A. MASALAH UTAMA
Kehilangan dan berduka
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
a. Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang
dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup
sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu
terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243).
b. Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan.
Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing –
masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi
budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya (Hidayat, 2009 : 244).
2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah :
1) Faktor genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi perasaan kehilangan (Hidayat, 2009 : 246 ).
2) Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik (Prabowo, 2014 : 116).
3) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya
sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan (Hidayat, 2009 :
246).
4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa
kanak – kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa (Hidayat, 2009 : 246).
5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116).
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu
seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).
3. Jenis
a. Kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran
akibat bencana alam).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah,
dirawat dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya
pekerjaan, kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat
yang dipercaya, atau binatang peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis atau fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman
dekat, atau diri sendiri) (Hidayat. 2009 : 243).
b. Berduka
Menurut hidayat ( 2009 : 244) berduka dibagi menjadi beberapa antara
lain:
1) Berduka normal
Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
2) Berduka antisipatif
Yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan dan
kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima
diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan
menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
3) Berduka yang rumit
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,
yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah – olah tidak
kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang
bersangkutan dengan orang lain.
4) Berduka tertutup
Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.
Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya
dikandungan atau ketika bersalin.
4. Rentang respon
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap – tahap
berikut (Menurut Kubler – Ross, dalam Potter dan Perry, 1997) :
Tahap pengingkaran marah tawar – menawar depresi
Penerimaan
a. Tahap pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar
– benar terjadi. Sebagai contoh orang atau keluarga dari orang yang
menerima diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi
tambahan (Hidayat, 2009 : 245).
Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mulai,
diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat
berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun (Hidayat,
2009 : 245).
b. Tahap marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul
sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang
mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif,
berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan
menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering
terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur,
tangan mengepal, dan seterusnya (Hidayat, 2009 : 245).
c. Tahap tawar – menawar
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya
kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus
atau terang – terangan seolah – olah kehilangan tersebut dapat dicegah.
Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar – menawar dengan
memohon kemurahan tuhan (Hidayat, 2009 : 245).
d. Tahap depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang –
kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh
diri. Gejala fisik yang ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah
tidur, letih, turunnya dorongan libido, dan lain – lain (Prabowo, 2014 :
115).
e. Tahap penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran
yang selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau
hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya
dan mulai memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau orang
yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan
beralih pada objek yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap
tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat
mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan
secara tuntas. Kegagalan masuk ke tahap penerimaan akan
memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan
kehilangan selanjutnya (Hidayat, 2009 : 245 - 246).
5. Proses terjadinya masalah
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri, kehilangan objek eksternal
misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama – sama, perhiasan, uang atau
pekerjaan, kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen, seseorang dapat mengalami mati
baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang
disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespon berbeda tentang kematian.
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress
nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial
antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas,
kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat,
kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang
dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya (Prabowo, 2014 :
116).
6. Tanda dan gejala
a. Kehilangan
Menurut Prabowo (2014 : 117) tanda dan gejala kehilangan diantaranya:
1) Perasaan sedih, menangis
2) Perasaan putus asa, kesepian
3) Mengingkari kehilangan
4) Kesulitan mengekspresikan perasaan
5) Konsentrasi menurun
6) Kemarahan yang berlebihan
7) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
8) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9) Reaksi emosional yang lambat
10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas (Eko prabowo, 2014 : 117).
b. Berduka
Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya :
1) Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat badan
menurun, sakit kepala, berat badan menurun, sakit kepala,
pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan berat ,
susah bernapas.
2) Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi,kesedihan,
perasaan gagal, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal
dalam menerima kenyataan, iritabilita, perhatian terhadap orang
yang meninggal.
3) Efek social.
a) Menarik diri dari lingkungan.
b) Isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.
7. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan
(Husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktur). Apa bila kondisi
tersebut tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada
saat individu depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang
sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang
ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
manurun( Prabowo, 2014 : 117).
8. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi
yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat
menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi
yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering
dipakai secara berlebihan dan tidak tepat (Prabowo, 2014 : 117 – 118).
a. Denail
Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan dikenakan pada
seseorang yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau
melihat fakta-fakta yang menyakitkan atau tak sejalan dengan
keyakinan, pengharapan, dan pandangan-pandangannya. Denialisme
membuat seorang hidup dalam dunia ilusifnya sendiri, terpangkas dari
kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar dari cengkeramannya.
Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau “efek
bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang hidup
dalam denial tentu saja sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri tidak
berbahagia, dan juga membuat banyak orang lain tidak berbahagia
(Prabowo, 2014 : 118).
b. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya.
Suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan
perasaan yang mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai
untuk menyembuhkan hal-hal yang kurang baik pada diri kita kea lam
bawah sadar kita. Dengan mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi
tanpa kehilangan wibawa kita (Prabowo, 2014 : 118).
c. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan
untuk menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan
intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya
tidak menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau
permasalahan secara objektif (Prabowo, 2014 : 118).
d. Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir
mundur kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo,
2014 : 118).
e. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau
diubah. Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental
dipisahkan atau diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara
merdeka atau otomatis, afek dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide,
situasi, objek, misalnya pada selektif amnesia (Prabowo, 2014 : 118).
f. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan
supresi dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar
menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain.
Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan
jiwa, Karena terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa
yang dibuatnya (Prabowo, 2014 : 118).
g. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan
Holladay (1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara
untuk memungkiri tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan
pikiran-pikiran dengan melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada
kepribadian diri sendiri (Prabowo, 2014 : 118).
9. Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2009) isolasi social termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis
yang bisa dilakukan adalah :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2
elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung
25 – 30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di
otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
Tujuan ECT adalah untuk mengembalikan fungsi mental klien dan
untuk meningkatkan ADL klien secara periodic (Prabowo, 2014 : 118).
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi :
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaanya secara verbal, bersikap
ramah, sopan dan jujur kepada pasien.
c. Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan pasrtisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri
seseorang. Tujuan terapi okupasi itu sendiri adalah untuk
mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dan kondisi
abnormal ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun
mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan
memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat
mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat (Prabowo, 2014 : 118).
10. Pohon Masalah
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Effect
Cor Problem
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Ny. M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di suatu perusahaan sebagai tulang
punggung keluarga. Seminggu yang lalu, suami Ibu M meninggal karena kecelakaan. Sejak kejadian
tersebut, Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika suaminya belum meninggal. Ibu M
terlihat sering mengingkari kehilangan, dan menangis Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi
dengan orang lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA
IDENTITAS KLIEN
ALASAN MASUK
Ny. D sering melamun dan selalu mengatakan suaminya meninggal. Ny. D terlihat sering
mengingkari kehilangan dan menangis. Selain itu, ny. D juga tidak mau berinteraksi dengan orang
lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur.
FAKTOR PREDISPOSISI
RIWAYAT PENYAKIT LALU
1. Aniaya fisik
2. Aniaya seksual
3. Penolakan
5. Tindakan Kriminal
Jelaskan :
_____________________________________________________________________
Masalah Keperawatan :
______________________________________________________________
6. Pengalaman masa lalu lain yang tidak menyenangkan (bio,psiko,sosio,kultural spiritual) :
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
______________
Masalah Keperawatan :
_____________________________________________________________
1. Penampilan
Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian tidak
Masalah Keperawatan :
______________________________________________________________
2. Kesadaran
Kwantitatif/penurunan kesadaran
√ Compos mentis Apati/sedasi Somnolensia
Sopor Subkoma Koma
Kwalitatif
√ Tidak berubah Berubah
3. Disorientasi :
4. Aktivitas Motorik/Psikomotor
Kelambatan :
Jelaskan :
_________________________________________________________________________
Masalah Keperawatan :
______________________________________________________________
5. Afek/emosi
adequat Tumpul Dangkal/datar Labil
6. Persepsi
Halusinasi Ilusi depersonalisasi √ derealisasi
Macam Halusinasi
7. Proses Pikir
Arus Pikir
