A. Teori Kepemimpinan
Pengembangan Teori Kepemimpinan
1. Teori Bakat ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Di sini disebutkan bahwa
seorang pemimpin dilahirkan, artinya bakat-bakat tertentu yang di perlukan
seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir. Kemampuan seorang
pemimpin di tentukan oleh bakat, intelegensi, stabilitas emosi dan kebugaran fisik.
Teori Bakat (Trait Theory) atau Great Man Theory: Menekankan bahwa setiap
orang adalah pemimpin (yang dibawa sejak lahir) dan mereka mempunyai
karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik dari orang lain (Marquis
dan Huston,1998).
Ciri-ciri :
a) Intelegensi
1) Pengetahuan
2) Keputusan
3) Kelancaran berbicara
b) Kepribadian
1) Adaptasi
2) Kreatif
3) Kooperatif
4) Siap / siaga
5) Rasa percaya dri
6) Integritas
7) Keseimbangan emosi dan mengontrol
8) Independen
9) Tenang
c) Perilaku
1) Kemampuan bekerja sama
2) Kemampuan interpersona;
3) Kemampuan diplomasi
4) Partisipasi sosial
5) Prestise
2. Teori Perilaku: teori ini menekankan apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana
seorang manajer menjalankan fungsinya . teori ini dinamakan Gaya Kepemimpinan
seorang manajer dalam suatu organisasi ( Vestal, 1994 ).
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan berdaarkan perilaku pemimpin itu sendiri
( Gillis,1970 ).
Gaya kepemimpinan menurut beberapa ahli:
a) Gaya Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt
Bahwa kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan bawahan, yang
dipengaruhi oleh faktor manajer, karyawan, dn situasi.
b) Gaya Kepemimpinan menurut Likert :
Mengelompokkan menjadi empat sistem ;
1) Sistem Otoriter – Eksploitatif
2) Sistem Benevolent – Otoritatif
3) Sistem konsultatif
4) Sistem partisipatif
c) Gaya Kepemimpinan menurut Teori X dan Teori Y :
1) Gaya Kepemimpinan diktator
2) Gaya Kepemimpinan otokratis
3) Gaya Kepemimpinan santai
Teori Penjelasan
1. Hierarki kebutuhan (Maslow) Fisiologi = gaji pokok
Aman = perencanaan yang
regular (gaji)
Kasih sayang = kerja sama
secara tim
Harga diri = pencapaian
posisi
Aktualisasi = tantangan alam
bekerja
2. Teori ERG (Clayton Alderfer) E = Existence (fisiologis)
R = Relatedness ( kasih
sayang)
G = Growth (tantangan dalam
bekerja)
3. Teori Dua Faktor (Frederich Herzberg) Motivators = kepuasan kerja
Hyiene = lingkungan yang
kondusif
4. Teori Belajar (Mc Clelleand) Affiliation = bersahabat
Power = memerintah orang
lain
Achievement = suka
tantangan, kompetisi dan
menyelesaikan masalah
secara detail
Teori Penjelasan
1. Teori keadilan (Adams) Berdasarkan nilai-nilai dan
kadilan terhadap karyawan
2. Teori Harapan (Georgopoulos Moheny, M = Job Outcomes x
Jones dan Vroom) Valences x Expectancy x
Intrumentality
3. Teori Penguatan (B.F.Skinner) Stimulus-Respons-
Konsekuensi
4. Teori Belajar (Mc Clelleand) Tujuan yang harus dicapai
suatu organisasi
6. Teori Z
Teori Z dikemukakan oleh Ouchi (1981). Teori ini merupakan pengembangan
teori Y dari Mc. Gregor (1460) dan mendukung gaya kepemimpinan demokratis.
Komponen teori Z meliputi pengambilan keputusan dan kesepakatan,
menempatkan pegawai sesuai keahliannya, menekankan pada keamanan pekerjaan,
promosi yang lambat, dan pendekatan yang holistik terhadap staf.
7. Teori Interaktif
Teori ini dikemukakan oleh Schein (1970), menekankan bhawa staf atau
pegawai adalah manusia sebagai suatu sistem terbuka yang selalu berinteraksi
dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis.
