Anda di halaman 1dari 36

A.

Konsep Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi

kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-

faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah

laku manusia dalam arah tekad tertentu (Nursalam, 2008).

Motivasi adalah proses kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi

untuk mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan

usaha tersebut untuk memuaskan kebutuhan sejumlah individu. Meskipun

secara umum motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai

setiap sasaran, disini kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita

adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja (Robbins & Coulter, 2007).

Oleh sebagian besar ahli, proses motivasi diarahkan untuk mencapai

tujuan. Tujuan atau hasil yang dicari karyawan dipandang sebagai

kekuatan yang bisa menarik orang. Memotivasi orang adalah proses

manajemen untuk mempengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan

pengetahuan mengenai apa yang membuat orang tergerak (Suarli dan

Bahtiar, 2010).

Menurut Suarli dan Bahtiar (2010), menurut bentuknya motivasi

terdiri atas:

a. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri individu.

Universitas Sumatera Utara


b. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri individu.

c. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit

dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.

Tujuan Motivasi

Pada hakekatnya tujuan pemberian motivasi kepada para karyawan adalah


untuk mengubah perilaku karyawan agar sesuai dengan keinginan perusahaan;
meningkatkan gairah dan semangat kerja; meningkatkan disiplin
kerja; meningkatkan prestasi kerja; mempertinggi moral kerja karyawan;
meningkatkan rasa tanggungjawab meningkatkan produktifitan dan efisiensi
serta menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan.

Berbagai Pandangan Tentang Motivasi

Ada 3 model – model motivasi diantaranya model tradisional, mode

hubungan manusiawi, dan model sumber daya manusia.

a. Model Tradisional

Model Tradisional motivasi dihubungkan dengan Frederick Taylor da

aliran manajemen ilmiah. Sesuai dengan aliran ini aspek yang sangat pentin dari

pekerjaan para manajer adalah bagaimana membuat para karyawan bis

menjalankan pekerjaan mereka yang membosankan dan berulang-ulan

dengan cara yang paling efisiensi.

b. Model Hubungan Manusiawi


Ketika tampak bahwa pendekatan tradisional tidak lagi tepat, para ahli

manajemen mulai mencari berbagai penjelasan tentang perilaku karyawan.

c. Model Sumber Daya Manusia

Kemudian para teoritisi seperti McGregor dan Maslow, dan para penelit

seperti Argyris dan Likert, melontarkan kritik kepada model hubunga

duniawi, dan mengemukakan pendekatan yang lebih canggih “sophisticated

6
untuk memanfaatkan para karyawan. Model ini menyatakan bahwa par karyawan

dimotivasi oleh banyak faktor.

Mereka beralasan bahwa kebanyakan orang telah dimotivasi untuk

melakukan pekerjaan secara baik. Mereka mengemukakan bahwa para


karyawan lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang
baik. Jadi, para karyawan dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk
pembuat keputusan dan tugas-tugas.

6
6
1. Teori Motivasi

a. Teori-Teori Awal Tentang Motivasi

1) Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Teor i motivasi yang paling dikenal mungkin adalah Teor

i Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow. Maslow adalah

psikolog humanistik yang berpendapat bahwa pada diri tiap orang

terdapat hierarki lima kebutuhan.

a) Kebutuhan fisik: makanan, minuman, tempat tinggal, kepuasan

seksual, dan kebutuhan fisik lain.

b) Kebutuhan keamanan: keamanan dan perlindungan dari

gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan

fisik akan terus terpenuhi.

c) Kebutuhan sosial: kasih sayang, menjadi bagian dari

kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan.

d) Kebutuhan harga diri: faktor harga diri internal, seperti

penghargaan diri, otonomi, pencapaian prestasi dan harga diri

eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.

e) Kebutuhan aktualisasi diri: pertumbuhan, pencapaian potensi

seseorang, dan pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk menjadi

apa yang dia mampu capai.


Menurut Maslow, jika ingin memotivasi seseorang kita perlu

memahami ditingkat mana keberadaan orang itu dalam hierarki dan

perlu berfokus pada pemuasan kebutuhan pada atau diatas tingkat itu

(Robbins & Coulter, 2007).

