Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

“PERILAKU KEKERASAN“
Proposal Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa 2
Dosen Pengampu : Ns. Fajriyah Nur Afriyanti, M.Kep., Sp. Kep. J.

Disusun oleh :

Kelompok 2 PSIK A 2018

Serina Aulia Noviani (11181040000009)


Aulia Syarifah (11181040000015)
Sukatmi Wati (11181040000017)
Cici nuranisa (11181040000028)
Fathiyatin Nurwatsiqah (11181040000032)
Selvi Dianasari (11181040000036)
Nisrina Mardhiani (11181040000039)
Rayhani Mudrikah Vasha (11181040000040)
Zuraida Husna Nasution (11181040000042)
Desy Isnaeni Kurnia (11181040000047)
Nanda Syifa Fauzianthi (11181040000043)
Desy Isnaeni Kurnia (11181040000047)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

MARET/2021
BAB I
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PERILAKU KEKERASAN
I. Latar Belakang
Manusia secara fisik hampir sama dengan makhluk hidup lainnya.
Sama-sama memiliki unsur-unsur yang mendukung untuk hidup. Manusia
adalah makhluk sosial, yang terus menerus membutuhkan adanya orang lain
di sekitarnya. Salah satu kebutuhan manusia untuk melakukan interaksi
dengan sesama manusia. Interaksi ini dilakukan tidak selamanya
memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh individu,
sehingga mungkin terjadi suatu gangguan terhadap kemampuan individu
untuk interaksi dengan orang lain. (Azizah, 2011)
Kelompok adalah kumpulan individu yang memilih hubungan satu
dengan yang lain. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar
belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif,
takut, kebencian, kompetitif, kesamaan ketidaksamaan, kesukaan dan
menarik diri (Stuart dan Laraia, 2006). Terapi kelompok adalah suatu
psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok penderita bersama-sama
dengan jalan diskusi satu sama lain yang dipimpin, diarahkan oleh
terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih. (Keliat, 2014)
Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi
dengan sejumlah pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas
kelompok yaitu agar pasien dapat belajar kembali bagaimana cara
bersosialisasi dengan orang lain, sesuai dengan kebutuhannya
memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal yang sederhana dan
memberikan respon terhadap pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat
berinteraksi dengan orang lain dan dapat merasakan arti berhubungan
dengan orang lain. (Direja, 2011)
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk
melakukan kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan adalah perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman. Ekspresi marah yang segera karena suatu sebab adalah
wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah
yang tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering diekspresikan
secara tidak langsung. (Candra, I. W., Harini, I. G., & Sumirta, I. N. 2017).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan tidak konstruktif pada
waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui tentang
respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah. (Yosep, Iyus, 2010)
Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK)
pasien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya. Tentu saja pasien yang mengikuti terapi ini
adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku kekerasan
sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu
anggota kelompok lain.
II. Landasan Teori
A. Perilaku Kekerasan
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau
amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol.
(Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut
untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
(Stuart & Sundeen, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
(Fitria, 2010)
2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan yaitu :
a) Faktor Psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting
hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting
kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh
pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang
untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan
frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman
hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih
mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh
dari pengalaman tersebut:
1. Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu
untuk menyelesaikan secara efektif.
2. Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri.
3. Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
b) Faktor Soosial Budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura
(1977) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa
internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang
dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c) Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif
mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata
menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama
pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor
kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis dll.
Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif:
serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino
GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1. Masa kanak-kanak yang mendukung
2. Sering mengalami kegagalan
3. Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4. Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
 Faktor predisposisi.
Perilaku kekerasan yang dilakukan oleh pasien gangguan jiwa berat
biasanya disebabkan oleh gejala positif seperti waham dan halusinasi
(Fortinash & Worret, 2004; Taylor, 2008; Haddad, 2010, Hutton, et al.,
2012). Hal ini terkait dengan proses penyakit gangguan jiwa berat yaitu
adanya gangguan sistem limbik, lobus frontal, hipotalamus, dan
neurotransmitter yang berperan dalam pengaturan emosi dan perilaku
manusia (Stuart, 2009) Sistem limbik terutama di bagian amigdala
mengatur perilaku dan emosi seseorang untuk bertahan dari stresor
seperti perilaku kekerasan atau agresif; lesi pada korteks prefrontal juga
dapat menyebabkan perilaku kekerasan (Varcarolis & Halter, 2010).
Ketidakseimbangan neurotransmitter serotonin, dopamine,
norepinefrin, gamma aminobutyric acid (GABA), dan asetilkolin
diduga berhubungan dengan terjadinya perilaku kekerasan (Siever,
2008). Oleh sebab itu, ketidakpatuhan minum obat antipsikotik pada
pasien gangguan jiwa berat akan berisiko menyebabkan perilaku
kekerasan pada pasien gangguan jiwa, Obat antipsikotik bekerja
mengatur keseimbangan neurotransmitter (Fortinash & Worret, 2004:
Varcarolis & |lalter, 2010) Penyalahgunaan zat dan gangguan
neurologis juga merupakan faktor risiko biologi yang menyebabkan
perilaku kekerasan (Swanson, P002 Formash& Worret. 2004).
Dapat disimpulkan faktor predlisposisi biologi seseorang melakukan
perilaku kekerasan yaitu adanya gangguan pada sistem otak pengatur
emosi dan perilaku agresif yang dapat terjadi karena kecelakaan
maupun penyakit.
3. Faktor Presipitasi
a. Faktor Genetik
Putus obat sebagai pencetus pasien mengalami risiko perilaku
kekerasan. Pasien mengungkapkan bahwa penyebab putus obat
disebabkan berbagai faktor, seperti efek samping obat yang membuat
pasien pusing, tidak ada yang mengingatkan untuk kontrol dan minum
obat serta keinginan untuk tidak mengkonsumsi obat lagi. Partisipan
menyatakan sebagai berikut: “ini perawatan yang kedua kali mba,
dulu itu saya tidak kontrol, trus sudah empat bulan saya tidak minum
obat mba, akhirnya saya kumat seperti sekarang ini” (R1).“sudah tiga
kali saya di rawat di rumah sakit sini mba. Keluarga saya yang bawa
sayakesini.” (R3)
b. Faktor Psikologis
Konsep diri sebagai pencetus pasien mengalami risiko perilaku
kekerasan.“saya merasa tidak terima mba, tanah saya dimiliki oleh
tetangga saya. Saya berantemsama tetangga, kadang saya juga
sukamarah-marah sama anak. Tapi kok saya dibawa kesini mba?”
(R5)
c. Faktor social budaya
Partisipan mengungkapkan bahwa konflik lingkungan yang menjadi
stressor dan penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa.
Ketidakharmonisan membuat diri ingin marah dan berbicara dengan
kasar. Partisipan menyatakan sebagai berikut:
“Saat tinggal dirumah lama banyak tetangga saya yang tidak suka
sama saya mba. Mereka suka menceritakan saya. Saya jadi suka adu
mulut sama mereka yang menceritakan saya mba. Kadang rasanya
mau pukul, tapi kalau mau pukul kayak sayang juga mba”
(Kandar dan Dwi, 2019)
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap.

