Anda di halaman 1dari 56

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan dipandang sangat penting karena dua hal yaitu pertama,
adanya kenyataan bahwa penggantian pemimpin seringkali mengubah kinerja
suatu unit, instansi atau organisasi; kedua, hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi
adalah kepemimpinan, mencakup proses kepemimpinan pada setiap jenjang
organisasi, kompetensi dan tindakan pemimpin yang bersangkutan (Yukl, 1989).
Kenyataan dan/atau gagasan, serta hasil penelitian tersebut tak dapat dibantah
kebenarannya. Semua pihak maklum adanya, sehingga muncul jargon ganti
pimpinan, ganti kebijakan, bahkan sampai hal-hal teknis seperti ganti tata ruang
kantor, ganti kursi, atau ganti warna dinding.
Demikianlah, kepemimpinan itu merupakan fenomena yang kompleks
sehingga selalu menarik untuk dikaji. Dalam berbagai literatur, kepemimpinan
dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni: (1) pendekatan sifat, atau karakteristik
bawaan lahir, atau traits approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam
memimpin, atau style approach; dan (3) pendekatan kontingensi atau contingency
approach. Pada perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak pada caracara

menjadi pemimpin yang efektif, termasuk dengan mengembangkan

kesadaran tentang kapasitas spiritual untuk menjadi pemimpin profesional dan


bermoral.
B.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan teori kepemimpinan?
2. Bagaimana karakteristik kepemimpinan?
3. Apa saja ggaya kepemimpinan yang ada selama ini?
4. Apa yang dimaksud kepemimpinan efektif?
5. Bagaimana
paradigma
kepemimpinan
transformasional

dan

transsaksional?
6. Bagaiman konsep penyelesaian masalah?
7. Bagaiman cara pengambilan keputusan?

C.

Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini agar para pembaca khususnya
mahasiswa mampu untuk:
1. Mampu mengetahui teori kepemimpinan
2. Mampu mengetahui karakteristik kepemimpinan
3. Mampu mengetahui kepemimpinan yang ada selama ini
4. Mampu mengetahui kepemimpinan efektif
5. Mampu mengetahui paradigma kepemimpinan transformasional dan
transsaksional
6. Mampu mengetahui konsep penyelesaian masalah
7. Mampu mengetahui cara pengambilan keputusan

BAB 2
TINJAUAN TEORI
A.

Konsep Kepemimpinan

1.

Definisi Kepemimpinan

Pengertian Kepemimpinan atau Leadership Posted by Alexa On 18 Juli


2010 0 komentar Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi
mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah
mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian,
semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful
behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the
benefit of individual as well as the organization or common good". Menurut
definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan
tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk
mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan
organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means using power
to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high
performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa
implikasi. Antara lain:
a.

Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para


karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus
memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun
demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak

b.

akan ada juga.


Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan
kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk
mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968),

c.

kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:


Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
mempunyai
penghargaan

d.

kemampuan
kepada

dan

bawahan

sumberdaya
yang

untuk

mengikuti

memberikan
arahan-arahan

pemimpinnya.
Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan
yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya

e.

Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa


pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas

f.

yang dimilikinya.
Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan
terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan
pengaruhnya

g.

karena

karakteristik

pribadinya,

reputasinya

atau

karismanya.
Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian
dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan

yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.


Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity),
sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance),
keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada
diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang
lain (communication) dalam membangun organisasi.
Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan
manajemen

(management),

kedua

konsep

tersebut

berbeda.

Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and
Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan
manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are
people who do things right and leaders are people who do the right thing, ").
Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara
tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien
mungkin.
2.

Teori Kepemimpinan
1) Teori Trait (bakat)
Teori ini menekankan bahwa setiap orang adalah pemimpin
(pemimpin dibawa sejak lahir bukan didapatkan) dan mereka mempunyai
karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik dari orang lain
( Marqus & Huston, 1998). Teori ini disebut dengan Great Man Theory.

Banyak penelitian tentang riwayat kehidupan Great Man Theory. Tetapi


menurut teori kontemporer, kepemimpinan seseorang dapat dikembangkan
bukan hanya dari pembawaan sejak lahir, dimana teori trait mengabaikan
dampak atau pengaruh dari siapa yang mengasuh, situasi dan lingkungan
lainnya.
Teori ini mengidentifikasi karakteristik umum tentang intelegensi,
personality, dan kemampuan (perilaku). Ciri-ciri pemimpin menurut teori
bakat:

Intelegensi
Pengetahuan

Personaliti / kepribadian
Adaptasi

Keputrusan

Kreatif

Kelancaran

Kooperatif

berbicara

Siap/siaga

Rasa percaya diri

Integritas

Keseimbangan emosi
dan mengontrol

Independent

Tenang

Perilaku
Kemampuan
bekerjasama

Kemampuan
interpersonal

Kemampuan
diplomasi

Partisipasi
social

Prestis

2) Teori Perilaku
Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan
pemimpin dan bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Perilaku
sering dilihat sebagai suatu rentang dari sebuah perilaku otoriter ke
demokratik atau dari fokus suatu produksi ke fokus pegawai. Menurut
Vestal (1994) teori perilaku ini dinamakan dengan gaya kepemimpinan
seorang manajer dalam suatu organisasi.
3) Teori Contigency dan situational
Teori ini menekankan bahwa manajer yang efektif adalah manajer
yang melaksanakan tugasnya dengan mengkombinasi antara factor bawaan,
perilaku dan situasi. Tannenbaum & schmid (1983) menekankan bahwa
kombinasi antara gaya kepemimpinan otoriter dan demokratik diperlukan
5

oleh manajer dimana unsur utama manajer adalah tergantung dari situasi
suatu organisasi. Yaitu kemampuan manajer, penghargaan kepada
kelompok. Fielder (1967) menegaskan bahwa gaya kepemimpinan yang
paling tepat adalah ideal dengan situasi. Dia menekankan hubungan antara
kelompok manajer dan pegawai merupakan unsur yang penting dalam
menilai sebagai manajer yang baik.
Sebaliknya Mouton dan Blake (1964) mengembangkan suatu bagan
bahwa manajer mengendalikan tentang produktivitas, tugas, orang dan
hubungannya. Fokus metode manajemen ini menekankan pada perilaku
manajer yang menekankan pada produksi dan manusia. Dalam kelompok
perlu adantya komitmen yang tinggi dalam mencapai tujuan organisasi,
kompetisi antar anggota kelompok dapat dikurangi, dan komunikasi serta
adanya kebersamaan yang dapat ditingkatkan, sehingga akan dapat dicapai
tujuan organisasi yang optimal Blake & Mouton, 1964 dikutip oleh Grant,
A.B. & Massey, V.H. (1999).
4) Teori Kontemporer ( Kepemimpinan dan Manajemen)
Teori ini menekankan terhadap 4 kompenen penting dalam suatu
pengelolaan, yaitu: 1) manajer/pemimpin, 2) staf dan atasan, 3) pekerjaan,
dan 4) lingkungan. Dia menekankan dalam melaksanakan suatu manajemen
seorang pemimpin harus mengintregrasikan keempat unsur tersebut untuk
mencapai tujuan organisasi. Teori kontemporer tersebut juga perlu didukung
oleh teori motivasi, interaksi, dan teori transformasi.
5) Teori Motivasi
Teori motivasi dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu: 1. Maslow, 2.
Aldefer, 3. Herzberg, 4. McCelland, 5. Adams, dan 6. V.Vroom. tabel 4.3
menggambarkan perbandingan beberapa teori motivasi yang diyakini dapat
membantu dalam meningkatkan kinerja dan kualitas layanan kesehatan.
Perbandingan beberapa teori motivasi berdasarkan isinya
Teori
Hierarki kebutuhan (Maslow)

Penjelasan
Fisiologis = gaji pokok
Aman = perencanaan yang regular
(gaji)
Kasih sayang = kerja sama secara tim
6

Harga diri = pencapaian posisi


2. Teori ERG (Clayton Aldefer)

Aktualisasi = tantangan dalam bekerja


E = Existence (fisiologis)
R = Relatedness (kasih sayang)
G = Growth (harga diri dan

aktualisasi)
3. Teori dua faktor (Frederich Motivators = kepuasan kerja
Herzberg)
4. Teori belajar (McClelleand)

Hygiene = lingkungan yang kondusif


Affiliation = bersahabat
Power = memerintah orang lain
Achievement = suka tantangan,
kompetisi, dan menyelesaikan masalah

secara detail.
Perbandingan beberapa teori motivasi berdasarkan prosesnya
Teori
1. Teori keadilan (Adams)
2. Teori
Paulos

harapan

Penjelasan
Berdasarkan nilai-nilai dan keadilan

terhadap karyawan.
(George Rumus:

Moheny, Jonesh, M = Job outcomes x valensis x

dan Vroom)

expektansy x instrumentality
Job outcomes: penghargaan (promosi,
kenaikan gaji, dan pengakuan)
Valenses: keinginan/ perasaan berhasil
Expektansi:

kemungkinan

berhasil

dengan kerja keras


Instrumentality:

keyakinan

akan

bethasil berdasarkan kerja keras dan


3. Teori penguatan

situasi
Stimulus/ respons/ konsekuensi

(B.F.Skinner)
4. Teori belajar

Tujuan yang harus dicapai oleh suatu

5.

organisasi.

(McClelleand)

Motivasi akan menjadi masalah apabila tiga hal tidak dapat


terpenuhi. Tiga hal tersebut adalah pembagian tugas yang tidak jelas,

hambatan dalam pelaksanaan, dan kurang atau tidak adanya penghargaan.


Masalah motivasi dan solusinya
Masalah motivasi

Potensial solusi

1. Pembagian tugas yang tidak a. Penjabaran job deskription


jelas

b. Penjabaran standard pelaksanaan


c. Tujuan

d. Umpan balik pelkasanaan


2. Hambatan dalam pelaksanaan a. Seleksi karyawan yang baik
b. Penyusunan ulang penugasan
c. Menciptakan lingkungan yang sehat
(aman dan nyaman, gaji, waktu
istirahat, peralatan yang lengkap
dll.)
3. Kurang atau tidak adanya a. Reinvorcement
penghargaan (reward)

b. Penghargaan secara adil


c. Peningkatan kualitas karyawan
d. Peningkatan

harga

diri

dan

sama

antar

pemberian peran
e. Peningkatan

kerja

karyawan dan atasan.


6) Teori Z
Teori z dikemukakan oleh Ouchi (1981). Teori ini merupakan
pengembangan dari teori Y dari McGregor dan mendukung gaya
kepemimpinan demokratis. Kompenen teori Z meliputi pengambilan
keputusan dan kesepakatan, menempatkan pegawai sesuai keahliannya,
menekankan pada keamanan pekerjaan, promosi yang lambat, dan
pendekatan yang holistic terhadap staf. Pada teori ini lebih menekankan
pada staf dibandingkan dengan kualitas produksi, sehingga di amerika teori
ini masih banyak yang diperdebatkan.
7) Teori Interaktif
Schein 1970 menekankan bahwa staf atau pegawai adalah manusia
sebagai suatu system terbuka yang selalu berinteraksi denga sekitarnya dan

berkembang secara dinamis. System tersebut dianggap suatu system yang


terbuka, jika terjadi adanya perubahan, energi, dan informasi dengan
lingkungan. Asumsi teori ini sebagai berikut:
a) Manusia memiliki karakteristik tyang sangat komplek. Mereka
mempunytai motivasi ang bervariasi dalam melakukan suatu
pekerjaan
b)

Motivasi seseorang tidak tetap, tetapi berkembang sesuai


perubahan waktu

c) Tujuan bisa berbeda pada situasi yang berbeda pula


d) Penampilan seseorang dan produktifitas dipengaruhi oleh tugas
yang harus diseleseikan, kemampuan seseorang, pengalaman, dan
motivasi.
e) Tidak ada strategi yang paling efektif bagi pemimpin dalam setiap
situasi.
Hollander (1978) mendukung teori tersebut, dimana ia menekankan
bahwa antara peran pemimpin dan staf dipengauhi oleh peran yang lainnya.
Dia menekankan bahwa pemimpin adalah sebagai proses dua arah yang
dinamis. Dia menekankan 3 dasar kompenen yang terlibat dalam perubahan
pemimpin:
a) pemimpin,

termasuk

personality

pemimpin,

persepsi

dan

kemampuan
b) staf, termasuk personality, persepsi, dan kemampuan
c) lingkungan,/ situasi dimana pemimpin dan staf berfungsi,
termasuk norma kelompok baik formal maupun informal, ukuran,
kekuatan dan cirri-ciri yang lainnya.
Menurut Holander, pemimpin yang efektif memerlukan kemampuan
untuk menggunakan proses penyelesaian masalah, mempertahankan
kelompok secara efektif, mempunyai kemampuan komunikasi yang baik,
menunjukkan kejujuran dalam memimpin, kompeten, kreatif, dan
kemampuan menengembangkan identifikasi kelompok.
3. Karakteristik Kepemimpinan

Karakter adalah istilah diambil dari bahasa Yunani yang berarti to mark
(menandai,memberi tanda), yaitu menandai prilaku seseorang. Kemudian istilah
ini banyak digunakan dalam bahasa Prancis caratere pada abad ke-14 dan
kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi character, yang akhirnya
menjadi bahasa Indonesia karakter.
Menurut Hernowo, karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal yang memang
sangat mendasar yang ada pada diri seseorang. Selanjutnya Hernowo juga
memberikan arti karakter sebagai tabiat dan akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain.
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan tadi dapat diartikan
karakter adalah sifat, watak, tabiat, budi pekerti atau akhlak yang dimiliki
seseorang yang merupakan ciri khas yang dapat membedakan perilaku, tindakan
dan perbuatan antara yang satu dengan yang lainnya.
Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip
(Stephen R. Coney) sebagai berikut:
1. Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah.
Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar.
Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber
belajar.
2. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin
dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam
memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan
yang baik.
3. Membawa energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang
positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan
orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan
baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu
yang lama dan kondisi tidak ditentukan.
4. Percaya pada orang lain

10

Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya,


sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang
baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.
5. Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi
kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah
raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara
kehidupan dunia dan akherat.