2) Teori X dan Y McGregor

Douglas McGregor terkenal karena rumusannya tentang dua

kelompok asumsi mengenai sifat manusia: Teor i X dan Teor i

Y. Teor i X pada dasarnya menyajikan pandangan negatif tentang

orang. Teor i X berasumsi bahwa para pekerja mempunyai sedikit

ambisi untuk maju, tidak menyukai pekerjaan, ingin menghindari

tanggung jawab, dan perlu diawasi dengan ketat agar dapat efektif

bekerja.

Teor i Y menawarkan pandangan positif. Teor i Y berasumsi bahwa

para pekerja dapat berlatih mengarahkan diri, menerima dan secara

nyata mencari tanggung jawab, dan menganggap bekerja sebagai

kegiatan alami. McGregor yakin bahwa asumsi Teor i Y lebih

menekankan sifat pekerja sebenarnya dan harus menjadi pedoman

bagi praktik manajemen (Robbins & Coulter, 2007).

3) Teori Motivasi Higienis Herzberg

Teor i ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidak-puasan

seseorang dipengaruhi oleh dua kelompok faktor independen yakni

faktor-faktor penggerakan motivasi dan faktor-faktor pemelihara

motivasi. Menurut Herzberg, karyawan memiliki rasa kepuasan kerja

dalam pekerjaannya, tetapi faktor-faktor yang menyebabkan


kepuasan berbeda jika dibandingkan dengan faktor-faktor ketidak-

puasan kerja. Rasa kepuasan kerja dan rasa ketidak-puasan kerja

tidak berada dalam satu kontinum. Lawan dari kepuasan adalah

tidak ada kepuasan kerja sedangkan lawan dari ketidakpuasan kerja

adalah tidak ada ketidak-puasan kerja (Robbins, 2003).

Faktor-faktor yang merupakan penggerak motivasi (faktor-

faktor intrinsik) ialah:

a) Pengakuan (cognition), artinya karyawan memperoleh pengakuan

dari pihak perusahaan bahwa ia adalah orang, berprestasi, baik,

diberi penghargaan, pujian, dimanusiakan, dan sebagainya.

b) Tanggung jawab (responsibility), artinya karyawan diserahi

tanggung jawab dalam pekerjaan yang dilaksanakannya, tidak

hanya semata-mata melaksanakan pekerjaan.

c) Prestasi (achievement), artinya karyawan memperoleh

kesempatan untuk mencapai hasil yang baik atau berprestasi.

d) Pertumbuhan dan perkembangan (growth and development),

artinya dalam setiap pekerjaan itu ada kesempatan bagi karyawan

untuk tumbuh dan berkembang.

e) Pekerjaan itu sendiri (job it self), artinya memang pekerjaan

yang dilakukan itu sesuai dan menyenangkan bagi karyawan.

Adapun faktor-faktor pemelihara motivasi (faktor-faktor

ekstrinsik) ialah:

a) Gaji (salary) yang diterima karyawan


b) Kedudukan (status) karyawan

c) Hubungan antar pribadi dengan teman sederajat, atasan atau

bawahan

d) Penyeliaan (supervisi) terhadap karyawan

e) Kondisi tempat kerja (working condition)

f) Keselamatan kerja (job safety)

g) Kebijakan dan administrasi perusahaan, khususnya dalam bidang

personalia

Menurut Herzberg, meskipun faktor-faktor pendorong motivasi

baik keadaannya (menurut penilaian karyawan), tetapi jika faktor-

faktor pemeliharaan tidak baik keadaannya, tidak akan menimbulkan

kepuasan kerja bagi karyawan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan

motivasi dengan cara perbaikan faktor-faktor pemeliharaan, baru

kemudian faktor-faktor pendorong motivasi (Robbins, 2003).

b. Teori Motivasi Modern

1) Teori Tiga Kebutuhan

David McClelland menyebutkan ada tiga kelompok motivasi

kebutuhan yang dimiliki seseorang yaitu kebutuhan berprestasi,

kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi. Kebutuhan prestasi

(achievement) yaitu adanya keinginan untuk mencapai tujuan yang

lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dapat dicapai dengan cara

merumuskan tujuan, mendapatkan umpan balik, memberikan

tanggung jawab pribadi, dan bekerja keras. Kebutuhan kekuasaan


(power) artinya yaitu adanya kebutuhan kekuasaan yang mendorong

seseorang bekerja sehingga termotivasi dalam pekerjaannya. Cara

bertindak dengan kekuasaan tergantung kepada pengalaman masa

kanak-kanak, kepribadian, pengalaman kerja, dan tipe organisasi.

