*Email: dya.ning@yahoo.co.id
Abstrak
Perilaku kekerasan adalah perilaku mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Ini menjadi alasan utama klien dirawat di
rumah sakit. Salah satu terapi klien dengan perilaku kekerasan yaitu Assertiveness Training. Penelitian ini bertujuan mengetahui
pengaruh Assertiveness Training terhadap perilaku kekerasan pada klien skizoprenia. Desain penelitian ini kuasi eksperimen pre
post tes with control group. Sampel sebesar 72, diambil secara random sampling. Perilaku kekerasan meliputi respon perilaku,
sosial dan fisik diukur melalui observasi, serta kognitif dengan kuesioner. Perbedaan perilaku kekerasan dianalisis dengan t test.
Hasil penelitian menunjukkan perilaku kekerasan pada respon perilaku, kognitif, sosial dan fisik pada kelompok yang mendapatkan
Assertiveness Training dan terapi generalis menurun secara bermakna (p= 0,00, α= 0,05). Assertiveness Training terbukti
menurunkan perilaku kekerasan klien Skizoprenia. Penelitian tentang penerapan Assertiveness Training pada kasus selain
perilaku kekerasan diperlukan untuk melengkapi informasi tentang manfaat terapi ini.
Abstract
Violent behavior is the behavior of injuring self, others and the environment. This is the main reason for the client hospitalized.
One of client with violent behavior therapy is assertiveness training. This study aimed determine the effect of assertiveness
training for violent behavior on the client Schizophrenia. The study design was quasi-experimental pre-post test with control
group. Samples of 72, selected at random sampling. Violent behavior includes behavioral responses, socially and physically
measured through observation, and cognitive through questionnaires. Differences in violent behavior were analyzed by t test.
The results showed violent behavior on behavioral responses, cognitive, social and physical in the group who received
assertiveness training and generalist treatment decreased significantly (p= 0,00, α= 0,05). Training assertiveness shown to
decrease violent behavior Schizophrenia clients. Research on the application of assertiveness training in other case is required
to furnish information on the benefits of this therapy.
Tabel 1. Perilaku Kekerasan sesudah Assertiveness Traning pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Berdasarkan Respon
Perilaku, Sosial, Kognitif dan Komposit Perilaku Kekerasan
Variabel N Mean SD SE p
Respon perilaku
1. Intervensi 36 6,19 2,70 0,45 0,005
2. Kontrol 36 12,28 2,07 0,34
Respon sosial
1. Intervensi 36 6,25 2,19 0,37 0,005
2. Kontrol 36 15,11 1,83 0,31
Respon kognitif
1. Intervensi 36 7,81 2,51 0,40 0,005
2. Kontrol 36 15,61 1,71 0,29
Komposit perilaku kekerasan
1. Intervensi 36 20,25 5,51 0,90 0,005
2. Kontrol 36 43,00 4,14 2,69
Respon fisik
1. Intervensi 36 5,31 0,67 0,11 0,005
2. Kontrol 36 6,14 0,87 0,14
Respon fisik dipengaruhi penilaian individu terhadap Karakteristik tipe skizoprenia paranoid berkontri- busi
situasi, bersifat otomatis dan tidak berada dibawah terhadap perilaku kekerasan respon sosial dan kognitif.
kontrol. Locus Cerelus diotak mengawali respon stres Penelitian kualitatif perlu dilakukan sebagai tindak lanjut
dengan melepaskan stimulus ke saraf simpatik yang penelitian ini untuk melengkapi infor- masi tentang
disebut reaksi fight atau flight dan mening- katkan penurunan respon perilaku kekerasan setelah pemberian
aktifitas kelenjar pituitari serta adrenal (Boyd & Nihart, terapi generalis dan Assertiveness Training. Penelitian
1998). penerapan Assertiveness Training pada kasus selain
perilaku kekerasan di- perlukan untuk melengkapi
Respon simpatik yang mengikuti emosi bersifat unik, informasi tentang man- faat terapi ini (DN, AY, INR).
artinya bahwa marah mungkin secara otomatis
menyebabkan tremor pada seseorang tapi pada orang
Boyd, M.A., & Nihart, M.A. (1998). Psychiatric nursing contemporary practice. Philadelphia: Lippincott.
Djatmiko, P. (2008). Berbagai indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat. Diperoleh dari http://pdskjijaya.com.
Forkas, W.M. (1997). Assertiveness training with individuals who are moderately and mildly retarded
(Theses master, University of the Pacific). University of the Pacific, Stockton - California, United Stated.
Keliat, B.A. & Sinaga. (1991). Asuhan keperawatan pada klien marah. Jakarta: EGC.
Keliat, B. A. (2003). Pemberdayaan klien dan keluarga dalam perawatan klien skizoprenia dengan perilaku
kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor (Disertasi, Tidak dipublikasi- kan). Program Doktor Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.
Keliat, B.A., dkk. (2006). Modul model praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP) Jiwa. Jakarta: WHO-
FIK UI.
29
Penurunan perilaku kekerasan pada klien skizoprenia (Dyah Wahyuningsih, Budi Anna Keliat, Sutanto Priyo Hastono) 30
Lemeshow, et al. (1997). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Yogyakarta: UGM Press.
