Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL

KEHILANGAN

DISUSUN OLEH :
ERNIA HARIS HIMAWATI

PRODI PROFESI NERS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2017
Kehilangan

a. Pengertian Kehilangan

Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan

sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau

seluruhnya. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh

setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah

mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali

walaupun dalam bentuk yang berbeda (Yosep, 2011 : 173).

Menurut Dalami, et all., (2009), kehilangan adalah suatu kondisi

yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti

sejak kejadian tersebut, yang terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa

tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak

diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat

kembali.

b. Tanda dan gejala kehilangan

Menurut Ambarwati dan Sunarsih (2011), tanda dan gejala

kehilangan diantaranya :

1) Ungkapan kehilangan

2) Menangis

3) Gangguan tidur

4) Kehilangan nafsu makan

5) Sulit berkonsentrasi

6) Karakteristik berduka yang berkepanjangan, yaitu :


8

a) Mengingkari kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama

b) Sedih berkepanjangan

c) Adanya gejala fisik yang berat

d) Keinginan untuk bunuh diri

c. Proses Kehilangan

Proses kehilangan menurut Yosep (2011) adalah sebagai berikut :


1) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan

individu memberi makna positif melakukan kompensasi dengan

kegiatan positif perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).

2) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan

individu memberi makna merasa tidak berdaya marah dan

berlaku agresi diekspresikan kedalam diri muncul gejala sakit
fisik.


3) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan

individu memberi makna merasa tidak berdaya marah dan

berlaku agresi diekspresikan ke luar diri individu kompensasi

dengan perilaku konstruktif perbaikan (beradaptasi dan merasa
nyaman).


4) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu

member makna merasa tidak berdaya marah dan berlaku agresi

diekspresikan ke luar diri individu kompensasi dengan perilaku

dekstruktif merasa bersalah ketidakberdayaan.
9

d. Faktor-faktor resiko yang menyertai kehilangan

Menurut Martocchio Cit Ambarwati dan Sunarsih (2011), faktor-faktor

resiko yang menyertai kehilangan meliputi :

1) Stasus sosial ekonomi yang rendah

2) Kesehatan yang buruk

3) Kematian yang tiba-tiba atau sakit yang mendadak

4) Merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai

5) Kurangnya dukungan dan kepercayaan keagamaan

6) Kurangnya dukungan dari keluarga atau seseorang yang tidak dapat

menghadapi ekspresi berduka

7) Kecenderungan yang kuat tentang keteguhan pada seseorang sebelum

kematian atau kehidupan setelah matidari seseorang yang sudah mati

8) Reaksi yang kuat tentang distress, kemarahan dan mencela diri

sendiri e. Tipe Kehilangan

Menurut Ambarwati dan Sunarsih (2011), kehilangan dibagi dalam 2

tipe, yaitu :

1) Aktual atau nyata

Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya :

amputasi, kematian orang yang sangat berarti /dicintai.

2) Persepsi

Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,

misalnya seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan perasaan

kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.


10

f. Jenis-jenis kehilangan

Terdapat 5 kategori kehilangan menurut Ambarwati dan Sunarsih,

yaitu :

1) Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai

Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau

orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan

mengganggu dari tipe-tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh

seseorang.

Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang

dicintai, Kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa

dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi, karena

keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang

ada.

2) Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)

Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan

tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap

keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam

kehidupan, dan dampaknya.Kehilangan dari aspek diri mungkin

sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang

dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan,

usia muda, fungsi tubuh.


11

3) Kehilangan obyek eksternal

Kehilangan obyek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau

bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang

dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan

kegunaan benda tersebut.

4) Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal

Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang

sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam

waktu satu periode atau bergantian secara permanen, misalnya pindah

kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses

penyesuaian baru.

5) Kehilangan kehidupan/meninggal

Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan

respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang

sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.

g. Dampak Kehilangan

Menurut Uliyah dan Hidayat (2011), kehilangan pada seseorang dapat

memiliki berbagai dampak, diantaranya :

1) Masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk

berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk

ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.

2) Masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat terjadi disintegrasi

dalam keluarga.
12

3) Masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat

menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup

orang yang ditinggalkan.

h. Rentang Respon Kehilangan

Fase kehilangan menurut Yosep (2011) diantaranya :

Fase tawar menawar

Fase pengingkaran fase marah fase depresi fase menerima

Gambar 2.1 Rentang Respon individu terhadap

kehilangan 1) Fase pengingkaran (denial )

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,

tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi,

dengan mengatakan Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi, Itu

tidak mungkin. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit

terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih,

lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,

menangis, gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas

cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.