Kebutuhan afiliasi artinya kebutuhan untuk berinteraksi dengan

orang lain. Hal ini dapat dicapai dengan cara bekerja sama dengan

orag lain, dan sosialisasi (Ishak, dkk, 2003).

2) Teori Penentuan Sasaran

Teor i penentuan sasaran ini menyatakan bahwa orang akan

bekerja lebih baik jika mereka mendapatkan umpan balik mengenai

sejauh mana mereka maju menuju sasaran, karena umpan balik

membantu mengidentifikasi kesenjangan antara apa yang telah

mereka lakukan dan apa yang ingin mereka lakukan. Selain umpan

balik, ada tiga faktor lain telah yang mempengaruhi hubungan

sasaran-kinerja. Faktor-faktor itu mencakup komitmen pada sasaran,

kemampuan diri yang memadai, dan budaya nasional. Teor i

penentuan sasaran mensyaratkan bahwa individu berkomitmen pada

sasaran tadi artinya individu berniat tidak menurunkan atau

meninggalkan sasaran tadi. Komitmen sangat cenderung terjadi jika

sasaran itu diumumkan, jika individu tersebut mempunyai tempat

kendali internal, dan jika sasaran itu ditentukan sendiri, bukan

diberikan. Efektifitas diri merujuk ke keyakinan seseorang bahwa ia

mampu melaksanakan tugas tertentu. Semakin tinggi efektifitas diri


kita, semakin yakin kita kita akan kemampuan berhasil pada tugas

tertentu. Jadi dalam situasi-situasi sulit, kami menemukan bahwa

orang yang rendah efektivitas dirinya lebih cenderung mengurangi

usaha mereka atau sepenuhnya menyerah kalah, sedangkan orang-

orang yang tinggi efektifitas dirinya akan berusaha lebih keras,

mengatasi tantangan itu (Robbins & Coulter, 2007).

3) Teori Penguatan

Teor i penguatan menunjukkan bagaimana konsekuensi

tingkah laku dimasa lampau akan mempengaruhi tindakan dimasa

depan dalam proses belajar. Menurut teori penguatan, seseorang

akan termotivasi jika dia memberikan respons rangsangan pada

pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu (Nursalam,

2007).

Teor i penguatan mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi

dari akibat. Teor i penentuan sasaran menyatakan bahwa

maksud individu mengarahkan perilakunya. Teor i penguatan

mengatakan bahwa perilaku itu ditimbulkan dari luar. Apa yang

mengendalikan perilaku adalah penguat, akibat yang bila diberikan

dengan segera setelah perilaku tertentu dilakukan, meningkatkan

kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan diulang (Robbins &

Coulter, 2007).

Berlawanan dengan teori penentuan sasaran, kunci teori

penguatan ialah mengabaikan faktor-faktor seperti sasaran, harapan,

dan kebutuhan. Sebagai gantinya, teori itu hanya memusatkan


perhatian pada apa yang terjadi dengan seseorang ketika ia

mengambil tindakan tertentu (Robbins & Coulter, 2007).

Berdasarkan teori penguatan, para manajer dapat

mempengaruhi perilaku karyawan dengan memperkuat tindakan

yang mereka anggap menguntungkan. Namun, karena penekanan itu

terletak pada penguatan positif, bukan hukuman, para manajer

seharusnya mengabaikan, bukannya menghukum perilaku yang tidak

menguntungkan. Meskipun hukuman lebih cepat menghilangkan

perilaku yang tidak diinginkan dibanding tindakan bukan penguatan,

dampak hukuman itu sering hanya sementara dan dikemudian hari

akan mempunyai efek samping yang tidak menyenangkan, seperti

perilaku disfungsi berupa konflik di tempat kerja, ketidakhadiran,

dan tingkat keluar masuknya karyawan (Robbins & Coulter, 2007).

4) Merancang Pekerjaan yang Mampu Memotivasi

Para manajer sangat menaruh minat pada cara memotivasi

orang di tempat kerja dan perlu meninjau cara-cara apa saja untuk

merancang pekerjaan yang memotivasi. Cara-cara yang dapat

digunakan manajer untuk merancang pekerjaan tersebut adalah:

a) Pemekaran pekerjaan

Perancangan pekerjaan secara historis berkonsentrasi pada

membuat pekerjaan itu menjadi kecil dan lebih terspesialisai.

