Muhammad Tholut
Mahasiswa Pasca Universitas Ponorogo
Abstrak
Peran pemimpin dalam sebuah lembaga atau organisasi menjadi kunci pokok
kesuksesan. Pemimpin yang dimaksud adalah seorang pemimpin lembaga yang
mempunyai visi dan misi yang berorientasi ke depan serta mempunyai karakter dan
patut menjadi contoh bagi orang-orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus
mampu memberikan kontribusi yang signifikan dan mampu menawarkan konsep bagi
problematika yang sedang terjadi. Terdapat dua teori yang dapat digunakan untuk
memahami konsep kepemimpinan. Pertama, teori perilaku. Teori perilaku adalah
teori yang berfokus pada tindakan pemimpin dan bukan pada kualitas mental atau
internal. Berdasarkan teori perilaku, kepemimpinan adalah suatu keahlian yang
dapat dilatih dan dibentuk. Pemimpin yang hebat tidaklah lahir begitu saja
melainkan melalui tahapan dan proses yang panjang. Misalnya, melalui latihan dan
observasi. Kedua, teori penerimaan. Teori penerimaan mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi bawahan hingga
mereka bersedia bertindak seperti apa yang diharapkan seorang pemimpin demi
tercapainya visi misi organisasi. Ada beberapa hal yang harus dimiliki seorang
pemimpin agar dapat mempengaruhi bawahannya, seperti ,mengenali karakter,
kepentingan, kecenderungan, dan kemampuan mereka. Baik teori perilaku maupun
teori penerimaan, keduanya memiliki syarat-syarat tertentu agar seorang pemimpin
dapat dikatakan sebagai pemimpin yang ideal dan sosok yang didambakan oleh
sebuah lembaga atau organisasi. Seyogyanya seorang pemimpin memahami teori-
teori kepemimpinan demi terciptanya sosok pemimpin yang ideal dan mampu
menjadi tonggak keberhasilan suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan
atau visi misi yang diidam-idamkan.
B. KAJIAN PUSTAKA
Bagian ini memuat beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis konsep
kepemimpinan. Kajian pustaka memuat dua teori, yaitu teori perilaku dan teori
penerimaan.
1. Teori Perilaku
1
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: Rosdakarya,
2004), Hal. 92
2
Masno, Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam
(Bandung: Rafika Abditama, 2008), Hal. 39
Ada juga peneliti yang mengatakan bahwa perwujudan perilaku
pemimpin dengan orientasi bawahan, yakni:
1) penekanan pada hubungan atasan-bawahan;
2)perhatian pribadi pimpinan pada pemuasan kebutuhan para bawahannya;
dan
3)menerima perbedaan-perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku
yang terdapat dalam diri dari para bawahan.
Dalam menggerakkan orang lain guna mencapai suatu tujuan, pemimpin
biasanya menampakkan perilaku kepemimpinannya dengan bermacam-macam.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Usman, para peneliti telah
mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yang berpijak dari perilaku
kepemimpinan ini, yaitu 1) yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan 2)
yang berorientasi pada bawahan atau karyawan (employee oriented).
Gaya yang berorientasi pada tugas lebih memperhatikan pada penyelesaian
tugas dengan pengawasan yang sangat ketat agar tugas selesai sesuai dengan
harapan. Gaya yang berorientasi pada tugas akan mengabaikan hubungan
pemimpin dengan bawahan dan hanya berfokus pada kinerja bawahan. Hal
terpenting adalah bagaimana bawahan dapat bekerja keras, produktif, dan tepat
waktu. Sebaliknya gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan
cenderung lebih mementingkan hubungan baik dengan bawahannya dan lebih
memotivasi karyawannya daripada mengawasi dengan ketat. Gaya ini sangat
sensitif dengan perasaan bawahannya. Jadi, pada prinsipnya yang dipakai pada
gaya kepemimpinan yang ini bukan otak tapi rasa yang ada dalam hati.
Pemimpin berusaha keras tidak menyakiti bawahannya. Penjabaran perilaku
pemimpin terhadap bawahan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1) high-high berarti pemimpin tersebut memiliki hubungan tinggi dan orientasi
tugas yang tinggi juga;
2) high task-low relation, pemimpin tersebut memiliki orientasi tugas yang
tinggi, tetapi rendah hubungan terhadap bawahan;
3) low task-high relation, pemimpin tersebut lebih mementingkan hubungan
dengan bawahan, dengan sedikit mengabaikan tugas. Teori ini disebut
dengan Konsiderasi, yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang
menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada
dalam hal ini seperti: membela bawahan, memberi masukan kepada
bawahan, dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan; dan
4) low task-low relation, orientasi tugas lemah, hubungan dengan bawahan juga
lemah.3
Berdasarkan keempat macam gaya kepemimpinan di atas, kepemimpinan
yang memiliki dampak paling fatal yaitu pada poin nomor empat. Apapila
seorang pemimpin memimpin dengan gaya low task-low relation maka
kehancuran menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi pada organisasi atau
lembaga yang dipimpinnya.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa teori kepemimpinan yang
didasarkan pada perilaku dan terkenal di kalangan para peneliti. Teori tersebut
antara lain studi lowa, studi ohio, studi Michigan, Rensis Likert, dan Reddin.
