MANAJEMEN MOTIVASI
Sumber: https://www.google.com/search?q=motivasi&rlz=1C1CHBD
Seperti halnya perkembangan ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, perkembangan
teori motivasi juga berjalan seiring, karena memang teori motivasi adalah bagian dari ilmu
MSDM. Oleh karenanya pendekatan teori motivasi dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
manajemen secara umum yaitu:
1. Pendekatan Tradisional, Taylor mengatakan bahwa titik pokoknya adalah bagaimana
karyawan dapat bekerja, meski membosankan dan berulang-ulang, dengan cara yang paling
efisien. Oleh karena itu manajer sering menggunakan sistem upah insentif – semakin banyak
menghasilkan semakin besar penghasilannya. Dasar pendekatan ini adalah bahwa karyawan
itu malas dan bisa didorong hanya dengan imbalan uang.
2. Pendekatan Hubungan Manusiawi, karena pendekatan tradisional lama kelamaan kurang
bisa diterima maka Elton Mayo mengharapkan manajer memotivasi karyawan dengan
mengakui kebutuhan sosialnya dan dengan membuat karyawan merasa penting dan berguna.
Perhatian lebih besar diberikan kepada organisasi informal, tetapi meskipun demikian
karyawan tetap diharapkan mau menerima kondisi kerja yang telah diciptakan manajer.
3. Pendekatan Sumber Daya Manusia, Argyris, McGregor, Likert dan Maslow mengkritik
pendekatan hubungan manusiawi karena hanya memanipulasi karyawan dengan cara yang
canggih. Tugas manajer sesungguhnya adalah mengembangkan tanggung jawab bersama
untuk mencapai tujuan organisasi dimana setiap karyawan menyumbangkan sesuai dengan
kepentingan dan kemampuannya, bukan menyuap karyawan dengan gaji tinggi untuk
melakukan pekerjaan yang dimaui manajer.
1. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan
organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan
individual (Robbins, 2003, 208). Para ahli manajemen sepakat bahwa motivasi adalah
serangkaian upaya untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain dengan mengetahui terlebih
dulu tentang apa yang membuat seseorang bergerak. Namun seseorang bergerak itu bergerak
karena dua sebab yaitu kemampuan (ability) dan motivasi. Kemampuan dipengaruhi oleh
kebiasaan yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan, dan pelatihan, serta dari gerak refleks
secara biologis dan psikologis yang menjadi kodrat manusia. Lalu dimana letak motivasi itu.
Landy dan Becker (1987), dalam Stoner (1996, 134-135) mempetakan dengan jelas letak motivasi
diantara refleks dan kebiasaan seperti dalam gambar 9.1.
Karena sangat luasnya ranah motivasi dalam peri kehidupan manusia maka untuk
memahami motivasi perlulah dipahami asumsi dasar motivasi. Stoner (1996, 134) mengatakan
bahwa terdapat empat asumsi dasar motivasi yaitu:
a. Motivasi adalah hal-hal yang baik, seseorang menjadi termotivasi karena dipuji atau
sebaliknya bekerja dengan penuh motivasi dan karenanya seseorang dipuji.
b. Motivasi adalah satu dari beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang, faktor
yang lain adalah kemampuan, sumber daya, kondisi tempat kerja, kepemimpinan, dan lain-
lain.
c. Motivasi bisa habis dan perlu ditambah suatu waktu, seperti pada beberapa faktor psikologis
yang lain yang bersifat siklikal, maka pada saat berada pada titik terendah motivasi perlu
ditambah.
d. Motivasi adalah alat yang dapat dipakai manajemen untuk mengatur hubungan pekerjaan
dalam organisasi.
Fokus dari
Refleks
teori motivasi
Dapat Dipengaruhi
Kebiasaan
Sumber: Stoner (1996, 135) diambil dari ide yang dikemukakan Frank Landy dan Wendy
Becker, “Motivational Theory Reconsidered” dalam L. Cummings dan B. Staw (eds),
Research in Organizational Behavior, volume 9 (Greenwich, CT: JAI Press, 1987): 1-38.
2. Teori Motivasi.
Terdapat banyak teori motivasi yang mulai berkembang pada dasawarsa 1950-an.
