Pertemuan 1-5
Nim : 21190230
Jakarta
Pertemuan 1
Selanjutnya ruang lingkup atau tema kepemimpinan itu pada intinya meliputi dua
permasalahan pokok:
1. Teori Kepemimpinan
Suatu penggeneralisasian dari seri fakta mengenai sifat dasar dan perilaku pemimpin
dan konsep kepemimpinan.
Menekankan latar belakang historis dan sebab musabab timbulnya kepemimpinan
serta persyaratan untuk menjadi pemimpin.
Sifat-sifat yang diperlukan pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika profesi
yang perlu dipakai oleh pemimpin.
2. Teknik Kepemimpinan
1. Studi Iowa
Usaha untuk mempelajari kepemimpinan pada mulanya dilakukan pada tahun 1930
oleh Ronald Lippit dan Ralph K. White di bawah pengarahan Kurt Lewin di Universitas
Iowa. Dengan membentuk klub hobi dan memainkan anak-anak dengan tiga gaya
kepemimpinan yakni otokratis, demokratis, dan semaunya sendiri (laissez faire). Dengan
melakukan eksperimen atau suatu kondisi eksperimen tiga gaya kepemimpinan tersebut
dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga mampu menunjukkan pengarahannya terhadap
variabel-variabel seperti kepuasan dan prestasi-agesi.
2. Penemuan Ohio
Dalam tahun 1945, Biro Penelitian Bisnis dari Universitas Negeri Ohio melakukan
serangkaian penemuan dalam bidang kepemimpinan. Suatu tim riset interdisipliner mulai dari
ahli psikologi, dan ekonomi mengembangkan dan mempergunakan Kuesioner Deskripsi
Perilaku Pemimpin, untuk menganalisa kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan
situasi. Staf peneliti dari Ohio ini merumuskan kepemimpinan itu sebagai suatu perilaku
seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu grup ke arah pencapaian
tujuan tertentu. Dalam hal ini pemimpin mempunyai deskripsi perilaku atas dua dimensi,
yakni: Struktur pembuatan inisiatif (initiating structure), dan perhatian (consideration).
Pertemuan 2
TEORI KEPEMIMPINAN
1. Teori Genetis
a) Pemimpin itu tidak dibuat akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang
luar biasa sejak lahir
b) Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimanapun juga
c) Secara filosofi, teori ini penganut pandangan deterministik
2. Teori Sosial
a) Pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dibentuk, tidak dilahirkan begitu saja
b) Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan, Pendidikan dan
pengalaman serta didorong oleh kemauan sendiri
3. Toeri Ekologis atau sintesis (muncul sebagai rekasi dari kedua teori tersebut), menyatakan
bahwa seorang akan sukses menjadi pemimpin bila sejak lahir telah memiliki bakat
kepemimpinan dan bakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha Pendidikan
juga sesuai dengan tuntutan lingkungan atau ekologisnya.
Sifat-sifat itu menurut Cheser di dalam Wahjosumidjo (H. Hadari Nawawi, 2003:75) adalah:
Sifat-sifat pribadi meliputi: Fisik, kecakapan, teknologi, daya tanggap, pengetahuan,
daya ingat, dan imajinasi.
Sifat-sifat pribadi yang merupakan watak yang lebih subyektif, yakni keunggulan.