RSUD Banyumas. (2009). Sistem informasi rumah sakit. Banyumas, Jawa Tengah.
Sadock, B.J., Sadock, V.A., & Kaplan, H.I. (2005). Kaplan and Sadock’s comprehensive text- book of
psychiatry (8th Ed.). Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing (7th Ed.). St. Louis: Mosby
Year B.
Sulastri. (2008). Manajemen asuhan keperawat- an jiwa spesialis pada pasien dengan risiko perilaku
kekerasan di Ruang Utari RSMM Bogor (KTI, tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.
Vinick, B. A. (1983). The effects of assertiveness training on aggression and self-concept in conduct
disordered adolescents (Dissertations master, Memphis State University). The Doctoral program
Memphis State University, Memphis, Tennessee - United States.
30
Penurunan perilaku kekerasan pada klien skizoprenia (Dyah Wahyuningsih, Budi Anna Keliat, Sutanto Priyo Hastono) 31
Jurnal Keperawatan Volume 6 No 1, Hal 29 - 35, Mei 2018 ISSN 2338-2090 (Cetak)
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1 Hal 29- 35, Mei 2018
FIKKesUniversitas
FIKKes Universitas Muhammadiyah
Muhammadiyah Semarang
Semarang bekerjasama
bekerjasama dengan
dengan PPNI
PPNI Jawa
Jawa Tengah
Tengah
ABSTRAK
Hemodialisis (cuci darah) merupakan suatu tindakan terapi pengganti ginjal yang telah rusak. Pasien yang
menjalani hemodialisis mengalami masalah psikologis salah satunya yaitu ansietas. Ansietas terjadi
dikarenakan kurangnya pengetahuan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat ansietas, pasien
dan keluarga pasien hemodialisis di RS Kendal. Metode penelitian menggunakan survey deskriptif
kuantitatif.Alat ukur menggunakan 14 pertanyaan terkait ansietas pada kuesioner DASS (Depression Anxiety
Stress Scale).Sampel penelitian berjumlah 60 pasien dan 60 keluarga pasien.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas pasien dan keluarga pasien mengalami ansietas pada tingkat berat. Hasil penelitian ini
direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya agar dapat memberikan intervensi yang efektif untuk mengatasi
ansietas pasien dan keluarga pasien hemodialisis.
ABSTRACT
Hemodialysis (dialysis) is an action therapy for kidney replacement that has been damaged. Patients who
undergo hemodialysis experience psychological problems, one of which is anxiety. Anxiety occurs due to lack
of knowledge. The study aims to describe the level of anxiety, patients and families of hemodialysis patients in
Kendal Hospital. The research method used a quantitative descriptive survey. Measuring instruments used 14
questions related to anxiety on the DASS questionnaire (Depression Anxiety Stress Scale). The research
samples were 60 patients and 60 patient families. The results showed that the majority of patients and families
of patients experienced anxiety at a severe level. The results of this study were recommended to future
researchers in order to be able to provide effective interventions to overcome the anxiety of patients and
families of hemodialysis patients.
32
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1, Hal 29 - 35, Mei 2018
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
keempat SP yang digunakan untuk mengontrol
34,7% perempuan. Sedangkan pada bulan Januari
perilaku kekerasan, peneliti ingin mengetahui SP
sampai Juli 2016 sebanyak 2294 orang,
nomor berapa yang paling efektif digunakan pada
diantaranya 1162 halusinasi (50,65%), menarik
pasien perilaku kekerasan.
diri 462 orang (20,13%), harga diri rendah 374
orang (5,66%), perilaku kekerasan 128 orang
(5,58%), defisit perawatan diri 21 orang (0,91%), METODE
kerusakan komunikasi verbal 16 orang (0,70%), Penelitian ini menggunakan pendekatan
percobaan bunuh diri 1 orang (0,40%). kualititatif, penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan
Pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan dari orang-orang dan perilaku yang diamati
gangguan psikotik dengan gejala curiga berlebihan, (Meloang, 2007). Penelitian ini dilakukan untuk
galak, dan bersikap bermusuhan. Gejala ini mengetahui SP perilaku kekerasan yang paling
merupakan tanda dari pasien yang mengalami efektif menurut pendapat responden. Populasi
perilaku kekerasan (Medikal Record, 2009). dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan
Masalah yang sering muncul pada klien gangguan masalah resiko perilaku kekerasan di ruang Rawat
jiwa khususnya dengan kasus perilaku kekerasan Inap Laki laki RSJD Dr. Amino Gondhutomo
salah satunya adalah tindakan marah. Tindakan Semarang. Adapun kriteria inklusi dari penelitian
yang dilakukan perawat dalam mengurangi resiko ini antara lain pasein sehat secara fisik, pasien
perilaku kekerasan salah satunya adalah dengan dengan resiko perilaku kekerasan, mampu
menggunakan strategi pelaksanaan (SP). SP berkomunikasi dengan baik, pasien kooperatif dan
merupakan pendekatan yang bersifat membina dapat mengungkapkan perasannya secara verbal
hubungan saling percaya antara klien dengan dengan baik. Teknik pengambilan sampel dalam
perawat, dan dampak apabila tidak diberikan SP penelitian ini menggunakan teknik purposive
akan membahayakan diri sendiri maupun sampling (judgment sampling). Peneliti mengkaji
lingkungannya. Dari hasil observasi yang telah faktor predisposisi, kondisi fisik dan status mental
dilakukan oleh perawat, kami tertarik untuk klien dengan resiko perilaku kekerasan dan
melakukan studi kasus mengenai penerapan stategi menetapkan sampel berdasarkan kriteria inklusi.
pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan yang paling Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini
efektif di ruang rawat inap laki laki RSJD Dr. sebanyak 6 penderita skizofrenia dengan resiko
Amino Gondohuttomo Semarang. perilaku kekerasan di ruang rawat inap laki laki
RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Alat penelitian
Strategi pelaksanaan (SP) yang dilakukan oleh yang digunakan meliputi, lembar observasi, kertas
klien dengan perilaku kekerasan adalah diskusi dan recorder. Cara pengumpulan data pada
mengenai cara mengontrol perilaku kekerasan penelitian dilakukan dengan melakukan kontrak
secara fisik, obat, verbal, dan spiritual. Mengontrol waktu, melakukan indeept interview, menvalidasi
perilaku kekerasan secara fisik dapat dilakukan dan menyimpulkan jawaban informan informan,
dengan cara nafas dalm, dan pukul bantal atau mendokumentasikan respon informan, dan
kasur. Mengontrol secara verbal yaitu dengan cara mengakhiri dengan penutupan serta salam.
menolak dengan baik, meminta dengan baik, dan
mengungkapkan dengan baik. Mengontrol perilaku HASIL
kekerasan secara spiritual dengan cara shalat dan Hasil penelitian berupa transkip wawancara yang
berdoa. Serta mengontrol perilaku kekerasan telah peneliti buat kemudian dikategorikan sesuai
dengan minum obat secara teraturdengan prinsip dengan kata kunci yang telah disajikan dalam
lima benar (benar klien, benar nama obat, benar tabel dan skema berikut :
cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat). Dari
30
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1 Hal 29- 35, Mei 2018
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
31
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1, Hal 29 - 35, Mei 2018
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
Tabel 2.
Tema, Sub tema dan Kategori
Tema Sub tema Kategori
1. Tindakan : mengamuk
2. Verbal : marah-marah
Penyebab masuk RSJ
3. Tindakan : memukul
4. Tindakan : merusak barang
1. Orang lain : Tersinggung
2. Orang lain : Tidak diperhatikan
Penyebab mengamuk
3. Diri sendiri : Curiga
4. Orang lain : Dikhianati
1. Fisik : Berkelahi
2. Fisik : Membanting barang-barang
Yang dilakukan ketika marah
3. Verbal : Bicara kasar
4. Fisik : Membakar
Marah berhenti, jika melakukan 1. Tindakan : membacok
Pengetahuan pasien 2. Verbal : dimarahin
tentang perilaku 3. Verbal : ketika klien merasa lelah
kekerasan
4. Tindakan : menghancurkan barang
Diajarkan cara mengontrol 1. Sudah : SP1-SP 4
Perilaku Kekerasan 2. Sudah : SP1-SP 4
3. Sudah : SP1-SP 4
4. Sudah : SP1-SP 4
1. Spiritual : Berdoa dan ikhlas
Paling efektif mengontrol 2. Napas dalam dan berdoa / shalat
marah 3. Nafas dalam
4. Nafas dalam dan Pukul bantal
Perasaan setelah melakukan 1. Lega
cara mengontrol marah 2. Tenang
3. Tenang
4. Lega
Melakukan SP secara mandiri 1. Mandiri
atau diingatkan 2. Mandiri
3. Mandiri
4. Mandiri
Kuantitas 1. Kadang-kadang : 1x sehari
2. Kadang-kadang : 1x sehari
3. Kadang-kadang : 1x sehari
4. Kadang-kadang : 1x sehari
Masing-masing tema yang didapat dari hasil Saya dibawa kesini karena suka ngamuk-
penelitian akan dijelaskan sebagai berikut : ngamuk mbak, suka marah juga sama mukul-
1. Pengetahuan pasien tentang perilaku kekerasan mukul orang”
Tema ini terdari dari sub tema antara lain : 4) Merusak barang : 1 dari 6 informan dibawa
a. Penyebab masuk RSJ ke RSJ karena merusak barang
1) Marah : 5 dari 6 informan “Saya dibawa kesini karena suka ngamuk-
menyatakan dibawa ke RSJ karena marah- ngamuk mbak, suka mukul kaca jendela juga.
marah Ya kaca jendelanya sampai pecah gitu.”