Hollande (1978) menekankan bahwa antara peran pemimpin dan staf
dipengaruhi oleh peran lainnya. Pemimpin yang efektif memerlukan kemampuan
unutk menggunakan proses penyelesaian masalah, memepertahankan kelompok
secara efektif, mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, kejujuran dalam
memimpin, kompeten, kreatif, dan kemampuan mengembangkan indentifikasi
kelompok.
8. Teori Situasi
Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi (situasional theory).
Teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang sekalipun bukan
keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi pemimpin yang baik. Hasil
pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa orang biasa yang jadi pemimpin
tersebut adalah karena adanya situasi yang menguntungkan dirinya, sehingga ia
memiliki kesempatan untuk muncul sebagai pemimpin.
9. Teori Ekologi
Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah
kepemimpinan banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan sehari-hari
sering ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil dibentuk menjadi
pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan yang baik. Hasil pengamatan
yang seperti ini melahirkan teori ekologi, yang menyebutkan bahwa seseorang
memang dapat dibentuk untuk menjadi pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin
yang baik memang ada bakat-bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang
di peroleh dari alam.
E. Hubungan Antar Manusia Ada Dua Jenis :
1. Human Relations
Adalah hubungan antar manusia intern dalam organisasi guna membina lancarnya
tim kerja.
2. Public Relations
Adalah hubungan antar manusia ekstern keluar organisasi.
H. Issue Kepemimpinan
Ada atau tidak adanya kepercayaan menjadi isu kepemimpinan yang sangat penting
dalam organisasi dewasa ini.
Adapun lima dimensi kunci kepercayaan :
1. Integritas : merujuk pada kejujuran dan kebenaran
2. Kompetensi : mencakup pengetahuan dan keterampilan tehnis dan
interpersonal
3. Konsistensi : terkait dengan kehandalan dalam menangani situasi.
4. Loyalitas : keinginan melindungi orang lain (biasanya atasan)
5. Keterbukaan : kejujuran terhadap orang lain
Isu terkait kepemimpinan kontemporer:
1. Kepemimpinan Kharismatis : pengikut terpicu kemampuan kepemimpinan
heroic/luar biasa ketika mereka mengamati perilaku pemimpin mereka.
2. Kepemimpinan transformasional : pemimpin yang menginpirasi pengikut untuk
melampaui kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa dampak
mendalam dan luar biasa pada para pengikut.
3. Kepemimpinan Visioner : kemampuan menciptakan dan
mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel dan menarik mengenai masa depan
organisasi.
4. Gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam organisasi, seperti
kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transformasional. Kedua jenis
kepemimpinan ini pertama kali diungkapkan oleh burn pada tahun 1978 dalam
konteks politik, yang kemudian dikembangkan oleh bass:1985 serta berry dan
houston:1993 yang membawanya dalam konteks organisasional. Kepemimpinan
karismatik dan transformasional sering disebutkan secara berdampingan satu
dengan yang lainnya ini karena pada dasarnya keduanya memilki perspektif yang
sama dalam hal seorang pemimpin harus memberikan “sesuatu” agar anggota
bergerak menuju tujuan organisasi, yang membedakan keduanya adalah apa
“sesuatu” yang diberikan tersebut.
5. Pemimpin di Indonesia yang berkarisma salah satunya yakni soeharto. Karisma
memiliki komponen etika. Pemimpin yang etis menggunakan karisma mereka
untuk menguasai para pengikutnya yang bertujuan untuk melayani sesama.
Sedangkan pemimpin yang tidak etis menggunakan karisma mereka untuk
kepuasan diri mereka sendiri.
abstract
Kesimpulan :
Pengembangan kepemimpinan keperawatan penting dalam iklim perawatan kesehatan
berubah hari ini. pemimpin perawat mempengaruhi kepuasan staf, hasil pasien, dan
status fiskal dari kebanyakan organisasi perawatan kesehatan. Artikel ini melukiskan
mengapa pengembangan kepemimpinan penting untuk keperawatan, bagaimana
memperkuat kepemimpinan keperawatan, bagaimana merancang metodologi untuk
membangun program pengembangan kepemimpinan keperawatan internal berdasarkan
tingkat isi kurikulum, dan apa anggota organisasi dapat membantu mengajar kurikulum.