Koheren inkoheren asosiasi longgar
Isi Pikir
Obsesif Ekstasi Fantasi
Bunuh diri Ideas of reference Pikiran magis
kejaran Dosa
Bentuk Pikir
√ Realistic Nonrealistic Autistik
Dereistik
Jelaskan : Ny. D masih menganggap suaminya masih ada
8. Memori
Gangguan daya ingat jangka Gangguan daya ingat jangka pendek
panjang
Jelaskan :
_________________________________________________________________________
Masalah Keperawatan :
______________________________________________________________
Jelaskan :
_________________________________________________________________________
Masalah Keperawatan :
______________________________________________________________
FISIK
1. Keadaan umum : Ny. D terlihat melamun, sering mengatakan jika suaminya belum meninggal
2. Tanda vital : TD : 120/90 N : 90 S : 36,5 °C P : 24 x/m
mmHg x/m
…………………………………………………………………………………………………
……………………
5. Pemeriksaan fisik :
Jelaskan :
____________________________________________________________________________
2. Genogram :
Ket : Suami
Pasien
Anak perempuan
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Ny. D terlihat menarik diri
Masalah Keperawatan : berduka disfungsional
c. Kegiatan ibadah :
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
______
Masalah Keperawatan :
______________________________________________________________
2. BAB / BAK
Bantuan minimal Bantuan total
3. Mandi
Bantuan minimal Bantuan total
4. Berpakaian / berhias
Bantuan minimal Bantuan total
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang lama : _________________________ s/d
_________________________
6. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantuan total
7. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
Perawatan Lanjutan
Sistem Pendukung
Mencuci pakaian
Pengaturan keuangan
Transportasi
Lain-lain
Jelaskan :
_________________________________________________________________________
Masalah Keperawatan :
______________________________________________________________
MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Jelaskan : Ny. D terlihat menghindar jika ditanya orang dan reaksi lambat
Masalah Keperawatan :
_________________________________________________________________
Koping Obat-obatan
Lainnya : -
_____________________________________________________________________
ASPEK MEDIK
Diagnosa medik :
_____________________________________________________________________
Terapi medik :
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
NO DATA MASALAH
1 Ds : Berduka disfungsional
- Pasien mengatakan suaminya
meninggal karena kecelakaan
seminggu yang lalu
- Pasien sering mengatakan jika
suaminya blm meninggal
- Pasien mengatakan merasa gelisah
dan susah tidur
Do :
- Pasien terlihat sering melamun
- Pasien terlihat sering mengingkari
kehilangan dan menangis
- Pasien tidak mau berinteraksi dengan
orang lain
- Mata pasien terlihat sayu
POHON MASALAH
Berduka disfungsional
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berduka disfungsional
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Berduka disfungsional
b. Data yang perlu dikaji
Ds :
- Pasien mengatakan suaminya meninggal karena kecelakaan
seminggu yang lalu
- Pasien sering mengatakan jika suaminya blm meninggal
- Pasien mengatakan merasa gelisah dan susah tidur
Do :
- Pasien terlihat sering melamun
- Pasien terlihat sering mengingkari kehilangan dan menangis
- Pasien tidak mau berinteraksi dengan orang lain
- Mata pasien terlihat sayu
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Ny. M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di suatu
perusahaan sebagai tulang punggung keluarga. Seminggu yang lalu, suami
Ibu M meninggal karena kecelakaan. Sejak kejadian tersebut, Ibu M sering
melamun dan selalu mengatakan jika suaminya belum meninggal. Ibu M
terlihat sering mengingkari kehilangan, dan menangis Selain itu, Ibu M
juga tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan merasa gelisah sehingga
susah tidur.
2. Diagnosa Keperawatan
Berduka disfungsional
3. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan
klien dapat merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat
b. Klien mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya
c. Klien merasa lebih tenang
4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara mengucapkan
salam terapeutik, memperkenalkan diri perawat sambil berjabat tangan
dengan klien
b. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Dengarkan setiap perkataan klien. Beri respon, tetapi tidak bersifat
menghakimi
c. Ajarkan klien teknik relaksasi
B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
a. Salam terapeutik:
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu M. Saya Mardhiah, Ibu bisa
memanggil saya suster diah. Saya perawat yang dinas pagi ini dari
pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang akan merawat Ibu.
Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil apa?”
b. Evaluasi / validasi:
“Baiklah bu, bagaimana keadaan Ibu M hari ini?”
c. Kontrak:
1) Topik :
“Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang sebentar
tentang keadaan ibu?
Tujuannya supaya ibu bisa lebih tenang bu dalam menghadapi
keadaan ini, dengan ibu mau berbagi cerita dengan saya, kesedihan
ibu mungkin bisa berkurang
2) Waktu :
Ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?
3) Tempat :
“Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Bai
klah.”
2. Tahap kerja
“Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana perasaan
Ibu M saat ini?”
“Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi kondisi
sebenarnya memang suami Ibu telah meninggal. Sabar ya, Bu ”
“Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Tapi coba Ibu
pikir, jika Ibu pulang ke rumah nanti, Ibu tidak akan bertemu dengan
suami Ibu karena beliau memang sudah meninggal. Itu sudah menjadi
kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha menerima kenyataan ini.”
“Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh Tuhan.
Meninggalnya suami Ibu juga merupakan kehendak-Nya sebagai
Maha Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang pun yang dapat
mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu sendiri.”
“Ibu sudah bisa memahaminya?”
“Ibu tidak perlu cemas. Umur Ibu masih muda, Ibu bisa mencoba
mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Ibu. Saya
percaya Ibu mempunyai keahlian yang bisa digunakan. Ibu juga tidak
akan hidup sendiri. Ibu masih punya saudara-saudara, anak-anak dan
orang lain yang sayang dan peduli sama Ibu.”
“Untuk mengurangi rasa cemas Ibu, sekarang Ibu ikuti teknik
relaksasi yang saya lakukan. Coba sekarang Ibu tarik napas yang
dalam, tahan sebentar, kemudian hembuskan perlahanlahan.”
“Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.”
3. Tahap terminasi
a. Evaluasi:
(Subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah mulai
memahami kondisi yang sebenarnya terjadi?”
(Objektif) : “Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu
dapatkan dari perbincangan kita tadi dan coba Ibu ulangi teknik relaksasi
yang telah kita lakukan.”
b. Tindak Lanjut :
“Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu dapat
melakukan teknik tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa Ibu tidak terima
dengan kenyataan ini, Ibu dapat mengingat kembali perbincangan kita hari
ini.
Bu, ini ada buku kegiatan untuk ibu
Bagaimana kalau kegiatan teknik rileksasi ibu masukkan kedalam
jadwal kegiatan ibu?
Ibu setuju?
Nah, Disini ada kolom kegiatan, tanggal, waktu dan keterangan
Ibu bisa mengisi kegiatan tenik rileksasi pada kolom kegiatan
Kira-kira jam berapa ibu nanti melakukan teknik rileksasi bu?
Cara mengisi buku kegiatan ini: jika ibu melakukannya tanpa
dibantu atau diingatkan oleh orang lain ibu tulis “M” disini, jika
ibu di bantu atau diingatkan ibu tulis “B” dan jika ibu tidak
melakukannya ibu tulis “T”
Ibu paham Bu?”
Nanti ibu jangan lupa mengisi buku kegiatannya ya
A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan kedua, Ibu M sudah mulai menunjukkan rasa penerimaan
terhadap kehilangan. Namun, ia masih menarik diri dari lingkungan dan
orang-orang sekitarnya. Ia juga masih melamun dan merasa gelisah
sehingga tidurnya tidak nyenyak.
2. Diagnosa keperawatan
Berduka Disfungsional
3. Tujuan khusus
Klien tidak menarik diri lagi dan dapat membina hubungan baik kembali
dengan lingkungannya maupun dengan orang-orang di sekitarnya
4. Tindakan keperawatan
a. Libatkan klien dalam setiap aktivitas kelompok, terutama aktivitas yang
ia sukai
b. Berikan klien pujian setiap kali klien melakukan kegiatan dengan benar
B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
a) Salam terapeutik:
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu M. Masih ingat dengan saya
Bu? Ya, betul sekali. Saya suster diah, Bu. Seperti kemarin, pagi ini
dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang akan merawat Ibu.”
b) Evaluasi validasi:
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa sudah lebih baik dari
kemarin? Bagus kalau begitu”
“Nah apa saja yang ibu lakukan
kemarin? “ coba saya lihat buku kegiatan
ibu?
“wah bagus bu, ibu sudah melakukan teknik rileksasi secara
mandiri” “Sekarang coba ibu praktekkan lagi cara teknik rileksasi
tersebut”
“ bagus sekali bu”
c) Kontrak:
Topik: “Sesuai janji yang kita sepakati kemarin ya, Bu. Hari ini kita
bertemu untuk membicarakan hobi Ibu tujuannya supaya ibu dapat
melakukan aktifitas yang sukai dan ibu dapat berinteraksi dengan
orang-orang disekeliling ibu
Waktu: ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?
Tempat: ibu maunya dimana? Bagaimana ditaman depan, ibu setuju?
2. Tahap kerja
“Nah, Bu. Apakah Ibu sudah memikirkan hobi yang Ibu senangi?”
