Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

TENTANG KONSEP DASAR COMUNITY MENTAL HEALTH NURSING

OLEH :

NOVITA RAHMA PUTRI

18334066

TINGKAT 3.B

DOSEN PEMBIMBING : NS. VIVI YUDERNA M.KEP

PRODI D3 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha penyayang kami
ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat hidayah-Nya
pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TENTANG KONSEP
DASAR COMUNITY MENTAL HEALTH NURSING ” ini dengan baik.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi aran dan kritik pada kami sehingga kami
dapat memperbaiki makalah kami dikemudian hari.

Pariaman, 12 Oktober 2020

Penyusun,

Novita Rahma Putri


DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR .....................................................................................................................................
..........................................

DAFTAR
ISI .....................................................................................................................................................
.........................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………….


………................,.......................................................................

1.2 Tujuan Penulisan ………………………………………………………….….


…...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep sehat sakit dalam keperawatan jiwa


……………………………………………………………………...............................

2.2 Konsep keperawatan kesehatan jiwa masyaraka


……………..............................................................................................

2.3 Pelayanan keperawatan konferensif melalui tingkat tiga


pencegahan ..........................................................................
2.4 Proses kesehatan keperawatan jiwa dalam pelayanan kesehatan jiwa
masyarakat ..............................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
…………………………………………………………..............................................................................................
.......

3.2 Saran
…………………………………………………………..............................................................................................
..................

DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………...........................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam
lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia Sehat 2010”,menurut
Depkes 2013.

Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan, maka penyelenggaraan upaya


kesehatan perlu memperhatikan kebijakan umum, diantaranya adalah peningkatan upaya
kesehatan melalui pencegahan dan pengurangan angka kesakitan (morbiditas), angka kematian
(mortalitas) dan kecacatan dalam masyarakat terutama pada bayi, anak balita dan wanita
hamil, melahirkan dan masa nifas melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat,
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan dan rehabilitasi.

Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-
negara maju,modern dan industri.Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit
degeneratif,kangker,gangguan jiwa dan kecelakaan (Mardjono dalam Hawari 2001).Meskipun
gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara
langsung,namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik
secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan,karena mereka tidak
produktif dan tidak efisien.

Mengingat masalah gangguan jiwa yang meningkat akhir-akhir ini dan terjadinya gempa
dahsyat dengan kekuatan 8.9 Skala Richter pada tanggal 28 Maret 2005 yang melanda
Kepulauan Nias, yang kesemuanya mengakibatkan dampak fisik dan psikologis, maka WHO
memandang perlu program CMHN.

Kegiatan program CMHN merupakan serangkaian kegiatan yang dimulai dari proses
rekruitmen perawat CMHN yang akan mengikuti pelatihan, pertemuan persiapan yang
melibatkan beberapa sector yang terkait seperti Dinas Kesehatan dan pemerintah daerah
setempat dalam rangka memperoleh dukungan pelaksanan CMHN, kegiatan Pelatihan Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat (Basic Course of Community Mental Health Nursing
(BC-CMHN) berupa pemberian pengetahuan dan keterampilan bagi perawat Puskesmas,
sehingga memiliki kompetensi melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien gangguan
jiwa, selanjutnya implementasinya di masyarakat dan kegiatan supervisi.

WHO memandang pelaksanaan Program CMHN tersebut sangat positif karena dapat
memenuhi sasaran dalam upaya penanganan masalah pasien gangguan jiwa di masyarakat.
Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis mencantumkan judul sebagai mana yaitu
“Community Mental Healthy Nursing (CMHN)”yg berarti keperawatan kesehatan jiwa
komunitas.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Memgetahui tentang konsep sehat sakit dalam keperawatan jiwa


2. Mengetahui tentang konsep keperawatan jiwa didalam masyarakat
3. Memperoleh informasi tentang keberadaan CMHN pada ilmu keperawatan saat ini.
4. Mengetahui konseptual model keperawatan kesehatan jiwa masayarakat yang ada.
5. Memperoleh pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada kesehatan jiwa
komunitas

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Sehat Sakit Dalam Keperawatan Jiwa


A. Pengertian

Suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai
bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress
kehidupan yang wajar , mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat
berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan
merasa nyaman bersama dengan orang lain.