6. Melihat kehidupan sebagai tantangan


Kata tantangan sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan
berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya.
Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa
aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada
inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan
kebebasan.

7. Sinergi
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis
perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya.
Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak.
Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah
satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja
secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap
orang atasan, staf, teman sekerja.

8. Latihan mengembangkan diri sendiri


Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai
keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses.
Proses dalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang
berhubungan dengan:
a.
b.
c.
d.

Pemahaman materi
Memperluas materi melalui belajar dan pengalaman
Mengajar materi kepada orang lain
Mengaplikasikan prinsip-prinsip

11

e.
f.
g.
h.

Memonitoring hasil
Merefleksikan kepada hasil
Menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi
Pemahaman baru

i.

Kembali menjadi diri sendiri lagi.

Kepemimpinan sering diartikan dengan jabatan formal, yang justru menuntut


untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani.
Kepemimpinan seharusnya melayani Untuk dapat menjadi pemimpin dalam
keperawatan yang mampu melayani, para pemimpin keperawatan harus memiliki
3 dasar kepemimpinan yang harus dimilikinya yaitu hati yang melayani (servant
HEART), kepala atau pikiran yang melayani (servant HEAD), dan tangan yang
melayani (servant HANDS).
1. Hati yang melayani (karakter kepemimpinan)
Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri perawat.
Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan
karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke
luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter
dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima
oleh rakyat yang dipimpinnya. Tujuan paling utama seorang pemimpin dalam
keperawatan adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya.
Orientasinya

adalah

bukan

untuk

kepentingan

diri

pribadi maupun

golongannya tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya.


Seorang pemimpin keperawatan yang memiliki hati yang melayani
adalah akuntabilitas. Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung
jawab

dan

dapat

diandalkan.

Artinya

seluruh

perkataan,

pikiran

dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik atau kepada


setiap

anggota

organisasinya.

Pemimpin

yang

melayani

adalah

pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian


dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego dan
kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang
dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika
tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang
pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diridan
tidak mudah emosi.

12

2. Kepala Yang Melayani (Metoda Kepemimpinan)


Seorang pemimpin dalam keperawatan tidak cukup hanya memiliki hati
atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda
kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. . Kepemimpinan
yang efekif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya
atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya
proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi
berbagai keahlian dari orang-oarang yang ada dalam organisasi tersebut.
Bahkan dikatan bahwa nothing motivates change more powerfully than a
clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya
perubahan-perubahan dalam organisasi.
Seorang pemimpin perawat adalah inspirator perubahan dan visioner,
yaitu

memiliki

visi

yang

jelas

kemana

organisasi

akan

menuju.

Kepemimpinan dalam keperawatan secara sederhana adalah proses untuk


membawa orang-oarang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu
tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama
sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa
tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan suvivalnya
sehingga dapat bertahan sampai beberapa generasi.
Ada 2 aspek mengenai visi, yaitu visionary dan implementation role.
Artinya seorang pemimpin dalam keperawatan tidak hanya dapat membangun
atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi memiliki kemampuan untuk
mengimplementasikan visi tersebut kedalam suatu rangkaian toindakan atau
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu. Seorang pemimpin dalam
keperawatan yang efektif adalah seorang yang sangat responsive. Artinya ia
selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari
mereka yang dipimpinnya.
Selain itu, pemimpin harus selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi
dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya.
Seorang pemimpin perawata yang efektif adalah seorang pelatih atau
pendamping bagi perawat yang dipimpinnya (performence coach). Artinya ia
memiliki kemampuan untuk menginspirasi mendorong dan memampukan
anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan,
target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya),
13

melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian) dan


mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.
3. Tangan Yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan)
Sebagai pemimpin dalam keperawatan bukan sekedar memperlihatkan
karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metode
kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan
seorang pemimpin. perilaku seorang pemimpin, yaitu pemimpin dalam
keperawatan tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya,
tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan
Pencipta.

Pemimpin dalam keperawatan berfokus pada hal-hal spiritual

dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan


kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak.
Adapun yang dilakukan bukan untuk mendapatkan penghargaan, tetapi
untuk melayani sesamanya dan lebih mengutamakan hubungan atau relasi
yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan
kekuasaan semata. Pemimpin dalam keperawatan senantiasa mau belajar dan
bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan kesehatan, keuangan,
relasi, dan sebagaianya. Setiap hari senantiasa menyelaraskan dirinya
terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama.
Manager memimpin keperawatan yang dibutuhkan yaitu:
a. Mampu menginspirasi melalui antusiasme yang menular.
Manager (pemimpin) keperawatan harus dapat menunjukkan semangat dan
kesungguhan di dalam melaksanakan segenap tugas dan pekerjaanya,
kemudian ditularkan kepada semua orang dalam organisasi, sehingga mereka
pun dapat bekerja dengan penuh semangat dan besungguh-sungguh.
b. Memiliki standar etika dan integritas yang tinggi.
Penguasaan standar etika dan integritas yang tinggi oleh para manager atau
pemimpin keperawatan tidak hanya terkait dengan kepemimpinan dalam
organisasi, namun juga tidak lepas dari hakekat keperawatan itu sendiri.
Perawat sebagai anggota tim kesehatan, dalam memberi asuhan keperawatan
terhadap pasien harus dapat memberi informasi dan pelayanan. keperawatan
sudah seharusnya dipegang oleh para manajer (pemimpin) yang memiliki
standar etika dan kejujuran yang tinggi, sehingga pada gilirannya semua
orang dalam organisasi dapat memiliki standar etika dan kejujuran yang
tinggi.

14

c. Memiliki tingkat energi yang tinggi.


Untuk mengurusi pendidikan dibutuhkan energi dan motivasi yang tinggi dari
para manajer dan pemimpin keperawatan. Keperawatan membutuhkan
manajer (pemimpin) yang memiliki ketabahan, daya tahan (endurance) dan
pengorbanan yang tinggi dalam mengelola pelayanan keperawatan.
d. Memiliki keberanian dan komitmen
Saat ini pelayan keperawatan dihadapkan pada lingkungan yang selalu
berubah-ubah, yang menuntut keberanian dari para pemimpin keperawatan
untuk melakukan perubahan agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan
yang ada, selain itu keperawatan membutuhkan manajer (pemimpin) yang
memiliki komitmen tinggi terhadap pekerjaannya.
e. Memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dan bersikap nonkonvensional.
Saat ini permasalahan dan tantangan yang dihadapi keperawatan dalam
negeri sangat kompleks, sehingga menuntut cara penyelesaian yang tidak
mungkin hanya dilakukan melalui cara konvensional. Manager (pemimpin)
keperawatan yang memiliki kreatifitas tinggi akan mendorong terjadinya
berbagai inovasi dalam praktik-praktik keperawatan, baik pada tataran
manjerialnya maupun inovasi dalam praktik pembelajaran calon perawat.
f. Berorientasi pada tujuan, namun realistis
Tujuan pelayanan keperawatan berbeda dengan tujuan bidang lainnya. Oleh
karena itu seorang manajer (pemimpin) keperawatan harus memahami
tujuan-tujuan perawatan. Dibawah kepemimpinannya, segenap usaha
organisasi harus diarahkan pada pencapaian tujuan keperawatan dengan
menjalankan fungsi manajemen beserta seluruh substansinya. Pencapaian
tujuan perawatan disusun secara realistis, ekspektasi yang terjangkau oleh
organisasi, tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi.
g. Memiliki kemampuan organisasi yang tinggi
Dalam mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada, bagaimana
mengoptimalkan, sumber dana, dan lingkungan merupakan hal peting
perawatan yang harus diorganisasikan sedemikian rupa. Sehingga menuntut
kemampuan khusus dari para manajer (pemimpin) keperawatan dalam
mengorganisasikannya.
h. Mampu menyusun priorita
Begitu banyak kegiatan yang harus dilakukan dalam keperawatan sehingga
menuntut para manajer (pemimpin) perawatan dalam menyusun prioritas
akan terkait dengan efektivitas dan efisiensi keperawatan.

15

i. Mendorong kerja sama tim dan tidak mementingkan diri sendiri, upaya yang
terorganisasi
Kegiatan dan masalah keperawatan yang sangat kompleks tidak mungkin
diselesaikan secara soliter dan parsial. Manajer (pemimpin) keperawatan
harus dapat bekerjasama dengan berbagai pihak, baik yang berada dalam
lingkungan internal maupun eksternal. Demikian pula, manajer (pemimpin)
keperawatan harus dapat mendorong para bawahannya agar dapat
bekerjasama dengan membentuk team work yang kompak dan cerdas,
sekaligus dapat meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan
pribadi.
j. Memiliki kepercayaan diri dan memiliki minat tinggi akan pengetahuan.
Masalah dan tantangan keperawatan yang tidak sederhana, menuntut para
manajer (pemimpin) perawatan dapat memiliki keyakinan diri yang kuat.
Dalam arti dia meyakini bahwa dirinya memiliki kemampuan dan
kesanggupan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Ia juga memiliki
keyakinan bahwa apa yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum, sosial, moral maupun intelektual. Keyakinan diri yang kuat
bukan berarti dia lantas menjadi seseorang yang over confidence, mengarah
pada sikap arogan dan menganggap sepele orang lain. Di samping itu, sudah
sejak lama keperawatan dipandang sebagai kegiatan intelektual. Oleh karena
itu,

manajer

(pemimpin)

keperawatan

harus

dapat

menunjukkan

intelektualitas yang tinggi dengan memiliki minat yang tinggi akan


pengetahuan,

baik

pengetahuan

tentang

manajerial,

perkembangan

pendidikan bahkan pengetahuan umum lainnya.


k. Sesuai dan waspada secara mental maupun fisik.
Tugas dan pekerjaan manajerial pendidikan yang kompleks membutuhkan
kesiapan dan ketangguhan secara mental maupun fisik dari para manajer
keperawatan. Beban pekerjaan yang demikian berat dan diluar kapasitas yang
dimilikinya dapat menganggu kesehatan mental dan fisik. Agar dapat
menjalankan roda oganisasi dengan baik, seseorang Manajer (pemimpin)
perawatan harus dapat menjaga dan memelihara kesehatan fisik dan
mentalnya secara prima dan memperhatikan kesehatan mental dan fisik dari
seluruh anggota dalam organisasinya.
l. Bersikap adil dan menghargai orang lain.