Salah satu upaya paling awal untuk mengatasi kelemahan

spesialisasi adalah pemekaran pekerjaan secara horisontal melalui


peningkatan jangkauan pekerjaan (job scopes) jumlah tugas yang

berbeda-beda yang diperlukan oleh pekerjaan tertentu dan

frekuensi pengulangan tugas-tugas itu.

b) Pengayaan pekerjaan

Pendekatan lain untuk merancang pekerjaan yang memotivasi

adalah melalui perluasan vertikal pekerjaan dengan

menambahkan tanggung jawab perencanaan dan pengevaluasian.

Pengayaan pekerjaan meningkatkan kedalaman, yakni tingkat

kendali para karyawan terhadap pekerjaan mereka. Dengan kata

lain, karyawan diberdayakan supaya dapat mengemban sejumlah

tugas yang lazimnya dilakukan oleh manajer mereka. Dengan

demikian, tugas dalam pengayaan pekerjaan harus memungkinkan

para karyawan melakukan kegiatan lengkap dengan kebebasan,

kemandirian, dan tanggung jawab yang lebih besar. Tugas-tugas

itu juga harus memberi umpan balik agar individu dapat

menilai dan membetulkan kinerja mereka sendiri.

c) Model karakteristik pekerjaan

Meskipun banyak organisasi telah melaksanakan program

pengayaan pekerjaan dan pemekaran pekerjaan serta hasil-

hasilnya belum bisa disimpulkan, tidak ada satu pun pendekatan

perancangan pekerjaan ini menyajikan kerangka kerja konseptual

untuk menganalisis pekerjaan atau membimbing para manajer

merancang pekerjaan yang memotivasi. Namun, model


karakteristik pekerjaan (job characteristic models/ JCM)

memberikan kerangka semacam itu. JCM mengidentifikasi lima

karakteristik utama pekerjaan, kaitan-kaitannya, dan dampaknya

pada produktivitas, motivasi, dan kepuasan karyawan.

Berdasarkan JCM, setiap pekerjaan dapat didefinisikan

menurut lima dimensi inti yaitu sebagai berikut:

a) Keragaman keterampilan, tingkat sejauh mana keragaman

kegiatan yang diperlukan oleh pekerjaan tertentu agar karyawan

dapat menggunakan berbagai bakat dan keterampilannya yang

berbeda-beda.

b) Identitas tugas, tingkat sejauh mana pekerjaan menuntut

penyelesaian keseluruhan dan potongan kerja yang dapat

diidentifikasi.

c) Signifikansi tugas, tingkat sejauh mana pekerjaan berdampak

besar pada kehidupan atau pekerjaan orang lain.

d) Otonomi, tingkat sejauh mana pekerjaan memberi kebebasan,

kemandirian, dan keleluasaan yang besar kepada seseorang dalam

menjadwal pekerjaan itu dan menentukan prosedur yang

digunakan untuk melaksanakannya.

e) Umpan balik, tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan

kerja yang dituntut oleh pekerjaan tertentu menyebabkan orang

tersebut mendapatkan informasi yang langsung dan jelas

mengenai efektivitas kinerjanya.


5) Teori Kesetaraan

Teor i kesetaraan yang dikembangkan oleh J. Stacey Adams

mengatakan bahwa para karyawan melihat (mempersepsikan) apa

yang mereka peroleh dari situasi (hasil) pekerjaan untuk dikaitkan

dengan apa yang mereka masukkan ke pekerjaan itu (input),

kemudian membandingkan rasio input-hasil mereka dengan rasio

input-hasil orang lain yang relevan. Jika seorang karyawan

menganggap rasio dirinya sama dengan rasio orang lain yang relevan

itu, timbullah keadaan setara. Dengan kata lain, dia melihat bahwa

situasi dirinya itu adil. Namun, seandainya rasio itu tidak sama maka

timbullah ketidaksetaraan dan dia menganggap dirinya kurang

dihargai atau terlampau dihargai. Jika timbul ketidaksetaraan, para

karyawan berusaha melakukan sesuatu mengenai hal tersebut. Oleh

karena itu, hal-hal yang dapat dilakukan karyawan antara lain

mengubah input maupun hasil mereka sendiri atau orang lain,

berperilaku sedemikian rupa untuk mendorong orang lain mengubah

input atau hasil mereka, berperilaku sedemikian rupa untuk

mengubah input atau hasil mereka sendiri, memilih orang yang

berbeda-beda sebagai pembanding, atau meninggalkan pekerjaan

mereka (Robbins & Coulter, 2007).