B. Ciri- ciri sehat jiwa

1) Berpikir positif terhadap diri sendiri


2) Mampu tumbuh, berkembang dan mencapai aktualisasi diri
3) Mampu mengatasi stress atau perubahan pada dirinya
4) Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan yang diambil
5) Mempunyai persepsi yang realistik dan menghargai perasaan serta sikap orang lain
6) Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan

Siapa yang rentan mengalami gangguan jiwa

1) Anak dan remaja


2) Dewasa dan lanjut usia
3) Mereka yang hidup di daerah konflik
4) Mereka yang kehilangan kebebasan
5) Mereka yang megalami gangguan/penyakit fisik

C. Masalah psikososial

Setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang
mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap bepotensi cukup besar sebagai faktor
penyebab terjadinya gangguan jiwa (atau gangguan kesehatan) secara nyata atau sebaliknya
masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial

Ciri- ciri masalah psikososial


1) Cemas, khawatir berlebihan, takut
2) Mudah tersinggung
3) Sulit konsentrasi
4) Bersifat ragu – ragu
5) Merasa rendah diri
6) Merasa kecewa
7) Pemarah dan agresif
8) Reaksi fisik seperti jantung berdebar, otot tegang
9) Sakit kepala

E. Gangguan jiwa

Suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial

Ciri – ciri gangguan jiwa

1) Marah tanpa sebab


2) Mengurung diri
3) Tidak mengenali orang lain
4) Bicara kacau
5) Bicara sendiri
6) Tidak mampu merawat diri
7) Jenis dan gejala gangguan jiwa
8) Gangguan psikotik (gangguan jiwa berat)
9) Terdapat gejala
10) Waham atau halusinasi
11) Perilaku aneh dan tidak masuk akal
12) Pembicaraan yang kacau
13) Tingkah laku agresif

F. Gangguan perasaan
Gejalanya adalah peningkatan atau penurunan perasaan yang dapat menyebabkan perubahan
proses pikir dan perilaku.

1) Peningkatan perasaan ditandai oleh:


2) Gembira yang berlebihan
3) Harga diri yang melambung
4) Insomnia
5) Berbicara lebih banyak dari biasanya
6) Munculnya ide – ide yang berlebihan, cepat atau pikiran seakan berlomba
7) Konsentrasi terganggu
8) Aktifitas fisik meningkat
9) Sering terlibat dalam kegiatan beresiko
10) Penurunan suasana perasaan ditandai oleh
11) Murung dan sedih
12) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
13) Insomnia atau sebaliknya ingin tidur terus
14) Bereaksi lambat
15) Pandangan masa depan yang pesimistis
16) Konsentrasi menurun
17) Perasaan bersalah dan tidak berguna
18) Mencoba melukai diri atau bunuh diri
19) Nafsu makan menurun atau meningkat

Gangguan neurotik (gangguan jiwa ringan)

1) Berdebar – debar
2) Nyeri dada
3) Perasaan tercekik
4) Pusing kepala
5) Perasaan mau pingsan
6) Berkeringat
7) Mulut kering
8) Ketegangan otot
9) Gemetaran
10) Rasa takut mati
11) Takut kehilangan kendali atau menjadi gila
12) Takut berlebihan terhadap benda, objek, atau situasi
13) Melakukan tindakan yang berulang-ulang (obsesif-konfulsif)
14) Mengeluh sakit fisik tanpa ditemukan kelainan fisik (somatik).

Dampak gangguan jiwa

1) Produktifitas menurun
2) Hubungan interpersonal terganggu
3) Fungsi sosial terganggu
4) Membahayakan diri dan orang lain
5) Menyalahgunakan NAPZA
6) Cenderung tidak dapat mengendalikan perilaku merokok
7) Cenderung mencelakai atau bunuh diri

Mengatasi gangguan jiwa

1) Meningkatkan iman dan takwa


2) Mencurahkan isi hati (curhat)
3) Kemarahan disalurkan melalui kegiatan positif (olah raga, seni)
4) Konsultasi
5) Konseling/terapi
6) Rujuk.

2.2 Konsep Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat

A. Pengertian Kesehatan Jiwa


Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang menceerminkan kedewasaan kepribadiannya. (WHO)

Kesehatan jiwa adalah kondisi seseorang yang terus tumbuh berkembang dan
mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri, serta terbebas dari stress yang serius.
(Rosdahi, 1999)

Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional
secara optimal dari seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. (UU
Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966)

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantanganhidup,
dapat menerima orang lainsebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri
sendiri dan orang lain.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/MENKES/SK/III/1992


tentang pedoman umum Tim Pembina, Pengarah, Pelaksana kesehatan Jiwa Masyarakat.
Kesehatan jiwa masyarakat (Community Mental Health) merupakan suatu orientasi kesehatan
jiwa yang dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat ini dititik beratkan pada
upaya promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif.