“Marah-marah”
2) Mengamuk : 4 dari 6 informan menyatakan
dibawa ke RSJ karena mengamuk. b. Penyebab prilaku kekerasan
“Mengamuk” 1) Tersinggung : 5 dari 6 informan menyatakan
3) Memukul : 2 dari 6 informan menyatakan mengamuk karena tersinggung
dibawa RSJ karena memukul orang “Biasanya karena saya nggak tidur, terus
pusing terus ada yang menyinggung atau
32
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1 Hal 29- 35, Mei 2018
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
membuat saya marah, itu saya langsung f. Perasaan setelah melakukan cara mengontrol
ngamuk” marah
2) Tidak diperhatikan : 4 dari 6 informan 1) Lega : 5 dari 6 informan mengatakan merasa
mengatakan mengamuk karena tidak lega setelah melakukan cara mengontrol marah
diperhatikan keluarganya “Ya perasaan saya sedikit lega, soalnya bisa
“Soalnya saya kesel sama ibu saya, yang ga marah tanpa melukai orang lain. saya kalau
merhatiin saya” ngontrol PK itu sendiri mbak”
3) Curiga : 2 dari 6 informan mengatakan 2) Tenang : 3 dari 6 informan mengatakan
mengamuk karena curiga terhadap orang yag merasa tenang setelah melakukan cara
berniat jahat padanya mengontrol marah
“Saya merasa ada orang yang ingin jahat “Ya perasaan saya lebih tenang mba setelah
kepada saya, yang akan membunuh saya” nafas dalam. Jadi lebih adem aja hatinya.
4)Dikhianati / tidak dihargai : 4 dari 6
informan mengatakan mengamuk karena telah PEMBAHASAN
dikhianati “Saya ngamuk kayak gini gara-gara Hasil penelitian diatas didapatkan dari 6 informan
diselingkuhi istri mbak. Dia selingkuh coba menyatakan melakukan Prilaku kekerasan karena
dengan teman kerjanya” tersinggung 5, karena tidak dihargai / diperhatikan
4, dan hanya 2 informan curiga terhadap orang yag
c. Yang dilakukan ketika marah berniat jahat padanya. Faktor pencetus terjadinya
1) Berkelahi : 2 dari 6 informan mengatakan perilaku kekerasan terbagi dua yaitu dari dalam diri
ketika marah akan berperang (bertengkar). klien sendiri dan dari lingkungan. Faktor di dalam
“Perang, tawuran sama orang kecamatan lain, diri seperti kelemahan fisik, keputusasaan,
bacok-bacokan” ketidakberdayaan, dan kurang percaya diri. Selain
2) Membanting barang-barang :3 itu faktor lingkungan yang menjadi penyebab
dari 6 informan mengatkan ketika marah akan perilaku kekerasan seperti kehilangan orang atau
membanting barang-barang objek yang berharga dan konflik interaksi sosial
“Kadang mbanting barang juga.”, saya (Yosep, 2007).
membakar sepeda”
3)Berbicara kasar : 5 dari 6 informan Hasil penelitian diatas menunjukkan dari 6
mengatakan ketika marah bicara kasar informan menyatakan yang paling efektif
“Ya saya biasanya ngomel gitu mbak,” mengontrol marah adalah : dengan berdoa dan
ikhlas menerima kenyataan yang sudah terjadi 5.
d.Diajarkan cara mengontrol marah Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
1) Sudah : Semua informan menyatakan sudah mengatakan bahwa mengontrol marah dapat
pernah diajari cara mengontrol marah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
“Sholat dan berdoa, iklas menerima” spiritual melalui calming
technique dan saling memaafkan pada pasien
e.Paling efektif mengontrol marah skizofrenia dengan resiko perilaku kekerasan
1) Berdoa dan iklas menerima kenyataan : 5 (Padma,S & Dwidiyanti, M, 2014).Selain itu
dari 6 informan mengatakan yang paling efektif penelitian psikiatrik membuktikan bahwa ada
mengontrol marah adalah dengan berdoa atau hubungan yang signifikan antara komitmen agama
sholat dan menerima semuanya dengan iklas dan kesehatan, yaitu seseorang yang taat
“Sholat dan berdoa, iklas menerima” menjalankan ajaran agama relatif lebih sehat dan
mampu mengatasi penyakitnya sehingga proses
2) Nafas dalam : 5 dari 6 informan mengatakan
penyembuhan penyakit lebih cepat (Zainul, 2007).
yang paling efektif mengontrol marah adalah
dengan nafas dalam Menurut (Sulistyowati & Prihantini, 2015)
menunjukkan bahwa adanya pengaruh terapi
“Kadang juga nafas dalam sambil istigfar”
3) Pukul bantal : 2 dari 6 informan mengatakan psikoreligius terhadap penurunan perilaku
yang paling efektif mengontrol marah adalah kekerasan pada pasien skizofrenia di RSJD
Surakarta.
dengan pukul bantal
“Saya sering melakukan pukul bantal mba.
Saya latihan pukul bantal 10-15 menit.” Hasil penelitian juga menunjukkan 5 informan
menyatakan yang paling efektif untuk mengontrol
perilaku kekerasan adalah dengan nafas dalam.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zelianti (2011)
33
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1, Hal 29 - 35, Mei 2018
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
DAFTAR PUSTAKA
tentang pengaruh tehnik relaksasi nafas dalam
Bernstein, K.S & Saladino, J.P. 2007. Clinical
terhadap tingkat emosi klien perilaku kekerasan di
assessment and management of psychiatric
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
patient’s violent and aggressive behaviors in
Gondohutomo yang menyatakan ada pengaruh
general hospital. Medsurg, 16 (5), 301-9,
yang signifikan antara tehnik relaksasi nafas dalam
331. PMID: 18072668.
terhadap tingkat emosi klien perilaku kekerasan.