Menurut H. Hadari Nawawi (2003:93) bahwa teori kontigensi atau kepemimpinan situasional
merupakan penolakan terhadap teori-teori kepemimpinan sebelumnya yang memberlakukan asas-
asas umum untuk semua situasi. Teori ini berpendapat bahwa tidak ada satu jalan (kepemimpinan)
terbaik untuk mengelola dan mengurus satu organisasi. Kepemimpinan kontigensi atau
kepemimpinan situasional lebih berkembang menjadi beberapa model, sebagai berikut: 1. Model
Kepemimpinan Situasional dari Fiedler Menurut Fiedler terdapat tiga dimensi hubungan perilaku
atau gaya kepemimpinan dengan situasi yang dapat mempengaruhi kepemimpinan untuk
mengefektifkan organisasi, yaitu: a. Hubungan pemimpin anggota (the leader-member relationship)
Dimensi ini merupakan variabel yang sangat mendasar penting atau kritis dalam menentukan situasi
yang menguntungkan. b. Derajat dari susunan tugas ((the degree of task structure) Dimensi ini
merupakan variabel yang sangat penting atau kritis kedua dalam menentukan situasi yang
menguntungkan. c. Posisi kekuasaan pemimpin (the leader’s position power) Dimensi yang diperoleh
melalui kewenangan formal merupakan variabel yang sangat penting atau kritis ketiga dalam
menentukan situasi yang menguntungkan.
Teori kelompok dalam kepemimpinan ini dasar berkembangnya berakar pada psikologi sosial
dan toeri pertukaran yang klasik membantunya sebagai suatu dasar yang penting bagi pendekatan
teori kelompok. Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuan-
tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara pemimpin dan pengikutnya-
pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara
pemimpin dan pengikutnya ini, melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-
keinginan mengembangkan peranan. Penelitian psikologi sosial dapat dipergunakan untuk
mendukung konsep-konsep peranan dan pertukaran yang diterapkan dalam kepemimpinan. Sebagai
tambahan, hasil asli penemuan Universitas Ohio, dan hasil akhir penemuan-penemuan berikutnya
beberapa tahun kemudian, terutama dimensi pemberian perhatian kepada para pengikut, dapat
dikatakan memberikan dukungan yang positif terhadap perspektif teori kelompok ini. Menurut Alan
C. Filley dkk (Miftah Toha, 2003:35) bahwa suatu hasil penelitian ulang yang sempurna menunjukkan
bahwa para pemimpin yang memperhitungkan dan membantu pengikut-pengikutnya mempunyai
pengaruh yang positif terhadap sikap, kepuasan, dan pelaksanaan kerja. Penemuan lainnya yang
lebih belakangan menyatakan bahwa para bawahan dapat mempengaruhi senyatanya para
pemimpinnya, demikian pula pemimpin dapat mempengaruhi pengikut-pengikut atau bawahannya.
Contoh penemuan dari Charles Greene (Miftah Toha, 2003:35) menyatakan bahwa ketika para
bawahannya tidak melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin cenderung menekankan
pada struktur pengambilan inisiatif (perilaku tugas). Tetapi ketika para bawahan dapat
melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin menaikkan penekanannya pada pemberian
perhatian (perilaku tata hubungan).
3.3 TEORI JALAN KECIL – TUJUAN (PATH-GOAL THEORY)
Teori Jalan Kecil-Tujan ini menggunakan kerangka teori motivasi ini merupakan
pengembangan yang sehat karena kepemimpinan di satu pihak sangat dekat berhubungan dengan
motivasi kerja, dan pihak lain berhubungan dengan kekuasaan. Usaha pengembangan teori ini telah
dimulai oleh Georgepoulos dan kawankawannya di Institut Penelitian Sosial Universitas Michigan
dan istilah Path-Goal tersebut telah dipergunakan hampir 25 tahun untuk menganalisa pengaruh
kepemimpinan dalam pelaksanaan kerja. Teori Path-Goal versi House (Miftah Toha, 2003:42)
memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan sebagai berikut: 1. Kepemimpinan Direktif
Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis dari Lippit dan White. Bawahan tahu
senyatanya apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin.
Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan. 2. Kepemimpinan yang Mendukung
Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah
didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya. 3.