2) Fase marah (anger)

Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan

terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat

yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada dilingkungannya,


13

orang-orang tertentu atau ditujukan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia

menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan,dan

menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering

terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah

tidur, tangan mengepal.

3) Fase tawar menawar (bergaining)

Fase ini terjadi apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa

marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar

dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan

dengan kata-kata Kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan

sering berdoa. Proses berduka ini apabila dialami oleh keluarga maka

pernyataan sebagai berikut sering dijumpai, Kalau saja yang sakit bukan

anak saya.

4) Fase depresi (depression)

Pada fase ini individu sering menunjukkan sikap antara lain menarik

diri, tidak mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang

sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan

keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering

diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido

menurun.

5) Fase penerimaan (acceptance)

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran

selalu terpusat kepada obyek atau orang hilang akan mulai berkurang atau
1
4

hilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya,

gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan

secara bertahap perhatian beralih pada obyek yang baru. Fase menerima

ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti, Saya betul-betul

menyayangi baju saya yang hilang tapi baju saya yang baru manis juga,

atau Apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh.

Individu akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi

perasaan kehilangannya secara tuntas apabila individu dapat memulai

fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase penerimaan, tetapi

apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada

fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk

pada fase penerimaan.

B. Asuhan Keperawatan Klien dengan Kehilangan

1. Pengkajian

Menurut Yosep (2011), pengkajian pada klien dengan kehilangan meliputi

a. Faktor predisposisi

1) Faktor genetik

Individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga

dengan riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis

dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk dalam menghadapi

perasaan kehilangan.
1
5

2) Kesehatan fisik

Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur

cenderung mempunyai kemampuan dalam mengatasi stress yang lebih

tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan

jasmani.

3) Kesehatan Mental

Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang

mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak

berdaya dan pesimis, selalu dibayangi masa depan peka dalam

menghadapi situasi kehilangan.

4) Pengalaman kehilangan di masa lalu

Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada

masa kanak-kanak akan memengaruhi kemampuan individu dalam

mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa.

5) Struktur kepribadian

Individu dengan konsep diri yang negatif dan perasaan rendah

diri akan menyebabkan rasa percaya diri dan tidak objektif terhadap

stress yang dihadapi.

b. Faktor presipitasi

1) Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa

stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti kehilangan yang

bersifat bio-psiko-sosial antara lain kehilangan kesehatan, kehilangan


16

fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan

posisi di masyarakat, kehilangan milik pribadi seperti kehilangan

harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan.

2) Perilaku

Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku

seperti menangis atau tidak mampu menangis, marah-marah, putus

asa, kadang-kadang ada tanda-tanda usaha bunuh diri atau ingin

membunuh orang lain, sering berganti tempat mencari informasi yang

tidak menyokong diagnosanya.

3) Mekanisme koping

Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon

kehilangan antara lain denial, represi, intelektualitas, regresi,

disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari

intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan

disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam.Keadaan

patologis dalam mekanisme koping tersebut sering dipakai secara

berlebihan dan tidak tepat.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa yang dapat ditegakkan adalah sebagai berikut :

a. Duka cita (Videbeck, 2008).

b. Duka cita maladaptif (Videbeck, 2008).

c. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan aktual (Suliswati, et all.,

2005).
17

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Menurut Yosep (2011), rencana tindakan keperawatan pada klien

kehilangan meliputi :

a. Duka Cita.

1) Tujuan umum

Klien dapat berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.

2) Tujuan khusus

a) Klien mampu mengungkapkan perasaan duka.

b) Klien mampu menjelaskan makna kehilangan orang atau obyek.

c) Klien mampu membagi rasa dengan orang yang berarti.

d) Klien mampu menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan

damai

e) Klien mampu membina hubungan baru yang bermakna dengan

obyek atau orang yang baru.

3) Intervensi

a) Bina hubungan saling percaya dengan klien.

Rasional : rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik

yang mendukung dalam mengatasi perasaannya.

b) Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian

yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan

mengambil hikmah,

Rasional : dapat membantu klien mengidentifikasi hal positif dan

hikmah dalam suatu kejadian walaupun hal tersebut menyakitkan.


18

c) Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses

berduka.

Rasional : mengetahui faktor penghambat dapat membantu untuk

mencari solusi agar proses berduka dapat terselesaikan.

d) Kurangi/hilangkan faktor penghambat poses berduka.

Rasional : dapat diatasinya faktor penghambat mempermudah

terselesaikannya proses berduka.

e) Beri dukungan terhadap respon kehilangan.