Selain itu penelitian lain menyebutkan bahwa, ada Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Diagnosa
pengaruh pemberian tehnik relaksasi nafas dalam Keperawatan. Editor Monica Ester. EGC :
terhadap kemampuan pasien mengendalikan Jakarta.
perilaku kekerasan di Ruang Bratasena RSJ
Provinsi Bali. Dossey, M. 2008. Holistic nursing: a handbook for
practice. Janes & Bartlitt publisher, Canada:
Melihat hasil diatas dengan dilakukannya Missisauga.
pendekatan Spiritual dan Napas
Dalama dapat memberikan efek menenangkan dan Keliat, B.A. 1998. Proses Keperawatan Jiwa.
merelaksasi pikiran , sehingga klien dapat Jakarta: EGC
mengontrol emosiny, bahkan 5 informan
menyatakan lega setelah melakukan cara Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian
mengontrol emosi yang dilakukannya sedangkan Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya
3 lainnya menyatakan merasa lega dan tenang Offset, Bandung
setelah mengontrol emosinya.
Padma,Sri & Dwidiyanti, Meidiana. 2014. Studi
Cara mengontrol perilaku kekerasan yang menurut kasus: mindfulness dengan pendekatan
informan efektif adalah pukul bantal. Beberapa spiritual pada pasien skizofrenia dengan
penelitian tentang aktivitas fisik dan terapi resiko perilaku kekerasan. Program studi
olahraga terhadap gangguan kejiwaan ilmu keperawatan, fakultas kedokteran
membuktikan, bahwa aktivitas fisik tersebut dapat Universitas Diponegoro. Konas Jiwa XI
meningkatkan kepercayaan pasien terhadap orang Riau: Hal 290-294.
lain (Campbell & Foxcroft, 2008), dan juga
membantu mengontrol kemarahan pasien Pramudaningsih I, Soekarno C, Susilowati Y.
(Hassmen, Koivula & Uutela, 2000). Oleh karena Pemberian Strategi pelaksanaan pada klien
itu klien perlu dilatih mengontrol amarahnya gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan di
dengan melakukan kegiatan fisik sehingga dapat ruang citro anggodo RSJD Dr. Amino
berperilaku lebih adaptif dalam situasi-situasi Gondohutomo Semarang. 2014. Jurnal
dalam hidupnya berikutnya. profesi keperawatan: vol 1 no.1, hal 1-116,
ISSN 2355-8040
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Sulistyowati, D & Prihantini. 2015. Pengaruh
1. Penerapan stategi pelaksanaan (SP) perilaku terapi psikoreligi terhadap penurunan
kekerasan yang paling efektif menurut pasien perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia
perilaku kekerasan di ruang rawat inap laki laki di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
RSJD Dr. Amino Gondohuttomo Jurnal terpadu ilmu kesehatan, Vol 4, No. 1,
Semarangadalah dengan cara Spiritual dan Hal: 72-77. Kementrian kesehatan
Napas Dalam. politeknik kesehatan Surakarta jurusan
2. Penerapan strategi pelaksanaan (SP) spiritual keperawatan.
yang paling efektif tersebut menurut menurut
pasien perilaku kekerasan di ruang rawat inap Sumirta, Nengah I, Githa, Wayan I & Sariasih,
laki laki RSJD Dr. Amino Gondohuttomo Nengah Ni. 2013. Relaksasi Nafas Dalam
Semarang karena memberikan ketenangan dan Terhadap Marah Klien Dengan Perilaku
rasa lega. Kekerasan. Denpasar
34
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1 Hal 29- 35, Mei 2018
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
35
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1 Hal 29- 35, Mei 2018
FIKKes UniversitasE.M.
Varcarolis, Muhammadiyah Semarangnursing
2006. Psychiatric bekerjasama dengan
clinical PPNI Jawa
assament Tengah
tools and diagnosis. Philadelphia: W.B
Sounders Co.
36
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1 Hal 29- 35, Mei 2018
FIKKes Universitas
Zelianti. 2011.Muhammadiyah Semarang
Pengaruh Tehnik bekerjasama
Relaksasi dengan
Nafas PPNI Jawa
Dalam TengahTingkat
Terhadap Emosi Klien Perilaku
Kekerasan di RSJD Dr Amino Gondohutomo Semrang.
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah ISSN 2477-8184
Vol 14, No. 1, Juni 2018, pp.83-90 83
* corresponding author
Tanggal Submisi: 30 Oktober 2017, Tanggal Penerimaan: 5 Maret 2018
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dengan
kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan di Rumah Sakit Ernaldi Bahar, Sumatera Selatan
tahun 2017. Jenis penelitian adalah kuantitatif yang bersifat observasional analitik dengan metode study
cross-sectional. Variabel independen adalah terapi aktivitas kelompok dan variabel dependen adalah
kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan. Sampel sebanyak 23 orang adalah pasien dengan
perilaku kekerasan yang dirawat di ruang rawat inap Kenanga, Merpati dan Bangau. Pengambilan sampel
dengan cara purposive sampling. Distribusi frekuensi terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
perilaku kekerasan secara lengkap 13 orang (56,5%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p-
value=0,01>α (α=0,05) yang artinya ada hubungan yang bermakna antara terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi dengan kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan.