B. Tujuan program kesehatan jiwa masyarakat

Tujuan dari diadakannya KESWAMAS adalah untuk meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan
kemitraan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok profesi dan organisasi masyarakat
secara terpadu dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesadaran kemauan dan
kemampuan masyarakat dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa sehingga akan terbentu
perilaku sehat sebagai individu, keluarga dan masyarakat yang memungkinkan setiap individu
hidup lebih produktif secara sosial dan ekonomi.

C. Prinsip-Prinsip Keperawatn Jiwa Masyarakat

1. Pelayanan Keperawatan yang komprehensif yaitu pelayanan yang difokuskan pada:


a) Pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat.
b) Pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial &
gangguan jiwa.
c) Pencegahan tersier pada klien gangguan jiwa dengan proses pemulihan
d) Pelayanan keperawatan yang holistic yaitu pelayanan yang difokuskan pada aspek bio-
psiko-sosio-kultural & 2.

2. spiritual. Perawatan mandiri Individu dan keluarga :

a) Masyarakat baik individu maupun keluarga diharapkan dapat secara mandiri


memelihara kesehatan jiwanya.
b) Pada saat ini sangat penting pemberdayaan keluarga
c) Perawat dan petugas kesehatan lain dapat mengelompokkan masyarakat dalam
masyarakat sehat jiwa, masyarakat yang mempunyai masalah psikososial, masyarakat
yang mengalami gangguan jiwa

3. Pelayanan Formal & Informal di luar Sektor kesehatan :

a) Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal di luar tatanan pelayanan kesehatan
merupakan target pelayanan kesehatan jiwa
b) Kelompok yang dimaksud adalah TOMA (tokoh agama, kepala dusun), pengobatan
tradisional (orang pintar)
c) Mereka dapat menjadi target pelayanan ataupun mitra tim kesehatan yang diinterasikan
dengan perannya di masyarakat

4.. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar :

a) Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat yaitu praktik pribadi
dokter, bidan, perawat psikolok dan semua sarana pelayanan kesehatan (puskesmas
dan balai pengobatan)
b) Untuk itu diperlukan penyegaran dan penambahan pengetahuan tentang pelayanan
kesehatan jiwa komunitas bersama dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan
c) Pelatihan yang perlu dilakukan adalah : konseling, deteksi dini dan pengobatan segera,
keperawatan jiwa dasar.

5.. Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat :

a) Tim kesehatan terdiri atas : psikiater, psikolok klinik dan perawat jiwa
b) Tim berkedudukan di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten / kota
c) Tim bertanggung jawab terhadap program pelayanan kesehatan jiwa di daerah
pelayanan kesehatan kabupaten / kota
d) Tim bergerak secara periodik ke tiap puskesmas untuk konsultasi, surveisi, monitoring
dan evaluasi
e) Pada saat tim mengunjungi puskesmas, maka penanggung jawab pelayanan kesehatan
jiwa & komunitas di puskesmas akan : mengkonsultasikan kasus-kasus yang tidak
berhasil atau melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang telah dilakukan

Unit pelayanan Kesehatan Jiwa di RSU :

a. Rumah sakit Umum daerah pada tingkat kabupaten / kota diharapkan mampu
menyediakan pelayanan rawat inap bagi klien gangguan jiwa dengan jumlah tempat tidur
terbatas sesuai dengan kemampuan

b. Sistem rujukan dari puskesmas / tim kesehatan jiwa masyarakat kabupaten / kota ke
rumah sakit umum harus jelas

Rumah Sakit Jiwa :

a. Rumah sakit jiwa merupakan pelayanan spesialistik kesehatan jiwa yang difokuskan pada
klien gangguan jiwa yang tidak berhasil di rawat di keluarga/puskesmas/ RSU

b. Pasien yang telah selesai di rawat di RSJ dirujuk lagi ke puskesmas. Penanggung jawab
pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di puskesmas bertanggung jawab terhadap lanjutan
asuhan di keluarga

D. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa dan Komunitas


Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan
mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien
atau klien dapat berupa induvidu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA
mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi praktik
keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri
yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer keperawatan jiwa terjadi dalam konteks
sosial dan lingkungan.

Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis
aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompentensi klinis, advokasi pasien keluarga,
tanggung jawab fiskal, olaborasi antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik.

Adapun peran perawat kesehatan jiwa masyarakat ini adalah sebagai berikut:

Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan kesehatan jiwa. Perawat


membantu pasien mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah & meningkatkan
fungsi kehidupannya.

Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif penemuan kasus dini, skiring dan
tindakan yang cepat. Perawat memberikan pendidikan kesehatan jiwa individu dan keluarga
untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Perawat mengembangkan
kemampuan keluarga dalam melakukan 5 tugas kesehatan keluarga

Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”. Memberikan asuhan secara
langsun, peran ini dilakukan dengan menggunakan konsep proses keperawatan jiwa. Kegiatan
yang dilakukan adalah pengelolaan kasus, tindakan keperawatan individu keluarga, kolaborasi
dengan tim kesehatan. Melakukan pemeriksaan langsung dari keluarga ke keluarga, dapat
berkoordinasi dengan masyarakat serta TOMA tokoh masyarakat.

E. Masalah Kesehatan Jiwa Masyarakat

Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat,
khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental health)
meliputi: kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah,
kasus kriminalitas anak remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas, penyalahgunaan Napza
dan dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri.

1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (definisi dalam
UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT). Lingkup rumah tangga adalah suami, istri
dan anak, termasuk juga orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan
darah, perkawinan, pengasuhan, perwalian dengan suami maupun istri yang menetap bersama
dalam rumah tangga.

Dampak kekerasan dalam rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik non-
reproduksi (luka fisik, kecacatan), gangguan kesehatan reproduksi (penularan penyakit menular
seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki), gangguan kesehatan jiwa (trauma mental),
kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah tangga juga dapat menjadi salah satu atau
kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus penelantaran anak, kasus kriminalitas anak
remaja serta juga penyalahgunaan Napza.

2. Anak Putus Sekolah

Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun 2005 lalu di


Indonesia tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak 1.000.746
siswa/siswi, sedangkan pelajar SLTA yang putus sekolah adalah sebanyak 151.976. jumlah
lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun tersebut
tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh Internasional (ILO) tahun 2005
menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan
sebagainya menjadi “pekerja anak” perwakilan ILO di Indonesia menyatakan bahwa banyaknya
anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak disebabkan karena biaya pendidikan di Indonesia
masih dianggap terlalu mahal dan tak terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. Angka
partisipasi kasar (APK) program wajib belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru
mencapai 88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang diharapkan.

3. Masalah Anak Jalanan

Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak jalanan,
penelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Departemen
Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian
besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu baru terdapat 12 daerah di Indonesia
yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para anak-anak jalanan tersebut jelas
rentan terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan perlakuan, pelecehan seksual
bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa yang menguasainya.

4. Kriminalitas Anak Remaja

Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephukham dan komnas pelindungan anak


(PA) menujukan bahwa pada tahun 2005 di Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan 802
narapidana anak, 7 diantaranya anak perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi 4.130 tahanan
anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34 diantaranya adalah anak perempuan. Menurut
survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40% karena terlibat kasus Narkoba
(Napza), 20% karena perjudian sedangkan sisanya karena kasus lain-lain. Kira-kira 20% tindak
kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku
kekerasan seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak porno dan
nonton film porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak terlibat dalam tindak
pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan masuk LP Anak justru perilakunya menjadi lebih
jelek dan menjadi residivis dikemudian hari.

5. Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) serta dampaknya
(Hepatitis C, HIV/AIDS, dll)
Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong dalam zat
psikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal saraf (neuro-transmiter)
sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga meyebabkan terganggunya fungsi kognitif (pikiran),
persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku serta dapat menyebabakan efek ketergantungan,
baik fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di Indonesia sekarang sudah merupakan
ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara. Pengungkapan kasusnya di Indonesia
meningkat rata-rata 28,9 % per tahun. Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia
terbongkar di Tangerang, Banten. Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000
penyalahgunaan Napza aktif dan data perkiraan estimasi terakhir menyebutkan bahwa
pengguna Napza di Indonesia mencapai 5.000.000 jiwa. Mengikuti laju perkembangan kasus
tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit hati lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV
(Human Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome) yang modus
penularan melalui penggunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada “pengguna
Napza suntik (Penasus/injecting drug user/ IDU).

Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara lain,
pada fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian tersebar melalui
perilaku seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks komersial, namun beberapa tahun
belakangan ini dijumpai kecenderungan peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini
diantara para pengguna Napza suntik. Berbagai sember memperkirakan orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan sekitar 80% dari jumlah
tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada para
pengguna Napza suntik, jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat
dengan cepat menjadi 4 kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005 menyatakan bahwa
prevalensi penularan HIV AIDS pada “penasun” adalah 80- 90% artinya , mencapai 90% dari
total penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.

6. Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia

Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran
berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala
gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta
dijumpai daya nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh
(bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah
pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya
1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-
250 ribu orang penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah
sakit jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa
yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang.
Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram intervensi dan terapi yang implentasinya
bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat (community based psyciatric services)
penambahan jumlah rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena paradigma
saat ini adalah pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat (deinstitutionalization).
Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu
mengendalikan gejala ganggun penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan
memadai penderita gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.

Sebenarnya kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia lebih


menguntungkan dibandingkan negara maju, karena dukungan keluarga (primary support
groups) yang diperlukan dalam penggobatan gangguan jiwa berat ini lebih baik dibandingkan di
negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi
negatif terhadap penderitanya tetapi bagi juga anggota keluarga, meliputi sikap-sikap
penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Penderita gangguan jiwa mempunyai risiko
tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia.

7. Kasus Bunuh Diri

Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh dunia
melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan Sri Langka menunjukkan
angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di Indonesia angkanya tidak jauh dari itu.
Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus
bunuh diri berhubungan dengan masalah gangguan jiwa seperti depresi, psikotik dan akibat
ketergantungan zat (Napza).

Yang mengkhawatirkan adalah dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan


tindak bunuh diri. Kalau dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun
melakukan tindak bunuh diri, tetapi sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12 tahun
semakin sering ditemukan. Ini menunjukkan kegagalan orang tua di rumah, guru di sekolah dan
tokoh panutan di asyarakat membekali keterampilan hidup (life skill) untuk mengatasi
tantangan maupun kesulitan hidupnya. Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan dengan dampak kehidupan moderen. Oleh
karena itu WHO memandang bunuh diri sebagai peyebab utama kematian dini yang dapat
dicegah.

Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah altruistic suicide atau bunuh diri
karena loyalitas berlebihan yang antara lain bentuk “bom bunuh diri”. Banyak ahli mengaitkan
hal tersebut sebagi manifestasi dari akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak adil atau
tersisihkan. Mengatasi altruistic suicide tidak mudah dan memerlukan pendekatan multi disiplin
antara berbagai pihak terkait seperti aspek kesehatan jiwa, pendekatan agama, penegakan
hukum dan sosial.

2.3 Pelayanan Keperawatan Conferensif Melalui Tiga Tingkat Pencegahan

Pelayanan keperwatan komprehensif diberikan pada masyarakat pasca bencana dengan


kondisi masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat-sakit yang memerlukan
pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan
keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan, yaitu :

A. PENCEGAHAN PRIMER

 Fokus pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan kesehatan pencegahan terjadinya


gangguan jiwa
 Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa, mempertahankan dan
meningkatakan kesehatan jiwa.
 Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang sehat jiwa dan belum mengalami
gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak-anak, remaja dewasa, usia
lanjut
 Aktivitas pada pencegahan primer adalah :

1. Program Pendidikan kesehatan, program stimulasi perkembangan, program sosialisasi,


manajemen stress, persiapan orang tua

Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :

1) Pendidikan kesehatan orang tua


2) Pendidikan menjadi orang tua
3) Perkembangan anak sesuai usia
4) Memantau dan menstimulasi perkembangan
5) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan

Cara mengatasi stress

1) Stress pekerjaan
2) Stress perkawinan
3) Stress sekolah
4) Stress pasca bencana

2. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim, kehilangan pasangan, kehilangan
pekerjaan, kehilnagan rumah/tempat tinggal, yang semua ini memungkinkan terjadi akibat
bencana

Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :

1) Memberikan informasi cara nmengatasi kehilangan


2) Menggerakkan dukung masyarakat seperti menjadi orang tua asuh bagi anak yatim
piatu
3) Melatih keterampilan sesuai kehilngan masing- masing untuk mendapatkan pekerjaan
4) Mendapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat tinggal
3. Program pencegahan penyalahgunaan obat