“Ternyata Ibu hobi bermain voli ya? Tidak semua orang bisa bermain
voli lho, Bu.”
“Selain bermain voli, apa Ibu mempunyai hobi yang lain lagi?”
“Wah, ternyata Ibu juga hobi menyanyi, pasti suara Ibu bagus. Bisa Ibu
menunjukkan sedikit bakat menyanyi Ibu pada saya?”
“Wah ternyata Ibu memang berbakat menyanyi, suara Ibu juga cukup
bagus.”
“Ngomong-ngomong tentang hobi Ibu bermain voli, berapa sering Ibu
biasanya bermain voli dalam seminggu?”
“Cukup sering juga ya Bu. Pasti kemampuan Ibu dalam bermain voli
sudah terlatih.”
“Apa Ibu pernah mengikuti lomba voli? Wah, ternyata Ibu hebat juga ya
dalam bermain voli. Buktinya, Ibu pernah memenangi lomba voli
antarwarga di daerah rumah Ibu.”
“Nah, bagaimana kalau sekarang Ibu saya ajak bergabung dengan yang
lain untuk bermain voli? Tampaknya di sana banyak orang yang juga
ingin bermain voli. Ibu bisa melakukan hobi Ibu ini bersama-sama dengan
yang lain.”
“Ibu-ibu, kenalkan, ini Ibu M. Ibu M juga akan bermain voli bersama-
sama. Ibu M ini jago bermain voli, lho.”
“Nah, sekarang bisa Ibu tunjukkan teknik-teknik yang baik dalam
bermain bola voli?”
“Wah, bagus sekali Bu. Ibu hebat.”
“Ibu M, saat Ibu sedang merasa emosi tapi tidak mampu meluapkannya,
Ibu bisa melakukan kegiatan ini bersama-sama yang lain. Selain itu,
kegiatan ini juga dapat membuat Ibu berhubungan lebih baik dengan yang
lainnya dan Ibu tidak merasa kesepian lagi.”
3. Tahap terminasi
a. Evaluasi:
(Subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa sudah lebih baik
dibandingkan kemarin?”
(Objektif): “Sekarang coba Ibu ulangi lagi apa saja manfaat yang dapat
Ibu dapatkan dengan melakukan kegiatan yang Ibu senangi.”
2. Tindak Lanjut :
“Baiklah Bu, kalau begitu Ibu dapat bermain voli saat Ibu sedang
merasa emosi.
“Bu, ibu sudah mempunyai buku kegiatan harian kan?”
“Bagaimana jika kegiatan bermain voli ini juga dimasukkan menjadi
kegiatan sehari-hari
Ibu maunya berapa kali main voli dalam satu minggu?
Kira-kira jam berapa ibu nanti mau main voli?
“Nah nanti kalau ibu melakukan kegiatan ini, ibu jangan lupa
mengisi buku kegiatan”
“Caranya sama dengan sebelumnya, jika ibu melakukan sendiri,
tanpa diingatkan dan dibantu oleh perawat atau orang lain ibu
tulis “M”, dan jika ibu di bantu dalam melakukan kegiatan , ibu
tulis “B”, dan jika ibu malas atau lupa mengerjakannya ibu tulis
“T”.
Ibu paham bu?
A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan ketiga, Ibu M sudah mulai tidak banyak melamun
dan mulai membuka dirinya kepada orang-orang sekitarnya. Ibu M juga
mau membalas sapaan ataupun senyuman jika ada perawat ataupun orang
lain yang menyapanya ataupun tersenyum padanya. Namun, Ibu M
mengaku ia masih terbayang akan suaminya saat ia akan tidur. Hal
tersebut membuat Ibu M merasa gelisah, tidur tidak nyenyak, bahkan sulit
tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Berduka Disfungsional
3. Tujuan khusus
a. Klien dapat mengetahui aturan yang benar dalam meminum obat
b. Ansietas klien berkurang sehingga klien dapat tidur dengan nyenyak
4. Tindakan keperawatan
a. Ajarkan klien cara meminum obat dengan benar
b. Awasi klien saat minum obat
B. Strategi Pelaksanaan
1. Tahap orientasi
a. Salam terapeutik:
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu M.”
b. Evaluasi validasi:
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa semalam Ibu bisa tidur
dengan nyenyak?”