Rasional : menenangkan perasaan klien.

f) Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga.

Rasional : mengurangi kesedihan dan menciptakan kebersamaan

antar anggota keluarga.

g) Anjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT

Rasional : mendekatkan diri kepadaNya dapat menenangkan hati.

Menurut Videbeck (2008), rencana tindakan keperawatan pada klien

kehilangan meliputi :

b. Duka cita maladaptif.

1) Tujuan :

a) Klien mengungkapkan pengetahuannya tentang proses berduka.

b) Klien menggunakan koping yang adaptif.

c) Klien mengungkapkan perasaan secara verbal maupun non verbal.

2) Intervensi

a) Bina hubungan saling percaya dengan klien.


19

Rasional : rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik

yang mendukung dalam mengatasi perasaannya.

b) Diskusikan dengan klien tentang hal yang realistis terkait dengan

kehilangannya.

Rasional : mendiskusikan kehilangan dapat membantu

membuatnya lebih nyata bagi klien.

c) Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan dengan cara

mebuat klien nyaman seperti berbicara, menulis, menggambar,

menangis dan sebagainya.

Rasional : ekspresi perasaan dapat membantu klien

mengidentifikasi, menerima, dan mengatasi perasaannya

walaupun hal tersebut menyakitkan atau membuat klien tidak

nyaman.

d) Dorong klien untuk mengingat pengalaman, bicarakan tentang apa

yang terlibat dalam hubungannya dengan orang atau benda yang

hilang.

Rasional : mendiskusikan benda atau orang yang hilang dapat

membantu klien mengidentifikasi dan mengungkapkan

kehilangan, makna kehilangan tersebut baginya dan respon

emosionalnya.

e) Dorong klien untuk berbicara dengan anggota keluarga ataupun

orang lain.
20

Rasional : mengembangkan ketrampilan mandiri untuk

mengungkapkan perasaan dan mengungkapkan rasa duka kepada

orang lain.

f) Jelaskan kepada klien bahwa waktu berduka dapat menjadi waktu

untuk berkembang, waktu untuk belajar dan bertumbuh guna

mengumpulkan kekuatan untuk maju.

Rasional : proses berduka memungkinkan klien menyesuaikan diri

dengan perubahan dalam hidupnya dan mulai meraih kesempatan

di masa depan.

g) Ajarkan klien dan keluarga atau orang terdekat tentang proses

berduka.

Rasional : klien dan keluarga atau orang terdekat dapat memiliki

sedikit atau tidak memiliki pengetahuan tentang berduka atau

proses pemulihannya.

Menurut Suliswati, et all., (2005), rencana tindakan keperawatan pada

klien kehilangan meliputi :

c. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan aktual.

1) Tujuan umum

a) Klien dapat mengalami proses berduka secara normal.

b) Klien dapat melakukan koping terhadap kehilangan secara

bertahap.

c) Klien dapat menerima kehilangan sebagai bagian dari kehidupan

yang nyata dan harus dilalui.


21

2) Intervensi

a) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap penyangkalan adalah

memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan

perasaannya.

(1) Doronglah pasien untuk mengungkapkan perasaan dukanya.

Rasional : mengetahui perasaan duka klien yang dirasakan.

(2) Tingkatkan kesadaran klien secara bertahap tentang kenyataan,

kehilangan, apabila ia sudah siap secara emosional.

Rasional : klien dapat menerima keadaan kehilangannya..

(3) Dengarkan klien dengan penuh pengertian dan jangan

menghakimi.

Rasional : memberi kenyamanan klien saat bercerita.

(4) Jelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada

orang yang mengalami kehilangan.

Rasional : memberi pengertian kepada klien tentang

keadaannya yang wajar terjadi.

(5) Beri dukungan kepada klien secara non verbal, seperti

memegang tangan, menepuk bahu dan merangkul.

Rasional : memberi sikap empati dan kenyamanan kepada

klien.

(6) Jawab pertanyaan klien dengan bahasa sederhana, jelas dan

singkat.

Rasional : klien memahami masukan dari perawat.


22

(7) Amati dengan cermat respon klien selama berbicara. Rasional :

mengetahui reaksi verbal maupun verbal dari klien.

(8) Tingkatkan secara bertahap kesadaran klien terhadap

kenyataan.

Rasional : dapat menyadarkan klien dari tahap kehilangannya

dan mampu menerima keadaan.

b) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap marah adalah memberi

dorongan, memberi kesempatan kepeda klien untuk

mengungkapkan rasa marahnya secara verbal, tanpa melawan

dengan kemarahan. Perawat harus menyadari bahwa perasaan

marah adalah ekspresi dari perasaan frustasi dan

ketidakberdayaan.