Jurnal 2
Kesimpulan :
manajer Perawat digunakan gaya kepemimpinan yang berbeda tergantung pada situasi,
tapi lebih cenderung ke gaya kepemimpinan suportif, diikuti oleh gaya kepemimpinan
berorientasi prestasi dan gaya kepemimpinan partisipatif. Staf perawat menunjukkan
tingkat moderat kepuasan kerja. gaya kepemimpinan perawat manajer bersama-sama
menjelaskan 29% dari varians dalam kepuasan staf pekerjaan. Niat untuk tinggal di
tempat kerja saat ini rendah (2,64 dari 5) di antara staf perawat. Lebih dari setengah
(51,7%) dari staf perawat dimaksudkan untuk meninggalkan tempat kerja mereka saat
ini, dan 20% dari mereka aktif mencari peluang untuk meninggalkan. gaya
kepemimpinan perawat manajer statistik menjelaskan 13,3% dari niat staf untuk tinggal
di posisi
Kesimpulan: Temuan ini memiliki implikasi yang sangat besar untuk praktek
keperawatan, manajemen, pendidikan, dan sumber daya manusia untuk kebijakan
kesehatan yang dapat menyebabkan lebih baik staf retensi dan kepuasan kerja, dan pada
akhirnya meningkatkan perawatan pasien.
Jurnal 3
By
CRAIG S. LASER
A DISSERTATION IN PRACTICE
Omaha, NE
March 9, 2016
Abstract
Leadership by its nature is a social interaction and is present in every interaction between
people. Leader behaviors and actions are observed and judged by followers during every
interaction. For senior nursing leaders in healthcare organizations, how they practice
leadership influences how followers connect with the senior leader. Senior nursing
leaders must practice leadership in a way that fully incorporates emotional intelligence
domains. The integration of emotional intelligence with follower-centric leadership
practices creates a powerful combination of outcomes that influence engagement. This
Dissertation in Practice research study was designed using a qualitative approach to
understand how senior nursing leaders’ self-perceptions of their emotional intelligence
(EI) and leadership practices may be associated with direct report leader engagement.
The value of this research was to understand the meaning and essence of the
phenomenon experienced by senior nursing leaders and the information was extracted by
using semi structured interview questions to create categories, codes, and conceptual
themes. This research revealed that the self-perceptions and meaning of senior nursing
leaders helped to validate that a leadership development program focused on this type of
affective, cognitive, and behavioral learning would help improve emotional intelligence,
leadership practices, and engagement of direct report leaders. This research
demonstrated the need for an integrated leadership development program for senior
nursing leaders to develop their EI and leadership practices.
Kesimpulan :
Nilai dari penelitian ini adalah untuk memahami makna dan esensi dari fenomena yang
dialami oleh para pemimpin keperawatan senior dan informasi yang diekstraksi dengan
menggunakan pertanyaan wawancara semi terstruktur untuk membuat kategori, kode,
dan tema konseptual. Penelitian ini mengungkapkan bahwa persepsi diri dan makna
pemimpin keperawatan senior yang membantu untuk memvalidasi bahwa program
pengembangan kepemimpinan difokuskan pada jenis afektif, kognitif, dan belajar
perilaku akan membantu meningkatkan kecerdasan emosional, praktik kepemimpinan,
dan keterlibatan pemimpin laporan langsung. Penelitian ini menunjukkan kebutuhan
untuk program pengembangan kepemimpinan terpadu bagi para pemimpin keperawatan
senior untuk mengembangkan praktek kecerdasan emosional dan kepemimpinan mereka.