Kesimpulannya teori kesetaraan menunjukkan bahwa bagi

kebanyakan karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh imbalan


relatif dan juga imbalan absolut meski beberapa hal utama

masih tetap tidak jelas (Robbins & Coulter, 2007).

6) Teori Pengharapan

Teor i ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari

berbagai alternatif tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada

keuntungan yang diperoleh dari tiap tingkah laku. Teor i

pengharapan berpikir atas dasar:

a) Harapan hasil prestasi

Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku

mereka. Harapan ini nantinya akan mempengaruhi keputusan

tentang bagaimana cara mereka bertingkah laku.

b) Valensi

Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau

kekuatan untuk memotivasi. Valensi ini bervariasi dari satu

individu ke individu yang lain.

c) Harapan prestasi usaha

Harapan orang mengenai tingkat keberhasilan mereka dalam

melaksanakan tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah

laku. Tingkah laku seseorang sampai tingkat tertentu akan

tergantung pada tipe hasil yang diharapkan (Nursalam, 2007).

Kunci teori pengharapan adalah memahami sasaran

seseorang dan kaitan antara usaha dan kinerja, antara kinerja dan

imbalan, dan akhirnya antara imbalan dan kepuasan kerja orang


tersebut. Teor i ini menekankan hasil atau imbalan. Akibatnya, kita

harus berkeyakinan bahwa imbalan yang ditawarkan oleh organisasi

itu sesuai dengan keinginan individu tersebut. Teor i

pengharapan menyatakan bahwa tidak ada prinsip universal

yang mampu menjelaskan apa yang memotivasi individu dan

karena itu menekankan bahwa para manajer harus memahami

mengapa karyawan melihat hasil tertentu menarik atau tidak

(Robbins & Coulter, 2007).

2. Motivator

Motivator adalah orang yang memiliki profesi atau pencaharian

dari memberikan motivasi kepada orang lain. Pemberian motivasi ini

biasanya melalui pelatihan (training), atau bisa juga melalui mentoring,

coaching atau counseling. Namun motivator yang dimaksudkan peneliti

disini dapat berupa gaji yang lebih tinggi, jabatan yang lebih terhormat,

pengakuan dari rekan kerja dan hal-hal yang menimbulkan alasan bagi

seseorang untuk melakukan sesuatu (Wikipedia, 2011).

3. Motivasi Kerja

Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk

mendapatkan kepuasan. Aktivitas ini melibatkan fisik dan mental (As’ad,

2001).

Bekerja merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam

mencapai tujuannya (Gilmer, 1971 dalam Nursalam 2008).


Motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk

membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang

berhubungan dengan lingkungan kerja (Nursalam, 2008).

a. Prinsip-prinsip dalam motivasi kerja

Menurut Nursalam (2008), terdapat beberapa prinsip dalam

memotivasi kerja pegawai yaitu:

1) Prinsip partisipatif

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan

kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan

dicapai oleh pemimpin.

2) Prinsip komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan

dengan usaha pencapaian tugas. Dengan informasi yang jelas,

pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

3) Prinsip mengakui andil bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil

didalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut,

pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

4) Prinsip pendelegasian wewenang

Pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada

pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan

terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat yang


bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang

diharapkan oleh pemimpin.

5) Prinsip memberi perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan

pegawai bawahannya, sehingga bawahan akan termotivasi bekerja

sesuai dengan harapan pemimpin.

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap

orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai

dengan perannya dalam perusahaan (Veizal Rivai, 2004).

Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai

seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya

yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta

waktu (Maluyu, 2001).

2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Gibson (1987, dalam Ilyas 2001) ada tiga faktor (variabel)

yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu:

a. Faktor Individu

Terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan

demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan

faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu,

variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku

dan kinerja
individu. Umur responden yang tergolong muda (20-35) cenderung

mempunyai tingkat pemahaman kerja yang lebih rendah dibandingkan

dengan perawat yang berumur 36-45 tahun (Megawati, 2005).

b. Faktor Psikologi

Terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi.

Variabel ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial,

pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel

seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang

kompleks dan sulit diukur. Terkait dengan belajar semakin tinggi,

tingkat pendidikan perawat cenderung mempunyai mutu pekerjaan

yang baik. Dengan pengetahuan yang tinggi, tingkat pemahaman

dalam bekerja akan baik sehingga kinerja akan baik pula.

