengingatkan klien terhadap trauma.
 Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
 Apakah klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan
semenjak kejadian traumatis. Pengkajan effective (effectif
assesmen).
 Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau aktifitas
yang akan mengingatkan klien terhadap trauma.
 Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
 Apakah klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan
semnjak kejadian traumatis.
2) Pengkajian efektif (effective assesment)
 Berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan
ketegangan dan perasaan
 ingin cepat marah.
 Apakah klien pernah mengalami perasaan panik.
37
 Apakah klien pernah mengalami perasaan bersalah yang
berkaitan dengan trauma. Tipe aktivitas yang disukai untuk
dilakukan. Apa saja sumber - sumber kesenangan dalam hidup
klien.
 Bagaima hubungan yang secara emosional terasa akrab
dengan orang lain
3) Pengkajian intelektual (intellectual assement)
 Kesulitan dalam hal konsentrasi.
 Kesulitan dalam hal memori.
 Berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran yang | berulang
yang berkaitan dengan trauma.
 Apakah klien bisa mengontrol pikiran - pikiran berulang
tersebut.
 Mimpi buruk yang dialami klien.
 Apa yang disukai klien terhadap dirinya dan apa yang tidak
disukai klien terhadap dirinya.
4) Pengkajian sosiokulltural (sosiocultural assesment)
 Bagaimana cara keluarga dan teman klien menyampaikan
tentang perilaku klienyang menjauh dari mereka.
 Pola komunikasi antara klien dengan keluarga dan teman
 Apa yang terjadi jika klien kehilangan kontrol terhadap rasa
marahnya.
 Bagaimana klien mengontrol kekerasan terhadap system
keluarganya. Berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran
yang berulang yang berkaitandengan trauma.
b. Diagnosa Keperawatan

ob Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1.DS : Krisis situasional Ansietas (D.0080)


- Merasa bingung
- Merasa Kahawatir
dengan kondisi yang
38
dihadapi
- Sulit konsentrasi
DO :
- Tampak gelisah
- Tampak teganng
- Sulit tidur

Ansietas b.d krisis situasional d.d merasa bingung, merasa khawatir


dengan kondisi yangn dihadapi, sulit konsentrasi, tampak gelisah,
tampak tegang, dan sulit tidur

2. DS: Bencana, Sindrom pasca


- Mengungkapkan peperangan, trauma (d.0104)
secara berlebihan Riwayat perilaku
atau menghindari kekerasan,
pembicaraan kecelakaan, saksi
kejadian trauma pembunuhan
- Merasa cemas
- Teringat Kembali
kejadian traumatis
DO:
- Memori masa lalu
terganggu
- mimpi buruk
vbeulang
- menghindari
aktivitas, tempat
atau orang yang
membangkitkan
kejadian trauma

Sindrom pasca trauma b.d riwayat korban perilaku kekerasan d.d


menghindari kejadian trauma, merasa cemas, teringat kembali
kejadian traumatis, mimpi buruk berulang, ketakutan berulang,
menghindari orang yang membangkitkan kejadian trauma.

3. DS : Program Ketidakberdayaan
- Menyatakan Keperawatan, (d.0103)
frustasi atau tidak lingkungan tidak

39
mampu mendukung,
melaksanakan ionteraksj
aktivitas interpersonal
sebelumnya tidak
DO : memuaskan
- Bergantung pada
orang lain

Ketidakberdayaan b.d interaksi interpersonal tidak


memuaskan d.d dengan menyatakan frustasi, bergantung pada
orang lain.

c. Intervensi

Noo Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan

1. Ansietas b.d krisis Tingkat ansietas Intervensi reduksi ansietas


situasional d.d menurun (L.09093) (l.09314)
merasa bingung, Setelah dilakukan 1. Observasi
merasa khawatir intervensi keperawatan  Identifikasi saat
dengan kondisi selama 3 x 24 jam, maka tingkat ansietas
yangn dihadapi, tingkat ansietas menurun, berubah (mis: kondisi,
sulit konsentrasi, dengan kriteria hasil: waktu, stresor)
tampak gelisah, 1. Verbalisasi  Identifikasi
tampak tegang, dan kebingungan menurun kemampuan
sulit tidur 2. Perilaku gelisah mengambil keputusan
menurun  Monitor tanda-tanda
3. Perilaku tegang ansietas (verbal dan
menurun nonverbal)
4. Konsentrasi membaik 1. Terapeutik
 Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien untuk
mengurangi
kecemasan, jika

40
memungkinkan
 Pahami situasi yang
membuat ansietas
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
2. Edukasi
 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
 Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
 Anjurkan keluarga
untuk tetap Bersama
pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
 Anjurkan
mengungkapan
perasaan dan persepsi
3. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu

2. Sindrom pasca Ketahanan personal Dukungan proses berduka


trauma b.d riwayat menigkat (L.09073) (I.09274)
korban perilaku Setelah dilakukan  Observasi
kekerasan intervensi keperawatan  Identifikasi
selama 3 x 24 jam, maka kehilangan yang
ketahanan personal dihadapi
meningkat, dengan  Identifikasi proses

41
kriteria hasil: berduka yang
1. Verbalisasi harapan dialami
yang positif  Identifikasi sifat
meningkat keterikatan pada
2. Menggunakan benda yang hilang
strategi koping yang atau orang yang
efektif meningkat meninggal
3. Verbalisasi perasaan  Identifikasi reaksi
meningkat awal terhadap
4. Menunjukkan harga kehilangan
diri positif
meningkatkan 2. Terapeutik
5. Mengambil  Tunjukan sikap
tanggung jawab menerima dan
meningkat empati
6. Mencari dukungan  Motivasi agar mau
emosional mengungkapkan
meningkat perasaan
7. Menganggap kehilangan
kesulitan sebagai  Motivasi untuk
tantangan meningkat menguatkan
dukungan keluarga
atau orang terdekat
 Fasilitasi
melakukan
kebiasaan sesuai
dengan budaya,
agama, dan norma
sosial
3. Edukasi
 Jelaskan kepada
pasien dan
42
keluarga bahwa
sikap mengingkari,
marah, tawar
menawar, depresi,
dan menerima
adalah wajar dalam
menghadapi
kehilangan
 Anjurkan
mengidentifikasi
ketakutan terbesar
pada kehilangan
 Anjurkan
mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan

3. Ketidakberdayaan Keberdayaan menigkat Promosi harapan (I.09307)


b.d interaksi (L.09071) 1. Observasi
interpersonal tidak
Setelah dilakukan  Identifikasi harapan
memuaskan d.d
dengan menyataka intervensi keperawatan pasien dan keluarga
n frustasi, selama 3 x 24 jam, maka dalam pencapaian
bergantung pada
keberdayaan meningkat, hidup
orang lain.
dengan kriteria hasil: 2. Terapeutik
1. Verbalisasi frustasi  Sadarkan bahwa
menurun kondisi yang dialami
2. Ketergantungan memiliki nilai
pada orang lain penting
menurun  Pandu mengingat
Kembali kenangan
yang menyenangkan
 Libatkan pasien
43
secara aktif dalam
perawatan
 Kembangkan
rencana perawatan
yang melibatkan
tingkat pencapaian
tujuan sederhana
sampai dengan
kompleks
 Berikan kesempatan
kepada pasien dan
keluarga terlibat
dengan dukungan
kelompok
 Ciptakan lingkungan
yang memudahkan
mempraktikkan
kebutuhan spiritual
3. Edukasi
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan terhdap
kondisi dengan
realistis
 Anjurkan
mempertahankan
hubungan (mis:
menyebutkan nama
orang yang dicintai)
 Anjurkan
mempertahankan
hubungan terapeutik
44
dengan orang lain
 Latih menyusun
tujuan yang sesuai
dengan harapan
 Latih cara
mengembangkan
spiritual diri
 Latih cara
mengenang dan
menikmati masa lalu
(mis: prestasi,
pengalaman)

d. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi keperawatan merupakan
komponen dari proses kdperawatan yang merupakan kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan (Potter dan Perry, 2005).
Pengertian tersebut menekankan bahwa implementasi adalah
melakukan atau menyelesaikan suatu tindakan yang sudah
direncanakan pada tahapan sebelumnya. Implementasi adalah tahap
ketika perawat mengaplikasikan asuhan keperawatan ke dalam bentuk
intervensi keperawatan guna |membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling
bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan
melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan
kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan
evaluasi (Asmadi, 2008).
45
e. Evaluasi
Menurut PPNI (2016) evaluasi terakhir dalam pemberian
asuhan keperawatan psikososial adalah tahap evaluasi. Ditahap
evaluasi akan dinilai sejauh mana tujuan tercapai dari rencana yang
telah dibuat. Berikut evaluasi pada pasien Hengan kecemasan (PPNI,
2016), yaitu:
1. Subjektif
 Pasien merasa tenang
 pasien tidak lagi merasa khawatir dengan akibat dari kondisi
yang dihadapi
 Pasien sudah dapat berkonsentrasi
 Pasien tidak lagi mengeluh tidak merasa berdaya
 Pasien tidak lagi mengeluh pusing
2. Objektif
 Pasien tampak tenang
 Pasien dapat tidur dengan nyenyak
 Frekuensi napas dalam rentang normal 16-24 x/menit |
 Frekuensi nadi dalam rentang normal 60-100 x/menit