Kepemimpinan Partisipatif Kepemimpinan ini, dimana pemimpin berusaha meminta dan
mempergunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap
berada padanya. 4. Kepemimpinan yang Berorientasi Pada Prestasi Gaya kepemimpinan ini
menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berpartisipasi
Pendekatan social learning merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu model
yang menjamin kelangsungan, interaksi timbal balik antara pemimpin lingkungan dan perilakunya
sendiri. Contoh pendekatan social learning ini secara terperinci menurut Miftah Toha (2003:47)
sebagai berikut: 1. Pemimpin menjadi lebih mengetahui dengan variabel-variabel mikro dan makro
yang mengendalikan perilakunya. 2. Pemimpin bekerja bersama-sama dengan bawahannya untuk
menentukan serangkaian perilaku kontijen yang berkepribadian dan yang dapat mengatur perilaku
bawahan. 3. Pemimpin bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang dapat
dipergunakan untuk mengatur perilaku individu guna menghasilkan hasil-hasil yang produktif dan
yang lebih bisa menguatkan bersama organisasi. Dengan demikian pendekatan social learning ini
antara pemimpin dan bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarakan semua
perkara yang timbul. Pemimpin dan bawahan mempunyai hubungan interaksi yang hidup, dan
mempunyai kesadaran untuk menemukan bagaimana caranya menyempurnakan perilaku masing-
masing dengan memberikan penghargaan yang diinginkan.
3.5 TEORI LAIN YANG TIDAK POPULER SEBAGAI PEMBANDING
Menurut Kartini Kartono (2004:71) bahwa banyak studi ilmiah dilakukan orang mengenai
kepemimpinan, dan hasilnya berupa teori-teori tentang kepemimpinan. Teori-teori yang
dimunculkan menunjukkan perbedaan dalam hal: 1. Pendapat dan uraiannya 2. Metodologinya 3.
Interpretasi yang diberikan 4. Kesimpulan yang ditarik George R. Terry (Kartini Kartono, 2004:71)
mengemukakan teori kepemimpinan diantaranya:
Teori Otokratis
Kepemimpian menurut teori ini didasarkan atas perintah-perintah, paksaan, dan tindakan-
tindakan yang arbitrer (sebagai wasit). Teori kepemimpinan ini berorientasi pada struktur organisasi
dan tugas-tugas. Ciri-ciri khasnya ialah a. Memberikan perintah-perintah yang dipaksakan, dan harus
dipatuhi. b. Menentukan policy atau kebijakan untuk semua pihak tanpa berkonsultasi dengan para
anggota. c. Tidak pernah memberikan informasi mendetail tentang rencana-rencana yang akan
datang. d. Memberikan pujian atau kritik pribadi terhadap setiap anggota kelompoknya dengan
inisiatif sendiri.
Teori Psikologis
Teori Suportif
Menurut teori ini, para pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja dengan penuh
gairah, sedang pemimpin akan membimbing dengan sebaikbaiknya melalui policy tertentu.
Pemimpin perlu menciptakan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan, bisa membantu
mempertebal keinginan setiap pengikutnya untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin, sanggup
bekerja sama dengan pihak lain mau mengembangkan bakat dan keterampilannya serta menyadari
benar keinginan sendiri untuk maju. Teori ini bisa juga dinamakan teori partisipatif dan teori
kepemimpinan demokratis
Kepemimpinan laissez faire ditampilkan oleh seorang tokoh “Direktur, Ketua Dewan, Kepala,
Komandan, dan lain-lain”, yang sebenarnya tidak becus mengurus organisasi dan menyerahkan
semua tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggotanya. Pemimpin
hanya bertindak sebagai simbol, dengan macam-macam hiasan dan kurang memiliki keterampilan
teknis. Sedangkan kedudukannya sebagai pemimpin dimungkinkan diraih melalui KKN.