Perawat pelaksana berpendidikan D III Keperawatan memiliki

kinerja lebih baik daripada perawat pelaksana berpendidikan SPK

(Megawati, 2005).

Terkait dengan pengalaman kerja sebelumnya, perawat dengan masa

kerja <15 tahun mempunyai kinerja kategori baik, sebaiknya perawat

dengan lama kerja >15 tahun mempunyai kinerja kategori tidak baik

karena dengan masa kerja relatif lama kemungkinan timbul rasa jenuh

lebih besar (Megawati, 2005). Terkait dengan identitas diri apabila

individu sudah mempunyai kualitas terhadap bidang pekerjaannya dan

telah berada pada lingkungan pekerjaan yang sesuai maka kinerja atau

produktivitasnya serta loyalitas terhadap pekerjaan tersebut akan dapat

ditampilkan secara maksimal. Pada keadaan ini biasanya individu

tidak
bekerja semata-mata untuk mencari nafkah tetapi termasuk di

dalamnya bagaimana mengaktualisasikan diri melalui pekerjaannya

sehingga dapat menimbulkan kepuasan secara pribadi (Nugroho, 2004).

c. Faktor Organisasi

Berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri

dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain

pekerjaan.

Menurut Mangkunegara (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja antara lain:

a. Faktor kemampuan secara psikologis (ability) pegawai yang terdiri dari

kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh

karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai

dengan keahliannya.

b. Faktor motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam

menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap

mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi

kerja maksimal.

3. Penilaian Kinerja

Menurut Jason (2010), salah satu upaya penjagaan komitmen

perawat terhadap kinerja adalah melakukan evaluasi dan penilaian

terhadap kinerja perawat. Ada beberapa indikator yang dijadikan alat ukur

yaitu:
a. Motivasi yaitu memiliki minat untuk melanjutkan pendidikan formal

minimal S1 Keperawatan; datang aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah;

wajah cerah, senyum dan bersahabat; berjalan tegak, cepat dan

pandangan ke depan.

b. Keterlibatan yaitu menjadi panitia kegiatan keperawatan, menjadi

panitia kegiatan tingkat rumah sakit, menjadi team yang ada di

perawatan.

c. Tanggung jawab yaitu kesalahan identifikasi pasien, kesalahan

pemberian obat, kejadian pasien jatuh, dan risiko infeksi nosokomial.

d. Disiplin yaitu apel pagi, jam datang, jam pulang, baju seragam.

e. Kompetensi yaitu diagnosa perawatan, standar operating procedur,

rencana kerja.

f. Loyalitas yaitu program rotasi, program bidang, program ruang,

hubungan dengan atasan.

g. Tidak tercela yaitu terlibat kasus etik, komplain pasien, konflik

dengan teman.

h. Manajemen yaitu melakukan orientasi perawat baru, perawat magang

dan mahasiswa, membuat program pengembangan staff, melakukan

penilaian kinerja, melakukan manajemen tenaga, rapat koordinasi,

morning meeting, ronde keperawatan.


4. Tujuan Penilaian Kinerja

Secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai sesuatu yang

bersifat evaluation dan development. Dikatakan bersifat evaluation yaitu


harus menyelesaikan hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision

dan hasil penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi.

Sedangkan yang bersifat development yaitu penilai harus menyelesaikan

prestasi riil yang dicapai individu, kelemahan-kelemahan individu yang

menghambat kinerja dan prestasi-prestasi yang dikembangkan

(Syafarudin, 2001).

5. Manfaat Penilaian Kinerja

Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen

sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian

penting dari seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal

ini penting juga bagi perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Bagi

karyawan, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang

berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan, dan potensi yang

pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan

pengembangan karir dan bagi organisasi atau perusahaan sendiri, hasil

penilaian tersebut sangat penting artinya dan peranannya dalam

pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi

kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, recruitment, seleksi,

program pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai

aspek lain dari proses dari manajemen sumber daya manusia secara efektif

(Danfar, 2009).
6. Metode Penilaian Kinerja

Menurut Dharma, (2009:199), Pendekatan Tradisionil terhadap penilaia


kinerja (performance appraisal) didasarkan pada asumsi bahwa penilaia
dari atas ke bawah melibatkan hubungan empat mata. Atasan memanggi
bawahan mereka keruang kantornya dan memberitaukan bagaimana kinerj
mereka menurut atasan. Atasan yang lebih banyak berbicara, sedangka
bawahan hanya mendengarkan, belajar, dan mencernakannya.