Bagian Keperawatan, Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Widya Nusantara Palu,
ABSTRAK Rumah sakit merupakan bagian internal dari keseluruhan sistem pelayanan
kesehatan yang melayani pasien dengan berbagai jenis pelayanan. Masalah-masalah yang
terdapat di dalam lingkup kerja keperawatan berhubungan dengan kekurangan jumlah
perawat, ketidakpuasan kerja perawat dan buruknya lingkungan kerja perawat. Keluhan
perawat mengenai fungsi manajemen dari segi kepemimpinan kepala ruangan dan
lingkungan kerja terhadap kepuasan perawat sangat menarik untuk diteliti dengan tujuan
untuk mengetahui hubungan kepemimpinan dan lingkungan kerja dengan tingkat
kepuasan kerja perawat di Paviliun Catelia RSUD Undata. Jenis penelitian ini kuantitatif
dengan metode komparatif, pendekatan cross sectional. Instrument penelitian
menggunakan kuesioner terhadap 22 perawat pelaksana di Paviliun Catelia RSUD
Undata. Variabel independennya adalah kepemimpinan kepala ruangan dan lingkungan
kerja. Variabel dependennya adalah tingkat kepuasan. Penelitian ini menunjukkan
persentase tinggi tentang kepemimpinan baik, merasa puas (52,4%) dan persentase
lingkungan kerja baik, merasa puas (62,5%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value
masing-masing sebesar 1.000 dan 0,384. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p≥ 0,05.
Tidak ada hubungan antara kepemimpinan dan lingkungan kerja dengan kepuasan
perawat di Paviliun Catelia RSUD Undata. Hal ini terjadi ruangan tersebut merupakan
contoh pelaksana model praktek keperawatan professional yang diterapkan secara
optimal, ditunjang dari lingkungan kerja pun sarana dan prasaranya mampu memenuhi
pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarkan hasil penelitian disarankan menjadi
masukan dan bahan evaluasi untuk pihak manajemen dalam pengelolaan kepuasan kerja
perawat khususnya di Paviliun Catelia sehingga perawat tersebut dapat bekerja sesuai
dengan peraturan rumah sakit dan melaksanakan tugas-tugas sesuai yang telah
ditetapkan.
Jurnal 2
ABSTRAK
ABSTRAK
Milkhatun
Gaya Kepemimpinan
Gaya adalah sebagai cara penampilan karakteristik atau tersendiri / khusus. Follet (1940)
mendefinisikan gaya sebagai hak istimewa tersendiri dari si ahli , dengan hasil akhirnya tanpa
menimbulkan isu sampingan. Gillies (1970) dalam Nursalam (2000) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pimpinan itu sendiri. Perilaku
seseorang dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun – tahun dalam kehidupannya. Oleh
karena itu, kepribadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan.
Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dan berbeda – beda.
Gaya yang dikembangkan oleh seorang pemimpin dipengaruhi oleh tiga faktor utama.
Ketiganya akan menentukan sejauh mana ia akan melakukan pengawasan terhadap kelompok
yang dipimpin. Faktor kekuatan yang pertama bersumber pada dirinya sendiri sebagai
pemimpin. faktor kedua bersumber pada kelompok yang dipempin, dan faktor yang ketiga
tergantung pada situasi (Muninjaya, 1999). Secara mendasar gaya kepemimpinan dibedakan
atas empat macam berdasarkan kekuasaan dan wewenang, yaitu otokratik, demokratik,
participation, dan laisez – faire atau free rain. Keempat tipe atau gaya kepemimpinan tersebut
satu sama lain memiliki karakteristik yang berbeda (Gillies, 1986).
a. Gaya kepemimpinan autokratis : merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
atau pekaryaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin dengan cara
otoriter, mempertanggung jawab untuk semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan
serta memotivasi bawahannya dengan menggunakan sanjungan, kesalahan, dan penghargaan.