Abstract
The study aimed to identify the group activities stimulation therapy perception by ability to pay control
violent behavior in the hospital Ernaldi Bahar South Sumatera Province in 2017. The kind of research is
observational analytic quantitative designed, cross-sectional study where the independent variable is
therapeutic activities dependent variable groups and control and the ability to pay. violent behavior the
population of this research is patients with violent behavior hospitalized inpatient rooms of
reconnoitering, the pigeons and the sample. Stork with 23 The sample collection by means of purposive.
A frequency distribution of stimulation therapy group activities to a complete 13 the violent behavior (
56.5 % ). Based on statistical tests found the P Value 0.01 < 0,05 meaningful relationship between therapy
group activities stimulation perception by ability to pay control.
Doi : http://dx.doi.org/10.31101/jkk.553 This is an open access article under the CC–BY-SA license.
37
ISSN 2477-8184 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Aisyiyah 84
Vol. 14, No. 1, Juni 2018, pp. 83-90
PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa adalah kemampuan individu dalam kelompok dan lingkungan untuk berinteraksi
dengan yang lain sebagai cara untuk mencapai kesejahteraan, perkembangan yang optimal, dengan
menggunakan kemampuan mental (kognisi, afeksi, relasi), memiliki prestasi individu serta kelompok,
konsisten dengan hukum yang berlaku. Berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (Yosep,
2013). Gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara, tidak hanya di
Indonesia. Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan jiwa spikotik atau skizofrenia, tetapi
kecemasan, depresi dan penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) juga menjadi
masalah kesehatan jiwa (Depkes RI, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 ada sekitar 450 juta orang di dunia
yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Setidaknya ada satu dari empat orang di dunia mengalami
masalah kesehatan jiwa yang secara keseluruhan menjadi masalah serius. Orang yang mengalami
gangguan jiwa sepertiganya tinggal di negara berkembang. Sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan
mental tidak mendapat perawatan (Yosep, 2013).
Ciri khas dari penderita skizophrenia adalah menarik diri dari lingkungan social dan hubungan
personal serta hidup dalam dunianya sendiri, lalu diikuti dengan delusi dan halusinasi yang berlebihan.
Pada penderita skizophrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi (Purba, Wahyuni, Nasution &
Daulay, 2008).
Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup banyak. Prevalensi
gangguan jiwa berat pada tahun 2012 dengan usia di atas 15 tahun mencapai 0,46% dan ini berarti bahwa
terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut
diketahui 11,6% penduduk Indonesia mengalami masalah gangguan mental emosional. Pada tahun 2013
jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 juta orang (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data medical record di RS Ernaldi Bahar kasus gangguan jiwa pada tahun 2013
berjumlah 5.600 jiwa dan pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 5.236 jiwa. Setelah dilakukan
studi awal terdapat 2.417 jiwa yang mengalami gangguan jiwa terhitung dari bulan Januari sampai bulan
Desember 2015. Gangguan jiwa yang umum terjadi adalah perilaku kekerasan. Menurut Benkowitz,
perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang yang ditunjukkan
dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan,
secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis
(Direja, 2011).
Perilaku kekerasan biasanya disebabkan oleh situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang
karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap penting. Jika hal ini tidak berhenti, maka akan
menyebabkan perasaan harga diri rendah yang sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain terus berlanjut, maka akan timbulnya halusinasi yang
menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan. Dukungan keluarga yang kurang baik pun mampu
mempengaruhi perkembangan perilaku kekerasan dan ini berdampak pada diri sendiri, orang lain dan
lingungan sekitar (Yosep, 2013).
Upaya dalam penanganan pasien dengan gangguan jiwa yang merupakan asuhan keperawatan
jiwa spesialistik, namun tetap dilakukan secara holistik pada saat melakukan
asuhan keperawatan pada klien. Berbagai macam terapi pada keperawatan yang dikembangkan dan
difokuskan kepada klien secara individu, kelompok, keluarga maupun kognisi. Salah satunya yaitu terapi
aktivitas kelompok (Direja, 2011).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Terapi aktivitas kelompok dibagi
menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensoris, terapi aktivitas kelompok sosialisasi dan terapi aktivitas kelompok orientasi realitas (Yosep,
2013). Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam
kelompok terjadi dinamika interaksi yang sering bergantung, saling membutuhkan dan menjadi tempat
klien berlatih perilaku baru yang adiktif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. Terapi
Aktivitas Kelompok (TAK) adalah terapi non farmakologi yang diberikan oleh perawat terlatih terhadap
pasien dengan masalah keperawatan yang sama. Terapi diberikan secara berkelompok dan
berkesinambungan dalam hal ini khususnya Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi
perilaku kekerasan (Keliat & Akemat, 2012).
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan. Lancester mengemukakan
beberapa aktivitas digunakan pada terapi aktivitas kelompok, yaitu menggambar, membaca puisi,
mendengarkan musik, mempersiapkan meja makan dan kegiatan sehari-sehari lainnya. Birckhead (1989)
menyatakan bahwa beberapa keuntungan yang diperoleh individu untuk klien melalui terapi yang dapat
diperoleh individu oleh klien melalui terapi aktivitas kelompok meliputi dukungan (support), pendidikan
meningkat pemecahan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal dan juga meningkatkan uji
realitas (reality testing) pada klien dengan gangguan orientasi realitas (Direja, 2011).