16

Dalam organisasi perawatan melibatkan banyak orang yang beragam


karakteristiknya, dalam kepribadian, keyakinan, cara pandang, pengetahuan,
keterampilan, pengalaman dan sebagainya. Kesemuanya itu harus dapat
diperlakukan dan ditempatkan secara proporsional oleh manajer (pemimpin).
manajer (pemimpin) keperawatan harus memandang dan dan menjadikan
keragaman karakteristik ini sebagai sebuah kekuatan dalam organisasi, bukan
sebaliknya.
m. Menghargai kreativitas
Semua orang dalam organisasi ditumbuhkan kreatifitas. Pemikiran kreatif
biasanya berbeda dengan cara-cara berfikir pada umumnya. Dalam hal ini,
manajer (pemimpin) perawatan harus dapat mengakomodasi pemikiranpemikiran kreatif dari setiap orang dalam organisasi, yang mungkin saja
pemikiran-pemikiran itu berbeda dengan sudut pandang yang dimilikinya.
n. Menikmati pengambilan resiko
Jika memang harus berhadapan dengan sebuah kegagalan, manajer
(pemimpin) perawatan harus tetap dapat menunjukkan tanggung jawabnya,
tanpa harus mencari kambing hitam dari kegagalan tersebut. Selanjutnya
belajar dari pengalaman kegagalan tersebut untuk perbaikan pada masa-masa
yang akan datang.
o. Menyusun pertumbuhan jangka panjang
Kegiatan perawatan bukanlah kegiatan sesaat, tetapi memiliki dimensi waktu
yang jauh ke depan. Seorang manajer (pemimpin) perawatan memang
dituntut untuk membuktikan hasil-hasil kerja yang telah dicapai pada masa
kepemimpinannya, tetapi juga harus dapat memberikan landasan yang kokoh
bagi perkembangan organisasi, jauh ke depan setelah dia menyelesaikan masa
jabatannya.
p. Terbuka terhadap tantangan dan pertanyaan.
Menjadi manajer (pemimpin) perawatan berarti dia akan dihadapkan pada
sejumlah tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi, merentang dari
yang sifatnya ringan hingga sangat berat sekali. Semua itu bukan untuk
dihindari atau ditunda-tunda tetapi untuk diselesaikan secara tuntas.
q. Tidak takut untuk menantang dan mempertanyakan
seorang manajer (pemimpin) perawatan harus memiliki keberanian untuk
memunculkan tantangan dan permasalahan baru, yang mencerminkan inovasi
dalam organisasi untuk kemajuan organisasi. Dengan demikian, menjadi
manajer (pemimpin) keperawatan tidak hanya sekedar melaksanakan rutinitas
17

dan standar pekerjaan baku tetapi memunculkan pula sesuatu yang inovatif
untuk kemajuan organisasi.
r. Mendorong pemahaman yang mendalam untuk banyak orang
Kegiatan perawatan menuntut setiap orang dalam organisasi dapat memahami
tujuan, isi dan strategi yang hendak dikembangkan dalam organisasi. Manajer
(pemimpin) perawatan berkewajiban memastikan bahwa setiap orang dalam
organisasi dapat memahaminya secara jelas, sehingga setiap orang dapat
memamahi peran, tanggung jawab dan kontribusinya masing-masing dalam
organisasi
s. Terbuka terhadap ide-ide dan pandangan baru
Keperawatan harus melahirkan berbagai inovasi yang tidak hanya dibutuhkan
untuk kepentingan keperawatan tetapi juga kepentingan diluar keperawatan.
Untuk dapat melahirkan inovasi, manajer (pemimpin) perawatan harus
terbuka dengan ide-ide dan pandangan baru, baik yang datang dari internal
maupun eksternal, terutama ide dan pandangan yang bersumber dari para
pengguna jasa (customer) keperawatan.
t. Mengakui kesalahan dan beradaptasi untuk berubah
Jika melakukan suatu kesalahan, seorang manajer (pemimpin) perawatan
harus memiliki keberanian untuk mengakui kesalahannya tanpa harus
mengorbankan pihak lain atau mencari kambing hitam. Lakukan evaluasi dan
perbaikilah kesalahan pada masa-masa yang akan datang. Jika memang yang
dilakukan sangat fatal, baik secara moral, sosial maupun yuridis atau justru ia
terlalu sering melakukan kesalahan mungkin yang terbaik adalah adanya
kesadaran diri bahwa sesungguhnya ia tidak cocok dengan tugas dan
pekerjaan yang dikembangkannya. Dan itulah pilihan terbaik bagi dirinya dan
organisasi. Karena kepemimpinan berupa achievement bukan gift maka perlu
dipersiapkan perawat untuk menjadi pemimpin

Criteria karakteristik yang harus dimiliki pemimpin


Intelegensi
Pengetahuan

Kepribadian
Mampu beradaptasi

Kemampuan
Mampu bekerja sama
Keterampilan
18

Berkeyakinan

Kreatif

interpersonal

Pengambil keputusan

Kooperatif

Bijaksana

Cakap dalam
berbicara

Cepat tanggap

Mampu berdiplomasi

Percaya diri

Terhormat

Memiliki intergritas
diri

Berpartisipasi secara sosial

Emosi seimbang dan


terkontrol
Modern
Mandiri
4.

Gaya Kepemimpinan
Menurut William H.Newman (1968) dalam Miftah Thoha (2003;262)

kepemimpinan adalah kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang lain atau seni
memengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal
yang perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan
atau tatakrama brirokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan
seseorang menunjukkan kemampuannya memengaruhi perilaku orang lain kearah
tercapainnya suatu tujuan tertentu.
Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan
tingkah laku dari seorang pemimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk
suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini
sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995).
Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti
yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya
kepemimpinan.
Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada
dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri,
bawahan, serta situasi dimana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.
Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan
proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan
(p) bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai

19

K = f (p,b,s).
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat
memengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum
yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan
dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap
pimpinan mempunyai keterampilan yang berdeda, seperti keterampilan teknis,
manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok
orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap
saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna
mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang
sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada
para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpin dituntut untuk memilih
bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan
yang kondusif, dimana seorang pemimpin berusaha pada saat-saat tertentu
memengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam
rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan
pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada
saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian,
ketiga unsur yang memengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan,
bawahan, dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya,
dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
Menurut para ahli, terdapat beberapa gaya kepemimpinan yang dapat
diterapkan dalam suatu organisasi, antara lain sebagai berikut:
1) Gaya kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt.
Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan
melalui dua titik ekstrim yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan
kepemimpinan berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh
faktor manajer, faktor karyawan, dan faktor situasi. Jika pemimpin
memandang bahwa kepemimpinan organisasi harus didahulukan jika
dibandingkan dengan kepentingan individu, maka pemimpin akan lebih
ototriter, akan tetapi jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik
20

dan menginginkan partisispasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya


partisipasinya.
2) Gaya Kepemimpinan Menurut Literatur Lain
a.

Otokratis
Tipe

Otokratis

merupakan

tipe-tipe

kepemimpinan

yang

mencirikan kekuasaan yang tertinggi yang mengandalkan kepada


kekuasaan dan pemaksaan. Tipe ini jelas membuat bawahan hanya
mengikuti segala sesuatu yang telah ditetapkan tanpa mampu untuk
memberikan sebuah pendapat atau ide-ide. Sehingga bisa menimbulkan
adanya kekacauan yang akan terjadi suatu saat dimana para bawahan
mengalami suatu kejenuhan dalam mengikuti peraturan yang ada.
Contohnya : adanya keadaan dimana terjadinya pengambilan kekuasaan
secara paksa atau biasa disebut kudeta yang dilakukan oleh para
pengikut/bawahannya. Tipe Otokratis ini tidak cocok untuk masa
medern seperti sekarang ini, karena perkembangan zaman yang ada
membuat

orang-orang

pendapat/komentar

maka

bebas
dari

dan
itu

mudah

dibutuhkan

mengeluarkan
suatu

tipe-tipe

kepemimpinan yang mampu menampung aspirasi dan ide-ide baru yang


ada.
Ciri-ciri tipe gaya kepemimpinan Otokratis
a)
b)
c)
d)
e)
f)

b.

Organisasi adalah milik pribadi


Tujuan pribadi identik dengan tujuan organisasi
Bawahan sebagai alat semata
Tidak bisa menerima saran dan kritik
Bergantung pada kekuasaan formal
Pendekatan paksaan dan ancaman

Militeristis
Ciri-ciri tipe gaya kepemimpinan Militeristik

c.

a) Perintah sebagai alat utama


b) Orientasi pada pangkat dan jabatan
c) Senang pada formalitas yang berlebihan
d) Disiplin dan patuh kepada atasan
e) Tidak mau menerima kritik
Fathernalistis
21

Tipe dengan cara memimpin yang membuat para bawahannya


terlihat seperti orang yang belum dewasa. Sehingga menyebabkan para
bawahan tidak bisa mengembangkan diri serta mengeluarkan ide-ide
yang baru. Tipe ini hampir mirip dengan tipe otokratis yaitu para
bawahan tidak bisa berkembang dan mengeluarkan ide-ide baru, tetapi
otokratis memimpin dengan kekuasaan dan pemaksaan sedangkan pada
tipe Fathernalistik pemimpin selalu bertindak sebagai bapak dan
memberikan perlindungan kepada bawahannya.
Ciri-ciri tipe gaya kepemimpinan Fathernalistik

d.

a) Bawahan dianggap kurang dewasa


b) Bersikap terlalu melindungi bawahan
c) Jarang melimpahkan wewenang ke bawahan
d) Tidak memberi kesempatan inisiatif dan kreatif
e) Menganggap dirinya paling tahu
Karismatis
Ciri-ciri tipe gaya kepemimpinan Karismatik
a) Pemimpin yang mempunyai daya tarik yang besar, sehingga
pengikutnya banyak
b) Kekayaan, umur, profil pendidikan tidak dapat digunakan

e.

sebagai kriteria pemimpin yang karismatik.


Demokratis
Ciri-ciri tipe gaya kepemimpinan Demokratis
a) Melihat bawahan selalu bertitik tolak bawah manusia itu
adalah mahluk yang termulia di dunia
b) Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi
dengan kepentingan organisasi
c) Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik
bawahannya
d) Memberikan pendidikan kepada bawahan agar jangan berbuat
kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisiatif
dan prakarsa dari bawahan
e) Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
f) Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya
g) Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin.

22

Tipe-tipe kepemimpinan ini mungkin yang mendekati yang


sempurna. Para bawahan dibebaskan untuk berperan aktif dalam
kegiatan organisasi, memberikan ide dan saran. Serta ikut dalam
pengambilan keputusan. Namun dalam hal ini kekurangan pada tipe
demokratis adalah dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan
keputusan bersifat terbuka terkadang menimbulkan pro dan kontra.
Sifat terbuka ini terkadang membuat orang-orang yang terlibat
dalamnya menjadi was-was sehingga timbul untuk menutupi,
memanipulasi dan melakukan penyelewengan, Cotohnya korupsi.
5.

Kepemimpinan Efektif
A. Pengertian Kepemimpinan Efekti
Berbagai

pendapat

para

ahli

mendefinisikan

perngertian

Kepemimpinan Efektif dengan analisa dari sudut pandang yang berbeda,


antara lain sebagai berikut.
1.

Hadari Namawi dan Martin H;


Kepemimpinan Efektif adalah

kepemimpinan

yang

mampu

menggerakan anggotanya untuk mencapai tujuan kelompok atau


organisasi.
2.

H. Malayu S.P Hasibuan;


Mengemukakan bahwa seseorang pemimpin dikatakan sukses atau
efektif dalam kepemimpinannya, jika;
a. Berhasil merealisasikan program perusahaan dengan baik.
b. Berhasil mencapai tujuan (target) perusahaan.
c. Berhasil meningkatkan daya guna dan hasil guna dari sumber daya
6M.
d. Berhasil mendorong semangat kerja, partisipasi, dan loyalitas
karyawan.
e. Berhasil meningkatkan kepuasan karyawannya.
f. Berhasil membeni dan meningkatkan kedisiplinan serta kecakapan
karyawannya.
g. Berhasil menciptakan

hubungan-hubungan

internal

maupun

eksternal perusahaan dengan baik.


h. Berhasil menciptakan lingkungan kerja, keamanan dan ketenangan
kerja bawahan.
i. Dapat menciptakan kaderisasi pimpinan perusahaan.

23

j. Dapat memenuhi pimpinan kewajiban-kewajiabn perusahaan


terhadap konsumen, karyawan dan pemerintah.
k. Perusahaan beroperasi sesuai izin usahanya.
l. Dapat menghindari pencemaran lingkungan perusahaan.
m. Dapat membantu kebijakan perekonomian nasional.
Kesimpulannya, seseorang pemimpin dikatakan suses atau efektif
dalam kepemimpinannya, jika kontinuitas perusahaan terjamin dan
3.

semua pihak yang terkait memperoleh kepuasan.


R.I Khan;
Menyatakan bahwa seorang pemimpin dikatakan

melakukan

kepemimpinan dengan baik atau efektif, jika :


a. Dapat memberikan kepuasaan terhadap kebutuhan langsung para
bawahannya.
b. Menyusun jalan pencapaian tujuan sebagai pedoman untuk
mengerjakan pekerjaan.
c. Menghilangkan hambatan-hambatan pencapaian tujuan.
d. Mengubah tujuan karyawan sehingga tujuan mereka dapat berguna
4.

secara organisatoris.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dikemukaan beberapa
pengertian kpemimpinan efektif yang mudah dipahami sebagai berikut:
a. Kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan yang mampu
memperngaruhi perilaku anggota dan sumber daya secara dan
efisien kearah pencapaian tujuan.
b. Kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan yang mampu
menggerakan, memberdayakan, dan megarahkan anggota dan
sumber daya secara efektif dan efisien kearah pencapaian tujuan.
c. Kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan yang berorientasi
pada efektivitas pencapain sasarn dan efisiensi penggunaan sumber
daya untuk pencapain tujuan.

