Anda di halaman 1dari 26

STASE KEPERAWATAN JIWA KLINIK

PROPOSAL
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI PADA KLIEN
DENGAN ISOLASI SOSIAL SESI KE IV DI RUANG DRUPADI
RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) GRHASIA YOGYAKARTA

Disusun Oleh:
Hery Poernadjaya, S. Kep
NPM.3215043

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN IX


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI PADA KLIEN
DENGAN ISOLASI SOSIAL SESI KE IV DI RUANG DRUPADI
RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) GRHASIA YOGYAKARTA

Hari :
Tanggal :

Mengetahui:

Yogyakarta, Mei 2016

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

(Rahayu Iskandar, M. Kep) (Dennis Andantin, S.Kep.,Ns) (Hery Poernadjaya, S.Kep)

1
A. Latar Belakang
Klien yang dirawat di rumah sakit jiwa atau ruang jiwa umumnya
dengan keluhan tidak dapat diatur di rumah, misalnya amuk, diam saja, tidak
mandi, keluyuran, mengganggu orang lain dan sebagainya. Setelah berada dan
dirawat di rumah sakit, hal yang sama sering terjadi banyak klien diam,
menyendiri tanpa ada kegiatan. Hari – hari perawatan dilalui dengan makan,
minum obat dan tidur. Ada di antara klien yang dengan inisiatif sendiri
mencari perubahan situasi dengan jalan – jalan di rumah sakit namun ada
diantara mereka yang tidak tahu jalan pulang sehingga jika tertangkap ia dicap
sebagai klien yang melarikan diri kemudian dimasukan lagi ke dalam ruang
isolasi.
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu tindakan
keperawatan untuk klien gangguan jiwa. Terapi ini adalah terapi yang
pelaksanaannya merupakan tanggung jawab penuh dari seorang perawat. Oleh
karena itu seorang perawat khususnya perawaat jiwa haruslah mampu
melakukan terapi aktivitas kelompok secara tepat dan benar. Untuk mencapai
hal tersebut di atas perlu dibuat suatu pedoman pelaksanaan terapi aktivitas
kelompok seperti terapi aktivitas kelompok sosialisasi, penyaluran energi,
stimulasi sensori dan orientasi realitas.

B. Pengertian
1. Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
2
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu
yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi
yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).

2. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan
ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman
yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.Menurut Purba, dkk.
(2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan
terdiri dari:
a. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi
hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman
dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena
akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di
kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami
kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
3
b. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya.Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini
dapat membuat anak frustasi.Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga
dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang
interdependen. Orang tua harus dapat memberikan pengarahan
terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem
nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
c. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan
individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan
maupun tergantung pada remaja.
d. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan
perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain

4
serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk
membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan
mempunyai pekerjaan.Karakteristik hubungan interpersonal
pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima
(mutuality).
e. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun.Kesempatan ini dapat
digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat
diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
f. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman,
maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan
tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku
a. Sikap bermusuhan/hostilitas
b. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
d. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.

5
e. Ekspresi emosi yang tinggi
f. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
3. Faktor Sosial Budaya
a. Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah
yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial.
b. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa.Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia.Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar
dizigot persentasenya 8%.Kelainan pada struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak
serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.

3. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.

6
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan
pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami
penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,
adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical
seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-
gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat
merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik. Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia
disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal
dari id maupun realitas yang berasal dari luar.Ego pada klien
psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi
stress.Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara
7
hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat. Menurut Purba, dkk. (2008) strategi
koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi
koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalah sebagai berikut:
1) Tingkah laku curiga: proyeksi
2) Dependency: reaksi formasi
3) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
4) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
5) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
6) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,
isolasi, represi dan regrasi.

4. Pohon Masalah

Sumber: (Keliat, 2006)


5. Manifestasi Klinis
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

8
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang
lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

1. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)


a. Pengertian
Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai
hubungan antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta
mempunyai norma yang sama (Purwaningsih, 2009). Sedangkan
kelompok terapeutik dapat member kesempatan untuk bertukar tujuan
(sharing).
b. Manfaat
1) Umum
a) Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b) Melakukan sosialisasi
c) Mengembangkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan
afektif.
2) Khusus
a) Meningkatkan identitas diri
b) Menyalurkan emosi secara konstruktif
c) Meningkatkan ketrampilan hubungan interpersonal atau social
3) Rehabilitasi
a) Meningkatkan ketrampilan ekspresi diri
b) Meningkatkan ketrampilan social
c) Meningkatkan kemampuan empati
d) Meningkatkan kemampuan/ pengetahuan pemecahan masalah