Pemimpin menetukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan
(Gillies, 1986). Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini biasanya akan menentukan
semua keputusan yang berkaitan dengan seluruh kegiatannya dan memerintah seluruh
anggotanya untuk mematuhi dan melaksanakannya (DepKes, 1990).
b. Gaya kepemimpinan demokratis : merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan
kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong
ide–ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat
perencanaan, mengontrol dalam penerapannya, informasi diberikan seluas – luasnya dan
terbuka (Nursalam, 2002). Prinsipnya pemimpin melibatkan kelompok dalam pengambilan
keputusan dan memberikan tanggung jawab pada karyawannya (La Monica, 1986).
c. Gaya kepemimpinan Partisipatif : merupakan gabungan bersama antara gaya
kepemimpinan otoriter dan demokratis. Dalam pemimpin partisipatif manajer menyajikan
analisa masalah dan mengusulkan tindakan kepada para anggota kelompok, mengundang
kritikan dan komentar mereka. Dengan menimbang jawaban bawahan atas usulannya,
manajer selanjutnya membuat keputusan final bagi tindakan oleh kelompok tersebut (Gillies,
1986).
d. Gaya kepemimpinan Laisserz Faire : disebut juga bebas tindak atau membiarkan.
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pangarah,
supervisi, dan koordinasi. Staf / bawahan mengevaluasi pekaryaan sesuai dengan cara sendiri.
Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendali secara minimal atau sebagai
fasilitator (Nursalam. 2002).
PERAN, FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB MANAJER
PERAN MANAJER KEPERAWATAN
PERAN INTERPERSONAL
• Peran antar pribadi (interpersonal roles) adalah semua manajer dituntut untuk menjalankan
tugas-tugas yang sifatnya simbolik, memiliki peran kepemimpinan, dan sebagai penghubung
• Dalam peran interpersonal terdapat tiga peran pemimpin yang muncul secara langsung dari
otoritas formal yang dimiliki pemimpin dan mencakup hubungan interpersonal dasar, yaitu:
Peran sebagai yang dituakan (Figurehead Role), Peran sebagai pemimpin (Leader Role), dan
Peran sebagai Penghubung (Liaison Role) (Robbins, S & Timothy, J., 2013).
PERAN INFORMASIONAL
• Peran informasi (informational roles) adalah semua manajer, sampai pada tingkatan
tertentu, mengumpulkan informasi dari organisasi- organisasi dan lembaga-lembaga di luar di
luar organisasinya sendiri, bertindak sebagai penyalur informasi kepada anggota
organisasinya, dan menjadi juru bicara saat mereka mewakili organisasinya menghadapi
pihak luar
• Tiga peran pemimpin berikut ini mendiskripsikan aspek informasional, yaitu Peran sebagai
monitor (Monitor Role), Peran sebagai disseminator (Disseminator role), dan Peran sebagai
Juru bicara (Spokesman Role) (Robbins, S & Timothy, J., 2013).
PERAN DESICIONAL
• Informasi yang diperoleh pemimpin bukanlah tujuan akhir, tetapi merupakan masukan
dasar bagi pengambilan keputusan. Sesuai otoritas formalnya, hanya pemimpinlah yang dapat
menetapkan komitmen organisasinya ke arah yang baru; dan sebagai pusat syaraf organisasi,
hanya dia yang memiliki informasi benar dan menyeluruh yang bisa dipakai untuk
memutuskan strategi organisasinya.
• Peran keputusan (decisional roles) diidentifikasi dalam empat pera yang dibutuhkan untuk
membuat pilihan, yaitu: manajer harus melakukan peran sebagai wirausaha (entrepreneur),
menangani gangguan, (handler disturbance), penyedia sumber daya (allocator resources), dan
sebagai negosiator (Robbins, S & Timothy,. J., 2013).
FUNGSI MANAJER KEPERAWATAN
FUNGSI PERENCANAAN
• Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan adalah koordinasi dan
integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkanproses manajemen untuk mencapai
asuhan keperawatan dan tujuan layanankeperawatan (Huber, 2010). Perencanaan
memberikan informasi untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara akurat dan efektif
(Swanburg, 2000)
• Tanpa perencanaan yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal
(Marquis dan Huston, 2012)
FUNGSI PENGORGANISASIAN
• Pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya manusia dan material dari lembaga
untuk mencapai tujuan organisasi, dapat juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang
satu dengan yang lain (Huber, 2010)
• Pada pengorganisasian hubungan ditetapkan, prosedur diuraikan, perlengkapan disiapkan,
dan tugas diberikan (Marquis dan Huston, 2012)
FUNGSI KETENAGAAN
• Pengaturan staf merupakan proses yang teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk
menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan
asuhan keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya (Swanburg (2000).