Teori Kelakuan Pribadi
Kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola-pola
kelakuan para pemimpinnya. Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin itu selalu berkelakuan
kurang lebih sama, yaitu ia tidak melakukan tindakan-tindakan yang identik sama dalam setiap
situasi yang dihadapi. Dengan kata lain dia harus mampu bersikap fleksibel, luwes, bijaksana, “tahu
gelagat’ dan mempunyai daya lenting yang tinggi karena dia harus mampu mengambil langkah-
langkah yang paling tepat untuk sesuatu masalah. Sedang masalah sosial itu tidak akan pernah
identik sama di dalam runtunan waktu yang berbeda. Pola tingkah laku pemimpin tersebut erat
berkaitan dengan: a. Bakat dan kemampuannya. b. Kondisi dan situasi yang dihadapi. c. Good-will
atau keinginan untuk memutuskan dan memecahkan permasalahan yang timbul. d. Derajat supervisi
dan ketajaman evaluasinya.
kepemimpinan menurut teori ini adalah merealisir kebebasan manusia dan memenuhi
segenap kebutuhan insani yang dicapai melalui interaksi pemimpin dengan rakyat. Hal ini perlu
adanya organisasi yang baik untuk dijadikan sarana dalam melakukan kontrol sosial, agar pimpinan
organisasi melakukan fungsinya dengan baik, serta memperhatikan kemampuan dan potensi
anggotanya. Untuk menjalankan fungsi, terdapat tiga variabel pokok, yaitu: a. Kepemimpinan yang
cocok dan memperhatikan hati nurani anggotanya dengan segenap harapan, kebutuhan, dan
kemampuannya. b. Organisasi yang disusun dengan baik agar bisa relevan dengan kepentingan
anggotanya. c. Interaksi yang akrab dan harmonis antara organisasi dengan anggotanya, untuk
menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup damai bersama-sama.
Pertemuan 4
Menurut Kartini Kartono (2004:112) kelompok adalah kumpulan yang terdiri dari dua atau
lebih individu dan kehadirannya masing-masing individu mempunyai arti serta nilai bagi orang lain
dan ada dalam situasi saling mempengaruhi. Unsur esensial di dalam suatu kelompok ialah
interdependensi seorang angora dengan anggota-anggota lainnya, yaitu saling ketergantungan,
dimana setiap individu harus bekerjasama dengan orang lain dan selalu harus mengingat
keberadaan dan kepentingan orang lain, untuk bisa hidup rukun damai bermasasama. Perubahan
dari seorang anggota akan menimbulkan perubahan pula pada struktur kelompok. Sedang derajat
ketergantungannya/interdependensinya akan menyebabkan longgar atau kokohnya kesatuan di
antara para anggota kelompok yaitu mulai dari wujud: 1. Massa yang lepas longgar atau mob 2.
Sampai pada satu unit sosial yang kompak dan intim, yaitu keluarga Saling ketergantungan atau
interdependensi para anggota kelompok merupakan hal penting yang ditentukan dari beberapa
faktor, antara lain: 1. Besarnya anggota kelompok 2. Tujuan yang hendak dicapai bersama-sama 3.
Bentuk organisasi yang telah dibangun 4. Intimitas para anggotanya satu terhadap lainnya Berikut ini
terdapat ciri-ciri manusia di dalam kelompoknya atau di dalam medan sosial menurut Kartini Kartoni
(2004:112), antara lain 1. Dinamis, selalu bergerak dan berubah; “grilig” tak bisa di duga dengan
tepat, beraneka ragam geraknya dan bebas merdeka 2. Mempunyai potensi, kesanggupan, dan
kemungkinan untuk melakukan bermacam-macam aksi atau perbuatan dan peristiwa.3. Menanggapi
orang lain sebagai makhluk sejenis, sebagai sesama hidup, dan sebagai subjek yang sederajat. 4.
Interaksi dan partisipasi masing-masing anggota kelompok itu sangat berkaitan dengan semakin: a.
Intens atau meningkatnya emosi dan sentimen-sentimen euforis (senang dan puas)
Akibat kekuatan yang saling mempengaruhi diantara semua anggota kelompok dan
pemimpinnya, maka timbullah dinamika kelompok dalam wujud bermacammacam usaha dan
tingkah laku. Kekompleksan tingkah laku ini jelas diperlukan pemimpin dan kepemimpinan dalam
kelompok. Tugas seorang pemimpin dalam kelompok menurut Kartini Kartono (2004:116) adalah: 1.)