9
c. Tujuan TAK
1) Mengembangkan stimulus kognitif
Tipe : Biblioterapi
Aktivitas : Menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat
kabar untuk merangsang dan mengembangkan hubungan dengan
orang lain.
2) Mengembangkan stimulus sensoris
Tipe : Musik, Seni, Tari
Aktivitas : Menyediakan kegiatan, mengekpresikan perasaan
Tipe : Relaksasi
Aktivitas : Belajar tehnik relaksasi dengan benar dengan cara
nafas dalam, relaksasi otot, dan imajinasi
3) Mengembangkan orientasi realitas
Tipe : Kelompok orientasi realitas, kelompok Validitas
Aktivitas : Fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang,
benar, salah, bantu memenuhi kebutuhan.
4) Mengembangkan sosialisasi
Tipe : Kelompok remotivasi
Aktivitas : Mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi
Tipe : Kelompok Mengingatkan
Aktivitas : Fokus pada ingatkan untuk menetapkan arti positif.

d. Model Terapi Aktivitas Kelompok


1) Focal conflic model
Dikembangkan berdasarkan konflik yang tidak disadari dan
berfokus pada kelompok individu. Tugas leader adalah membantu
kelompok memahami konflik dan membantu penyelesaian
masalah. Misal ; adanya perbedaan pendapat antar anggota,
bagaimana masalah ditanggapi anggotadan leader mengarahkan
alternatif penyelesaian masalah.
2) Model komunikasi
10
Dikembangkan berdasarkan teori dan prinsip komunikasi, bahwa
tidak efektifnya komunikasi akan membawa kelompok menjadi
tidak puas. Tujuan membantu meningkatkan ketrampilan
interpersonal dan social anggota kelompok. Tugas leader adalah
memfasilitasi komunikasi yang efektif antar anggota dan
mengajarkan pada kelompok bahwa perlu adanya komunikasi
dalam kelompok, anggota bertanggung jawab terhadap apa yang
diucapkan, komunikasi pada semua jenis : verbal, non verbal,
terbuka dan tertutup, serta pesan yang disampaikan harus dipahami
orang lain.
3) Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan
melalui hubungan interpersonal dalam kelompok. Pada model ini
juga menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota
merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist
bekerja dengan individu dan kelompok, anggota belajar dari
interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah
laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.
4) Model psikodrama
Dengan model ini dapat memotivasi anggota kelompok untuk
berakting sesuai dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa
yang lalu, sesuai peran yang diperagakan. Anggota diharapkan
dapat memainkan peran sesuai peristiwa yang pernah dialami.

e. Metode
1) Kelompok didaktik
2) Kelompok social terapeutik
3) Kelompok insipirasi represif
4) Psikodrama
5) Kelompok interaksi bebas

11
f. Fokus Terapi Aktivitas Kelompok
1) Orientasi realitas
Maksudnya adalah memberikan terapi aktivitas kelompok yang
mengalami gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat.
Tujuan adalah klien mampu mengidentifikasi stimulus internal
(pikiran, perasaan, sensasi somatic) dan stimulus eksternal (iklim,
bunyi, situasi alam sekitar), klien dapat membedakan antara
lamunan dan kenyataan, pembicaraan klien sesuai realitas, klien
mampu mengenal diri sendiri dan klien mampu mengenal orang
lain, waktu dan tempat. Karakteristik klien : gangguan orientasi
realita (GOR), halusinasi, waham, ilusi dan depersonalisasi yang
sudah dapat berinteraksi dengan orang lain, klien kooperatif, dapat
berkomunikasi verbal dengan baik, dan kondisi fisik dalam
keadaan sehat.
2) Sosialisasi
Maksudnya adalah memfasilitasi psikoterapist untuk memantau dan
meningkatkan hubungan interpersonal, memberi tanggapan
terhadap orang lain, mengekspresikan ide dan tukar persepsi dan
menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan. Tujuan
meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok,
berkomunikasi, saling memperhatikan, memberikan tanggapan
terhadap orang lain, mengekspresikan ide serta menerima stimulus
eksternal. Karakteritistik klien : kurang berminat atau tidak ada
inisiatif untuk mengikuti kegiatan ruangan, sering berada di tempat
tidur, menarik diri, kontak social kurang, harga diri rendah, gelisah
,curiga, takut dan cemas, tidak ada inisiatif memulai pembicaraan,
menjawab seperlunya, jawaban sesuai pertanyaan, dan dapat
membina trust, mau berinteraksi dan sehat fisik.
3) Stimulasi persepsi
Maksudnya adalah membantu klien yang mengalami kemunduran