1) Penyalahgunaan obat sering digunakan sebagai koping untuk mengatasi masalah


2) Kegiatan yang dapat dilakukan :
3) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
4) Latihan asertif yaitu mengungkapan keingina dan perasaan tanpa menyakiti orang lain
5) Latihan afirmasi dengan menggunakan aspek-aspek positif yang ada pada diri seseorang

4. Program pencegahan Bunuh Diri

1) Bunuh diri merupakan salah satu cara menyelasaikan masalah oleh individu yang
mengalami keputusasaan. Oleh karena itu perlu dilakukan nprogram :
2) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda
bunuh diri
3) Menyedikan lingkungan yang aman untuk mencegah bunh diri
4) Melatih keterampilan koping yang adaptif

B. PENCEGAHAN SEKUNDER

 Fokus pelayanan keperawatan jiwa pada tingkat pencegahan sekunder adalah deteksi
dini masalah psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan dengan segera
 Tujuan pelayanan adalah mencegah dan menurunkan kejadian gangguan jiwa
 Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang berisiko/gangguan jiwa (telah
melakukan faktor risiko) dan memperlihatkan tanda-tanda masalah psikososial dan
gangguan jiwa.
 Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
1) Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai
sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain, penemuan langsung
2) Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah – langkah sebagai berikut ;
3) Melakukan pengkajian dua menit untuk memperoleh data fokus pada semua pasien
yang berobat ( pasien dengan keluhan fisik ) di puskesmas
4) Jika ditemukan tanda-tanda berkaitan dengan kecemasan, depresi maka lanjutkan
pengkajian dengan mengguinakan pengkajian keperawatan kesehatan jiwa
5) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (ditempat-tempat
umum)
6) Memberikan perawatan dan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan
sesuai standar pendelegasian program pengobatan (Bekerjasama dengan dokter) serta
memonitor efek samping obat, gejala dan kepatuhan pasien minum obat.
7) Bekerjasama dengan perawat komunitas dalam pemberian perawatan dan pengobatan
lain yang dibutuhkan pasien untuk mengatsi gangguan fisik yang dialami ( jika ada
gangguan fisik yang memerlkan pengobatan bekerjasama dengan dokter)
8) Melibatkan keluarga dalam pemberian perawatan dan pengobatan, mengajarkan
keluarga agar melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adnya tanda-tanda
yang tidak biasa, dan melakukan rujukan jika mengancam keselamatan jiwa
9) Penanganan kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat aman., melakukan
pengawasan menguatkan koping, dan melakukan rujukan jika mengancam keselamatn
jiwa
10) Menempatkan pasien di tempat yang aman sebelum dirujuk dengan menciptakan li
ngkungan yang tenang , dan stimulus yang minimal.
11) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawata jiwa untuk membantu
pemulihan pasien seperti terapi aktivitas, kelompok, terapi keluarga , terapi lingkungan.
12) Memfasilitaskan self-help group (kelompok swabantu pasien, keluarga atau kelompok
masyarakat pemerhati) berupa kegitan kelompok yang membahs masalah - masalah
yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara penyelesainnya .
13) Hotline service untuk intervensi krisi yaitu pelyana dalam 24 jam melalui telepon berupa
pelayanan konseling.
14) Melakukan tindak lanjut (foloow up) dan rujukan kasus.

C. PENCEGAHAN TERSIER
 Fokus pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan fungsi dan sosialisasi serta
pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa
 Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan/ketidakmamopuan akibat gangguan
jiwa dan pemulihan optimal
 Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap
pemulihan
 Aktivitas pada pencegahan tersier adalah :

a.) Program dukungan sosial dengan menggerakkan sumber-sumber dimasyarakat(tetangga,


teman dekat, tokoh masyarakat), pelayanan terdekat yang terjangkau masyarakat.

1) Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah:


2) Pendidikan kesehtan tentang prilaku dan sikap masyarakat terhadap penerimaan pasien
gangguan jiwa
3) Pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penanganan pasien yang mengalami
kekambuhan

b.) Program rehabilitas dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga madiri dan
produktif. Fokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara :

1) Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar menungkapkan dan meyelesaikan


masalah dengan cara yang tepat
2) Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan masyarakat
3) Menyedikan pelatihan kemampuan dan potensi yang dikembangkan
4) Menyedikan lapangan kerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
5) Membantu pasien dan keluarga merencanakan masa depan pasien

c.) Program sosialisasi

1) Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi


2) Mengembangkan keterampilan hidup: kegiatan sehari-hari (ADL) , mengelola rumah
tangga, mengembangkan hobi
3) Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ketempat rekreasi
4) Kegiatan sosial dan keagamaan , contoh : arisan bersama, pengajian, maajelis takhlim,
legiatan adar

d.) Program mencegah stigma

Stigma merupakan anggapan yang keliru dari masyarakat terhadap gangguan jiwa. Oleh karena
itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan deskrimal
terhadap gangguan jiwa.

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan :

1) Melakukan pendidikan kesehtan kepda masyarakat tentang kesehatan jiwa dan


gangguan jiwa, serta sikap dan tindakan menghargai pasien gangguan jiwa.
2) Pndekatan pada tokoh masyarakat atau orang berpengaruh dalam rangka
mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.

4. Proses Kesehatan Keperawatan Jiwa Dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat

Asuhan Keperawatan

Menurut Keliat et.al (2006), salah satu pilar praktek keperawatan kesehatan jiwa
komunitas adalah pelayanan keperawatan dengan menggunakan pendekatan asuhan
keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Asuhan keperawatan yang baik sangat dibutuhkan
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan komunitas
secara sistematis dan terorganisir. Perawat CMHN bertanggung jawab memberikan asuhan
keperawatan jiwa komunitas kepada kelompok keluarga yang sehat jiwa, kelompok pasien dan
keluarga yang risiko masalah psikososial dan kelompok pasien dan keluarga dengan gangguan
jiwa. Perawat CMHN di NAD telah dibekali pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa di masyarakat. Dalam rangka mengaplikasikan
konsep keperawatan kesehatan jiwa komunitas digunakan pendekatan proses keperawatan
dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien. Pendekatan yang digunakan meliputi pengkajian, diagnosa


keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi :

I. Pengkajian

Pengkajian awal dilakukan dengan menggunakan pengkajian 2 menit berdasarkan


keluhanpasien. Setelah ditemukan tanda-tanda yang menonjol yang mendukung adanya
gangguan jiwa maka pengkajian dilanjutkan dengan menggunakan format pengkajian
kesehatan jiwa. Data yang dikumpulkan mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan jiwa,
pengkajian psikososial dan pengkajian status mental. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan
melalui wawancara dengan pasien dan keluarga, pengamatan langsung terhadap kondisi pasien
serta melalui pemeriksaan.

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dapat dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian, baik masalah


yangbersifat aktual (gangguan kesehatan jiwa) maupun yang berisiko mengalami gangguan
jiwa. Jika perawat menemukan anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa maka
perawat harus berhati-hati dalam penyampaiannya kepada pasien dan keluarga agar tidak
menyebutkan gangguan jiwa karena hal tersebut merupakan stigma dalam masyarakat. Adapun
diagnosa keperawatan yang diidentifikasi penting untuk pasca bencana adalah :

a. Masalah kesehatan jiwa pada anak/remaja :

1) Depresi

2) Perilaku kekerasan

b. Masalah kesehatan jiwa pada usia dewasa :

1) Harga diri rendah


2) Perilaku kekerasan

3) Risiko bunuh diri

4) Isolasi sosial

5) Gangguan persepsi sensori : halusinasi

6) Gangguan proses pikiran waham

7) Defisit perawatan diri

c. Masalah kesehatan jiwa pada lansia :

1) Demensia

2) Depresi

III. Perencanaan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan


kesehatanjiwa yang mencakup tindakan psikoterapeutik yaitu penggunaan berbagai teknik
komunikasiterapeutik dalam membina hubungan dengan pasien, pendidikan kesehatan tentang
prinsip-prinsip kesehatan jiwa dan gangguan jiwa; perawatan mandiri (aktivitas kehidupan
sehari-hari) meliputi kebersihan diri, makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil;
terapi modalitas seperti terapi aktivitas kelompok, terapi lingkungan dan terapi keluarga;
tindakan kolaborasi (pemberian obat-obatan dan monitor efek samping). Dalam menyusun
rencana tindakan harus dipertimbangkan bahwa untuk mengatasi satu diagnose keperawatan
diperlukan beberapa kali pertemuan hingga tercapai kemampuan yang diharapkan baik untuk
pasien maupun keluarga. Rencana tindakan keperawatan ditujukan pada individu, keluarga,
kelompok dan komunitas.