B.

Efektifitas Kepemimpinan
Sejumlah variabel atau faktor-faktor kepribadian dan situasional
mempengaruhi efektifitas kepemimpinan dalam pencapain tujuan.
1. Anthony G. Athos dan Robert E. Coffey :
Efektivitas kepemimpinan tergantung pada; (1) pemimpin, (2) pengikut,
(3) situasi, dan (4) antar hubungan diantara mereka.
2. Gibson dan Stephen Robbins;

24

Kepemimpinan efektif bergantung pada sejumlah variabel, misalnya


kultur organisasi, sifat dan tugas, aktivitas kerja dan nilai serta
pengalaman manajerial. Tak satupun ciri yang

berlaku sama untuk

semua pemimpin yang efektif, tidak satupun gaya yang efektif dalam
semua situasi.
Factor- factor lain antara lain adalah sebagai berikut:
a. Kepribadian, pengalaman masa lampau dan harapan pemimpin
Manager yang berhasil banyak dibuktikan dari pribadi yang
memenuhi, pengalaman yang bermanfaat serta harapan yang
merupakan visi dari perjuangannya. Dari kepribadian, pengalaman
dan harapan akan sangat mempengaruhi gaya yang diperlukan dalam
mencapai keberhasilan.
b. Harapan dan perilaku atasan
Gaya kepemimpinan yang disetujui atsan manager sangat penting
dalam penentuan orientasi yang akan dipilih manager. Contoh;
seorang

atasan

kadang-kadang

nyata

menyukai

gaya

yang

berorientasi pada tugas, maka manager harus menyukainya.


c. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan
Bawahan memainvan peran penting dalam mempengaruhi gaya
kepemimpinan manager karena merek atau bawahan sebagai orang
yang diperlukan untuk mempengaruhi.
d. Persyaratan tugas
Persyaratan dalam bentuk cara kerja

bagi

bawahan

akan

mempengaruhi gaya kepemimpinan, misalnya; pekerjaan yang


memerlukan intruksi yang tepat seperti penerapan atau pemberian
data dalam bentuk dat akomputer menuntut suatau gaya yang lebih
berorientasi pada tugas.
e. Kultur dan kebijakan organisasi
Kultur organisasi membentuk perilaku pemimpin dan harapan
bawahan. Kebijakan organisasi juga dapat mempengaruhi gaya
kepemimpinan. Contoh; dalam organisasi dimana iklim dan
kebijakan mendorong tanggung jawab ketat untuk pengeluaran dan
hasil.
f. Harapan dan perilaku rekan
Rekan manager adalah kelompok referensi yang penting. Manager
membina persahabatan dengan rekan dalam organisasi dan

25

meperoleh

masukan

yang

bermanfaat

dapat

mempengaruhi

efektivitas tindakan manager.

C.

Aspek- Aspek Kepribadian Pemimpin Efektif


Handari Nawami dan M. Martini mengemukakan bahwa proses
kepemimpinan berlangsung efektif bilamana kepribadian pemimpin
memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Mencintai kebenaran dan beriman pada Tuhan Yang Maha Esa.


Dapat dipercaya dan mampu mempercaai orang lain.
Mampu bekerja sama dengan orang lain.
Ahli dibidangnya dan berpandangan luas didasari oleh kecerdasan

(intelligence).
5. Senang bergaul, ramah tamah, suka menolong dan memberikan petunjuk
serta terbuka pada kritik orang lain.
6. Memiliki semangat untuk maju, pengabdian dan kesetian yang tinggi
serta kreatif dan penuh inisiatif.
7. Bertanggung jawab dalam mengambil

keputusan,

konsekuensi,

berdisiplin dan bijaksana.


8. Aktif memelihara kesehatan jasmani dan rohani
9. Gandrung pada reformasi dan perubahan.
D.

Meningkatkan Kualitas Kepemimpinan Efektif


Beberapa usaha untuk meningkatkan kualitas vepemimpinan efektif
antara lain sebagai berikut :
1. Berpikir efektif dalam menetapkan keputusan
Inti kepemimpinan adalah penetapan keputusan (decision maing) dan
hubungan manusia (human relationship). Dalam hal ini pemimpin
harus mampu menampilkan kualitas berfikir yang tinggi, sebagai
gambaran bahwa prosesnya berlangsung kritis, logis, rasional, keartif
dan produktif. Pemimpin harus selalu berusaha meningkatkat
kemampuan berfikir yang mencermikan kaya akan gagasan dan
inisiatif dalam penetapan keputusan secara objektif dengan cepat, tepat
dan akurat.
2. Mengkomunikasikan hasil berfikir

26

Hasil berfikir yang diterjemahkan menjadi gagasan, prakasa, inisiatif,


kreativitas, pendapat, saran, perintah dan sebagainya perlu diketahui
orang lain khususnya anggota organisasi. Dengan demivian hasil
berfikir itu harus dikomunikasikan agar dapat berfungsi untuk
menggerakan anggota organisasi. Mengkomunikasikan hasil befikiir
dapat dilakukan dengan lisan, tertulis dan perilaku atau tindakan nyata.
3. Meningkatkan partisipasi dalam pemecahan masalah
Meningkatkan partisipasi merupakan kemampuan mewujudkan dan
membina kerjasama yang pada dasarnya mampu memotivasi dan
memanfaatkan peran serta anggota organisasi. Dalam hal ini pemimpin
juga harus selalu siap menerima kegiatan-kegiatan pembaharuan
yangbersumber dari partisipasi anggota. Partisipasi berupa gagasan,
pendapat, ide, kreatifitas dan inisiatif biasanya dating dari generasi
muda yang bersifat dinamis cenderung idealis dan menatap masa
depan dengan harapan dan cita-cita. Sedangkan patisipasi anggota
generasi

tua

berupa

pengendlian

perubahan,

perbaikan

dan

penyempurnaan kegiatan organisa yang berasal dari idealisme generasi


muda dilingkungannya.
4. Menggali dan meningkatkan kreativitas
Dilihat dari sudut kepemimpinan kreativitas sebagai kemampuan
melihat sesuatu dari prespektif baru atau kemampuan mental
menciptakan

kombinasi

baru,

kemampuan

menghayalkan

dan

memikirkan sesuatu susunan benduk yang berbeda dari sebelumnya


dan kemampuan menyusun konsepsinya sebagai penerapan yang baru.
5. Menetapkan perubahan
Mengelola perubahan untuk merangsang perubahan yang statis dan
mengendalikan perubahan

yang destruktif dan selanjutnya untuk

menciptakan perubahan yang konstruktif dimana kinerja menjadi lebih


baik.
6. Menciptakan konflik
Mengelola konflik utuk merangsang konflik yang rendah dan menekan
konflik yang tinggi dan selanjutnya memciptaan konflik yang optimal,
dimana produktifitas menjadi meningkat.

27

E.

Kinerja Kepemimpinan Efektif


Kinerja kepemimpinan efektif idealnya dapat berhasil mecapai
organisasi secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan atau diproyeksikan.
1. Kinerja kepemimpinan efektif menunjukkan indikator yang utama
natara lain sebagai berikut :
a. Produktifitas organisasi meningkat.
b. Kepuasan kerja karyawan atau pengikut tinggi.
c. Kontribusi nilai tambah bagi lingkungan berkembang.
2. Kinerja kepemimpinan efektif sangat dipengaruhi oleh kekuatankekuatan baik internal maupun eksternal, yang terhimpun melalui
efektivitas dan efisiensi seperti terlihat sebagai berikut :
a. Efektivitas tinggi
menghasilkan kinerja tinggi
Efisiensi tinggi
b. Efektivitas rendah
menghasilkan kinerja rendah
Efisiensi rendah

6. Paradigma Kepemimpinan Transformasional dan Transsaksional


Paradigma ini memandang kepemimpinan sebagai suatu penguatan bersama
dari pengikut oleh pemimpin transaksional atau pergerakan pengikut melebihi
kepentingan pribadi mereka demi kebaikan kelompok, organisasi, atau masyarakat
oleh pemimpin transformasional. Kepemimpinan ini tidak menggantikan konsep
kepemimpinan sebagai pertukaran penguatan oleh pemimpin yang bersama
dengan kinerja pengikut, dia menambahkan peran dari pemimpin transaksional
dalam memperluas dan mengangkat motivasi, pemahaman, kematangan dan rasa
penghargaan terhadap diri sendiri dari pengikut. (Bass 1997)
Pemimpin dengan kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan
yang memiliki visi ke depan dan mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan
serta mampu mentransformasi perubahan tersebut ke dalam organisasi,
memelopori perubahan dan memberikan motivasi dan inspirasi kepada individuindividu karyawan untuk kreatif dan inovatif, serta membangun team work yang
solid, membawa pembaharuan dalam etos kerja kinerja manajemen, berani dan
bertanggung jawab memimpin dan mengendalikan organisasi.
Konsep kepemimpinan transformasional

mengintegrasikan ide-ide yang

dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi. Menurut Burns


(1978) untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model
28

kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model


kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada
otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada
hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang
perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping
itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian
tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggung
jawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem
pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns
menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional

pada hakekatnya

menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk


melakukan tanggung jawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin
transformasional

harus

mampu

mendefinisikan, mengkomunikasikan dan

mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui


kredibilitas pemimpinnya. Pemimpin

transformasional merupakan pemimpin

yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa
organisasi

mencapai

tujuannya.

Pemimpin

transformasional

juga

harus

mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan organisasi yang


realistik menstimulasi bawahan dengan cara

yang intelektual, dan menaruh

parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya serta


mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa
yang mereka butuhkan. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy
and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai
efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu.
Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu
membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan
mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness
through Transformational Leadership", Bass dan Avolio (1994) mengemukakan
bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang
disebutnya sebagai "the Four I's".

29

1. Dimensi idealized influence

(pengaruh ideal). Dimensi ini

digambarkan

sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi,


menghormati dan sekaligus mempercayainya.
2. Dimensi inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini,
pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu
mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan,
mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan
mampu

menggugah spirit tim dalam

entusiasme dan optimisme.


3. Dimensi intellectual stimulation

organisasi melalui penumbuhan

(stimulasi

intelektual).

Pemimpin

transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan


solusi yang kreatif

terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi

bawahan, dan memberikan motivasi kepada


pendekatan-pendekatan

yang

baru

dalam

bawahan untuk mencari


melaksanakan

tugas-tugas

organisasi.
4. Dimensi individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi
ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang
mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan
secara khusus mau

memperhatikan kebutuhan-kebutuhan

bawahan akan

pengembangan karir.
Bryman (1992) menyebut kepemimpinan

transformasional sebagai

kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan

Butchatsky

(1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership).


Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai
kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap
individu-individu maupun organisasi dengan jalan:

memperbaiki kembali

(reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan


organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses
dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang
menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk
merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin
dilaksanakan.