(Yosep, 2009)

4. Tanda dan Gejala


Menurut Stuart & Sundeen (2013)
a. Emosi : Jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut, tidak
aman, cemas.
b. Fisik : Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit
fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
c. Intelektual : Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
d. Spiritual : Keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral,
kreativitas terhambat.
e. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
humor
Sedangkan menurut Direja (2011), tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Fisik : mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah merah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kasar, bicara
dengan nada keras, kasar, dan ketus.
c. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain,
merusak lingkungan, amuk/agresif.
d. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
e. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Spiritual : merasa dirinya berkuasa, merasa dirinya benar, keragu-
raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.
g. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, ejekan, dan sindiran.
h. Perhatian : bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan
seksual.
5. Rentang Respon

Keterangan :

1) Asertif
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan kelegaan.
2) Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut
individu tidak menemukan alternative lain.
3) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
4) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu
untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif
tapi masih terkontrol.
5) Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol,
dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
(Prabowo. 2014)
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain :
1) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulai artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluranya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahanya
pada objek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
2) Proyeksi,
Menyalahkan orang lain mengenai kesukaranya atau keinginan yang
tidak baik.
Misalnya seorang wanita muda yang menyangkalnya bahwa ia
mempunyai perasaan sesksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temanya terseburt mencoba merayu, mencumbunya.
3) Represi,
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
dalam alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekanya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
4) Reaksi Formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihlebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakanya sebagai rintangan.
Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5) Displacment
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada objek
yang begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu.
Misalnya anak berusia 4 tahun marah karea ia baru saja mendapatkan
hukuman dari ibunya karena menggambat di dinding kamarnya. Dia
mulai bermmain perang-perangan dengan temanya.
(Damaiyanti dan Iskandar, 2014)
B. Terapi Aktivitas Kelompok
1. Definisi
Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah salah satu terapi modalitas
yang dilakukan oleh seorang perawat pada sekelompok klien dengan
masalah keperawatan yang sama.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi
yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan
pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.
Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternative penyelesaian masalah.
(Keliat.2015)
2. Tujuan
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan
dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan
maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada konstribusi dari setiap anggota
dan pemimpin dalam mencapai tujuannya. (Sutejo,2017)
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan
saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan
masalah. Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan
menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan
perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa memiliki diakui, dan
dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui
dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi
persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri
peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau
ketiganya.
Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu,
stimulasi sensoris, orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas
kelompok dibagi empat yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi.
(Sutejo,2017)
3. Kriteria Pasien
Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas kelompok
ini adalah:
1) Klien dengan riwayat perilaku kekerasan.
2) Klien yang mengikuti TAK ini sedang tidak mengalami perilaku
agresif atau mengamuk, dan dalam keadaan yang tenang.
3) Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)
4) Ada keinginan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik
4. Pengorganisasian
a. Leader, bertugas:
1. Mengkoordinasi seluruh kegiatan
2. Memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok
3. Memimpin diskusi
4. Membuka acara terapi aktivitas kelompok
5. Memberikan informasi
6. Menutup acara
b. Co-Leader, bertugas:
1. Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
2. Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
3. Membantu memimpin jalannya kegiatan
4. Menggantikan leader jika terhalang tugas
c. Fasilitator, bertugas:
1. Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
2. Membantu dan menjelaskan tugas yang harus dilakukan klien sebagai
anggota kelompok
3. Membantu mempersiapkan klien dan sarana yang menunjang ketika
kegiatan kelompok berlangsung
4. Membimbing kelompok selama permainan diskusi
5. Memberikan motivasi kepada klien untuk tetap aktif dalam
melaksanakan terapi aktivitas kelompok
d. Observer, bertugas:
1. Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok
dari awal sampai akhir.
2. Mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok.
3. Mengevaluasi hasil kegiatan terapi aktivitas kelompok
5. Setting Tempat
Keterangan :

: Leader
: Co-leader + Observer
: Fasilitator
: Klien

6. Peserta
1) Ny. Y
Data Fokus : Pasien suka membenturkan kepala ke dinding
2) Ny. F
Data Fokus : Pasien suka memukuli anaknya
3) Ny. A
Data Fokus : Pasien suka mengancam suaminya, marah marah,
berteriak dan melempar barang di sekitar kepada suaminya.
4) Ny. C
Data Fokus : Pasien suka marah marah dan berbicara kasar
5) Ny. E
Data Fokus : Pasien suka melempar barang - barang ke orang lain
yang ada di sekitarnya dan pasien sering kali memukul benda benda
keras
BAB II