Menurut Wibowo (2013) dalam penelitian yang telah dilakukannya menunjukkan bahwa ada
pengaruh signifikan setelah pelaksanaan TAK stimulasi persepsi dalam mengontrol perilaku kekerasan
pasien. Pelaksanaan TAK stimulasi persepsi tidak akan bisa berjalan dengan baik, jika tanpa peran
perawat yang mendasarinya. Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seorang perawat menjadi titik
keberhasilan dalam pelaksanaan TAK stimulasi persepsi terutama pada pasien perilaku kekerasan.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian mengenai hubungan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi dengan kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan di RS Ernaldi
Bahar, Sumatera Selatan tahun 2016.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian merupakan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat
memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif yang
bersifat observasional analitik dengan rancangan study cross- sectional. Variabel independent dalam
penelitian ini adalah terapi aktivitas kelompok, hasil ukurnya lengkap jika sesi 1-5 ≥75% lengkap
dilakukan dan tidak lengkap jika sesi 1-5 <75% tidak lengkap dilakukan. Variabel dependen dalam
penelitian adalah kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan, hasil ukurnya mampu jika strategi
pelaksana 1-5 ≥75% lengkap dilakukan dan tidak mampu jika strategi pelaksana 1-5 <75% tidak lengkap
dilakukan, kemudian dikumpulkan secara bersama-sama (Setiadi, 2012).
Populasi penelitian ini adalah pasien yang mengalami perilaku kekerasan yang dirawat di ruang
Kenanga, Merpati dan Bangau RS Ernaldi Bahar, Sumatera Selatan. Pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling diperoleh 23 responden. Kriteria inklusi pada sampel penelitian ini adalah
pasien dengan gangguan perilaku kekerasan yang sudah kooperatif, tidak sedang mengalami perilaku
kekerasan, bersedia menjadi responden, tidak sedang mengalami gaduh gelisah, dan sedang dirawat di
ruangan Kenanga, Merpati, dan Bangau RS Ernaldi Bahar, Sumatera Selatan. Uji statistik yang digunakan
adalah uji chi-quare (X2) yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan proporsi antara variabel dependen
dengan variabel independen, dan tingkat kemaknaan α=0,05.
Hasil uji statistik dikatakan berbeda secara bermakna (signifikan) apabila nilai p-value
≤ α (α=0,05) maka Ho ditolak, sehingga kesimpulan kedua variabel tersebut berhubungan secara
signifikan. Sebaliknya, dikatakan tidak bermakna apabila p-value > α (α=0,05) maka Ho diterima,
sehingga kesimpulannya kedua variabel tersebut tidak berhubungan secara signifikan.
Tabel 1. Distribusi frekuensi pendidikan ibu Distribusi frekuensi responden berdasarkan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi di Rumah Sakit Ernaldi Bahar, Sumatera Selatan Tahun 2017
Hal ini sesuai dengan teori Rusdi (2014) yang menyatakan bahwa kemampuan adalah kesanggupan,
kecakapan, kekuatan manusia untuk berusaha dengan diri sendiri. Kemampuan (ability) adalah
kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau
mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan, atau penilaian atas tindakan seseorang individu untuk
menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau
penilaian atas tindakan seseorang.
Penelitian Sri Wahyuni, dkk (2013) menyatakan bahwa kemampuan dalam mengontrol perilaku
kekerasan tiap pasien selalu dipengaruhi keadaan individu yang mengalami suatu gangguan dalam
aktivitas mental seperti berfikir sadar, orientasi realitas, pemecahan masalah, penilaian dan pemahaman
yang berhubungan dengan koping. Dengan gejala tidak akuratnya interprestasi tentang stimulus eksternal
dan internal dari tiap individu yang mengalami gangguan jiwa maka kemampuan untuk mengontrol
perilaku kekerasan juga akan mempengaruhi. Dalam penelitiannya tersebut didapatkan distribusi
kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan yaitu sebanyak 17 orang dari 34 responden.
Sedangkan dari hasil penelitian Widyastini, et.al (2014) pada pengaruh TAK stimulasi persepsi
sesi I-IV terhadap kemampuan mengontrol dan mengekspresikan marah pada pasien risiko kekerasan di
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, hasil yang didapatkan ada pengaruh yang signifikan antara
TAK stimulasi persepsi I-IV terhadap kemampuan mengontrol dan mengekspresikan marah dengan p-
value=0,000.
Peneliti berpendapat bahwa kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan lebih besar
dibandingkan pasien yang tidak mampu mengontrol perilaku kekerasan, dikarenakan pasien yang mampu
mengontrol perilaku kekerasan yaitu pasien yang mengikuti dan pasien yang sering terpapar kegiatan
terapi aktivitas kelompok. Kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya yaitu kemampuan mengingat atau menerima informasi (Wahyuni, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa hipotesa alternatif diterima, bahwa ada
pengaruh TAK stimulasi persepsi sesi I-V terhadap kemampuan mengontrol dan mengekspresikan marah
pada pasien resiko perilaku kekerasan. Alasan mengapa 2 responden tidak mampu mengontrol marah, 2
responden tidak pernah mengekspresikan marah dan 1 responden jarang mengekspresikan marah setelah
diberi TAK stimulasi persepsi sesi I-V adalah responden tidak dapat menjawab pertanyaan sesuai topik
yang dibahas (Perwiranti, 2013). TAK stimulasi persepsi modifikasi berpengaruh terhadap pengendalian
halusinasi dengar yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor dimana klien lebih terkendali
dalam menanggapi setiap halusinasi yang muncul. Pemberian TAK stimulasi persepsi modifikasi dapat
merubah perilaku klien dalam mengendalikan halusinasi yaitu dengan timbulnya kemampuan
membedakan realita dan non realita serta memilih dan menggunakan cara untuk mengendalikan
halusinasi (Yusuf, H, 2007).