30

Rees (2001) menyatakan paradigma baru kepemimpinan transformasional


mengangkat tujuh prinsip menciptakan kepemimpinan yang sinergis, yakni:
1. Simplifikasi, yakni keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah
visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta
keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu saja
transformasional yang dapat menjawab Ke mana kita akan melangkah?
menjadi hal pertama yang penting untuk kita implementasikan
2. Motivasi, yakni kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap orang
yang terlibat terhadap visi sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu
dilakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat menciptakan suatu
sinergis di dalam organisasi, berarti seharusnya dia dapat mengoptimalkan,
memotivasi dan memberi energi kepada setiap pengikutnya. Praktisnya dapat
saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul menantang serta
memberikan peluang bagi mereka pula untuk terlibat suatu proses kreatif,
memberikan usulan mengambil keputusan dalam pemecahan masalah, hal ini
akan memberikan nilai tambah bagi mereka sendiri
3. Fasilitasi, yakni dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
memfasilitasi pembelajaran yang terjadi di dalam organisasi secara
kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada
semakin bertambahnya modal intelektual dari setiap orang yang terlibat di
dalamnya
4. Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung jawab
melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan
dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang efektif dan
efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan
seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Dalam kasus
tertentu, pemimpin transformasional harus sigap merespons perubahan tanpa
mengorbankan rasa percaya dan tim kerja yang sudah dibangun
5. Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk melengkapi
dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam mencapai visi
dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan pengikut
yang penuh dengan tanggung jawab
6. Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka
sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif

31

7. Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat untuk
menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu perlu pula
didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta
komitmen.
Teori kepemimpinan transaksional
Kepemimpinan transaksional menekankan pentingnya hubungan antara
pemimpin dan pengikut, berfokus pada keadaan saling menguntungkan, teori ini
bersumber dari bentuk 'kontrak' di mana pemimpin memberikan hal-hal seperti
penghargaan atau pengakuan sebagai imbalan atas komitmen atau kesetiaan para
pengikut. Kepemimpinan transaksional secara teori terdiri dari tiga faktor-faktor
berikut:
a. Penghargaan kepemimpinan Kontinjensi (yaitu, transaksi konstruktif)
mengacu pada perilaku pemimpin berfokus pada klarifikasi peran dan
persyaratan tugas, menyediakan pengikut dengan bahan atau imbalan
psikologis bergantung pada pemenuhan kewajiban kontraktual
b. Manajemen dengan pengecualian aktif (yaitu, transaksi korektif aktif)
mengacu pada kewaspadaan aktif seorang pemimpin yang tujuannya untuk
memastikan bahwa standar dipenuhi; dan
c. Manajemen dengan pengecualian pasif (yaitu, transaksi korektif pasif)
pemimpin hanya intervensi setelah pelanggaran telah terjadi atau ketika
kesalahan telah terjadi.
Dalam

kepemimpinan

transaksional,

hubungan

pemimpin-pengikut

didasarkan pada rangkaian pertukaran atau tawar menawar antar pemimpin dan
pengikut. Bass (1985) membedakan dua factor yang menyusun dasar dari tingkat
aktivitas pemimpin dan sifat alami interaksi dengan bawahan. Kepemimpinan
cotingent reward ( penghargaan bersama) merupakan pertukaran yang aktif dan
positif antara pemimpin dan pengikut dimana bawahan diberi penghargaan atas
penyelesaian suatu tujuan yang sudah disepakati bersama. Pemimpin juga bisa
bertransaksi dengan memfokuskan pada kesalahan, keputusan yang tertunda, atau
meghindari campur tangan sampai sesuatu yang salah terjadi, yang biasa disebut
sebagai management by exception. Management by exception secara lebih jauh
dibedakan sebagai suatu transaksi yang aktif atau pasif antara bawahan dan
pemimpin (Howell and Avolio 1993) dalam bentuk aktif, pemimpin secara

32

berkesinambungan memonitor kinerja bawahan untuk mengantisipasi kesalahan


sebelum terjadi suatu masalah dan secara tepat mengambil tindakan korektif bila
diperlukan, secara aktif mencari permasalahan dan penyimpangan dari apa yang
diharapkan; namun dalam manajemen, pemimpin campur tangan dalam bentuk
kritik dan memperbaiki hanya setelah terjadi kesalahan dengan pemimpin
menunggu sampai tugas diselesaikan sebelum diketahui adanya masalah dan
kemudian baru memberitahukan kesalahan tersebut kepada bawahannya.
Perbedaan antara kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat
diidentifikasi yakni, bahwa inti teori kepemimpinan transaksional terutama
menjelaskan hubungan antara atasan dan bawahan berupa proses transaksi dan
pertukaran (exchanges process) yang bersifat politis, ekonomis, sementara teori
kepemimpinan transformasional pada hakikatnya menjelaskan proses hubungan
antara atasan/pimpinan dan bawahan/rakyat yang belandasakan pada nilai2,
keyakinan2, dan asumsi mengenai visi dan misi bangsa dan negara.
B.

Konsep Penyelesaian Masalah

1.

Definisi Penyelesaian Masalah


Penyelesaian Masalah boleh didefinisikan sebagai satu proses kognitif di

mana maklumat digunakan sebagai usaha mencari cara-cara yang sesuai bagi
mencapai sesuatu matlamat.
Torrence (1973), mendefinisikan penyelesaian masalah sebagai:
Proses seseorang itu menjadi peka terhadap masalah dan ini melibatkan
seseorang individu itu coba mencari penyelesaian membuat andaian,
mengubahhidup, dan akhirnya melaporkan silannya
Masalah yang senang memerlukan penyelesaian yang mengandungi langkahlangkah yang tidak kompleks. Individu menerima semua maklumat yang
dikehendaki untuk menyelesaikan masalah sama ada dalam bentuk lisan atau
tulisan dalam arahan yang diberi kepadanya. Masalah yang senang mempunyai
penyelesaian yang spesifik dan seseorang individu mudah mengetahui sama ada
penyelesaian itu betul atau salah. Tetapi bagi masalah yang rumit, ia memerlukan
penakulan dan analisis yang logik.
Ahli psikologi menyatakan bahawa manusia sedang mempelajari sesuatu
apabila berusaha menyelesaikan masalah. Ini adalah disebabkan di dalam proses
33

penyelesaian masalah individu akan mencari kesimpulan tentang sesuatu perkara,


mengaplikasi masalah dengan cara yang paling mudah, mempelajari undangundang menyelesaikan masalah dan mencipta beberapa atau cadangan untuk
penyelesaian masalah. Proses ini menjadikan manusia semakin matang (Anderson
1993).
Secara umumnya penyelesaian masalah dapat dibagi menjadi 5 tahap
menggunakan akronim IDEAL untuk menyelesaikan masalah yaitu seperti di
bawah:
I

: Mengenalpasti masalah / Identify the problem

:Takrifkan dan gambarkan masalah / Define the represent the problem/

:Strategi menjelajah yang munasabah /Define possible strategies

:Membuat strategi tindakan / Act on the strategies/

:Lihat kembali dan menilai keberkesanan tindakan anda.


Langkah pertama ialah mengenal pasti kewujudan masalah. Seterusnya

menjelajah penyelesaian masalah yang munasabah. Melakukan tindakan dan


langkah yang terakhir ialah melihat kembali dan menilai keberkesanan tindakan
tersebut.
Penyelesaian Masalah dari Perpektif Edward Lee Thorndike (18741949)
Teori Thorndike ini adalah yang terawal pernah dilakukan dan dikaitkan
dengan perkaitan rangsangan dan tindakan. Singkatan teori ini disebut sebagai SR yaitu Stimulus (simulasi) dan Rangsangan (Response). Hubungan antara R-S ini
pula dihasilkan melalui beberapa hukum iaitu Hukum Kesediaan, Hukum Kesan
dan Hukum Latihan.
Hukum Kesediaan yang dicadangkan di dalam bukunya The Original
Nature of Man(Thorndike 1913) terbagi kepada tiga bagian yaitu:
a. Apabila sesuatu itu bersedia bertindak, beliau akan berpuashati.
b. Apabila sesuatu bersedia untuk bertindak, tidak melakukanya akan kecewa.
c. Apabila sesuatu itu tidak bersedia bertindak, dipaksa bertindak, ianya akan
mengecewakannya.
Contohnya, seekor kucing perlu menyiapkan dirinya, kukunya dan cara
mengintip sebelum ia melompat bagi menangkap sekor tikus. Kucing itu
mengatur serta menyusun segala gerak-gerinya untuk menangkap tikus.

34

Hukum Kesan lebih merujuk ikatan rangsangan dan gerak balas akan
bertambah kukuh jika terdapat kesan yang memuaskan (ganjaran) selepas sesuatu
gerak balas yang dihasilkan. Ganjaran ini boleh dari aspek fizikal, mental, emosi
ataupun sosial. Selain itu, ikatan akan menjadi lemah sekiranya gerakbalas diikuti
oleh sesuatu yang tidakmenyenangkan (hukuman).
Hukum kesan menyatakan bahwa apabila sesuatu rangkaian di antara
rangsangan dan gerak balas telah dibuat, dan hal ini diikuti pula dengan keadaan
yang memuaskan, maka rangkaian tersebut akan diteguhkan. Jika sekiranya
rangkaian di antara rangsangan(R) dan gerak balas (S) diikuti pula dengan
keadaan yanga menyakitkan, maka rangkaian tersebut akan dilemahkan. Dengan
kata lain, mengikuti hukum ini, jika sesuatu itu perlu dipelajari, sesuatu ganjaran
mesti disajikan untuk tingkah laku yang diingini, dan sebaliknya jika sesuatu itu
perlu dielakkan, maka dendaan mesti mengikuti gerak balas yang tidak diingini
itu. Contohnya, jika gerak balas diikuti dengan rasa puas hati, kekuatan hubungan
itu meningkat. Sekiranya gerak balas diikuti dengan rasa kecewa, kekuatan
hubungan itu menurun. Peneguhan atau pengukuhan di sini ialah peningkatan
kebarangkalian bahawa respon itu akan berlaku. Sekiranya, rangsangan berlaku,
gerak balas juga akan berlaku. (Anita E. Woolfook, 1995)
Contoh, apabila seseorang kanak-kanak mengucapkan selamat pagi
kepada gurunya, dia dibalas dengan senyuman dan ucapan yang sama.
Pengalaman yang dialami oleh kanak-kanak itu adalah menyenangkan. Tingkah
laku tersebut diulangi. Sebaliknya, kalau guru tidak mengendahkan amalan yang
bersopan itu kanak-kanak berkenaan mungkin tidak akan mengulangi amalan itu
ketika berhadapan dengan guru.
Hukum Latihan merujuk perkaitan antara rangsangan dan gerak balas
bertambah kukuh jika terdapat latihan.Hukum latihan menyatakan bahawa sesuatu
rangsangan akanditeguhkan dengan penggunaan, dan akan dilemahkan tanpa
penggunaan. Penggunaan latihan yang dimaksudkan melibatkan ganjaran yang
berterusan.Mengikut hukum ini, latihan ini tanpa ganjaran tidak bermakna.
Pengulangan tanpa ganjaran tidak mengakibatkan pembelajaran.Thorndike
merumuskan bahawa latihan itu bukan bermakna ulangan sebaliknya membawa
keadaan yang memuaskan untuk membawa prestasi yang betul.

35

Hukum Latihan di dalam teori Thorndike terbagi kepada dua bagian yaitu:
a. Hubungan antara rangsangan dan gerakbalas diperkukuhkan semasa ia
digunakan. Hanya dengan melatih hubungan antara rangsangan dan gerak
balas, menegahkan lagi kedua-duanya. Ini namakan Hukum Gunaan (Law
of Use)
b. Hubungan antara situasi dan gerak balas adalah lemah, bila latihannya
dihentikan. Ia dinamakan hukum Ketidakgunaan (Law of Disuse)
Peneguhan atau pengukuhan di sini ialah peningkatan kebarangkalian bahwa
respon itu akan berlaku. Sekiranya rangsangan berlaku, gerak balas juga
akan berlaku (Anita E. Woolfook, 1995).
Hukum kesan merujuk kepada pengukuhan atau kelemahan pada hubungan
rangsangan dan gerak balas. Hubungan S R juga dapat ditimbulkan atau
didorong melalui latihan yang berulang-ulang. Ini bermakna hubungan S-R akan
lemah jika tidak berlaku berlatih yang berulang-ulang, kerana kegunaan R
terhadap suatu S akan sering berkaitan. Tetapi dari segi terminologi yang moden,
sekiranya rangsangan menghasilkan gerak balas yang kemudiannya dikukuhkan,
hubungan S-R (Stimulus-Respone) dikukuhkan atau dikuatkan, sekiranya sesuatu
rangsangan itu menghasilkan gerakbalas yang membawa kepada hukuman,
hubungan S-R dilemahkan
Penyelesaian Masalah Dari Perspekif John Dewey
Dewey amat tertarik dengan reformasi dalam bidang teori dan praaktis
dalam pendidikan. Dewey menguji prinsip-prinsip pendidikannya di makmal
eksperimen di Dewey School yang ditubuhkan oleh Universiti Chicago pada
1896. Prinsip-prinsip ini menekankan pembelajaran melalui aktiviti berjenis-jenis
daripada kurikulum formal dan Dewey menentang kaedah autoritarian yang mana
Dewey yakin bahwa kaedah tersebut tidak memberikan penyediaan yang realisitik
dalam kehidupan masyarakat demokratik. Dewey merasakan bahwa pendidikan
bukan saja hanya menyediakan untuk masa depan pelajar tetapi kehidupan yang
penuh dalam diri pelajar itu sendiri. Kajian dan tulisannya adalah bertanggung
jawab ke atas kepada perubahan pedagogi yang drastik. Dewey menentang kaedah
autoritarian, ia tidak menganjur atau membela kekurangan kawalan dan
bimbingan. Dewey mengkritik pendidikan yang menekankan pelajar menjadi
sibuk. Selain itu, Dewey menekankan pratikal, striving untuk menunjukkan
36