12
orientasi, stimulasi persepsi dalam upaya memotivasi proses
berpikir dan afektif serta mengurangi perilaku mal adaptif. Tujuan
meningkatkan kemampuan orientasi realita, memusatkan perhatian,
intelektual, mengemukakan pendapat dan menerima pendapat
orang lain dan mengemukakan perasaannya. Karakteristik klien :
gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai – nilai, menarik
diri dari realita, inisiati atau ide – ide yang negatif, kondisi fisik
sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mengikuti
kegiatan.
4) Stimulasi sensori
Maksudnya adalah menstimulasi sensori pada klien yang
mengalami kemunduran sensoris. Tujuan meningkatkan
kemampuan sensori, memusatkan perhatian, kesegaran jasmani,
dan mengekspresikan perasaan.
5) Penyaluran energy
Maksudnya adalah untuk menyalurkan energi secara konstruktif.
Tujuan menyalurkan energi dari destruktif menjadi konstruktif,
mengekspresikan perasaan dan meningkatkan hubungan
interpersonal.

g. Tahap – tahap dalam terapi aktivitas kelompok.


Menurut Suart (2006), fase – fase dalam terapi aktivitas kelompok
adalah sebagai berikut :
1) Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang
menjadi leader, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut
dilaksanakan, proses evaluasi pada anggota dan kelompok,
menjelaskan sumber – sumber yang diperlukan kelompok seperti
proyektor dan jika memungkian biaya dan keuangan.
2) Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu
13
orientasi, konflik atau kebersamaan.
a) Orientasi.
Anggota mulai mengembangkan system sosial masing – masing,
dan leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil
kontrak dengan anggota.
b) Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana
peran anggota, tugasnya dan saling ketergantungan yang akan
terjadi.
c) Kebersamaan
Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, anggota
mulai menemukan siapa dirinya.
3) Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan
engatif dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah
dibina, bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati,
kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realistic,
mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas
kelompok, dan penyelesaian masalah yang kreatif.
4) Fase terminasi
Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara). Anggota kelompok
mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau sukses.

h. Peran Perawat dalam terapi aktivitas kelompok.


1) Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok.
2) Sebagai leader dan co leader
3) Sebagai fasilitator
4) Sebagai observer
5) Sebagai Dokumentator

14
i. Pembagian Tugas
1. Leader
Tugas : Membuka acara kegiatan streching kaki dan perkenalan,
menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, tujuan kegiatan,
mengatur waktu kegiatan dan memimpin jalannya streching pada
kaki.
2. Co-Leader
Tugas : Membantu Leader memandu dan memimpin jalannya
streching kaki, menanyakan respon klien, memberi reinforcement
positif kepada klien
3. Fasilitator
Tugas :Memfasilitasi, menyiapkan dan mengajak klien mengikuti
kegiatan yang dilaksanakan. Mendampingi klien saat kegiatan,
memberi motivasi, dan memberi reinforcement positif kepada
klien.
4. Observer
Tugas : Mengamati jalannya kegiatan, mencatat respon klien
selama kegiatan dengan menggunakan lembar observasi yang
digunakan, membuat kesimpulan tentang jalannya kegiatan dan
membuat usulan terhadap klien yang memerlukan tindakan lebih
lanjut.
5. Dokumentator
Tugas : Mendokumentasikan jalannya kegiatan dari awal hingga
akhir kegiatan.

C. Tujuan Tak
1. Tujuan Umum
Tujuan umum terapi aktivitas kelompok sosialisasi yaitu klien
dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap.

2. Tujuan Khusus
15
Secara khusus tujuannya adalah
a) Klien mampu memperkenalkan diri
b) Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
c) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
d) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topic percakapan
e) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi
pada orang lain
f) Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
g) Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
terapi aktivitas kelompok sosialisasi yang telah dilakukan

D. Karakteristik Pasien
1. Kondisi pasien
Pasien yang menjadi peserta dalam TAK adalah pasien yang kooperatif,
pernah mempunyai riwayat isolasi sosial atau sedang mempunyai
masalah isolasi sosial.
2. Jenis masalah keperawatan
Berdasarkan pengamatan dan kajian status klien maka karakteristik klien
yang dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok ini adalah klien dengan
masalah keperawatan isolasi sosial.
3. Jumlah peserta
Jumlah peserta pada TAK ini adalah 5 klien.
4. Kesediaan klien
Klien yang menjadi peserta TAK adalah yang sudah menyetujui rencana
melakukan TAK pada satu hari sebelumnya.
5. Proses seleksi
Pemilihan klien didasarkan pada pengkajian yang dilakukan pada 4 hari
sebelum dilakukan TAK dan penetapan peserta dilakukan pada 1 hari
sebelum TAK dimulai.

