OLEH :
18334066
TINGKAT 3.B
PRODI D3 KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha penyayang kami
ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat hidayah-Nya
pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TENTANG KONSEP
DASAR COMUNITY MENTAL HEALTH NURSING ” ini dengan baik.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi aran dan kritik pada kami sehingga kami
dapat memperbaiki makalah kami dikemudian hari.
Penyusun,
KATA
PENGANTAR .....................................................................................................................................
..........................................
DAFTAR
ISI .....................................................................................................................................................
.........................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
…………………………………………………………..............................................................................................
.......
3.2 Saran
…………………………………………………………..............................................................................................
..................
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam
lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia Sehat 2010”,menurut
Depkes 2013.
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-
negara maju,modern dan industri.Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit
degeneratif,kangker,gangguan jiwa dan kecelakaan (Mardjono dalam Hawari 2001).Meskipun
gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara
langsung,namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik
secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan,karena mereka tidak
produktif dan tidak efisien.
Mengingat masalah gangguan jiwa yang meningkat akhir-akhir ini dan terjadinya gempa
dahsyat dengan kekuatan 8.9 Skala Richter pada tanggal 28 Maret 2005 yang melanda
Kepulauan Nias, yang kesemuanya mengakibatkan dampak fisik dan psikologis, maka WHO
memandang perlu program CMHN.
Kegiatan program CMHN merupakan serangkaian kegiatan yang dimulai dari proses
rekruitmen perawat CMHN yang akan mengikuti pelatihan, pertemuan persiapan yang
melibatkan beberapa sector yang terkait seperti Dinas Kesehatan dan pemerintah daerah
setempat dalam rangka memperoleh dukungan pelaksanan CMHN, kegiatan Pelatihan Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat (Basic Course of Community Mental Health Nursing
(BC-CMHN) berupa pemberian pengetahuan dan keterampilan bagi perawat Puskesmas,
sehingga memiliki kompetensi melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien gangguan
jiwa, selanjutnya implementasinya di masyarakat dan kegiatan supervisi.
WHO memandang pelaksanaan Program CMHN tersebut sangat positif karena dapat
memenuhi sasaran dalam upaya penanganan masalah pasien gangguan jiwa di masyarakat.
Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis mencantumkan judul sebagai mana yaitu
“Community Mental Healthy Nursing (CMHN)”yg berarti keperawatan kesehatan jiwa
komunitas.
BAB II
PEMBAHASAN
Suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai
bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress
kehidupan yang wajar , mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat
berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan
merasa nyaman bersama dengan orang lain.
C. Masalah psikososial
Setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang
mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap bepotensi cukup besar sebagai faktor
penyebab terjadinya gangguan jiwa (atau gangguan kesehatan) secara nyata atau sebaliknya
masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial
E. Gangguan jiwa
Suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial
F. Gangguan perasaan
Gejalanya adalah peningkatan atau penurunan perasaan yang dapat menyebabkan perubahan
proses pikir dan perilaku.
1) Berdebar – debar
2) Nyeri dada
3) Perasaan tercekik
4) Pusing kepala
5) Perasaan mau pingsan
6) Berkeringat
7) Mulut kering
8) Ketegangan otot
9) Gemetaran
10) Rasa takut mati
11) Takut kehilangan kendali atau menjadi gila
12) Takut berlebihan terhadap benda, objek, atau situasi
13) Melakukan tindakan yang berulang-ulang (obsesif-konfulsif)
14) Mengeluh sakit fisik tanpa ditemukan kelainan fisik (somatik).
1) Produktifitas menurun
2) Hubungan interpersonal terganggu
3) Fungsi sosial terganggu
4) Membahayakan diri dan orang lain
5) Menyalahgunakan NAPZA
6) Cenderung tidak dapat mengendalikan perilaku merokok
7) Cenderung mencelakai atau bunuh diri
Kesehatan jiwa adalah kondisi seseorang yang terus tumbuh berkembang dan
mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri, serta terbebas dari stress yang serius.
(Rosdahi, 1999)
Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional
secara optimal dari seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. (UU
Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966)
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantanganhidup,
dapat menerima orang lainsebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri
sendiri dan orang lain.