• Manajer bertanggung jawab dalam mengatur sistem kepegawaian secara keseluruhan
(Gillies, 2000).
•Ketenagaan adalah kegiatan manajer untuk merekrut, memimpin, memberikan orientasi, dan
meningkatkan perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis dan
Huston, 2012).
FUNGSI PELAKSANAAN
•Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha memotivasi, membina
komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi (Marquis dan Huston, 2012).
Pengarahan adalah fungsi manajemen yang memantau dan menyesuaikan perencanaan,
proses, dan sumber yang efektif dan efisien mencapai tujuan (Huber, 2010).
• Pengarahan yang efektif akan meningkatkan dukungan perawat untuk mencapai tujuan
manajemen keperawatan dan tujuan asuhan keperawatan (Swanburg, 2000)
FUNGSI PENGENDALIAN
• Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen keperawatan yang terjadi
selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan (Swanburg, 2000)
•Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian rencana, proses, dan sumber daya yang
secara efektif mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Huber, 2010).
• Selama fase pengendalian, kinerja diukur menggunakan standar yang telah ditentukan dan
tindakan diambil untuk mengoreksi ketidakcocokan antara standar dan kinerja (Marquis dan
Huston, 2012).
TANGGUNG JAWAB MANAJER KEPERAWATAN
MANAGEMENT OF CARE
•Manajemen asuhan (care) merupakan pengaturan sumber daya dalam menjalankan kegiatan
keperawatan dengan menggunakan metode proses keperawatan untuk memenuhi kebutuhan
klien atau menyelesaikan masalah klien (Keliat, 2000).
• Manajemen asuhan keperawatan ada tiga komponen penting yaitu manajemen sumber daya
manusia dengan menggunakan sistem pengorganisasian pekerjaan perawat, sistem klasifikasi
kebutuhan klien dan metode proses keperawatan (Keliat, 2000).
MANAGEMENT OF SERVICES
• Manajemen operasional (services) adalah pelayanan keperawatan di rumah sakit yang
dikelola oleh departemen atau bidang perawatan melalui tiga tingkatan manajerial yaitu
manajemen puncak, manajemen menengah, dan manajemen bawah (Swanburg, 2000).
• Manajer keperawatan tersebut harus memiliki beberapa faktor agar penatalaksanaannya
berhasil yaitu : (1) Kemampuan menerapkan pengetahuan, (2) Ketrampilan kepemimpinan,
(3) Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin, dan (4) Kemampuan melaksanakan
fungsi manajemen (Swanburg, 2000).
Penerapan Kepemimpinan dan Manajemen pada Setting Pelayanan Keperawatan di
Ruang Rawat Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksanan teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelanggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayan kerja (KMK No. 128 tahun 2004). Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya
kesehatan perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotive dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya (PMK No. 75 tahun 2014). Yang akan dibahas berikut ini
adalah penerapan kepemimpinan dan manajemen keperawatan di ruang rawat Puskesmas
sebagai upaya kesehatan perseorangan. UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan
penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan
(PMK No. 75 tahun 2014). Menurut PMK No. 75 tahun 2014. UKP tingkat pertama
dilaksanakan dalam bentuk:
a. Rawat jalan
b. Pelayanan gawat darurat
c. Pelayanan satu hari (one day care)
d. Home care
e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
Untuk menyelenggarakan berbagai UKP dan UKM yang sesuai dengan azas puskesmas,
perlu ditunjang oleh manajemen puskesmas yang baik. Manajemen puskesmas adalah
rangkaian kegiatan yang bekerja seacara sistematis untuk menghasilkan luaran puskesmas
yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan tersebut membentuk fungsi-fungsi manajemen.