1. Studi Lowa. Studi ini meneliti kesukaan terhadap tiga macam gaya
kepemimpinan, yaitu gaya otoriter, gaya demokratis dan gaya laizes
faire. Hasil penelitian mengatakan bahwa kebanyakan orang suka gaya
kepemimpinan demokratis.
2. Studi Ohio. Studi ini berusaha mengembangkan angket deskripsi perilaku
kepemimpinan. Peneliti merumuskan bahwa kepemimpinan merupakan
suatu perilaku seseorang yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu dan
terdiri dari dua dimensi, yaitu struktur pembuatan inisiatif dan perhatian.
Struktur pembuatan inisiatif menunjukkan pada pencapaian tugas sedangkan
perhatian menunjukkan perilaku pemimpin tentang hubungannya dengan
bawahan.
3. Studi Michigan. Penelitian ini mengidentifikasi dua konsep gaya
kepemimpinan, yaitu berorientasi pada bawahan dan berorientasi pada
produksi. Pemimpin yang berorientasi pada bawahan menekankan
pentingnya hubungan dengan pekerja dan menganggap setiap pekerja
penting sedangkan pemimpin yang berorientasi pada produksi menekankan
pentingnya produksi dan aspek teknik-teknik kerja.
4. Empat sistem kepemimpinan dalam manajemen Likert. Menurut Likert,
pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participatif management. Gaya ini
menekankan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada
bawahan dan komunikasi. Likert merancang empat sistem kepemimpinan
dalam manajemen sebagai berikut:
1) exploitative Authoritative (Otoriter yang Memeras);
3
Ibid
2) benevolent Authoritative (Otoriter yang baik);
3) cosultative (Konsultatif); dan
4) participatif (Partisipatif).
Likert menyimpulkan bahwa penerapan sistem 1 dan 2 akan menghasilkan
produktivitas kerja yang rendah, sedangkan penerapan sistem 3 dan 4 akan
menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi.
Memahami gaya kepemimpinan seseorang sangatlah kompleks, sehingga
memunculkan berbagai gaya yang bervariasi satu sama lain. Berdasarkan
pelbagai hasil kombinasi gaya kepemimpinan lahirlah gaya kepemimpinan dasar
yang terdapat pada diri seorang pemimpin (Hersey dan Blanchart, 1977) seperti
dikutip oleh Nanang Fattah.
Reddin (1970) dalam bukunya “ Manajerial Effectiveness” menjelaskan
bahwa penambahan komponen efektivitas pada dua dimensi kepemimpinan yang
sudah ada (dimensi tugas dan dimensi hubungan) sistem misi manajerial
(manajerial Grid) dari Blake dan Mounton yang disarikan oleh Nanang Fatah
(1996:94) mengidentifikasikan selang perilaku manajemen atas dasar berbagai
cara yang membuat gaya berorientasi kepada tugas dan gaya yang berorientasi
kepada karyawan. Masing-masing dinyatakan sebagai suatu rangkaian kesatuan
pada skala 1 sampai 9 yang berinteraksi satu sama lain tentang kisi-kisi
manajerial (manajerial Grid).
Gaya kepemimpinan yang dibawah tergolong pemimpin miskin
(impoverished management) dengan perhatian yang rendah orang dan rendah
terhadap tugas. Gaya kepemimpinan di atas adalah kekeluargaan (country club)
perhatian yang tinggi kepada karyawan, tetapi rendah perhatian terhadap tugas.
Gaya pemimpin di atas tapi keras adalah manajemen tugas atau gaya otoriter
yakni perhatian tinggi terhadap tugas, tetapi rendah perhatian pada orang. Gaya
pemimpin landai/tengah-tengah adalah gaya manajemen jalan tengah (middle
road) sedang-sedang saja pada tugas maupun pada orang. Gaya demokratis
adalah gaya manajemen kelompok atau demokratis yakni perhatian yang tinggi
baik kepada tugas maupun pada orang dan gaya ini biasanya lebih efektif dan
mendapat dukungan kuat dari anggota organisasi.