a. Pada tingkat individu difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam ADL dan
keterampilan koping adaptif dalam mengatasi masalah.
b. Pada tingkat keluarga difokuskan pada pemberdayaan keluarga dalam merawat pasien dan
mensosialisasikan pasien dengan lingkungan.

c. Pada tingkat kelompok difokuskan pada kegiatan kelompok dalam rangka sosialisasi agar
pasien mampu beradaptasi dengan lingkungan.

d. Pada tingkat komunitas difokuskan pada peningkatan kesadaran masyarakat


tentangkesehatan jiwa dan gangguan jiwa, menggerakkan sumber-sumber yang ada
dimasyarakatyang dapat dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga.

IV. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat.


Tindakankeperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien saat ini.
Perawatbekerjasama dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan lain dalam melakukan
tindakan.

adalah memberdayakan pasien dan keluarga agar mampu mandiri


memenuhikebutuhannya serta meningkatkan keterampilan koping dalam menyelesaikan
masalah. Perawat bekerja dengan pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kebutuhan
mereka dan memfasilitasi pengobatan melalui kolaborasi dan rujukan.

V. Evaluasi Asuhan Keperawatan

Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan pasien dan keluarga dalam


memenuhikebutuhan dan menyelesaikan masalah. Kemampuan yang diharapkan adalah :

a. Pada tingkat individu diharapkan pasien mampu :

1) Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kemampuannya

2) Membina hubungan dengan orang lain dilingkungannya secara bertahap

3) Melakukan cara-cara menyelesaikan masalah yang dialami

b. Pada tingkat keluarga diharapkan keluarga mampu :


1) Membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien hingga pasien mandiri

2) Mengenal tanda dan gejala dini terjadinya gangguan jiwa

3) Melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa


ataukekambuhan

4) Mengidentifikasi perilaku pasien yang membutuhkan konsultasi segera

5) Menggunakan sumber-sumber yang tersedia di masyarakat seperti tetangga, teman dekat


dan pelayanan kesehatan terdekat.

VI. Monitoring dan Evaluasi

Menurut Mockler (1984) dalam Keliat et.al (2006) pengendalian manajemen adalah
kegiatan sistematis yang terdiri dari menentukan standar prestasi kerja, menetapkan tujuan,
perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi kinerja. Hasil evaluasi kinerja
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, untuk mengetahui pencapaian tujuan dan
penyimpangan serta mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk memastikan bahwa
sumber daya yang digunakan efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Pengendalian
manajemen merupakan proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang telah dilakukan sesuai
dengan aktivitas yang direncanakan dan berfungsi untuk menjamin kualitas penampilan kerja.
Kegiatan monitoring dan evaluasi pada pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas
ditujukan pada fasilitator lokal, perawat CMHN, kader kesehatan jiwa dan pasien dan keluarga.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keperawatan Jiwa adalah pelayan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku,
Ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon psiko-sosial
yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri
sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapetik dan dan terapi modalitas
keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan,
mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa. klien, (individu,
keluarga, kelompok komunitas).

Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk


meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi
sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan
baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya, Dalam
mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk
mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar
yangf berhubungan denga asuhan keperawatan jiwa.

3.2 Saran

Sehubungan dengan trend masalah kesehatan utama dan pelayanan kesehatan jiwa secara
global, maka fokus pelayanan keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas
(Community Based Care) yang memberikan penekanan pada upaya preventif dan promotif.

Untuk para pembaca diharapkan memberi kritik dan saran terhadap isi makalah ini, dan terima
kasih pada pemabaca yagn telah meluangkan waktu membaca makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic. Jakarta: EGC.

Herman, Ade S. D. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan 1. Yogyakarta: Nuha
Medika

Kementrian Kesehatan RI.2012. Modul Pelatihan Keperawatan jiwa Masyarakat. Pusat


pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan kementrian Kesehtan RI.
UI, Fikep dan WHO. Modul basic course Comunity Mental Health Nursing. Jakarta : Universitas
Indonesia

Anonymous. e.d. Hubungan motivasi internal dan eksternal dengan kinerja petugas CMHN.
Universitas SumateraUtara (USU).Khasanah, Arifah Nur. (2011).

Anda mungkin juga menyukai