Setidaknya ada enam teori yang akan dibahas untuk memahami apa yang dimaksud dengan
motivasi. Setiap teori akan berusaha untuk menguraikan bagaimana manusia itu dan dapat
menjadi seperti apa. Oleh karenanya, sebuah teori motivasi mempunyai isi dalam bentuk
pandangan tertentu mengenai manusia. Isi teori motivasi membantu kita memahami dunia
keterlibatan dinamis tempat organisasi beroperasi dengan meng-gambarkan manajer dan
karyawan saling terlibat setiap hari. Karena teori motivasi menyangkut pengembangan manusia,
isi dari teori motivasi juga membantu manajer dan karyawan dalam dinamika kehidupan
organisasi.
Berikut akan dibahas tiga teori awal tentang motivasi (teori jenjang kebutuhan Maslow,
teori X dan Y McGregor, dan teori dua faktor Herzberg) yang merupakan teori motivasi yang
paling banyak dipraktek-kan dalam organisasi sampai saat ini dan merupakan pondasi dari teori-
teori motivasi kontemporer (teori ERG Alderfer, teori 3 kebutuhan McClelland, teori evaluasi
kognitif, dan teori penetapan tujuan Locke, teori penguatan Skinner, teori keadilan Adam, dan
teori harapan Vroom).
Teori X
Karyawan secara inheren (tertanam dalam dirinya) tidak menyukai kerja dan bilamana
dimungkinkan akan mencoba menghindarinya.
Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam
dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
Karyawan akan menghindari tanggungjawab dan mencari pengarahan formal bilamana
dimungkinkan
Kebanyakan karyawan meletakkan keamanan diatas semua faktor lain yang dikaitkan
dengan kerja dan akan menunjukkan sedikit saja ambisi.
Teori Y
Karyawan dapat memandang kerja, sama wajarnya seperti istirahat dan bermain
Orang akan menjalankan pengarahan-diri dan pengawasan-diri jika mereka komit pada
sasaran
Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan tanggung jawab.
Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif tersebar meluas dalam populasi dan
tidak hanya milik manajemen.
Sumber: Robbins, 2003, hal. 210-211
d) Teori Existence, Relatedness, dan Growth (ERG) Alderfer,
Clayton P. Alderfer (1972) merevisi jenjang kebutuhan Maslow dengan melakukan riset
empiris. Hasilnya, jenjang kebutuhan Maslow tersebut diringkas hanya menjadi tiga kebutuhan
inti manusia yaitu kebutuhan existence yang mencakup kebutuhan fisik dan keamanan Maslow,
relatedness yang menunjukkan kebutuhan untuk memelihara hubungan antarpribadi yang
relatif sama dengan kebutuhan sosial Maslow, serta growth yang mencirikan kebutuhan
manusia untuk berkembang yang relatif sama dengan jenjang kebutuhan untuk berprestasi,
mendapat penghargaan dan aktualisasi diri. Berbeda dengan teori Maslow yang berjenjang
maka teori ERG ini tidak harus berjenjang dalam arti kebutuhan untuk memelihara hubungan
antarpribadi yang baik tidaklah harus menunggu kebutuhan fisik dan rasa aman terpenuhi,
demikian pula kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri akan muncul tanpa menunggu
kebutuhan bersosial telah terpenuhi. Jadi tidak bersifat hierarkis dan dalam satu waktu
kebutuhan manusia bisa berada dalam dua kelompok kebutuhan. Hal lain yang membedakan
dengan teori Maslow adalah, bahwa jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat lebih tinggi
tertahan, maka hasrat untuk memuaskan kebutuhan lebih rendah akan meningkat.
Dengan demikian teori ERG menyiratkan akan adanya dimensi frustrasi-regresi. Ketidak
mampuan memuaskan kebutuhan sosial, misalnya, akan meningkatkan hasrat untuk memiliki
lebih banyak uang, bersikap mewah, membangun rumah mewah dan sebagainya. Jadi frustasi
(halangan) akan dapat mendorong (mempengaruhi) ke pencapaian kebutuhan pada tingkat
yang lebih rendah. Manajer agak leluasa memotivasi karyawannya dengan teori ERG ini, karena
bila karyawan sudah berada pada tingkat kebutuhan tertentu masih bisa dimotivasi dengan alat
pemotivasi pada tingkat yang sama meski tidak optimal hasilnya. Sebagai contoh, karyawan
yang sudah berada pada tingkat relatedness masih bisa dimotivasi dengan uang dalam bentuk
insentif karena uangnya akan digunakan untuk membangun rumah yang lebih baik lagi,
meskipun motivasinya akan lebih efektif bila berupa penghargaan atau pemberian kesempatan
untuk mengaktualisasikan diri dengan memberi kesempatan untuk menduduki jabatan baru
yang lebih tinggi.