(1) Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihannya misalnya

marah, menangis.

Rasional : menerima respon dari semua respon kesedihannya.

(2) Dengarkan dengan empati, jangan memberi respon yang

mencela.

Rasional : memberikan perhatianm saat klien bercerita.

c) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap tawar menawar adalah

membantu klien mengidentifikasikan rasa bersalah dan perasaan

takutnya.

(1) Amati perilaku klien.

Rasional : mengetahui respon verbal dan non verbal.


23

(2) Diskusikan bersama klien mengenai perasaannya.

Rasional : mengetahui perasaan yang dialami klien.

(3) Tingkatkan harga diri klien.

Rasional : memberikan kpercayaan diri kepada klien.

(4) Cegah tindakan menciderai diri.

Rasional : mencegah melakukan tindakan menciderai diri

sendiri dan orang lain.

d) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap depresi adalah

mengidentifikasi tingkat depresi, resiko menciderai diri, dan

membantu klien mengurangi rasa bersalah.

(1) Amati perilaku klien

Rasional : mengetahui respon verbal dan non verbal.

(2) Bantu klien mengidentifikasi dukungan positif yang terkait

dengan kenyataan.

Rasional : dukungan positif memberi empati terhadap klien.

(3) Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya, bila

perlu biarkan ia menangis dan tetap didampingi.

Rasional : agar klien merasa puas saat bercerita.

(4) Cegah tindakan menciderai diri.

Rasional : mencegah melakukan tindakan menciderai diri

sendiri dan orang lain.


24

e) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap penerimaan adalah

membantu klien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa

dielakan.

(1) Sediakan waktu untuk mengunjungi klien secara teratur.

Rasional : memantau dan mengetahui perkembangan klien.

(2) Bantu klien/keluarga untuk berbagi rasa, karena biasanya

setiap anggota keluarga tidak berada pada tahap yang sama

pada saat yang bersamaan.

Rasional : mendengarkan dan memberi pengertian terhadap

tahap yang dihadapi.

4. Evaluasi

Evaluasi keperawatan menurut Yosep (2011) adalah sebagai berikut :

a. Apakah klien sudah dapat mengungkapkan perasaannya secara spontan ?

b. Apakah klien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut terhadap

kehidupannya ?

c. Apakah klien mempunyai sistem pendukung untuk mengungkapkan

perasaannya (teman, keluarga, lembaga atau perkumpulan lain) ?

d. Apakah klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan ?

e. Apakah klien sudah dapat menilai hubungan baru dengan orang lain dan

objek lain ?

25

C. Pathway
Berduka Depresi
(yang Berduka (pola koping
berhubungan Disfungsional individu tidak
dengan kehilangan efektif)
aktual)
Duka Cita
Maladaptif

Duka Cita

Kehilangan

Gambar 2.2. Pathway

Sumber : Videberk (2008), Uliyah dan Hidayat (2011),


Yosep (2011), Nanda (2011)
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E.R. dan Sunarsih, T. 2011. KDPK Kebidanan Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Dalami, E., Suliswati, Farida P. Rochman, Banon E. 2009. Asuhan Keperawatan


Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta : CV. Trans Info Medika.

Dermawan, Deden. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Gosyen


Publishing.

Deswa. 2009. Proses Keperawatan Berfikir Kritis. Jakarta : Salemba Medika.

Direja, Ade H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Keliat, B.A. Akemat, Helena, N. Nurhaeni, H. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa


Komunitas CHN (Basic Course). Jakarta : EGC.

Keliat, B.A., Helena, N. Farida, P. 2011. Manajemen Keperawatan Psikososial dan


Kader Kesehatan Jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta : EGC.

Kusumawati, F. dan Hartono, Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :


Salemba Medika.

Kompas. 29 Januari 20014. Hujan Deras di Pati, Banjir Kembali Rendam 4


Kecamatan. Hal. 8.

Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya : EGC.

Nasir dan Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori.
Jakarta : Salemba Medika.

Nasir, A. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta :


Salemba Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta :


Rineka Cipta.

Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Sudden dan Stuart. 2007. Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.


Suliswati, Payapo, T.A., Maruhawa, J. Sianturi, Y. Sumijatun. 2005. Konsep Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Uliyah, M. dan Hidayat, A.A. 2011. Buku Ajar Keterampilan Dasar Praktik Klinik.
Surabaya : Health Books Publishing.

Videbeck, SL. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Adit

Anda mungkin juga menyukai