C. TEORI PENERIMAAN
Pendekatan kepemimpinan berdasarkan penerimaan menganggap bahwa
kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi perilaku para bawahan
sedemikian rupa sehingga mereka mau dan mampu bahkan menyukai bertindak
sesuai keinginan dan harapan pimpinan dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi.4 Agar seorang pemimpin mampu mempengaruhi perilaku para
bawahannya, ia perlu mengenali karakteristik, kepentingan, kebutuhan,
kecenderungan perilaku dan kemampuan bawahannya dan hal- hal yang sangat
sulit untuk dilakukan seorang pemimpin adalah mengenali beberapa hal yang
telah disebutkan tersebut.
Saat ini pada umumnya kepemimpinan telah diterima sebagai kebenaran
ilmiah bahkan sebagaimana yang telah diketahui bahwa manusia adalah makhluk
yang sangat kompleks. Karena dalam hal kepemimpinan ini sengaja dilakukan
pembatasan materi yaitu hanya pada berbagai kepentingan dan kebutuhan
manusia yang dikaitkan dengan kepemimpinan tersebut yang terbagi atas
beberapa hal yaitu, kepentingan politik, ekonomi, dan social.
Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan.
Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan
sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu,
banyak studi dan penelitian dilakukan oleh seseorang untuk mempelajari masalah
pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang
kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri
perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan
latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan
pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi
kepemimpinan.5
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin
yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai
Contingency Approach. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang
pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh
kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan oleh berbagai variasi kondisi dan
situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal
tersebut harus dipertimbangkan.6 Beberapa hal yang harus dipertimbangkan
untuk memahaminya adalah dengan memperhatikan hal- hal sebagai berikut :
1. Aturan Penerimaan
4
Kastono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: Rajawali Press, 2011) hal. 26
5
Ibid, hal. 27
6
Ibid, hal. 29
Aturan penerimaan tersebut adalah jika suatu penerimaan dari satu
pemecahan yang dilakukan oleh para bawahanya adalah penting dan terdapat
suatu ketidakpastian tentang akan diterimanya suatu keputusan yang
otokratik.
2. Aturan konflik
Aturan konflik tersebut adalah jika penerimaan dari suatu pemecahan
oleh kelompok adalah sesuatu yang penting dan suatu keputusan yang
otokratik tidak akan diterima, dan jika ada kemungkinan ketidaksetujuan
antara bawahan yang berusaha memecahkan persoalan, maka gaya
kepemimpinan harus memberikan kesempatan kepada pihak- pihak yang
tidak setuju untuk mengatasi peredaan mereka, dan memberikan
pengetahuan selengkapnya dari persoalan tersebut.
3. Aturan kewajaran
Aturan kewajaran tersebut adalah jika penerimaan oleh kelompok
adalah sesuatu yang penting tetapi mutu dari keputusan tersebut tidak
penting, maka gaya kepemimpinan harus memberikan peluang kepada
bawahan untuk berinteraksi dan berunding mengenai pemecahan apa yang
wajar untuk dilakukan.
4. Aturan prioritas- penerimaan
Aturan prioritas- penerimaan tersebut adalah jika penerimaan dari
pemecahan penting, yang tidak dapat dipastikan sebagai hasil dari suatu
keputusan otokratik, dan jika bawahan berkemauan untuk mengarah ke
tujuan organisasi dalam memberikan cara suatu pemecahan, maka gaya
kepemimpinan yang di inginkan adalah yang memberikan kesamaan hak
kepada anggota tanpa merugikan mutu pemecahan. Karena hal ini akan
menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari keputusan.
D. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kepemimppinan
berdasarkan teori perilaku dan teori penerimaan. Metode yang digunakan dalam
penelitian yaitu metode kualitatif melalui observasi. Pada tahap ini peneliti telah
berhasil menguraikan focus sehingga data yang ditemukan lebih terperinci.
Penelitian dilakukan di (Sekolah Tahfidz dan Ilmu Dakwah) STID Al
Furqon Ponorogo pada tahun ajaran 2018/2019. Observasi dilakukan dengan cara
mengumpulkan data dan melakukan observasi secara langsung serta melakukan
pencatatan secara sistematis dari objek yang akan di teliti.
Populasi dari observasi ini yaitu 7 orang dan sampel yang diambil juga
berjumlah 7 orang yang mana mereka merupakan ustad dan ustadzah STID Al
Furqon Ponorogo.
(Http://Izmanyzz.wordpress.com/2010/09/04/ pengertian-kepemimpinan-menurut-
para-ahli, diakses 5 November 2012).
Kayo, Khatib Pahlawan, Kepemimpinan Islam dan Da’wah, Jakarta: Amzah, 2011.
Usman, Husaini, Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2009.