RENCANA TERAPI AKTIVITAS

A. Topik
Sesi 1: Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan
1. Tujuan Umum
Agar klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya
2. Tujuan Khusus
- Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya.
- Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan
gejala marah).
- Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan).
- Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan
B. Landasan Teori
Terlampir
C. Klien
1. Karakteristik/kriteria
- Klien dengan riwayat perilaku kekerasan
- Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau
mengamuk, dalam keadaan tenang
- Klien dapat diajak Kerjasama (kooperatif)
2. Proses Seleksi
Klien diseleksi berdasarkan pengkajian dari perawat. Penyeleksian masalah
berdasarkan masalah keperawatan. Selanjutnya, dilakukan kontrak dengan
klien
D. Pengorganisasian
1. Waktu
Waktu dimulainya kegiatan : 10.00 WIB
Lama kegiatan : 45 menit
Waktu berakhirnya kegiatan : 10.45 WIB
2. Tim Terapis
- Leader : Nanda Syifa
- Co-leader : Aulia Syarifah
- Fasilitator
Selvi Dianasari
Nisrina Mardiani
Zuraida Husna
- Observer
Serina Aulia
E. Proses Pelaksanaan
1. Orientasi
a) Salam Perkenalan
- Salam dari terapis kepada klien
- Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri name tag)
- Klien dan terapis memakai name tag
b) Evaluasi/validasi
- Menanyakan perasaan klien saat ini.
- Menanyakan masalah yang dirasakan
- Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah
serta perilaku kekerasan.
c) Kontrak
Penjelasan Tujuan
Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Aturan Main
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta
izin kepada terapis.
- Lama kegiatan 45 menit.
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
2. Kerja
a. Mendiskusikan penyebab marah.
1) Tanyakan pengalaman tiap klien
2) Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard
b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh
penyebab marah sebelum perilaku kekerasan terjadi.
1) Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan
gejala)
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal,
merusak lingkungan, mencederai/memukul orang lain, memukul diri
sendiri)
1) Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah.
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.
d. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling
sering dilakukan untuk diperagakan
e. Melakukan bermain eran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak
berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab dan klien yang melakukan
perilaku kekerasan).
f. Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran /simulasi.
g. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan
1) Tanyakan akibat perilaku kekerasan.
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.
h. Memberikan reinforcement pada peran serta klien.
i. Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat.
j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan dan
akibat perilaku kekerasan.
k. Menanyakan kesediaan klien untuk memepelajari cara baru yang sehat
menghadapi kemarahan.
3. Terminasi
a) Evaluasi Respons Subyektif
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
b) Evaluasi Respons Obyektif
Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien yang positif
c) Tindak Lanjut
- Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab
marah, yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan yang terjadi; serta
akibat perilaku kekerasan.
- Menganjurkan klien mengingat penyebab ; tanda dan gejala; perilaku
kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan
d) Kontrak Yang Akan Datang
- Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku
kekerasan.
- Menyepakati waktu dan TAK berikutnya
4. Evaluasi
Kemampun yang diharapkan adalah mengetahui penyebab perilaku,
mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat
perilaku kekerasan. Formlir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 1: TAK
Simulasi Persepsi Perilaku Kekerasan
Kemampuan Psikologis

Memberi Tanggapan Tentang


Nama Penyebab
No Tanda& Gejala
Klien PK Perilaku Kekerasan Akibat PK
PK

1. Nn. Y Perceraian - Mengancam Membenturkan Mengalami cedera


Orang Tua - Bicara ketus kepala ke dinding kepala
- Mengumpat
- Suara keras
- Menyerang
orang lain
- Melukai diri
sendiri
- Mengamuk
2. Ny. F Kekerasan - Bicara ketus Memukuli anaknya Anaknya dirawat
dalam Rumah - Mengumpat di rs dan mengalam
Tangga - Suara keras trauma
- Menyerang
orang lain
- Melukai orang
lain
- Mengamuk
3. Ny. A Penurunan - Mengancam Mengancam Suaminya
Ekonomi - Bicara ketus suaminya, marah mengalami trauma
rumah tangga - Mengumpat marah, berteriak dan fisik dan
- Suara keras melempar barang di meninggalkan
- Menyerang sekitar kepada pasien dengan
orang lain suaminya. wanita lain
- Melukai diri
orang lain
- Mengamuk
4. Nn. C Korban - Mengancam Pasien suka marah Tidak memiliki
Perundungan - Bicara ketus marah dan berbicara teman, tidak dapat
di Masa Lalu - Mengumpat kasar bersosialisasi
- Suara keras
- Menyerang
orang lain
- Mengamuk
5. Ny. E Mengalami - Mengancam Pasien suka orang orang
Perceraian - Bicara ketus melempar barang - menghindari
- Mengumpat barang ke orang lain pasien dan tidak
- Suara keras yang ada di ada yang
- Menyerang sekitarnya dan pasien memperhatikannya
orang lain sering kali memukul
- Melukai diri benda benda keras.
sendiri
- Merusak
lingkungan
- Mengamuk
RENCANA TERAPI AKTIVITAS