Hubungan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Dengan Kemampuan Pasien
Mengontrol Perilaku Kekerasan
Berdasarkan uji statistik didapatkan p-value=0,01. Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dengan kemampuan pasien mengontrol
perilaku kekerasan.
Tabel 3. Hubungan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Dengan Kemampuan Pasien
Mengontrol Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 3 meunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan penelitian Wibowo (2013), dengan judul
pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol
perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Medan, dengan hasil sampel yang diteliti 52 responden
didapatkan hasil p-value=0,000 <α (0,05) sehingga ada hubungan bermakna antara Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK) stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan.
Sedangkan menurut Hidayati (2012) berupa pengaruh TAK suportif terhadap kemampuan mengatasi
perilaku kekerasan pada klien skizofrenia di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang, hasil
penelitiannya didapatkan ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan klien yang mengatasi
perilaku kekerasan sebelum dan sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok suportif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni, Wijayanti, dan Upoyo (2008), dengan judul
Efektivitas Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi halusinasi terhadap penurunan kecemasan
klien halusinasi pendengaran di ruang Sakura RSUD Banyumas terhadap 30 pasien halusinasi,
didapatkan perbedaan tingkat kecemasan sebelum dilakukan TAK dan sesudah dilakukan TAK.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sihotang (2010), dengan judul Pengaruh Terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di rumah sakit jiwa Medan
Provinsi Sumatera Utara, menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan setelah pelaksanaan TAK
stimulasi persepsi dalam mengontrol halusinasi pasien. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Masdelita
(2013), dengan judul Pengaruh TAK sosialisasi terhadap kemampuan kerjasama pada pasien dengan
masalah isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau, menunjukkan adanya pengaruh TAK
sosialisasi terhadap kemampuan kerjasama pada pasien dengan masalah isolasi sosial.
Peneliti berpendapat bahwa terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sangat efektif untuk
dijadikan salah satu terapi yang utama sehingga pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dirasakan
dan pasien dapat memanfaatkan media dalam pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) sehingga
pasien dapat mengungkapkan perilaku kekerasannya. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa ada pasien
yang mengikuti kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi tetapi belum mampu
mengontrol perilaku kekerasannya. Ada beberapa pasien yang belum pernah mengikuti kegiatan Terapi
Aktivitas Kelompok TAK) dan belum mampu mengontrol perilaku kekerasan, dan ada juga pasien yang
sudah mengikuti
kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) tetapi tidak mampu mengontrol perilaku kekerasan. Hal ini
dapat terjadi karena pasien merasa bosan dengan seringnya terpapar kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK) sedangkan responden yang baru mengikuti TAK namun belum mampu mengontrol perilaku
kekerasan dikarenakan baru terpapar.
SIMPULAN
Sebagian besar responden yang mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi
secara lengkap sebesar 18 responden (78,3%), sebagian besar responden dengan kemampuan pasien
mengontrol perilaku kekerasan sebesar yaitu 13 responden (56,5%). Ada hubungan bermakna antara
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dengan kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan p-
value=0,01 >α (α=0,05).
SARAN
Penelitian selanjutkan diharapkan bisa menambahkan ruangan yang akan diteliti, sehingga data
hasil penelitian lebih akurat dengan menjadi lebih besarnya sampel penelitian, dan dapat lebih
menganalisis pengaruh penerapan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) ke metode kuantitatif sampai ke
mulitivariat, serta agar perawat lebih meningkatkan penerapan strategi pelaksanaan secara rutin dan
terjadwal sebagai salah satu target asuhan keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia: Masalah Gangguan Jiwa Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Direja, Ade Herman. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Hidayati, Eni. (2012). Pengaruh Aktivitas Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan Mengatasi
Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr.Amino Gondohutomo
Semarang. Prosiding Seminar Hasil Penelitian. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang
Isnaeni, J., Wijayanti, R & Upoyo, A,S. (2008). Efektivitas terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi halusinasi terhadap penurunan kecemasan halusinasi
pendengarandiruangSakuraRSUDBanyu
mas.Diperolehtanggal13Januari2013darihttp://jurnalonline.unsoed.ac.id/index.php/
keperawatan/article/download/289/131.
Keliat, Budi Anna., Akemat. (2012). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC
Masdelita. (2013). Pengaruh TAK sosialisasi terhadap kemampuan kerjasama pada pasien dengan
masalah isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru. Skripsi PSIK UR. Tidak
dipublikasikan.
Perwiranti, D.G. (2013). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Sesi 2 Terhadap
Kemampuan Mengontrol Emosi Pada Klien Perilaku Kekerasan Di RSJD Dr.Amino
Gondohutomo
Purba, J. M., Wahyuni, S.E., Nasution M.L & Daulay,W. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan
Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press.