Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU


KEKERASAN

Disusun Oleh :

Nama : HERIYANTO

NIM : 17160108

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU


KEKERASAN

Disusun Oleh :

Nama :HERIYANTO
NIM : 17160108

Mengetahui :

Pembimbing Klinik PembimbingAkademik

( ) ( )
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana sesorang berisiko atau melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada diri sendiri maupun orang lain.
(Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang,
baik secara fisik maupun psikologis. (Keliat, dkk, 2010).
Perilaku keketasan adalah tingkah laku individu yang ditunjukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak diinginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba,
dkk, 2008).
Jadi perilaku kekerasan adalah suatu keadaan diman individu melakukan kekerasan yang
dapat melukai dirinya maupun orang lain.

B. TANDA DAN GEJALA


a. Data Subyektif
1. Menghina orang lain : “Anda slalu/tidak pernah”
2. Mengungkapkan perasaan ingin memukul orang lain atau pikiran ingin mencelakai
orang lain
3. Mengungkakan perasaan takut, khawatir, cemas yang berlebihan

b. Data Obyektif
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Merusak barang atau benda
10. Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan (Stuart,
2005).

C. PENYEBAB
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis. Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
ringan pada hipotalamus. Kerusakan sistem limbic, lobus frontal untuk pemikiran
rasional juga mendukung terjadinya sikap agresif.
b. Psikologis
Gangguan pada pemenuhan tugas perkembangan individu dapat memperbesar risiko
melakukan perilaku kekerasan. Gangguan emosional berat atau penolakan yang
dialami saat masa kanak-kanak, begitu juga kekerasan dari orang tua atau orang lain
dapat berkontribusi terhadap kurangnya kepercayaan pada orang lain dan
menumbuhkan mekanisme koping yang salah yaitu menggunakan kekerasan untuk
mengatasi masalah.
c. Sosiakultural
Beberapa faktor sosial budaya yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku
kekerasan adalah norma yang berlaku dimasyarakat yang mengijinkan kekerasan
terjadi, kemiskinan dan ketidakmampuan mengakses kebutuhan dasar, pernikahan
yang bermasalah, tidak bekerja, hidup dalam keluarga dengan orang tua tunggal dan
kesulitan mempertahankan ikatan interpersonal, struktur keluarga dan control sosial
(Hartono, 2007)

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti ini, kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan
faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula
memicu perilaku kekerasan (Hartono, 2007).
D. AKIBAT
Adanya resiko perilaku kekerasan dapat berdampak pada perilaku kekerasan yang
diarahkan pada diri sendiri, pada orang lain maupun pada lingkungan. (Kelliat dalam Yosep,
2007)

E. PSIKOPATOLOGI
Adapun beberapa hal yang menyebabkan munculnya gangguan jiwa pada perilaku
kekerasan yang dipengaruhi oleh faktor predesposi dan faktor presipitasi. (Yosep (2007)
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor Psikologis
Psichoanalytical Theory : teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan
akibat dari Instructual Drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting, pertama insting hidup yang diekspresikan dengan
seksualitas ; dan kedua : insting kematian yang diekspresikan dengan agresifitas.
b. Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain.
Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai
dengan respon yang dipelajarinya. Kultur dapat pula mempengaruhi perilaku
kekerasan, adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana
yang diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu individu untuk
mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.

F. DIAGNOSIS KEPERAWATAN UTAMA


Diagnosa keperawatan adalah resiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada resiko perilaku kekerasan adalah strategi pelaksanaan perilaku
kekerasan. Ada beberapa penatalaksanaan lain yaitu:
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada
dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada
juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika,
tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti
agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan
tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan
media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau
berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan
langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
3. Peran Serta Keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan
tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga
yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku
maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan
skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier)
sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
4. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada
kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
5. Terapi Kejang Listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (Keliat, 2007).

H. FOKUS INTERVENSI
1. Tindakan mandiri
SP I
a. Mengidentifikasi penyebab PK
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
c. Mengidentifikasi akibat PK
d. Menyebutkan cara mengontrol PK
e. Membantu pasien mempraktekkan latihan car mengontrol Pk dengan fisik I
f. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
a. Mengevaluasi jadwl kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal harian
SP IV
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengontrol PK dengan car spiritual
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP V
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

2. Terapi Modalitas
a. Melibatkan pasien dalam terapi aktivitas
b. Melakukan terapi kognitif
1) Kuatkan pikiran kongruen klien.
2) Berikan pikiran yang sesuai dan buat batasan jika klien mencoba berespon secara
impulsive terhadap perubahan pikiran
3) Bantu dan dukung klien dalam usahanya untuk mengungkapkan secara verbal
perasaan ansietas, takut dan tidak aman
4) Diskusikan teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengobrol kemarahan
klien (misal latihan nafas dalam, latihan-latihan relaksasi yang lain, teknik
berhenti berfikir)
3. Terapi Kolaborasi
a. Membantu klien dapat menggunakan obat untuk mengendalikan wahamnya.
b. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengendalikan waham.
c. Bantu klien untuk memastikan bahwa klien minum obat sesuai program dokter.
d. Observasi tanda dan gejala terkait dengan efek samping obat.

I. DAFTAR PUSTAKA
1. Hartono, Y. 2007. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
2. Keliat B.A, 2007. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
3. Kelliat, dkk. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
4. Purba, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
5. Stuart dan Sudden. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
6. Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Refika Aditama.
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN

A. Kondisi Klien :
Muka merah dan tegang, Pandangan tajam, Mengatupkan rahang dengan kuat,
Mengepalkan tangan, Jalan mondar-mandir, Bicara kasar, Suara tinggi, menjerit atau
berteriak, Mengancam secara verbal atau fisik, Melempar atau memukul benda atua orang
lain, Merusak barang atau benda.

B. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan

C. Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
4. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
5. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
6. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial,
dan dengan terapi psikofarmaka.

D. Tindakan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa
aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara
lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
3. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah
secara :
a. Verbal
b. terhadap orang lain
c. terhadap diri sendiri
d. terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
6. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a. Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
b. Obat
c. Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d. Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
a. Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
b. Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
8. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
a. Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
b. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
9. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
a. Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
b. Buat jadwal latihan sholat, berdoa
10. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :
a. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar
dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
b. Susun jadwal minum obat secara teratur
11. Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi mengontrol
Perilaku Kekerasan

E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
Orientasi:
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Haryanto, panggil saya heri saya mahasiswa
profesi ners dari Universitas respati yogyakarta yang akan praktek disini selama 1 minggu.
Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya yang akan merawat bapak selama Bapak
di rumah sakit ini. Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”
Kerja :
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?”
“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Maukah
bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan cara
fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut
seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya.
Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan ........
(sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa yang
bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya
ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan
napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak”

SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”

Kerja :
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar,
mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau
nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut
dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya,
bagus sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan
lupa merapikan tempat tidurnya”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau
jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam
15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak.
Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur
dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”
SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa
yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri; kalau
diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka
kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak: Meminta
dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-
kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya karena minta uang sama isteri tidak
diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.”
Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak
dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan.
Bagus”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau
latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus
nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan
cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti

SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual


a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa

Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan
ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang mana mau
dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika
tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu
kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan caranya”

Terminasi :
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak
sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa marah,
yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah bapak, setuju pak?”
SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien,
benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis
obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur
Orientasi
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang
baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?. Coba kita
lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja :
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak
minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran
tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan tegang, dan yang merah jambu ini
namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak
minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya
bapak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah benar
nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum.
Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian
cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak,
karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum obat yang
benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita
tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan
teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan kegiatan
dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”

Anda mungkin juga menyukai