A. Topik
Sesi 2 : Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik
1. Tujuan Umum
Agar klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya
2. Tujuan Khusus
- Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
- Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku
kekerasan.
- Klien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat mencegah
perilaku kekerasan
B. Landasan Teori
Terlampir
C. Klien
1. Karakteristik/kriteria
- Klien dengan riwayat perilaku kekerasan
- Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau
mengamuk, dalam keadaan tenang
- Klien dapat diajak Kerjasama (kooperatif)
2. Proses seleksi
Klien diseleksi berdasarkan pengkajian dari perawat. Penyeleksian masalah
berdasarkan masalah keperawatan. Selanjutnya, dilakukan kontrak dengan
klien
D. Pengorganisasian
1. Waktu
Waktu dimulainya kegiatan : 13.00 WIB
Lama kegiatan : 45 menit
Waktu berakhirnya kegiatan : 13.45 WIB
2. Tim Terapis
- Leader : Nanda Syifa
- Co-leader : Aulia Syarifah
- Fasilitator
Selvi Dianasari
Nisrina Mardiani
Zuraida Husna
- Observer
Serina Aulia
E. Proses Pelaksanaan
1. Orientasi
a) Salam Perkenalan
- Salam dari terapis kepada klien
- Klien dan terapis memakai name tag
b) Evaluasi/validasi
- Menanyakan perasaan klien saat ini.
- Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah
serta perilaku kekerasan.
c) Kontrak
Penjelasan Tujuan
Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu secara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan
Aturan Main
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta
izin kepada terapis.
- Lama kegiatan 45 menit.
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
2. Kerja
a. Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
1) Tanyakan kegiatan : rumah tangga, harian, dan olahraga yang biasa
dilakukan klien
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
b. Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan
kemarahan secara sehat : tarik napas dalam, menjemur/memukul
kasur/bantal, menyikat kamar mandi, main bola, senam, memukul bantal
pasir tinju, dan memukul gendang.
c. Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.
d. Bersama klien mempraktikan dua kegiatan yang dipilih
1) Terapis mempraktikan
2) klien melakukan redemonstrasi
e. Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikan cara penyaluran
kemarahan
f. Upayakan semua klien berperan aktif
3. Terminasi
a) Evaluasi Respons Subyektif
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku kekerasan.
b) Evaluasi Respons Obyektif
Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien yang positif
c) Tindak Lanjut
- Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika
stimulus penyebab perilaku kekerasan
- Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari
- Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien
d) Kontrak Yang Akan Datang
- Menyepakati belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi sosial yang
asertif.
- Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya
4. Evaluasi
Kemampun yang diharapkan adalah mengetahui penyebab perilaku,
mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat
perilaku kekerasan. Formlir evaluasi sebagai berikut
Sesi 2
Stimulasi Persepsi Perilaku Kekerasan
Kemampuan Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik

Nama Mempraktikan cara fisik Mempraktikan cara fisik


No
Klien yang pertama yang kedua
1. Nn. Y  

2. Ny. F  

3. Ny. A  

4. Nn. C  

5. Ny. E  
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta :


Graha Ilmu
Candra, I. W., Harini, I. G., & Sumirta, I. N. 2017. Psikologi Landasan
Keilmuan Praktik Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Andi Offset.
Damaiyanti dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama
Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Fitria. 2010. Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Kandar dan Dwi. 2019. Faktor Predisposisi dan Presipitasi Pasien
Risiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa. 2(3) :
149-156 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Keliat, Budi Anna. 2014. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG.
Keliat, B.A., Akemat, Novy H., Heni N. 2015. Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.
Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Stuart, Gail W dan Sandra J. Sundeen. 2013. Buku Saku Ilmu
Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Sutejo, dkk. 2017. Buku Panduan Praktik Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan
Keperawatan Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Wuryaningsih e w, dkk. 2020. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa
1. Kalimantan : UNEJ Press
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refia Aditama

Anda mungkin juga menyukai