E. Konsep Distres Spritual Dan Asuhan Keperawatan Pada Klien Distres


Spritual
1. Definisi
Spiritualitas merupakan konsep kompleks yang unik pada tiap
individu, dan tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman
hidup, kepercayaan, dan ideide tentang kehidupan seseorang (Mauk dan
Schmidt, 2004 dalam Potter and Perry, 2010).
Spiritual memberikan individu energi yang dibutuhkan untuk
menemukan diri mereka, untuk beradaptasi dengan situasi yang sulit, dan
untuk memelihara kesehatan. Energi yang berasal dari spiritual
membantu klien merasa sehat dan membantu membuat pilihan sepanjang
kehidupan (Chiu et al., 2004 dalam Potter and Perry, 2010).

46
2. Karakteristik Spiritualitas
Adapun karakteristik spiritual menurut Hamid (2009) meliputi:
a) Hubungan dengan diri sendiri (kekuatan dalam atau self-reliance)
meliputi: pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat
dilakukannya) dan sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada
kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran, harmoni atau
keselarasan dengan diri sendiri.
b) Hubungan dengan alam (harmoni) meliputi: mengetahui tentang
tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam
(bertanam, berjalan kaki), mengabadikan dan melindungi alam.
c) Hubungan dengan orang lain (harmonis atau suportif) meliputi:
berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik,
mengasuh anak, orang tua dan orang sakit, serta menyakini
kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat dll), dikatakan tidak
harmonis apabila: konflik dengan orang lain, resolusi yang
menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
d) Hubungan dengan ketuhanan (agamais atau tidak agamais) meliputi:
sembahyang atau berdoa atau meditasi, perlengkapan keagamaan
dan bersatu dengan alam.
3. Etiologi
Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai
berikut:
 Pengkajian Fisik; adanya Abuse atau kekerasan, tindakan yang
menyakiti atau menghina baik verbal maupun non verbal.
 Pengkajian Psikologis; Status mental, mungkin adanya depresi,
marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol,
harga diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green,
2002).
 Pengkajian Sosial Budaya; dukungan sosial dalam memahami
keyakinan klien (Spencer, 1998).
4. Tanda dan Gejala

47
Menurut SDKI, terdapat tanda gejala Mayor dan Minor pada distes
spiritual diantaranya adalah :
a. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mempertanyakan makna/tujuan hidupnya
2. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna
3. Merasa menderita/tidak berdaya

Objektif

1. Tidak mampu beribadah


2. Marah pada tuhan
b. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang tenang
2. Mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah)
3. Merasa bersalah
4. Merasa terasing
5. Menyatakan telah terabaikan
Objektif
1. Menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin
spiritual
2. Tidsk mampu berkreativitas (mis. Menyanyi,
mendengarkan music, menulis)
3. Koping tidak efektif
4. Tidak berminat pada alam/literatur spiritual
5. Faktor yang mempengaruhi Spritual
Faktor yang Mempengaruhi Spiritual Menurut Taylor dan Craven &
Hirnle dalam (Hamid, 2009), faktor penting yang dapat mempengaruhi
spiritual seseorang adalah:
a) Tahap perkembangan
Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang
harus memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai

48
mengerti spiritual dan menggali suatu hubungan dengan yang Maha
mengerti spiritual dan menggali suatu hubungan dengan yang Maha
Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa Spiritual tidak memiliki makna
bagi Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa Spiritual tidak memiliki
makna bagi seseorang.
b) Peranan keluarga penting dalam perkembangan spiritual individu
Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan
agama, kehidupan dan diri sendiri dari tapi individu belajar tentang
Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku keluarganya. Oleh
karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia pertama
dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman terhadap dunia
yang pengalaman tehadap dunia yang diwarnai oleh pengalaman
dengan iwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya.
c) Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik
dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi
agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan
kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan
peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.
d) Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat
mempengaruhi spiritual seseorang dan sebaliknya juga dipengaruhi
oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman
tersebut. Peristiwa dalam kehidupan seseorang dianggap sebagai suatu
cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia dalam menguji
keimanannya.
e) Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual
seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi
penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan
kematian, khususnya pasien dengan penyakit terminal atau dengan
prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang

49
dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fiskal
dan emosional.
f) Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat
individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan
sistem dukungan sosial. Kebiasaa hidup sehari-hari juga berubah
antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan
keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman
dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat diinginkan.
g) Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai
cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaran-Nya, walaupun ada juga
agama yang menolak intervensi pengobatan.
6. Aspek Spiritual Dalam Keperawatan
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai
kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan
membantu klien sebagai makhluk bio-psikososiokultural dan spiritual
yang berespon secara holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan
atau pada keadaan krisis.
Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa
terlepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari
interaksi perawat dengan klien. Perawat berupaya membantu kebutuhan
spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh klien, antara
lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut,
walaupun perawat dan klien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau
keagamaan yang sama (Hamid, 2009).
7. Isu moral terkait dengan terapi.
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai
cara Tuhan untuk menunjukkan kebesarannya walaupun ada juga yang
menolak intervensi pengobatan. Prosedur medik sering kali dapat
dipengaruhi ole pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, transplantasi

50
organ, pencegahan kehamilan, dan sterilisasi. Konflik antara jenis terapi
dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.
8. Penanganan
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial
bagi distress spiritual
a) Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring,
memfokuskan pada kepentingan orang lain.
b) Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi
positif thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang
lain.
c) Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu
menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi
spiritual.
d) Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan
nasehat, petunjuk dan umpan balik bagaimana seseorang harus
berperilaku berdasarkan keyakinan spiritualnya.
e) Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan
dukungan kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual.
menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang
untuk meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam
mencapai keterampilan koping yang efektif.(Syafrahmawati, 2017)
9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data
objektif. Pada dasarnya, informasi awal yang perlu digali secara
umum adalah :
 Afiliansi agama
1) Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan
secara aktif atau tidak aktif
2) Jenis partisipasi dalam kegiatan agama
 Keyakinan agama atau spiritual mempengaruhi :

51
1. Praktik kesehatan, diet, mecari, dan menerima ritual atau
upacara agama
2. Persepti penyakit, hukuman, cobaan terhadap keyakinan
3. Strategi koping
 Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi :
1) Tujuan dan arti hidup
2) Tujuan dan arti kematian
3) Kesehatan dan pemeliharaannya
4) Hubungan dengann tuhan, diri sendiri dan orang lain
 Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll dalam
Craven & Hirnle (1996); mencakup 4 area, yaitu :
1. Konsep tentang tuhan dan ketuhanan
2. Sumber harapan dan kekuatan
3. Praktik agama dan ritual
4. Hubungan antara keyakina spiritual dan kondisi kesehatan.
Pertanyaan yang dapat dianjurkan perawat untuk memperoleh
informasi tentang pola fungsi spiritual klien
 Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinis yang
meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbilisasi,
hubungan interpersonal, dan lingkungan. Pengkjian data objektif
terutama dilakukan melalui observasi.
 Perawat perlu mengobservasi aspek berikut aspek berikut ini
untuk mendapatkan data objektif atau data klinis.
- Afek dan sikap
- Perilaku
- Verlibisasi
- Hubungan interpersonal
- Lingkungan
Pada umumnya karakteristik klien yang berpotensi mengalami
distress spiritual adalah sebagai berikut :

52
1. Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung
2. Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas
3. Klien yang mengekspresikan keraguan tentang sistem
kepercayaan/agama
4. Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap kematian
5. Klien yang akan di operasi
6. Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi
social dan agama
7. Mengubah gaya hidup
8. Preokupasi tentang hubungan agama dan kesehatan
9. Tidak dapat dikunjungi oleh pemuka agama
10. Tidak mampu atau menolak melakuak ritual spiritual
11. Memverbilisasikan bahwa penyakit yang dideritanya
merupakan hukuman dari tuhan
12. Mengekresikan kemarahannya terhadap tuhan
13. Mempertanyakan rencana terapi karena bertentangan
dengan keyakinan agama
b. Diagnosa keperawatan
1) Diagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan
berkaitan dengan prinsip dan aktivitas kehidupan spiritual atau
keagamaan akibat masalah fisik atau psikisosional yang
dialami oleh pasien adalah distress spiritual
 Tindakan keperawatan
 Tujuan intervensi keperawatan:
1. Mampu membina hubungan saling percaya
2. Mampu mengungkapkan penyebab distress spiritual
3. Mampu mengungkapkan perasaan dan pikiran
tentang keyakinanya
4. Mampu mengembangkan kemampuan mengatasi
masalah dan perubahan keyakinannya
5. Mampu melakukan kegiatan keagamaan
 Tindakan keperawatan untuk pasien:

53
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2. Kaji penyebab faktor distress spiritual pasien
3. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran
tentang keyakinanya
4. Bantu klien mengembangkan keterampilan untuk
mengatasi perubahan spiritual dalam kehidupan
5. Pasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai
dengan agamanya
6. Fasilitasi pasien untuk menjalanka ibadah sendiri
atau dengan orang lain
7. Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan
keagamaan
8. Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah
melakukan kegiatan keagamaan
 Tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga pasien
distress spiritual, agar keluarga mampu :
 Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam
merawat pasien dengan masalah spiritual
 Mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang
dihadapi oleh pasien
 Mengetahui cara merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah spiritual
 Melakukan rujukan pada tokoh agama bila
diperlukan
 Tindakan keperawatan untuk keluarga
 Jelaskan terjadinya masalah spiritual yang dihadapi
pasien
 Jelaskan pada keluarga cara merawat anggota
keluarga yang mengalami masalah spiritual
 Bantu keluarga untuk membantu pasien
melaksanakan kegiatan spiritual

54
 Mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam
merawat pasien
 Beri pujian bila keluarga mampu melakukan
kegiatan yang positif

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah psikososial adalah setiap perubahan dalam
kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial
yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi
cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa secara
nyata atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak
pada lingkungan sosial. Kecemasan menurut Stuart dan Laria (2005)
yang menyatakan bahwa kecemasan memiliki nilai yang positif, karena
dengan ansietas maka aspek positif individu berkembang karena adanya
sifat konfrontasi (pertentangan), Antisipasi yang tinggi, Penggunaan
pengetahuan serta sikap terhadap pengalaman untuk dapat mengatasi
kecemasa. Tetapi apabila kondisi kecemasan tidak ditangani dengan
segera, maka akan dapat mengganggu kehidupan seseorang. Kecemasan
dapat pula didefinisikan sebagai suatu perasaan tidak santai yang samar-
samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

55
respon. Seringkali sumber perasaan tidak santai tersebut tidak spesifik
atau tidak diketahui.
Krisis adalah keseimbangan psikologis yang merupakan hasil dari
peristiwa yang menegangkan atau mengancam intergeritas sendiri, pada
keadaan krisis, individu tidak mampu menyelesaikan masalah dengan
cara penggunaan koping yang biasa dipakai. Lambert & Lambert
mengatakan bahwa kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemungkinan menjadi tidak ada,
baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupan cenderung mengalami kembali walaupun dalam bentuk
berbeda.
Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) menurut American of
Psychology Association (APA) merupakan suatu pengalaman seseorang
yang mengalami peristiwa traumatic yang dapat menyebabkan gangguan
pada integritas diri individu sehingga individu ketakutan,ketidak
berdayaan dan trauma tersendiri. Spiritualitas merupakan konsep
kompleks yang unik pada tiap individu, dan tergantung pada budaya,
perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan, dan ideide tentang
kehidupan seseorang

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk pembelajaran kedepannya

56
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati. Dkk. 2009. Asuhan Keperawatan dengan Masalah Psikososial.


Jakarta : CV Trans Info Media.

Astuti, N. R. T., Kep, M., Amin, N. M. K., Kep, M., & Purborini, N. N.
(2018). Manajemen penanganan Post Traumatik Stress Disorder
(PTSD) berdasarkan konsep dan penelitian terkini. Unimma Press.

Pratiwi A, 2017 , PTSD (PostTraumaticStrssDisorder), Fakultas Ilmu


Keperawatan UI, Jakaarta

Bahris, S. 2019. Screening Gejala PostTraumaticSterssDisorders (PTSD) Pasca


Kecelkaan Lalu Lintas Pada Pasien Yang Dirawat di RSUD Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makasar, Makasar.

NURAINI, FIRDA. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Pemenuhan


Kebutuhan Distress Spiritual Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Penyakit Pulmonari Obstruksi Kronik (Ppok) Di Ruang Paru Rsud
57
Jendral Ahmad Yani Metro Provinsi Lampung Tahun 2020. 2020. PhD
Thesis. Poltekkes Tanjungkarang.

Erita, Hununwidiastuti, S., & Leniwita, H. (2019). Buku Materi Pembelajaran


Manajemen Gawat Darurat Dan Bencana. Universitas Kristen
Indonesia, 202.
http://repository.uki.ac.id/2703/1/BMPKEPERAWATANJIWA.pdf

Syafrahmawati. (2017). Hubungan antara tingkat spiritual dengan fungsi kognitif


lansia di panti werdha Pangesti Lawang. 14–47.

WIJAYA, Y. A. Tugas Individu Laporan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. Ss


Pada Masalah Psikososial: Cemas Di Ruang Icu Rumah Sakit Tentara
Dr. Soepraoen MALANG.

58

Anda mungkin juga menyukai