Tujuan dari diadakannya KESWAMAS adalah untuk meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan
kemitraan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok profesi dan organisasi masyarakat
secara terpadu dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesadaran kemauan dan
kemampuan masyarakat dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa sehingga akan terbentu
perilaku sehat sebagai individu, keluarga dan masyarakat yang memungkinkan setiap individu
hidup lebih produktif secara sosial dan ekonomi.
a) Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal di luar tatanan pelayanan kesehatan
merupakan target pelayanan kesehatan jiwa
b) Kelompok yang dimaksud adalah TOMA (tokoh agama, kepala dusun), pengobatan
tradisional (orang pintar)
c) Mereka dapat menjadi target pelayanan ataupun mitra tim kesehatan yang diinterasikan
dengan perannya di masyarakat
a) Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat yaitu praktik pribadi
dokter, bidan, perawat psikolok dan semua sarana pelayanan kesehatan (puskesmas
dan balai pengobatan)
b) Untuk itu diperlukan penyegaran dan penambahan pengetahuan tentang pelayanan
kesehatan jiwa komunitas bersama dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan
c) Pelatihan yang perlu dilakukan adalah : konseling, deteksi dini dan pengobatan segera,
keperawatan jiwa dasar.
a) Tim kesehatan terdiri atas : psikiater, psikolok klinik dan perawat jiwa
b) Tim berkedudukan di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten / kota
c) Tim bertanggung jawab terhadap program pelayanan kesehatan jiwa di daerah
pelayanan kesehatan kabupaten / kota
d) Tim bergerak secara periodik ke tiap puskesmas untuk konsultasi, surveisi, monitoring
dan evaluasi
e) Pada saat tim mengunjungi puskesmas, maka penanggung jawab pelayanan kesehatan
jiwa & komunitas di puskesmas akan : mengkonsultasikan kasus-kasus yang tidak
berhasil atau melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang telah dilakukan
a. Rumah sakit Umum daerah pada tingkat kabupaten / kota diharapkan mampu
menyediakan pelayanan rawat inap bagi klien gangguan jiwa dengan jumlah tempat tidur
terbatas sesuai dengan kemampuan
b. Sistem rujukan dari puskesmas / tim kesehatan jiwa masyarakat kabupaten / kota ke
rumah sakit umum harus jelas
a. Rumah sakit jiwa merupakan pelayanan spesialistik kesehatan jiwa yang difokuskan pada
klien gangguan jiwa yang tidak berhasil di rawat di keluarga/puskesmas/ RSU
b. Pasien yang telah selesai di rawat di RSJ dirujuk lagi ke puskesmas. Penanggung jawab
pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di puskesmas bertanggung jawab terhadap lanjutan
asuhan di keluarga
Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis
aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompentensi klinis, advokasi pasien keluarga,
tanggung jawab fiskal, olaborasi antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik.
Adapun peran perawat kesehatan jiwa masyarakat ini adalah sebagai berikut:
Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif penemuan kasus dini, skiring dan
tindakan yang cepat. Perawat memberikan pendidikan kesehatan jiwa individu dan keluarga
untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Perawat mengembangkan
kemampuan keluarga dalam melakukan 5 tugas kesehatan keluarga
Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”. Memberikan asuhan secara
langsun, peran ini dilakukan dengan menggunakan konsep proses keperawatan jiwa. Kegiatan
yang dilakukan adalah pengelolaan kasus, tindakan keperawatan individu keluarga, kolaborasi
dengan tim kesehatan. Melakukan pemeriksaan langsung dari keluarga ke keluarga, dapat
berkoordinasi dengan masyarakat serta TOMA tokoh masyarakat.
Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat,
khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental health)
meliputi: kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah,
kasus kriminalitas anak remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas, penyalahgunaan Napza
dan dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri.
Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (definisi dalam
UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT). Lingkup rumah tangga adalah suami, istri
dan anak, termasuk juga orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan
darah, perkawinan, pengasuhan, perwalian dengan suami maupun istri yang menetap bersama
dalam rumah tangga.
Dampak kekerasan dalam rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik non-
reproduksi (luka fisik, kecacatan), gangguan kesehatan reproduksi (penularan penyakit menular
seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki), gangguan kesehatan jiwa (trauma mental),
kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah tangga juga dapat menjadi salah satu atau
kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus penelantaran anak, kasus kriminalitas anak
remaja serta juga penyalahgunaan Napza.
Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak jalanan,
penelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Departemen
Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian
besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu baru terdapat 12 daerah di Indonesia
yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para anak-anak jalanan tersebut jelas
rentan terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan perlakuan, pelecehan seksual
bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa yang menguasainya.
5. Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) serta dampaknya
(Hepatitis C, HIV/AIDS, dll)
Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong dalam zat
psikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal saraf (neuro-transmiter)
sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga meyebabkan terganggunya fungsi kognitif (pikiran),
persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku serta dapat menyebabakan efek ketergantungan,
baik fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di Indonesia sekarang sudah merupakan
ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara. Pengungkapan kasusnya di Indonesia
meningkat rata-rata 28,9 % per tahun. Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia
terbongkar di Tangerang, Banten. Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000
penyalahgunaan Napza aktif dan data perkiraan estimasi terakhir menyebutkan bahwa
pengguna Napza di Indonesia mencapai 5.000.000 jiwa. Mengikuti laju perkembangan kasus
tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit hati lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV
(Human Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome) yang modus
penularan melalui penggunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada “pengguna
Napza suntik (Penasus/injecting drug user/ IDU).
Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara lain,
pada fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian tersebar melalui
perilaku seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks komersial, namun beberapa tahun
belakangan ini dijumpai kecenderungan peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini
diantara para pengguna Napza suntik. Berbagai sember memperkirakan orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan sekitar 80% dari jumlah
tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada para
pengguna Napza suntik, jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat
dengan cepat menjadi 4 kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005 menyatakan bahwa
prevalensi penularan HIV AIDS pada “penasun” adalah 80- 90% artinya , mencapai 90% dari
total penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.
Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran
berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala
gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta
dijumpai daya nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh
(bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah
pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya
1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-
250 ribu orang penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah
sakit jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa
yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang.
Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram intervensi dan terapi yang implentasinya
bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat (community based psyciatric services)
penambahan jumlah rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena paradigma
saat ini adalah pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat (deinstitutionalization).
Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu
mengendalikan gejala ganggun penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan
memadai penderita gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.
Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh dunia
melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan Sri Langka menunjukkan
angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di Indonesia angkanya tidak jauh dari itu.
Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus
bunuh diri berhubungan dengan masalah gangguan jiwa seperti depresi, psikotik dan akibat
ketergantungan zat (Napza).
Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah altruistic suicide atau bunuh diri
karena loyalitas berlebihan yang antara lain bentuk “bom bunuh diri”. Banyak ahli mengaitkan
hal tersebut sebagi manifestasi dari akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak adil atau
tersisihkan. Mengatasi altruistic suicide tidak mudah dan memerlukan pendekatan multi disiplin
antara berbagai pihak terkait seperti aspek kesehatan jiwa, pendekatan agama, penegakan
hukum dan sosial.
A. PENCEGAHAN PRIMER
1) Stress pekerjaan
2) Stress perkawinan
3) Stress sekolah
4) Stress pasca bencana
2. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim, kehilangan pasangan, kehilangan
pekerjaan, kehilnagan rumah/tempat tinggal, yang semua ini memungkinkan terjadi akibat
bencana
1) Bunuh diri merupakan salah satu cara menyelasaikan masalah oleh individu yang
mengalami keputusasaan. Oleh karena itu perlu dilakukan nprogram :
2) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda
bunuh diri
3) Menyedikan lingkungan yang aman untuk mencegah bunh diri
4) Melatih keterampilan koping yang adaptif
B. PENCEGAHAN SEKUNDER
Fokus pelayanan keperawatan jiwa pada tingkat pencegahan sekunder adalah deteksi
dini masalah psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan dengan segera
Tujuan pelayanan adalah mencegah dan menurunkan kejadian gangguan jiwa
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang berisiko/gangguan jiwa (telah
melakukan faktor risiko) dan memperlihatkan tanda-tanda masalah psikososial dan
gangguan jiwa.
Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
1) Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai
sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain, penemuan langsung
2) Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah – langkah sebagai berikut ;
3) Melakukan pengkajian dua menit untuk memperoleh data fokus pada semua pasien
yang berobat ( pasien dengan keluhan fisik ) di puskesmas
4) Jika ditemukan tanda-tanda berkaitan dengan kecemasan, depresi maka lanjutkan
pengkajian dengan mengguinakan pengkajian keperawatan kesehatan jiwa
5) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (ditempat-tempat
umum)
6) Memberikan perawatan dan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan
sesuai standar pendelegasian program pengobatan (Bekerjasama dengan dokter) serta
memonitor efek samping obat, gejala dan kepatuhan pasien minum obat.
7) Bekerjasama dengan perawat komunitas dalam pemberian perawatan dan pengobatan
lain yang dibutuhkan pasien untuk mengatsi gangguan fisik yang dialami ( jika ada
gangguan fisik yang memerlkan pengobatan bekerjasama dengan dokter)
8) Melibatkan keluarga dalam pemberian perawatan dan pengobatan, mengajarkan
keluarga agar melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adnya tanda-tanda
yang tidak biasa, dan melakukan rujukan jika mengancam keselamatan jiwa
9) Penanganan kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat aman., melakukan
pengawasan menguatkan koping, dan melakukan rujukan jika mengancam keselamatn
jiwa
10) Menempatkan pasien di tempat yang aman sebelum dirujuk dengan menciptakan li
ngkungan yang tenang , dan stimulus yang minimal.
11) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawata jiwa untuk membantu
pemulihan pasien seperti terapi aktivitas, kelompok, terapi keluarga , terapi lingkungan.
12) Memfasilitaskan self-help group (kelompok swabantu pasien, keluarga atau kelompok
masyarakat pemerhati) berupa kegitan kelompok yang membahs masalah - masalah
yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara penyelesainnya .
13) Hotline service untuk intervensi krisi yaitu pelyana dalam 24 jam melalui telepon berupa
pelayanan konseling.
14) Melakukan tindak lanjut (foloow up) dan rujukan kasus.
C. PENCEGAHAN TERSIER
Fokus pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan fungsi dan sosialisasi serta
pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa
Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan/ketidakmamopuan akibat gangguan
jiwa dan pemulihan optimal
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap
pemulihan
Aktivitas pada pencegahan tersier adalah :
b.) Program rehabilitas dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga madiri dan
produktif. Fokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara :
Stigma merupakan anggapan yang keliru dari masyarakat terhadap gangguan jiwa. Oleh karena
itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan deskrimal
terhadap gangguan jiwa.
Asuhan Keperawatan
Menurut Keliat et.al (2006), salah satu pilar praktek keperawatan kesehatan jiwa
komunitas adalah pelayanan keperawatan dengan menggunakan pendekatan asuhan
keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Asuhan keperawatan yang baik sangat dibutuhkan
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan komunitas
secara sistematis dan terorganisir. Perawat CMHN bertanggung jawab memberikan asuhan
keperawatan jiwa komunitas kepada kelompok keluarga yang sehat jiwa, kelompok pasien dan
keluarga yang risiko masalah psikososial dan kelompok pasien dan keluarga dengan gangguan
jiwa. Perawat CMHN di NAD telah dibekali pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa di masyarakat. Dalam rangka mengaplikasikan
konsep keperawatan kesehatan jiwa komunitas digunakan pendekatan proses keperawatan
dalam memberikan asuhan
I. Pengkajian
1) Depresi
2) Perilaku kekerasan
4) Isolasi sosial
1) Demensia
2) Depresi
a. Pada tingkat individu difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam ADL dan
keterampilan koping adaptif dalam mengatasi masalah.
b. Pada tingkat keluarga difokuskan pada pemberdayaan keluarga dalam merawat pasien dan
mensosialisasikan pasien dengan lingkungan.
c. Pada tingkat kelompok difokuskan pada kegiatan kelompok dalam rangka sosialisasi agar
pasien mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Menurut Mockler (1984) dalam Keliat et.al (2006) pengendalian manajemen adalah
kegiatan sistematis yang terdiri dari menentukan standar prestasi kerja, menetapkan tujuan,
perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi kinerja. Hasil evaluasi kinerja
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, untuk mengetahui pencapaian tujuan dan
penyimpangan serta mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk memastikan bahwa
sumber daya yang digunakan efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Pengendalian
manajemen merupakan proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang telah dilakukan sesuai
dengan aktivitas yang direncanakan dan berfungsi untuk menjamin kualitas penampilan kerja.
Kegiatan monitoring dan evaluasi pada pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas
ditujukan pada fasilitator lokal, perawat CMHN, kader kesehatan jiwa dan pasien dan keluarga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keperawatan Jiwa adalah pelayan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku,
Ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon psiko-sosial
yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri
sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapetik dan dan terapi modalitas
keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan,
mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa. klien, (individu,
keluarga, kelompok komunitas).
3.2 Saran
Sehubungan dengan trend masalah kesehatan utama dan pelayanan kesehatan jiwa secara
global, maka fokus pelayanan keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas
(Community Based Care) yang memberikan penekanan pada upaya preventif dan promotif.
Untuk para pembaca diharapkan memberi kritik dan saran terhadap isi makalah ini, dan terima
kasih pada pemabaca yagn telah meluangkan waktu membaca makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic. Jakarta: EGC.
Herman, Ade S. D. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan 1. Yogyakarta: Nuha
Medika
Anonymous. e.d. Hubungan motivasi internal dan eksternal dengan kinerja petugas CMHN.
Universitas SumateraUtara (USU).Khasanah, Arifah Nur. (2011).