16
TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK SOSIALISASI
SESI 4 : Bercakap-Cakap Tentang Topik Tertentu

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terapi aktivitas kelompok adalah suatu upaya untuk memfasilitasi
psikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk
memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota.
Secara umum tujuan terapi aktivitas kelompok sosialisai pada sesi ini
adalah peserta mampu mengungkapak topik tertentu dan menanggapi
topic yang telah dipilih peserta.
2. Tujuan Khusus
a) Klien mampu menyampaikan topik yang ingin dibicarakan
b) Klien mampu memilih topic yang ingin dibicarakan
c) Klien mampu memberi pendapat tentang topik yang dipilih

B. Landasan Teori
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba,
dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk.
2009).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang
diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif
atau mengancam (Wilkinson, 2007).

17
C. Kriteria Klien
Berdasarkan pengamatan dan kajian status klien maka karakteristik klien
yang dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok ini adalah klien dengan
masalah keperawatan isolasi sosial.
D. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
1. Tempat Pelaksanaan : Ruang Drupadi
2. Lama Pelaksanaan : 20 menit
3. Waktu Pelaksanaan : Kamis, 19 Mei 2016 (pukul 07.30 WIB)
E. Nama Peserta
1. Ny. “K”
2. Ny. “B”
3. Sdr. “SD”
4. Ny. “M”
5. Ny. “SW”
6. Ny. “ SM”
F. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan Tanya jawab
3. Bermain peran/ stimulasi
G. Media Dan Alat
1. Papan tulis/ whiteboard dan alat tulis
2. Buku catatan dan pulpen
3. Musik
4. Bola
H. Susunan Pelaksana
1. Leader : Hery Poernadjaya
2. Co – Leader : Candra Sabeta
3. Fasilitator : Nurma Shinta Sari
4. Observer : Dwi Lita Nurhikmah

18
I. Uraian Tugas Pelaksana
1. Leader
a. Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas
kelompok sebelum kegiatan dimulai
b. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan
memperkenalkan dirinya
c. Mampu memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan
tertib
d. Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
e. Menjelaskan jalannya TAKS sesi 4
2. Co-Leader
a. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas
klien
b. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
3. Fasilitator
a. Memfasilitasi klien yang kurang aktif
b. Berperan sebagai role play bagi klien selama kegiatan
4. Observer
a. Mengobservasi jalannya proses kegiatan
b. Mencatat prilaku verbal dan non verbal klien selama kegiatan
berlangsung

J. Setting TAK

19
Keterangan :
Klien Leader
Fasilitator Co-Leader
Observer Papan tulis/ whiteboard

K. Tata Tertib dan Program Antisipasi


1. Tata tertib :
a. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK
b. Berpakaian rapi dan bersih
c. Peserta tidak diperkenankan makan, minum dan merokok selama
kegiatan TAK
d. Peserta tidak boleh meninggalkan ruangan sebelum tata tertib
dibacakan selama 5 menit, dan bila peserta tidak kembali ke ruangan
maka peserta tersebut diganti peserta cadangan.
e. Peserta tidak diperkenankan meninggalkan ruangan setelah tata tertib
dibacakan. Bila peserta meninggalkan ruangan dan tidak bisa
mengikuti kegiatan lain setelah dibujuk oleh fasilitator, maka peserta
tersebut tidak dapat diganti oleh peserta cadangan.
f. Peserta hadir 5 menit sebelum kegiatan dimulai
g. Peserta yang ingin mengajukan pernyataan, mengangkat tangan
terlebih dahulu dan berbicara setelah dipersilahkan.
2. Program Antisipasi
a. Usahakan dalam keadaan terapeutik.
b. Anjurkan kepada terapis agar dapat menjaga perasaan anggota
kelompok, menahan diri untuk tertawa atau sikap yang
menyinggung.
c. Bila ada peserta yang direncanakan tidak bisa hadir, maka diganti
oleh cadangan yang telah disiapkan dengan cara ditawarkan terlebih
dahulu kepada peserta.
d. Bila ada peserta yang tidak menaati tata tertib, diperingatkan dan jika
tidak bisa diperingatkan, dikeluarkan dari kegiatan setelah dilakukan
20
penawaran.
e. Bila ada anggota cadangan yang ingin keluar, bicarakan dan dimintai
persetujuan dari peserta TAK yang lain.
f. Bila ada peserta TAK yang melakukan kegiatan yang tidak sesuai
dengan tujuan, leader memperingatkan dan mengarahkan kembali
bila tidak bisa, dikeluarkan dari kelompok.
g. Bila peserta pasif, leader memotivasi dibantu oleh fasilitator