Memelihara struktur kelompok, menjamin interaksi yang lancar, dan memudahkan pelaksanaan
tugas-tugas. 2.) Menyinkronkan ideologi, ide, pikiran dan ambisi anggota-anggota kelompok dengan
pola keinginan pemimpin. 3.) Memberikan rasa aman dan status yang jelas kepada setiap anggota,
sehingga mereka bersedia memberikan partisipasinya penuh. 4.) Memanfaatkan dan
mengoptimalisasikan kemampuan, bakat dan produktivitas semua anggota kelompok untuk
berkarya dan berprestasi. 5.) Menegakkan peraturan, larangan, disiplin dan norma-norma kelompok
agar tercapai kepada kepaduan kelompok dan meminimalisir konflik dan perbedaan-perbedaan. 6.)
Merumuskan nilai-nilai kelompok, dan memilih tujuan-tujuan kelompok, sambil menentukan sarana
dan cara-cara operasional guna mencapainya. 7.) Mampu memenuhi harapan, keinginan, dan
kebutuhan-kebutuhan para anggota, sehingga mereka merasa puas.
Menurut Kartini Kartono (2004:120) organisasi formal adalah: “Organisasi yang ada di atas
kertas, dengan relasi-relasi logis berdasarkan peraturan, konvensi dan kebijakan/policy dari
organisasi, dengan pembagian tugas pekerjaan dan hierarki kerja”. Organisasi formal disebut juga
kelompok sekunder, yang merupakan bentuk hierarki resmi, seperti telah ditentukan di atas kertas.
Maka menjadi kewajiban para pemimpin ialah memahami bagaimana fungsi dan beroperasinya
organisasi formal tersebut dalam kenyataan dan praktinya. Organisasi Informal adalah sistem
interelasi manusiawi berdasarkan rasa suka dan tidak suka dengan iklim psikis yang intim, kontak
muka berhadapan muka, serta moral tinggi. Sedangkan organisasi informal disebut juga kelompok
primer atau face to face grup ialah sistem interelasi manusiawi berdasarkan rasa suka dan tidak
suka, dengan iklim psikis yang intim, kontak muka berhadapan muka, serta moral tinggi.
Menurut Kartini Kartono (2004:9) pemimpin formal adalah orang yang oleh
organisasi/lembaga tertentu ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan
resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban
yang berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran organisasi. Sedangkan pemimpin informal
adalah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin, namun karena ia
memiliki sejumlah kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu
mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat.
Berikut ini dapat dijelaskan ciri-ciri pemimpin formal dan informal menurut Kartini Kartono
(2004:10) yaitu: 1. Ciri-ciri Pemimpin Formal antara lain: a. Berstatus sebagai pemimpin formal
selama masa jabatan tertentu, atas dasar legalitas formal oleh penunjukkan pihak yang berwenang.
b. Sebelum pengangkatannya harus memenuhi beberapa persyaratan formal terlebih dahulu. c. Ia
diberi dukungan oleh organisasi formal untuk menjalankan tugas kewajibannya karena itu dia selalu
memiliki atasan atau superiors. d. Dia mendapatkan balas jasa materiil dan immateriil tertentu, serta
emolumen (keuntungan extra, penghasilan sampingan) lainnya. e. Dia bisa mencapai promosi atau
kenaikan pangkat formal dan dapat dimutasikan. f. Apabila dia melakukan kesalahan-kesalahan, dia
akan dikenakan sanksi dan hukuman. g. Selama menjabat kepemimpinan, dia diberi kekuasan dan
wewenang, antara lain untuk menentukan policy, memberikan motivasi kerja kepada bawahan,
menggariskan pedoman dan petunjuk, mengalokasikan jabatan dan penempatan bawahannya,
melakukan komunikasi, mengadakan supervisi dan kontrol, menetapkan sasaran organisasi, dan
mengambil keputusan-keputusan penting lainnya.