Sekarang telah menjadi suatu prinsip yang diterima secara umum bahw evaluasi

kinerja harus dilaksanakan sebagai suatu dialog. Kedua belah piha memberikan

kontribusi dalam pembicaraan dan para individi diberi ruang lingku yang luas untuk

memberikan tanggapannya terhadap komentar-komenta manajemennya dan pada

kenyataanya, turut memunculkan persoalan k permukaan.

Tujuan dari pendekatan ini yakni untuk mencapai pandangan yang lebi

lengkap tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari sudut pandan

yang berbeda. Ini mungkin tidak akan menghapuskan berbaga

ketidakseimbangan yang merasuki semua penilaian kinerja, siapa pun yan

membuat penilaian tersebut, tetapi ia dapat membantu meringankan atas dasa

bahwa persepsi orang mengenai apa yang nyata dan valid amat tergantung kead

sebuah konsensus mengenai hal yang dipercayai bersama.

Menurut Handoko (1997:150), ada 4 metode penilaian kinerja yan berorientasi


masa depan yakni
a. Penilaian Diri (Self Appraisals)
Penilaian diri sendiri merupakan proses di mana para individu
mengevaluasi kinerja mereka sendiri sebagai dasar untuk melanjutkan
pengembangan diri. Bila karyawan menilai dirinya, perilaku defensive
cenderung tidak terjadi, sehingga upaya perbaikan diri juga cenderung
dilaksanakan.

b. Penilaian Psikologis (Psychological Appraisals)


Penilaian ini pada umumnya terdiri dari wawancara, tes psikologi
diskusi dengan atasan langsung, dan review evaluasi. Evaluasi terhada
intelektual, emosi, motivasi karyawan, dan karakteristik-karakteristi
hubungan pekerjaan lainnya sebagai hasil penilaian diharapkan bis
membantu untuk memperkirakan prestasi kerja di waktu yang aka
datang.
c. Pendekatan Management By Objectives (MBO)
Inti dari pendekatan ini adalah bahwa setiap karyawan dan penyeli
secara bersama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasara
pelaksanaan kerja di waktu yang akan datang.
d. Teknik Pusat Penilaian
Assessment Centers adalah suatu bentuk penilaian kinerja karyawa
yang distandarisasikan di mana tergantung pada berbagai tipe penilaia dari
penilai. Penilaian bisa meliputi wawancara mendalam, tes-te psikologi,
diskusi kelompok, dan sebagainya untuk mengevaluas kinerja
karyawan di waktu yang akan datang.
B. Perawat

1. Pengertian Perawat

Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix

yang berarti merawat atau memelihara. Pengertian dasar seorang perawat

yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,

membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses

penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan

berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan

atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan

kewenanganya (Depkes RI, 2002 dalam Aisiyah 2004).

2. Peran Perawat

Menurut Tyo (2008), peran perawat adalah sebagai berikut:

a. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat

dengan memprhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang

dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis

keperawatan agar bisa direncakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat

sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat

dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan

ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.


b. Peran Sebagai Advokat ( Pembela) Klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam

menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau

informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan

keperawatan yang diberikan kepada pasiennya, juga dapat berperan

mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak

atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya,

hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak

untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

c. Peran Sebagai Edukator

Peran ini dilakukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan

dan kemampuan klien mengatasi kesehatannya dan perawat memberi

informasi dan meningkatkan perubahan perilaku klien.

d. Peran Sebagai Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga

pemeberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan

kebutuhan klien.

Tujuan perawat sebagi koordinator adalah:

1) Untuk memenuhi asuhan kesehatan secara efektif, efisien dan

menguntungkan klien

2) Pengaturan waktu dan seluruh aktifitas atau penanganan pada klien


3) Menggunakan keterampilan perawat untuk merencanakan,

mengorganisasikan, mengarahkan dan mengontrol

e. Peran Sebagai Kolaborator

Perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim

kesehatan yang terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi, dan lain-

lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang

diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam

penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Peran Sebagai Konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau

tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan

atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan

keperawatan yang diberikan.

g. Peran Sebagai Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan

perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah

sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

Peran perawat sebagai pembaharu dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya:

1) Kemajuan teknologi

2) Perubahan lisensi-regulasi

3) Meningkatnya peluang pendidikan lanjutan

4) Meningkatnya berbagai tipe petugas asuhan kesehatan


3. Fungsi Perawat

Menurut Tyo (2008), fungsi perawat yaitu sebagai berikut:

a. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain,

dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri

dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka

memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan

fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan

cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan

kebutuhan aktivitas, dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan

dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan

kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas

pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan

pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh

perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke

perawat pelaksana.

c. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling

ketergantungan di antara tim satu dengan tim lainnya. Fungsi ini dapat

terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam

pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan

pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks keadaan ini tidak


dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter

ataupun lainya, seperti dokter dalam memberikan pengobatan

bekerjasama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah

diberikan.

C. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/ pasien di

berbagai tatanan pelayanan kesehatan serta dilaksanakan berdasarkan kaidah-

kaidah keperawatan sebagai profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat

keperawatan, bersifat humanistik, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif

klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien (Zaidin, 2002).

Asuhan keperawatan bertujuan agar pasien memperoleh pelayanan

yang lebih efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhannya sehingga

pasien memperoleh kepuasan dan status kesehatan meningkat. Efektif dan

efisien dalam asuhan keperawatan dimaksudkan bahwa pemberian

pelayanan keperawatan telah disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan,

kemampuan pasien, dan ketersediaan sarana serta prasarana pelayanan

(Arwani dan Heru,

2006).

Kalangan profesi keperawatan telah menempatkan lingkup tugas

perawat dalam cakupan adanya standar asuhan keperawatan. Standar asuhan

keperawatan ini mencakup pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,

perencanaan, dan pelaksanaan tindakan keperawatan serta evaluasi

keperawatan (Yahmono, 2000). Perawat yang bertugas dipelayanan rumah


sakit baik pemerintah maupun swasta, harus melakukan standar asuhan

keperawatan yang ada dirumah sakit. Hal ini disahkan berdasarkan Surat

Keputusan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Nomor: YM.00.03.2.6.7637

tahun 1993 (Nursalam, 2002), disusun sebagai berikut:

1. Standar 1: Falsafah Keperawatan

a. Memandang pasien sebagai manusia yang utuh

b. Memberikan pelayanan secara langsung dan manusiawi

c. Setiap orang berhak mendapat perawatan tanpa memandang suku,

kepercayaan, status sosial, dan status ekonomi

d. Perawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan

e. Pasien merupakan mitra yang aktif dalam pelayanan kesehatan, bukan

penerima jasa pasif

2. Standar 2: Tujuan Asuhan Keperawatan

a. Membantu individu untuk mandiri

b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang

kesehatan

c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara

kesehatan secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam

memelihara kesehatannya

d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan optimal


3. Standar 3: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara

sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria

pengkajian keperawatan meliputi:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,

pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim

kesehatan, rekam medis, dan catatan lain

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

1) Status kesehatan klien masa lalu

2) Status kesehatan klien saat ini

3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual

4) Respon terhadap terapi

5) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

6) Resiko-resiko tinggi masalah

4. Standar 4: Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa

keperawatan. Adapun kriteria proses:

a. Proses diagnosa terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi

masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan

b. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E), dan

tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE)
c. Bekerja sama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk

memvalidasi diagnosa keperawatan

d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan

data terbaru

5. Standar 5: Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah dan meningkatkan kesehatan klien.

a. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan

rencana tindakan keperawatan

b. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan

keperawatan

c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan

klien

d. Mendokumentasikan rencana keperawatan

6. Standar 6: Implementasi Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah

diidentifikasikan dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses

meliputi:

a. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien


d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,

keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi

lingkungan yang digunakan

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan

berdasarkan respon klien

7. Standar 7: Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan

keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan

perencanaan. Adapun kriteria prosesnya:

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara

komprehensif, tepat waktu, dan terus menerus

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur

perkembangan kea rah pencapaian tujuan

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat

d. Bekerja sama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi

rencana asuhan keperawatan

8. Standar 8: Catatan Asuhan Keperawatan

Perawat membuat suatu catatan yang memuat seluruh informasi

yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, menyusun

rencana keperawatan, melaksanakan, dan mengevaluasi tindakan

keperawatan yang disusun secara sistematis, valid, dan dapat di

pertanggungjawabkan secara moral dan hukum.


Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan

keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif

mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, ada kualitas struktur,

proses atau hasil yang dapat dinilai.

Standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif

mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi

pelayanan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien (Gillies, 1989

dalam Nursalam, 2002).

Anda mungkin juga menyukai