bagaimana idea falsafah boleh digunakan dalam kehidupan harian. Proses


pemikiran, falsafahnya adalah tindakan rancangan untuk menyelesaikan masalah.
Contohnya, seseorang yang ingin belajar berenang, tidak perlu diajar pebagai
teori, sebaliknya mereka wajar diajar di kolam renang dan belajar renang. Justru
itu, mudah bagi mereka untuk menguasai kemampuan berenang itu. Dalam
penyelesaian masalah, Dewey telah mengemukakan satu model yang dinamakan
Penyelesaian Masalah, Enam Langkah Dewey iaitu seperti berikut:
1) Langkah Pertama :Mengenal pasti masalah Pendapat individu dikemukan
kepada ahli kumpulan secara jujur dan asertif. Walaupun Pendapat individu
berbeda dengan anda, pendapat ahli-ahli kumpulan diterima.
2) Langkah Kedua: Penyelesaian Masalah Apabila dikemukaan penyelesaian
am tidak boleh bimbang untuk mengambil risiko dan hendaklah
menggunakan kreativiti masing-masing.
3) Langkah Ketiga: Satu penyelesaian diterima sebulat suara Penyelesaian itu
dibawa ke hadapan murid-murid.
2. Pengetahuan Pakar Dalam Penyelesaian Masalah
Kajian dibuat secara teliti tentang prestasi penyelesaian masalah di kalangan
pakar menunjukkan pengetahuan memainkan peranan penting dalam proses
penyelesaian maslah. Di samping memiliki pengetahuan khusus, di atur cara
paling berkesan dalam ingatan jangka panjang bagi memudahkan ingatan kembali
(Greeno dan Simon , 1980) Penemuan kajian masa kini semakin jelas
menunjukkan semua tugas penyelesaian masalah dibuat berasaskan pengetahuan.
Sebarang tindakan dalam keadaan masalah dan pengetahuan calon penyelesaian
berpotensi. Bagi memahami peranan pengetahuan dalam penyelesaian masalah,
perhatikan bagaimana peguam mengemukakan hujah di mahkamah, muitu
pergerakan pemain (jaguh master) dalam pertandingan catur atau bagaimana
pengatur cara komputer menulis alogritma. Golongan professional tersebut tidak
menggunakan strategi cara matlamat atau analogi bagi menyelesaikan masalah
domain masing-masing.Peguam, pemain jaguh dan pengatur cara komputer adalah
pakar yang domain masingmasing, dalam arti kata lain, mereka telah beberapa
tahun mengamal kemahiran khusus. Secara umum pengetahuan pakar sesuatu
domain boleh dibagikan kepada dua jenis yaitu:

37

a. Pengetahuan pernyataan
b. Pengetahuan prosedural
3. Meningkatkan Keupayaan dalam Penyelesaian Masalah
Terdapat beberapa jenis pemikiran yang boleh digunakan di dalam
penyelesaian masalah iaitu seperti:
1.
2.
3.
4.
5.

Pemikiran Kreatif
Pemikiran Divergen
Pemikiran Logik
Pemikiran kritis
Pemikiran Konvergen

C. Pengambilan Keputusan
Pengertian pengambilan keputusan

1.

Pengambilan keputusamn merupakan proses kognitif yang kompleks dan


sering di definisikan sebagai suatu upaya memutuskan serangkaian tindakan
tertentu. Definisi lain pengambilan keputusan adalah menentukan atau
menetapkan (Webster,1991). Perubahan situasi dan kondisi yang sangat cepat
menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam manajemen. Hal tersebut
mendorong pimpinan untuk mampu membuat suatu keputusan dalam waktu yang
cepat dan tepat.
Kualitas suatu keputusan merupakan pencerminan dari cara berpikir, karena
itulah, berpikir dalam hubungannya dengan pengambilan keputusan dan
penyelesaian masalah harus diusahakan semaksimal mungki, agar tidak
menghasilkan keputusan yang tidak efektif dan tidak efisien. (Belcher 2000)
menekankan bahwa keterampilan berfikir kritis seorang menajer dapat di
tingkatkan dengan memberi tugas kepada peserta didik untuk menganalisis studi
kasus manejemen. Ia berpendapat bahwa berfikit kritis yang baik memiliki efek
positif terhadap kualitas pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah oleh
menajer.
Pengambilan keputusan adalah tugas terpenting dari semua tugas yang
membentuk fungsi kepemimpinan manajerial, dapat dikatakan bahwa pembuatan
keputusan adalah inti proses manajemen, karena suatu keputusan diperlukan untuk

38

mendorong tindakan-tindakan yang berarti, baik oleh manajemen itu sendiri


maupun bawahannya.
Sebelum mengambil suatu keputusan diperlukan informasi-informasi
pendukung, misalnya informasi mengenai:
-

Laporan anggaran
Laporan sensus pasien
Catatan medis
Catatan personil pegawai
Lapora numlah waktu sakit pegawai, dan
Waktu libur

Hal tersebut diperlukan untuk memutuskan sasaran keperawatan, standar


keperawatan, prioritas keperawatan, serta aktivitas manajemen, keputusan oleh
manajer perawat cukup sulit dilakukan karena hasil keperawatan memiliki
kepentingan dalam memengaruhi hidup dan mati pasien.
Pengambilan keputusan adalah proses kognitif yang tidak tergesa-gesa,
suatu rangkaian tahapan yang dianalisis, diperlukan, dan dipatuhkan. Dan pada
akhirnya, dihasilkan ketepatan serta ketelitian dalam menyelesaikan masalah.
2. Jenis Keputusan
Manajer keperawatan membuat beberapa jenis keputusan, jenis keputusan
yang dipakai disesuaikan dengan kebutuhan. Berikut ini akan diuraikan beberapa
jenis keputusan, diantaranya:
1. Keputusan strategis, yaitu keputusan yang dibuat oleh eksekutif tertinggi,
sehingga mendatangkan sumber daya berharga untuk mencapai tujuan
jangka panjang (kesejahteraan unit kerja).
2. Keputusan administratif, yaitu keputusan yang dibuat manajer tingkat
menengah dalam menyelesaikan masalah yang tidak biasa dalam
mengembangkan teknik inovatif untuk perbaikan jalannya kelembagaan.
3. Keputusan operasional, yaitu keputusan rutin yang mengatur peristiwa
harian yang dibuat sesuai dengan aturan kelembagaan, peraturan-peraturan,
petunjuk dan lain sebagainya.
Selain itu, berdasarkan situasi yang mendorong dihasilkannya suatu
keputusan, keputusan dibagi menjadi dua macam, yaitu:

39

a) Keputusan terprogram, yaitu keputusan yang diperlukan dalam situasi


menghadapi

masalah.

Masalah

yang

biasa

dan

yang

terstruktur

memunculkan kebijakan keseimbangan dan peraturan untuk membingbing


pemecahan peristiwa yang sama. Misalnya, keputusan tentang cuti hamil.
b) Keputusan yang tidak terprogram, yaitu keputusan kreatif yang tidak
terstruktur dan bersifat baru, yang dibuat untuk menangani situasi tertentu.
Misalnya, keputusan yang berkaitan dengan pasien.
Keputusan manajemen juga dapat dibedakan menjadi dua model
berdasarkan proses pembuatan keputusan, diantaranya:
1) Keputusan model normatif atau model ideal memerlukan proses sistematis
dalam pemilihan satu alternatif dan beberapa alternatif, perlu waktu yang
cukup untuk mengenal dan menyukai pilihan yang ada.
2) Keputusan model deskriptif (pendekatan, lebih pragmatis) berdasarkan pada
pengamatan dalam membuat keputusan yang memuaskan ataupun yang
terbaik.
3. Aspek Kelompok Dalam Pengambilan Keputusan
Ada perbedaan antara keputusan bersama kelompok dan keputusan
kelompok. Dalam pengambilan keputusan bersama kelompok, kelompok
sepenuhnya
menetapkan

berpartisipasi

dalam

mengambil

keputusan,

kecuali

dalam

keputusan akhir. Sedangkan dalam pengambilan keputusan

kelompok, kelompok sepenuhnya ikut menentukan dalam pengambilan keputusan


akhir. Keputusan yang diambil berdasarkan keputusan kelompok akan dihadapkan
pada situasi dilema, diman keputusan itu bisa mencerminkan perpaduan semua
pengalaman dan kearifan. Hal tersebut juga menimbulkan keadaan saling
mempersalah kan bila terjadi kegagalan akibat pelaksanaan keputusan tersebut.
Beberapa keuntungan dan kerugian dalam pengambilan keputusan kelompok
adalah sebagai berikut:
1. Keuntungan
a) Terdapat informasi dan pengalaman yang lebih banyak sebagai masukan
untuk mengambil keputusan.
b) Situasi dan masalah dilihat dari berbagai sudut pengetahuan dan
pengalaman oleh setiap individu yang mempunyai berbagai keahlian.
c) Akan didapat suatu pengertian yang mendalam dalam mengambil
tidakan, dengan mempertimbangkan berbagai alternatif rasionalitas.
d) Hasil akhir dari keputusan merupakan hasil bersama.
40

e) Merupakan tempat pelatihan bagi anggota kelompok yang belum


berpengalaman.
2. Kerugian
a) Dapat terjadi tekanan sosial sehingga melumpuhkan anggota kelompok
yang kreatif dalam memberikan sumbangan pikiran.
b) Kehendak dan permainan politik dari sebagian anggota kelompok yang
mempunyai kepentingan pribadi dapat mengubah cara pikir yang sehat.
c) Kadang-kadang kegiatan kelompok berkurang karena didominasi oleh
sekelompok kecil anggota yang berbicara keras dan banyak.
d) Dapat terjadi adu argumentasi, sehingga pertimbangan yang kurang
utama menjadi utama.
e) Ada kalanya karena kelompok bawahan bersifat kohesif, timbul hasrat
untuk melanggar pertimbangan yang sehat pada waktu mengembangkan
dan mengevaluasi tindakan alternatif.
4. Gaya Pengambilan Keputusan
Terdapat beberapa gaya pengambilan keputusan, diantaranya:
a. Gaya pengambilan keputusan menurut Vroom dan Yetton
Gaya pengambilan keputusan Vroom dan Yetton mengindikasikan
seberapa besar kemungkinan bagi bawahan untuk dapat diikutsertakan
dalam pengambilan keputusan. Menurut para pengikut teori hubungan antara
manusia, semakin besar peran serta para bawahan dalam ikut mengambil
keputusan, semakin besar hasil akhir yang dapat dic apai. Penelitian dan
pengalaman praktis telah memperlihatkan nbahwa peran serta bawahan
dalam situasi yang lain. Oleh sebab itu, manajer yang akan menentukan
pengambilan keputusan perlu terlebih dahulu mengajukan dua pertanyaan:
a) Dalam

situasi

bangaimana

perlu

mengikutsertakam

atau

tidak

mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan?


b) Bagaimana cara terbaik mengikutsertakan atau tidak mengikutsertakan
bawahan dalam pengambilan keputusan?
Untuk mendapatkan jawaban yang tepat, Victor H. Vroom dan Philip W.
Yetton (kemudian diperbaiki oleh Yetton dan Jago) mengembangkan suatu
model dengan asumsi bahwa salah satu diantara lima gaya pengambilan
keputusan dapat diterapkan dalam suatu situasi tertentu.

41

Gaya pengambilan keputusan dapat dilihat pada tabel berikut:


Gaya pengambilan

Deskripsi

Tingkat

keputusan
Autokratik 1 (A1)

partisipasi
Pemimpin mengambil keputusan sendiri

bawahan
Tidak ada

dengan mengunakan informasi yang


Autokratik 2 (A2)

dimilikinya
Pemimpin mendapatkan informasi yang

Sedikit

diperlukan dari bawahan, kemudian


mengambil keputusan sendiri. Bawahan
bisa diberitahu atau tidak diberitahu
mengenai tujuan dari pertanyaan yang
Konsultatif 1 (C1)

diajukan kepadanya.
Pemimpin memberitahukan

masalah

Kurang

kepada bawahan dan mendengarkan


gagasannya

secara

Setelah

pemimpin

itu

sendiri-sendiri.
mengambil

keputusan sendiri. Keputusan ini bisa


mencerminkan
Konsutatif 2 (C2)

pandangan

bawahan-bawahannya.
Pemimpin memberitahukan
kepada

bawahanya

dari
masalah

dalam

Sedang

rapat

kelompok dan mendengarkan gagasangagasan.

Setelah

mengambil
Keputusan
Partisipasi Grup (GP)

itu

pemimpin

keputusan

sendiri.

ini

bisa

mencerminkan

pandangan dari bawahan-bawahannya.