K. LANGKAH KEGIATAN
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi (kooperatif)
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
d. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi sebelumnya.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien.
2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis
3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien
b. Evaluasi validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan apakah peserta sudah baercakap-cakap tentang topik
yag lain dan berusaha menanggapinya.
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu klien menyampaikan,
memilih, dan memberi pendapat tentang topik percakapan.
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut.
1. Jika klien ada yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin pada terapis.
2. Lama kegiatan 20 menit.
3. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
21
3. Tahap kerja
a. Evaluasi kegiatan TAKS sesi sebelumnya yaitu berkenalan dengan
kelompok.
b. Memberikan kesempatan bagi peserta untuk menyampaikan satu topik
yang ingin dibicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai contoh, misal ”
cara bicara yang baik” atau ” cara mencari teman”.
c. Tuliskan pada whiteboard topik yang disampaikan secara berurutan.
I. Ulangi a,b, dan c sampai semua anggota kelompok menyampaikan topik
yang ingin dibicarakan.
d. Meminta peserta memilih satu topik untuk dibahas dan di tanggapi
bersama.
e. Terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak dipilih.
f. Meminta peserta secara bergiliran untuk menanggapi topik yang telah
dipilih.
g. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan
member tepuk tangan.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAKS.
2. Terapis memberikan pujian atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan tiap anggota bercakap-cakap tentang kehidupan
pribadi dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari.
2. Memasukkan kegiatan bercakap-cakap tentang topik tertentu
pada jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak yang akan datang
Mengakhiri pertemuan untuk TAK sosialisasi sesi IV, dan disepakati
klien untuk mengikuti TAK sosialisasi sesi V yaitu menyampaikan
dan membicarakan masalah pribadi dan menyepakati waktu dan
tempat untuk TAK selanjutnya.

22
L. Evaluasi Diri/ Kegiatan
1. Evaluasi Proses
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk TAK sosialisasi sesi 4 yaitu, kemampuan verbal dalam
menyampaikan, memilih dan member pendapat tentang topik percakapan
serta kemampuan nonverbal dengan menggunakan formulir evaluasi
sebagai berikut.

Sesi 4: TAK Sosialisasi


Bercakap-cakap tentang topik tertentu

a. Kemampuan verbal: Bertanya dan Meminta


Aspek yang Nama Klien
No.
dinilai Ny. K Ny.B Sdr.SD Ny.M Ny.SW Ny. SM
1. Bertanya dan
meminta dengan
jelas
2. Menyampaikan
topik secara
ringkas
3. Menyampaikan
topik secara
relevan
4. Menyampaikan
topik secara
spontan
Jumlah

23
b. Kemampuan verbal : Menjawab dan memberi
Aspek yang Nama Klien
No.
dinilai Ny. K Ny.B Ny.SD Ny.M Ny.SW Ny. SM
1. Menjawab dan
memberi dengan
jelas
2. Menjawab dan
memberi dengan
ringkas
3. Menjawab dan
memberi secara
relevan
4. Menjawab dan
memberi secara
spontan
Jumlah

c. Kemampuan nonverbal
Aspek yang Nama Klien
No.
dinilai Ny. K Ny.B Ny.SD Ny.M Ny.SW Ny. SM
1. Kontak mata
2. Duduk tegak
3. Menggunakan
bahasa tubuh
yang sesuai
4. Mengikuti
kegiatan dari
awal sampai akhir
Jumlah

Petunjuk :
a. Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien.
b. Untuk tiap klien semua aspek dengan memberi tanda (√) jika
ditemukan pada klien dan tanda (X) jika tidak ditemukan.
c. Jumlahkan kemampuan yang ditemukan. Jika mendapat nilai 3 atau 4,
klien mampu; jika nilai ≤ 2 klien dianggap belum mampu.

24
Daftar Pustaka

Aziz R, dkk. (2012). Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD


Dr. Amino Gondoutomo.

Dalami, E. (2009). Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Cetakan pertama.


Jakarta: Trans Info Media.

Keliat, B. A. (2008). Gangguan Konsep Diri, Edisi I. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna. (2006). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa.


Jakarta: FIK, Universitas Indonesia.

Kusumawati dan Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Salemba Medika.

Purba. J. M. & Pujiastuti. S. E. (2009). Dilema etik & pengambilan keputusan


etis. Jakarta. EGC.

Purwaningsih dan Karlina. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta:


NuMed.

25

Anda mungkin juga menyukai