Pertemuan 5
Kepemimpinan hendaknya tidak terlalu banyak menilai dari segi prestasi materialnya saja
tetapi juga perlu nonmaterial. Misalnya, pemimpin harus mampu memproduksi barang dagangan
sebanyak mungkin dan dapat menambah kekayaan perusahaan dalam waktu singkat. Akan tetapi,
juga harus ikut dipertimbangkan pengaruh baik atau akibat buruk apa yang mereka timbulkan bagi
kesejahteraan jasmani dan rohani anggota organisasi atau pengikut-pengikutnya atau bagi umat
manusia pada umumnya. Menurut Kartini Kartono (2004:94) bahwa terdapat 3 (tiga) asas dalam
kepemimpinan yaitu: 1. Kemanusiaan Mengutamakan sifat-sifat kemanusiaan, yaitu pembimbingan
manusia oleh manusia, untuk mengembangkan potensi dan kemampuan setiap individu, demi
tujuan-tujuan human. 2. Efisien Efisiensi teknis maupun sosial, berkaitan dengan terbatasnya
sumber-sumber, materi, dan jumlah manusia atas prinsip penghematan, adanya nilai-nilai ekonomi
serta asas-asas manajemen modern. 3. Kesejahteraan dan kebahagiaan Kesejahteraan dan
kebahagiaan yang lebih merata, menuju taraf kehidupan yang lebih tinggi.
Menurut Kartini Kartono (2004:44) bahwa upaya untuk menilai sukses atau gagalnya pemimpin itu
antara lain dilakukan dengan mengamati dan mencatat sifatsifat dan kualitas atau mutu perilakunya
yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Usaha-usaha yang sistematis tersebut
membuahkan teori yang disebut “the traitist theory of leadership” (teori sifat atau kesifatan dari
kepemimpinan). Ordway Tead (Kartini Kartono, 2004) mengemukakan bahwa terdapat 10 sifat
kepemimpinan yaitu:
Paul E. Torgersen (Kartini Kartono, 2004:96) menyatakan profesi sebagai satu lapangan
kegiatan (a field of activity) terdapat 5 (lima) kriteria, yaitu: 1. Pengetahuan (knowledge) 2. Aplikasi
yang kompeten (competent application) 3. Tanggung jawab sosial (social responsibility) 4.
Pengontrolan diri (self-observation) 5. Sanksi masyarakat (community sanction) Berdasarkan kriteria
di atas, profesi kepemimpinan harus dilandasakan pada paham dasar yang mencerminkan nilai-nilai
kemanusiaan luhur, yang dijadikan pedoman bagi setiap pribadi pemimpin. Terutama pada 1. Nilai
pengabdian pada kepentingan umum 2. Jaminan keselamatan kebaikan, dan kesejahteraan bagi
bawahan dan rakyat. 3. Menjadi pengikut dan pemersatu dalam segala gerak upaya 4. Penggerak
atau dinamisator dari setiap kegiatan. Profesi adalah vak, pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang.
Jika kepemimpinan itu harus dijadikan satu profesi dan oleh tugas-tugasnya yang berat pemimpin
tersebut mendapatkan imbalan materiil dan imateriil tertentu, maka sebagai konsekuensinya pada
dirinya bisa dikenakan sanksi-sanksi tertentu karena itu profesi kepemimpinan selalu menyandang
nilai-nilai etis dan pengenaan sanksi tersebut. Etika adalah penyelidikan filosofi mengenai kewajiban-
kewajiban manusia, dan tentang hal-hal yang baik dan buruk. Etika tidak membahas kondisi atau
keadaan manusia melainkan tentang bagaimana manusia itu seharusnya bertingkah laku, karena itu
pula etika adalah filsafat mengenai praktis manusia yang harus berbuat menurut aturan dan norma-
norma tertentu.