Pemimpin memberitahukan masalah
kepada
kelompok,

bawahanya
dan

dalam

rapat

memimpin

serta

Tinggi

mengarahkan rapat agar mencapai suatu


keputusan akhir yang diterima oleh
semua pihak. Namun, pemimpin tidak

42

berusaha untuk memengaruhi maupun


memaksakan keinginnnya agar menuju
pada suatu keputusan tertentu.
Dengan menggunakan model Vroom-Yetton-Jago yang sederhana dan
praktis, manajer dapat menentukan sejauh mana masukan bawahan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
situasi.
1. Gaya alternatif dalam pengambilan keputusan dalam kelompok
Suatu langkah tertentu dalam proses pemecahan masalah adalah
dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan cara atau metode
tertentu. Satu metode belum berarti lebih baik dari pada metode lain,
tergantung situasi yang dihadapi
Tiap metode memiliki kegunaan masing-masing, tergantung
kelompoknya. Lama waktu yang tersedia bagi setiap metode juga akan
mempunyai pengaruh tertentu bagi kelompok.
Terdapat enam jenis kelompok atau tipe pengambilan keputusan
sebagai berikut:
a) Pengambilan keputusan yang kurang tanggap
Metode ini banyak digunakan, tetapi sekaligus merupakan metode
yang biasanya kurang diperhatikan. Seseorang mengetengahkan
suatu saran sebelum diskusi dimulai, orang lain mengusulkan
gagasan lain, prosesnya berulang sendiri sehingga akhirnya
kelompok memperoleh beberapa gagasan. Semua gagasan telah
menjadi keputusan bersama, tanpa pertimbangan dan tanpa tertulis.
Sering terjadi dalam konferensi dimana terdapat saran atau gagasan
yang tidak pernah dipertimbangkan atau didiskusikan.
b) Pengambilan keputusan dengan cara otomatis
Metode ini efisien jika pimpinan sidang atau rapat mendengarkan
secara seksama gagasan para anggotanya. Gagasan dikemukakan,
didiskusinkan, dan setelah pimpinan mendengarkanya dengan
cukup, ia telah memiliki informasi yang berguna memiliki
informasi yang berguna untuk membuat suatu keputusan bijaksana
dengan segera. Walaupun demikian, metode ini sering di anggap,
sebagai metode yang mempunyai partisipasi dari anggota

43

kelompok yang kurang, dan keinginan untuk melaksanakan


keputusan yang kurang pula.
c) Pengambilan keputusan minoritas
Hal ini terjadi jika satu atau dua anggota kelompok dapat
mengatasi anggota kelompok yang lain. Penyebabnya adalah baik
pengetahuan ataupun keahlian lebih menonjol atau karena orang
tersebut dalam situasi posisi otoritas.
d) Keputusan mayoritas
Ini merupakan metode yang dikenal banyak orang. Pemungutan
suara diadakan dari suatu mayoritas yang menentukanya.
Kelemahan metode ini adalah bahwa pemungutan suara cenderung
mengarah pada pembentukan kualisi, sehingga dapat timbul adanya
minoritas yang dikalahkan, walaupun sebenarnya gagasan mereka
kadang-kadang lebih baik dari yang dimiliki mayoritas.
e) Pengambilan keputusan dengan konsensus
Metode ini paling efektif, tetapi paling banyak menyita waktu
karena keputusanya dibuat tidak dengan suara bulat, melainkan
memeberikan kesempatan pada semua anggota kelompok untuk
menyumbangkan gagasanya terhadap keputusan yang akan
diambil.
f) Pengambilan keputusan dengan suara bulat
Bentuk yang paling ideal, tetapi paling sulit diperoleh. Keputusan
terjadi jika semua anggota kelompok setuju dengan keputusan yang
telah dipilih.
5. Proses Penyelesaian Masalah Tradisional
Model penyelesaian masalah tradisional di gunakan secara luas dan mungkin
model paling di kenal. Pengambilan keputusan terjadi pada langkah ke-5
1. Identifikasi masalah
2. Kumpulkqn data untuk menganalisis penyebab dan konsekuensi masalah
3.
4.
5.
6.
7.

tersebut
Gali alternatif solusi
Evaluasi alternatif tersebut
Pilih solusi yang sesuai
Implementasikan solusi
Evaluasi hasilnya

44

Meskipun proses penyelesaian masalah tradisional model yang efektif,


kelemahannya terletak pada waktu yang dibutuhkan untuk pengimplementasian
yang tepat.
6. Proses Pengambilan Keputusan Manajerial
Model pengambilan keputusan manajerial,yang merupakan modifikasi
model tradisional, menutupi kelemahan model tradisional dengan menambahkan
langkah penyusunan tujuan.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tetapkan tujuan
Cari alternatif
Evaluasi alternatif
Pilih
Implementasikan
Lakukan tindak lanjut dan pengendalian
Perbandingan antara pengambilan keputusan dan proses keperawatan

dapat terlihat dalam tabel berikut ini:


Proses Pengambilan Keputusan
Pengumpulan data

Proses Keperawatan
Pengkajian:
Pengumpulan data

Identifikasi masalah

Interpretasi
Diagnosa keperawatan

Perencanaan

Perencanaan

Penentuan tujuan

Penentuan tujuan

Identifikasi solusi
Implementasi

Rencana tindakan
Implementasi

Evaluasi dan revisi proses

Evaluasi dan modifikasi

7. Langkah-langkah

Kritis

Dalam

Penyelesaian

Masalah

Dan

Pengambilan Keputusan
Langkah-langkah berikut dianggap krusial dalam proses penyelesaian
masalah dan sering kali mengakibatkan buruknya kualitas keputusan, diantaranya:
1. Tetapkan tujuan
Pengambilan keputusan sering melangkah ke proses penyelesaian
masalah tanpa menentukan tujuannya terlebih dahulu. Bahkan, saatn
keputusan harus diambil dengan cepat, masih ada waktu untuk berpikir
dan melihat lagi pada tujuan keputusan. Jika tujuan keputusan kurang

45

jelas atau jika tujuan tidak konsisten dengan pernyataan filosofi individu
atau organisasi, kemugkinan keputusan berkualitas buruk.
2. Kumpulkan data secara cermat
Pengumpulan data dimulai dengan mengidentifikasi masalah atau
kesempatan untuk mengambil keputusan dan berlanjut ke proses
penyelesaian masalah. Pengumpulan data selalu melibatkan orang, dan
tidak ada instrumen atau mekanisme yang luput dari kesalahan.
3. Membuat banyak alternatif
Definisi pengambilan keputusan mengimplikasikan sedikitnya dua pilihan
dalam setiap keputusan. Beberapa teknik dapat membantu membuat lebih
banyak alternatif dari beberapa pemikiran orang lain. Curah pendapat
(brainstorming) adalah teknik lain yang dapat digunakan. Tujuannya,
memikirkan semua kemungkinan alternatif, meskipun alternatif tersebut
diluar target.
4. Berpikir logis
Selama proses penyelesaian masalah, seseorang harus menarik inferensi
(simpulan) informasi. Inferensi adalah bagian berpikir deduktif. Orang
harus mempertimbangkan informasi dan alternative secara cermat.
Kesalahan berlogika pada titik ini akan mengarahkan pada kualitas
keputusan yang buruk. Orang berpikir secara tidak logis terutama dalam
tiga cara, yaitu:
a) Terlalu menganalisis, tipe berpikir illegal ini jika seseorang percaya
bahwa karena A memiliki karakteristik khusus, setiap A lainya juga
memiliki karakteristik yang sama. Contoh berpikir ini adalah jika
pernyataan stereotip digunakan untuk menguatkan argument dan
keputusan.
b) Afirmasi konsekuensi, pada tipe berpikir tidak logis ini, seseorang
memutuskan bahwa jika B adalah baik dan ia melakukan A, kemudian
A mesti tidak baik. Sebagai contoh, jika metode baru dapat dijadikan
cara terbaik utuk melaksanakan prosedur keperawatan dan perawat di
unit anda tidak menggunakan teknik tersebut, adalah tidak logis
menyatakan bahwa teknik yang saat ini digunakan di unit anda salah
atau buruk.
c) Beragumen dengan analogi, Pemikiran ini menggunakan komponen
yang ada dalam dua konsep yang terpisah dan kemudian menyatakan

46

bahwa karena A ada dalam B, kemudian A dan B serupa dalam segala


hal. Sebagai contoh, karena intuisi berperan dalam keperawatan klinis
dan manajerial, setiap karakteristik yang melekat pada perawat klinis
yang baik juga akan dimiliki oleh perawat manajer yang baik. Namun,
hal ini tidak selalu benar, perawat manajer yang baik tidak otomatis
memiliki keterampilan klinis yang sama dengan perawat klinis yang
baik.

5. Memilih dan bertindak secara cepat dan efektif


Mengumpulkan informasi yang adekuat, berpikir logis, memilih di antara
banyak alternative, dan memahami pengaruh nilai-nilai individu tidaklah
cukup. Dalam analisis akhir, seseorang harus bertindak.banyak orang
menjadi rentan pada titik akhir dalam proses penyelesaian masalah dan
memilih untuk menunda bertindak karena mereka kurang berani untuk
menghadapi konsekuensi pilihan yang mereka ambil. Contohnya, jika
menjamin semua permintaan karyawan untuk libur, para manajer harus
menerima konsekuensi keputusannya dengan berkurangnya staf. Hal ini
dapat membantu mengngatkan pengambilan keputusan yang lalai bahwa
keputusan-nya tidak sekeras batu, meskipun sering menimbulkan
konsekuensi jangka panjang dan dampak yang sulit diatasi.keputusan
yang tidak efektif atau tidak tepat sering kali dapat diganti. Dengan
mengevaluasi

keputusan,

manajer

dpat

belajar

banyak

tentang

kemampuan mereka dan dimana letak kesalahan penyelesaian masalah


yang lalu. Namun, keputusan harus terus dibuat, meskipun beberapa
kurang berkualitas. Melalui pengambilan keputusan yang terus menerus,
individu dapat meningkatkan keterampilan dalam mengambil keputusan.
8. Pengambilan Keputusan Yang Rasional Dan Administrative
Selama beberapa tahun, telah diyakini bahwa sebagian besar keputusan
manajerial diambil melalui proses berpikir yang cermat, ilmiah dan objektif dan
manajer mengambil keputusan dengan cara yang rasional. Pada akhir tahun 1940an, Herbert A.Simon menyatakan bahwa sebagaian besar keputusan yang diambil
oleh manajer tidak sesuai dengan tujuan teori rasionalitas. Simon (1965)

47

menyatakan ada dua tipe pengambilan keputusan manajemen: manusia ekonomi


dan manusia administrative.
Manajer dapat menjadi seorang pengambil keputusan yang berhasil bila ia
berusaha mengambil keputusan yang rasional. Karena menyadari bahwa
keterbatasan pengetahuan dan alternative memengaruhi kualitas keputusan secara
langsung manajer ini mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dan membuat
banyak alternative. Simon percaya bahwa model manusia ekonomi adalah suatu
deskripsi yang tidak realistis dalam pengambilan keputusan organisasi.
Kompleksitas dalam mendapatkan informasi menyebabkan otak manusia tidak
mungkin menyimpan dan mempertahankan sejumlah informasi yang ada untuk
setiap keputusan.

Perbandingan Manusia Ekonomi dan Manusia Administratif


(Diambil dari Simon, 1965)
Manusia Ekonomi

Manusia Administratif

1. Membuat keputusan dengan cara 1.


2.
yang rasional.
2. Mengetahui pasti atas masalah atau
3.
situasi keputusan.
3. Memiliki daftar kemungkinan

Membuat keputusan cukup baik.


Karena mustahil untuk mengetahui

alternatif yang lengkap.


4. Memiliki sistem rasional yang

tidak

secara pasti pengetahuan yang ada.


Karena konsekuensi alternatif terjadi
pada masa yang akan datang, alternatif
mungkin

diprediksi

secara

akurat.
mendasari alternatif.
4. Selalu memilih beberapa lternatif,
5. Memilih keputusan yang dapat
tidak semuanya.
memaksimalkan fungsi kegunaan. 5. Keputusan akhir adalah memuaskan,
bukan memaksimalkan.

9. Teknik Pengambilan Keputusan Manajemen


Beberapa tekni pengambilan keputusan manajemen, diantaranya:
1. Alat pengambil keputusan kuantitatif
Beberapa penulis manajemen menyebutkan alat bantu pengambilan
keputusan manajemen sebagai model, yang lainnya menyebut alat. Hanya
perlu diingat bbahwa banyak alat bantu pengambilan keputusan selalu

48

menuntut manajer mengambil keputusan akhir dan semua alat bantu adalah
subjek human error (kesalahan manusia). Diantara alat yang dijadikan
sebagai pengambil keputusan yaitu:
a) Matriks keputusan
Suatu matriks keputusan memungkinkan seseorang secara visual
mengkaji altrnatif dan membandingkan setiap alternatif dengan criteria
yang sama. Meskipun banyak kriteria yang sama digunakan untuk
menganalisis setiap alternatif. Jika banyak alternative telah dibuat atau
kelompok atau komite berkolaborasi untuk membuat keputusan, matriks
ini secara khusus membantu proses tersebut. Manajer unit atau komite
staf keperawatan dapat mengevaluasi semua alternatif yang tersedia
dengan menggunakan matriks keputusan. Setiap alternatif dievaluasi
dengan menggunakan kriteria yang sama. Dengan cara ini, kriteria yang
lebih penting akan lebih dipertimbangkan dibandingkan yang lainnya.
Untuk melakukan ini, biasanya diperlukan penentuan sejumlah nilai
untuk setiap kriteria. Setiap alternatif yang dipertimbangkan hasilnya
disajikan dalam bentuk nilai numerik.
b) Table pembiayaan (Pay-off Tables)
Alat bantu keputusan yang termasuk kategori ini memiliki hubungan
biaya-keuntungan-beban (cost-benefit-volume) dan sangat membantu rel
pengembalian keputusan saat tersedianya data kuantitatif, seperti
biayabarang

atau

penggunaan

data

yang

diramalkan.