1 2 3
3. SuperMotivation
Apabila gejala-gejala seperti rendahnya produktivitas, permasalahan kualitas, jeleknya
layanan konsumen, kecelakaan kerja, tingginya kemangkiran, tingginya kekerasan kerja, dan
menurunnya moral karyawan. Apabila semua teknik dan teori motivasi telah digunakan untuk
memotivasi karyawan dan ternyata tidak menghasilkan kepuasan dan kinerja yang lebih baik.
Maka pada saat itu diperlukan Supermotivation (Spitzer, 1995, 3).
Konsep supermotivation cocok untuk digunakan dalam kondisi dimana karyawan lebih
banyak menunggu untuk diperintah, malas melayani konsumen, rendah inisiatif, bermain aman,
dan tidak berusaha keras untuk mencapai yang terbaik. Secara singkat supermotivation
didefinisikan sebagai self-sustaining, organization-wide, high motivation. (Spitzer, 1995, 4).
Supermotivation adalah motivasi yang tinggi. Terdapat dua komponen besar sebagai
pembentuk kinerja manusia yaitu ability dan motivation. Ability tidak berarti apapun bila tidak
digunakan. Ability akan mewujud manakala dilipatgandakan oleh motivasi. Oleh karenanya pada
saat terdesak atau krisis, manusia sering dapat memobilisasi kapasitas yang tersembunyi untuk
menuntaskan prestasi.
Supermotivation akan menghasilkan di tingkat motivasi dan kinerja yang lebih tinggi untuk
siapapun secara virtual. Supermotivation juga efektif digunakan untuk menumbuhkan motivasi
dalam jangka panjang. Manakala motivasi cenderung siklikal dan bila semakin lama siklus
pemotivasian semakin kerap, maka perlu segera diupayakan kegiatan supermotivasi.
Pendekatan supermotivasi mencakup dua proses secara paralel, yang pertama adalah
mengurangi demotivator dan yang kedua menambah motivator. Demotivasi ditunjukkan oleh
indikasi-indikasi seperti karyawan menarik diri dari proses perencanaan dan pengambilan
keputusan produksi yang penting, menerima sedikit informasi, suasana rapat dan kelas pelatihan
yang membosankan, menerima sangat sedikit umpan balik, maka indikasi-indikasi tersebut harus
segera dipecahkan dan diatasi. Setelah semua faktor demotivasi diselesaikan maka langkah
kedua adalah dengan menambah pemotivasi. Yang dimaksud pemotivasi disini bukanlah orang,
melainkan kondisi lingkungan. Manajemen mempunyai kesempatan yang menantang untuk
merubah cara kerja karyawan secara permanen. Perbaikan kondisi lingkungan kerja itu
diupayakan tidak temporer, dalam arti hari ini berubah besok sudah berubah lagi. Perubahan
tersebut bersifat permanen dan menjadi bagian dari organisasi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Bateman, Thomas S. Snell, Scott A. 2013. Management: Leading & Collaborating in a Competitive
World. Tenth Edition. New York: Mc Graw Hill Irwin. Bab 1, hal. 1-44.
Cole, Gerald A. Kelly, Phil. 2011. Management, theory and practice. seventh edition. Singapore:
Cengage Learning. Bab 1, hal. 1-20.
Dyck, Bruno. Neubert, Mitchell J. 2010. Management, current practices and new directions.
Boston: Hougton Mifflin Harcourt Publishing. Bab 1, hal. 1-29.
Kreitner, Robert. 2009. Management. Boston: Hougton Mifflin Harcourt Publishing. Bab 1, hal.
1-29.
Owe, Jo. 2011. Management Rules, 50 new rules for manager. West Sussex: Capstone Publishing.
Rudani, Ramesh B. 2011. Management and Organisational Behavior. New Delhi: Tata
McGrawHill. Bab 1, hal. 1-46.
Wahjono, Sentot Imam. Marina, Anna. Wardhana, Andi. Darmawan, Akhmad. 2019. Pengantar
Manajemen. Penerbit RajaGrafindo, Jakarta, Indonesia.
Wahjono, Sentot Imam. Harnida Hanim binti Abdul Hamid, Adillah Mohd. Din, Hasan Saleh, 2014.
Management Practices is Not Important for Women Entrepreneurs in Family Business while
Enhance Their Business Performance: Evidence from Melaka, Malaysia. Paper presented at
International Conference on Business and Economics 2014 (ICBE2014), Universitas Andalas,
Padang, Indonesia, 22-23 October 2014.
Wahjono, Sentot Imam. 2008. Manajemen, Tata Kelola Organisasi Bisnis. Indeks Publisher,
Jakarta.