“Apa boleh saya lihat buku kegiatan
ibu? “Wah bagus bu”
“Nampaknya ibu sudah lebih bersemangat dari yang kemaren”
c. Kontrak:
Topik: “Ibu tidak bisa tidur dengan nyenyak ya? Baiklah, sesuai
dengan janji kita yang kemarin, saya akan memberitahu Ibu obat yang
harus Ibu minum untuk mengurangi kecemasan Ibu dan agar Ibu dapat
tidur dengan nyenyak.
Waktu: ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang/
Tempat: bagaimana kalau kita berbincang-bincang di kamar ini saja.”
B. Tahap kerja
“Nah, kita langsung mulai saja ya Bu. Ini ada beberapa macam obat-
obatan yang harus Ibu minum.”
“Ini obatnya ada dua macam ya Bu. Yang warna putih ini namanya BDZ.
Fungsi dari obat ini agar pikiran Ibu bisa lebih menjadi tenang. Kalau
pikiran Ibu tenang, Ibu bias tidur dengan nyenyak.”
“Kemudian, yang warna kuning ini adalah HLP. Ini juga harus Ibu
minum agar perasaan Ibu bisa rileks dan Ibu tidak lagi merasakan cemas
yang berlebihan.”
“Nah Bu, semua obat ini diminum tiga kali sehari ya Bu, jam 7 pagi, jam
1 siang, dan jam 7 malam. Masing-masing obat satu butir saja. Obat-
obatan ini juga harus diminum setelah Ibu makan.”
“Apa Ibu mempunyai keluhan dalam meminum obat?”
“Ooh, jadi Ibu tidak tahan dengan rasa pahitnya ya? Kalau begitu,
setelah Ibu minum obat Ibu bisa memakan permen agar rasa pahitnya
dapat berkurang.”
“Jika setelah minum obat ini mulut Ibu menjadi terasa kering sekali, Ibu
bisa minum banyak air untuk mengatasinya agar mulut Ibu tidak kering.”
“Tapi jika ada efek samping yang berlebihan seperti gatal-gatal, pusing,
atau mual, Ibu bisa panggil saya atau perawat lain yang sedang
bertugas.”
“Nah, sebelum ibu meminum obatnya, pastikan dulu ya Bu, obatnya
sesuai atau tidak. Ibu juga jangan lupa perhatikan waktunya agar obat
tersebut dapat diminum tepat waktu.”
3. Tahap terminasi
a. Evaluasi:
(subjektif): “Apa Ibu sudah mengerti apa saja obat yang harus Ibu minum
dan bagaimana prosedur sebelum meminumnya?”
(objektif): “Bagus. Kalau Ibu sudah mengerti, coba ulangi lagi apa saja
obat yang harus Ibu minum dan apa saja prosedur meminum
obatnya.”
b. Tindak Lanjut :
“Seperti yang sudah saya katakan tadi ya Bu, jika setelah minum obat
mulut Ibu terasa kering, Ibu dapat meminum air yang banyak. Dan
kalau Ibu merasa gatal-gatal, ousing, atau bahkan muntah, Ibu dapat
menghubungi saya atau perawat lain yang sedang bertugas.”
“Bu, ibu sudah mempunyai buku kegiatan harian kan?”
“Bagaimana jika kegiatan minum obat ini juga dimasukkan menjadi
kegiatan sehari-hari
Jangan lupa, ibu juga membuat jam minum obatnya ya bu
“Caranya mengisi buku kegiatan ini juga sama dengan sebelumnya,
jika ibu melakukan sendiri, tanpa diingatkan dan dibantu oleh
perawat atau orang lain ibu tulis “M”, dan jika ibu di bantu dalam
melakukan kegiatan , ibu tulis “B”, dan jika ibu malas atau lupa
mengerjakannya ibu tulis “T”.
Ini tujuannya untuk melihat kemandirian ibu, jika ibu sudah bisa mandiri
dalam melakukan sesuatu dan ibu juga sudah dapat memenuhi kebutuhan ibu
sehari-hari, ibu akan dapat segera di pulangkan.
Ibu paham Bu?”
c. Kontrak yang akan datang:
Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan
sekarang sudah 30 menit bu!
“Baiklah Bu, nanti jam 14.00 setelah makan siang, saya akan datang kembali
untuk memantau perkembangan Ibu. Kita bertemu di ruangan ini saja ya Bu.”
“Sebelum saya pergi apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah Bu, kalau
tidak ada, saya permisi dulu. Assalamu’alaikum.”