Untuk

menggunakan table pembiayaan, individu harus menentukan probabilitas


dan menggunakan data hostoris, seperti sensus rumah sakit atau laporan
sejumlah pelaksanaan prosedur operasional.
c) Pohon Keputusan (Decision Tree)
Karena keputusan sering dikaitkan dengan hasil kejadian lain, analis
manajemen telah mengembangkan pohon keputusan. Pernah digunakan
sebagai alur keputusan lembur, pohon keputusan memungkinkan
visualisasi berbagai hasil.
d) Teknik Evaluasi Program dan Kajian Ulang
Teknik evaluasi dan kajian program (program evaluation and
techhniquel PERT) merupakan alat yang popular untuk menentukan
waktu yang tepat dalam mengambil keputusan. Alat ini di kembangkan
oleh organisasi Booz-Allen-Hamilton dan angkatan Bersenjata AS dalam

49

hubungannya dengan program Polaris missile. PERT pada dasarnya


adalah suatu alur diagram (flowchart) yang memprediksi waktu
terjadinya situasi tertentu dan tindakan yang harus dilaksanakan jika
situasi yang akhirnya terjadi.
2. Memilih Gaya Pengambilan Keputusan
Selain teknik pengambilan keputusan kuantitatif, analis manajemen telah
mengembangkan model yang membantu para manajer memilih gaya
pengambilan keputusan yang benar. Manajer dapat menjadi autocrat dalam
mengambil keputusan dengan sedikit atau tidak mendapat masukan dari
orang lain atau dapat menjadi demokratik dengan pola dan menggunkan
metode yang sama, bukan melihat pada situasi khusus, kemudian
menyimpulkan tipe pengambilan keputusan yang dibutuhkan. Vroom dan
Yetton (1973) mengembangkan suatu pendekatan yang berguna dalam
memilih

gaya

pengambilan

keputusan

yang

sesuai.

Mereka

mengidentifikasi lima metode pengambilan keputusan yang telah


disebutkan di awal.Vroom (1979) mengidentifikasi tujuh variabel situasi
yang menentukan satu dari kelima gaya pengambilan keputusan yang
sesuai dengan suatu situasi, diantaranya:
a) Aturan informasi, jika kualitas keputusan adalah hal penting dan
pemimpin tidak memiliki informasi atau keahlian yang cukup untuk
menyelesaikan masalahnya.
b) Aturan kesesuaian tujuan, jika kualitas keputusan adalah hal penting dan
bawahan tidak mengacu pada tujuan organisasi dalam menyelesaikan
masalah.
c) Aturan masalah tidak terstruktur , jika kualitas keputusan adalah hal
penting, pemimpin kekurangan informasi atau keahlian yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah sendiri, dan masalah tidak terstruktur
(manajer tidak mengetahui pasti informasi yang dibutuhkan dan
sumbernya), diperlukan metode yang tepat. Metode yang digunakan
bukan hanya sebagai alat untuk mengumpulkan informasi, tetapi juga
secara efisien dan efektif. Metode yang mencakup interaksi diantara
semua bawahannya dengan pemahaman penuh terhadap permasalahan
yang adacenderung efisien dan menghasilkan solusi kualitas tinggi.

50

d) Aturan

penerimaan,

jika

penerimaan

keputusan

oleh

bawahan

merupakan hal yang sangat penting untuk implementasi yang efektif dan
suatu keputusan dari pimpinan autokratik belum tentu diterima.
e) Aturan konflik, jika penerimaan keputusan merupakan hal yang sangat
penting, keputusan autokratik belumtentu dapat diterima, dan bawahan
mungkin mengalami konflik atau tidak setuju dengan solusi yang ada.
f) Aturan keadilan, jika kualitas keputusan tidak dipentingkan dan
penerimaan sangat penting tetapi belum tentu dihasilkan dari keputusan
autokratik.
g) Aturan prioritas penerimaan, jika penerimaan sangat penting meskipun
belum tentu dihasilkan dari suatu keputusan autokratik, dan bawahan
dapat dipercaya.
Pada studi lain, Vroom dan rekan (1976) menggambarkan pohon
keputusan yang dapat membantu para manajer memutuskan gaya
pengambilan keputusan yang akan digunakan. Vroom dan Jago (1988)
menyatakan bahwa model ini mampu secara lebih efektif mengatasi
kompleksitas dalam situasi yang mendesak dibanding teori Y McGregor
atau managerial drid Blake dan Mouton disertai perhitungan matematis saat
merevisi model tersebut pada tahun 1980-an. Selain itu, model yang telah
dimodifikasi keefektifan tersebut penggunaan efektif digunakan dalam
menyelesaikan masalah pengambilan keputusan individu dibandingkan
keputusan kelompok. Namun, model terdahulu tidak rumit untuk
digunakan, terutama para manajer pemula sebagai pedoman untuk
menentukan gaya pengambilan keputusan yang tepat dalam kelompok.

51

BAB III
IDENTIFIKASI MASALAH
A. Kasus Triger II
Perawat Maryam adalah perawat baru Di Rsu Dr.Ibnu Sina, Ia pindahan dari
Rs Pertamina Jakarta, Karena mengikuti suami. Ia lulusan Ners dan sudah bekerja
Di Rs Pertamina 12 tahun. Direktur Rs Ibnu Sina mengetahui jika perawat
Mariyam seorang kepala ruangan yang telah berhasil membawa perubahan Di Rs
Pertamina, Oleh sebab itu direktur memberikan kepercayaan kepada perawat
Mariyam untuk mengantikan perawat Zulaikhah untuk menjadi kepala ruangan
bedah Rs Ibnu Sina, karena berdasarkan analisis direktur, ruangan tersebut perlu
perubahan yang lebih baik dan berwawasan kedepan.
B. Identifikasi Teori Kepemimpinan.
Pada kasus ini termasuk dalam Teori Perilaku yang menggunakan gaya
kepemimpinan menurut Tannembau dan Warrant H.schmitdt. hal ini dapat dilihat
bahwa gaya kepemimpinan tersebut melalui dua titik ekstrim yaitu kepemimpinan
berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus pada bawahan. Jika pemimpin
memandang bahwa kepentingan organisasi harus di dahulukan jika di bandingkan
dengan kepentingan individu, maka pemimpin akan lebih otoriter, akan tetapi jika
bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik dan menginginkan partisipasi,
maka pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasinya.
C. Karakteristik Kepemimpinan.
Karakteristik dari direktur tersebut yaitu:
Intelegensi

Kepribadian

Kemampuan

Pengetahuan

Mampu beradaptasi

Mampu bekerja sama

Berkeyakinan

Kreatif

Pengambil
keputusan

Kooperatif

Keterampilan
interpersonal

Cakap dalam
berbicara

Cepat tanggap
Percaya diri
Memiliki intergritas

Bijaksana
Mampu berdiplomasi
Terhormat

52

diri

Berpartisipasi secara sosial

Emosi seimbang dan


terkontrol
Modern
Mandiri
D. Gaya kepemimpinan.
Hal ini dapat dilihat bahwa direktur pada kasus tersebut menggunakan gaya
kepemimpinan menurut Likert salah satunya yaitu Sistem Benevolent-Otoritatif
(Authoritative). Pengertian gaya kepemimpinan ini pemimpin mempercayai
bawahan sampai pada tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau
hukuman tetapi tidak selalu, dan membolehkan komunikasi keatas. Pemimpin
memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam
pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
E. Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional.
Menurut kelompok kami dalam kasus tersebut direktur masuk dalam
kepemimpinan transformasional dimana direktur tersebut memiliki kepercayaan
diri yang kuat untuk mampu menciptakan lingkungan sinergis yang mempercepat
perubahan. Kepemimpinan transformasional sendiri adalah kepemimpinan yang
memiliki visi ke depan dan mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan serta
mampu mentransformasi perubahan tersebut ke dalam organisasi. Hal ini dapat
kita lihat dari keputusan direktur yang berani menunjuk perawat mariyam
menggantikan perawat zulaiha sebagai kepala ruangan dengan harapan
kemampuan perawat maryam yang berhassil membawa perubahan di rumah sakit
pertamina dapat membawa perubahan yang lebih baik bagi ruangan di RSU Dr.
Ibnu Sina. Selain itu alasan tersebut menggambarkan visi dari direktur, sedangkan
visi merupakan inti kepemimpinan transformasional. Visi mengisyaratkan
kemampuan menggambarkan keadaan masa depan menjelaskannya pada orang
lain sehingga mereka mengetahuinya. Menyamakan visi baru memberi energy
yang diperlukan untuk menggerakkan unit organisasi menuju masa depan.

53

Untuk lebih jelasnya dapat kita badingakan Pemimpin transaksional dan


Pemimpin transformasional
Pemimpin transaksional
Berfokus pada tugas manajemen

Pemimpin transformasional
Mengidentifikasi
nilai
yang

seorang pengurus

umum

menggunakan pertukaran (trade offs) Berkomitmen


untuk mencapai tujuan

Menginspirasi orang lain dengan

nilai bersama tidak diidentifikasi

visi

mengkaji penyebab

Memiliki visi jangka panjang

menggunakan hadiah kontingensi

Melihat efek
Memberdayakan orang lain

f. Mengidentifikasi Kepemimpinan Efektif.


Menurut Hadari Namawi dan Martin H. Kepemimpinan Efektif adalah
kepemimpinan yang mampu menggerakan anggotanya untuk mencapai tujuan
kelompok atau organisasi. Oleh sebab itu direktur memberikan kepercayaan
kepada perawat Mariyam untuk mengantikan perawat Zulaikhah untuk menjadi
kepala ruangan bedah Rs Ibnu Sina, karena berdasarkan analisis direktur, ruangan
tersebut perlu perubahan yang lebih baik dan berwawasan kedepan.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

54

Keperawatan adalah profesi yang terus mengalami perubahan, fungsinya


lebih luas, baik sebagai pelaksana asuhan, pengelola, ahli, pendidik, maupun
peneliti keperawatan. Melihat fungsinya yang luas bagaimana tersebut di atas,
maka perawat profesional harus dipersiapkan dengan mendapatkan pengetahuan
dan ketrampilan tentang kepemimpinan. Pemimpin keperawatan dibutuhkan baik
sebagai pelaksana asuhan keperawatan, pendidik, manajer, ahli, dan bidang riset
keperawatan.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang
atau sekelompok orang untuk mau berbuat dan mencapai tujuan tertentu yang
telah telah ditetapkan.
Seorang pemimpin yang efektif tidak akan menggunakan kelebihannya
untuk menaklukkan orang lain, namun justru digunakan untuk mendorong
bawahannya dalam mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan yang ada.
B. Saran
1. Seorang pemimpin hendaknya mampu membmbing, mengarahkan dan
mengayomi anggotanya tanpa membedakan antara anggota yang satu
dengan anggota yang lain.
2. Dalam proses manajemen keperawatan seharusnya melibatkan seluruh
personil bukan hanya berpusat pada pemimpin atau manajer.
3. Segala keputusan yang dibuat harus dimusyawarahkan dan harus dapat
diterima oleh semua pihak dalam manajemen keperawatan.
Dengan model kepemimpinan yang efektif ini, diharapkan di masa yang
akan datang profesi keperawatan bisa diterima dengan citra yang baik di
masyarakat luas sebagai suatu profesi yang dikembangkan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang.

DAFTAR PUSTAKA
Anita Woolfolk. 2004. Educational Psychology.9th Edition. Englewood Cliffs,
New Jersey : Prentice-Hall, Inc.
Arkes, H. R & Garske, J. P. 1982. Psychological Theories of Motivation.
Monterey, Calif.: Brooks / Cole Publication.

55

Azizi Yahaya; Asmah Suboh; Zurihanmi Zakaria; Fawziah Yahya. 2005. Aplikasi
Kognitif dalam Pendidikan. Kuala Lumpur : PTS Professional
Publishing. Kuala Lumpur.
Dennis Coon. 2002. Pschology A Journey. USA: Wadsworth Group Dependent
and field independent cognitive style and this implications.
Eggen, P. & Ksuchak, D. 2001. Educational Psychology Windows On
Classrooms. 5th
Zanden, James W. Vander. (2000). Human Development . USA: The Mc. GrawHill Companies.Inc.

56

Anda mungkin juga menyukai