Ada tiga fungsi
manajemen puskesmas yang dikenal dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian,
serta pengawasan dan pertanggungjawaban (KMK No. 128 tahun 2004). Fungsi manajemen
tersebut dilasanakan oleh seorang manajer. Dalam menyelanggarakan pembangunan
kesehatan puskesmas juga memiliki visi, misi, dan tujuan. Puskemas dipimpin oleh seorang
Kepala Puskesmas untuk menjalankan visi, misi, dan tujuan tersebut. Kepala Puskesmas
bertanggungjawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas: Dalam melaksanakan
tanggungjawabnya, kepala Puskesmas sebagai seseorang yang menjalankan peran
kepemimpinan merencanakan dan mengusulkän kebutuhan sumber Puskesmas kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota (PMK No. 75 tahun 2014). Organisasi puskesmas disusun oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota berdasarkan kategori upaya kesehatan dan beban kerja
Puskesmas. Organisasi Puskesmas paling sedikit terdiri atas (PMK No. 75 tahun 2014):
a. Kepala Puskesmas
b. Kepala sub bagian tata usaha
c. Penganggung jawab UKM dan Perkesmas
d. Penganggung jawab UKP, kefarmasian dan laboratorium
e. Penanggung jawab jaringan pelayanan Puskesman dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan
Fungsi manajemen dijalanakan oleh seorang manajer puskesmas dan peran kepemimpinan
dijalankan oleh seorang kepala puskesmas. Henri Fayol (1925) dalam Marquis dan Huston
(2012) pertama kali mengidentifikasi fungsi manajemen yaitu perencanaan, mengorganisasi,
komando, koordinasi, dan kontrol. Luther Gulick (1937) dalam Marquis dan Huston (2012)
memperluas fungsi manajemen tersebut menjadi "tujuh aktivitas manajemen" yaitu
perencanaan, mengorganisasi, ketenagaan, pengarahan, koordinasi, pelaporan, dan budgeting.
Walaupun sering dimodifikasi akhirnya para teoritikus mulai mengarahkan fungsi
manajemen menjadi proses manajemen. Secara singkat fungsi dari setiap fase dari proses
manajemen adalah sebagai berikut (Marquis dan Huston, 2012):
1. Perencanaan, meliputi penentuan sofi, tujuan, sasaran, kebijakan, prosedur, dan aturan;
melaksanakan proyeksi jangka panjang dan pendek; menentukan bagian keuangan untuk
tindakan; dan mengelola perubahan yang direncanakan.
2. Pengorganisasian, meliputi membangun strukstur untuk melaksanan rencana, menentukan
jenis perawatan yang paling tepat untuk pasien, dan mengelompokkan kegiatan untuk
mencapai tujuan. Fungsi lain meliputi bekerja dalam struktur organisasi dan pemahaman
menggunakan kekuasaan dan otoritas dengan tepat.
3. Kepegawaian, terdiri dari merekrut, mewawancana, dan mengorientasi staf. Penjadwalan,
pengembangan staf, sosialisasi karyawan, dan membangun tim.
4. Pengarahan, terkadang mencakup beberapa fungsi kepegawaian. Namun, fungsi pada fase
ini biasanya memerlukan tanggungjawab manajemen sumber daya manusia, seperti
memotivasi, mengelola konflik. mendelegasikan, berkomunikasi, dan memfasilitasi
kolaborasi.
5. Pengendalian meliputi fungsi penilaian kerja, akuntabilitas keuangan, kontrol kualitas,
kontrol hukum dan etik, dan kontrol profesional.
Kepemimpinan dan manajemen dapat dan harus diintegrasikan sebagaimana keduanya dapat
dipelajari. Keduanya jelas mempunyai hubungan yang sinergis. Setiap perawat adalah
pemimpin dan manajer pada tingkat tertentu, dan peran perawat membutuhkan kemampuan
kepemimpinan dan manajemen. Kebutuhan terhadap pemimpin yang visioner dan manajer
yang efektif dalam keperawatan mengurangi penekanan peran satu sama lain. Kemampuan
manajemen yang dibutuhkan untuk menjaga organisasi yang sehat. Karena begitu cepatnya
perkembangan dan akan terus berlanjut dalam keperawatan dan industri kesehatan, secara
terus-menerus penting untuk para perawat mengembangkan kemampuan di kedua peran
kepemimpinan dan fungsi manajemen, serta berusaha untuk mengintegrasikan karakteristik
kepemimpinan di setiap fase dari proses manajemen.