Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KOMUNIKASI ANTAR

BUDAYA

Disusun Oleh:

Tri Wahyuni 2020503044

Dosen Pembimbing :

Ahmad Harun Yahya, S.Sos, M.SI, M.Si

PROGRAM STUDI JURNALISTIK

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN 2021/2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “Dinamika Komunikasi
antar Budaya” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam


mata kuliah Komunikasi antar Budaya. Selain itu, pembuatan makalah
ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan bagi para
pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempuraan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
berguna bagi para pembaca.

Palembang, 20-06-2022

Tri Wahyuni

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................II

DAFTAR ISI...............................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

LATAR BELAKANG.................................................................................1

RUMUSAN MASALAH.............................................................................2

TUJUAN......................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................2

LINGKUP KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA........................................2

PARADIGMA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA..................................7

KAJIAN BAHASA DAN BUDAYA DI INDONESIA..............................10

BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan..................................................................................................14

Daftar Pustaka..............................................................................................15

iii
A.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN

iv
BAB II
PEMBAHASAN

B. LINGKUP KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA


 KOMUNIKASI
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication
berasal dari bahasa Latin communicatio dan bersumber dari kata
communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah “sama
makna”. Yang dimaksud “sama makna” adalah tujuan inti dari
dibangunnya komunikasi yang baik, yaitu adanya persamaan persepsi
(sudut pandang) dan cara berpikir (pemahaman) dalam setiap interaksi
sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman saat berkomunikasi.
Carl I. Holand berpendapat bahwa “komunikasi adalah proses
yang memungkinkan seseorang komunikator menyampaikan rangsangan
(biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain
(komunikati). Sedangkan, Harold Lasswell mengemukakan definisi dari
komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
“who says(siapa yang mengatakan)?, what in (apa yang dikatakan)?,
which channel (melalui saluran atau media apa yang digunakan)?, to
whom (untuk siapa pesan tersebut disampaikan)?, dan terakhir with what
effect (bagaimana pengaruhnya)?” (Deddy Mulyana, 2013:68-69). Dari
dua definisi di atas terdapat inti dari definisi komunikasi, yaitu pesan
yang ingin disampaikan oleh sumber kepada penerima harus dapat
diterima dengan baik dan dapat memberi pengaruh seperti yang
diharapkan agar tidak muncul kesalahpahaman dalam pemahaman makna.
Pada awalnya komunikasi hanya memiliki tiga unsur penting,
yaitu sumber, pesan (informasi), dan penerima. Namun, unsur-unsur
tersebut berkembang hingga menjadi lebih banyak, antara lain sumber
yang juga bisa menjadi penerima (komunikan), pesan atau informasi,
penerima sekaligus sumber (komunikator atau komunikati), efek atau
pengaruh dari komunikasi, media atau saluran yang digunakan, adanya

5
feedback atau respon yang didapat, adanya gangguan baik dari internal
maupun eksternal, dan terakhir lingkungan atau konteks dari komunikasi.
Fungsi komunikasi sendiri dalam komunikasi antar budaya apabila
dikaitkan dengan fungsi komunikasi menurut William I. Gorden, yaitu
komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan
komunikasi instrumental (Deddy Mulyana, 2013: 5). Fungsi pertama :
komunikasi sosial adalah untuk membangun diri menjadi lebih baik
sehingga dapat berhubungan dengan orang lain. Fungsi kedua :
komunikasi ekspresif membuat seseorang lebih dapat menyampaikan
maksud dari perkataannya melalui ekspresi yang ditunjukkan sehingga
mengurangi timbulnya kesalahpahaman. Fungsi ketiga ; komunikasi
ritual biasanya dilakukan secara kolektif lewat tradisi atau kebiasaan yang
sering dilakukan. Dan terakhir fungsi keempat : komunikasi instrumental
bertujuan untuk menginformasikan, mengubah sikap, dan juga menghibur
secara garis besar dimaksudkan untuk membujuk seseorang untuk
mengubah sikapnya menjadi lebih baik.

 BUDAYA.
Istilah budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu
bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi dan akal. Budaya merupakan
suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari
budi, karena itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan.
DalamKamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 169), budaya bisa diartikan
sebagai; 1) pikiran, akal budi; 2) adat isitiadat; 3) sesuatu mengenai
kebudyaan yang sudah berkembang (beradab, maju); dan 4) sesuatu yang
sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah (Djoko Widagdho,
2010). Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa,
dan kebudayaan, adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.
Budaya berkenaan dengan kehidupan manusia karena faktor utama
yang tanpa disadari telah melekat pada manusia sedari ia lahir. Budaya
yang dibawanya sedari ia lahir adalah budaya yang diberikan oleh orang
tuanya atau sering dikatakan adalah kebiasaan/cara yang diturunkan dari

6
generasi ke generasi. Seperti yang dikatakan oleh Tubbs, Stewart and
Moss, Sylvia (dalam Rini Darmastuti, 2013: 29) bahwa “culture is a way
of life developed and shared by a group of people and passed down from
generation to generation” yang dapat diartikan menjadi “budaya adalah
sebuah cara hidup yang dikembangkan dan diberikan oleh sekelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi . Budaya yang diwariskan
itulah yang mempengaruhi cara hidup manusia dari bagaiamana cara
bertahan hidup, cara berinteraksi, cara berkomunikasi, hingga kebiasaan
yang dilakukan yang akan bercampur saat ia berinteraksi dengan orang
lain yang memiliki budaya yang berbeda.
Budaya memiliki unsur-unsur yang berkaitan secara langsung
dengan persepsi kita saat berkomunikasi (Rini Darmastuti, 2013: 33-35),
yaitu:
1. Kepercayaan, nilai, dan sikap. Unsur ini menjadi faktor
utama yang mempengaruhi kita saat berkomunikasi karena
dapat menjadi penghalang persamaan persepsi apabila
memiliki kepercayaan, nilai, dan sikap yang berbeda dari
sumber (komunikator).
2. Pandangan dunia. Yang dimaksud dalam unsur ini adalah
bagaimana persepsi dunia pada suatu hal dapat mempengaruhi
kita berkomunikasi.
3. Organisasi sosial. Organisasi apa yang kita ikuti menjadi
tempat atau lingkungan yang dapat mempengaruhi persepsi
kita akan suatu hal dan dapat membentuk perilaku maupun
persepsi yang baru.
4. Tabiat manusia. Unsur ini merupakan unsur yang dibawa
sedari kecil yang menjadi kebiasaan dan sulit untuk diubah
serta, menjadi salah satu faktor utama yang dapat
menimbulkan kesalahpahaman saat berkomunikasi.
5. Orientasi kegiatan. Kegiatan yang kita lakukan sehari-hari
juga dapat memberi pengaruh persepsi kita dalam memandang
suatu hal.

7
6. Persepsi tentang diri dan orang lain. Unsur ini sangat
dipengaruhi dari latar belakang yang kita miliki karena secara
tidak langsung menanamkan stereotip dan prasangka yang
sedari dulu sudah ada.

 KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA.


Istilah antar budaya diperkenalkan oleh Edward T. Hall pada
tahun 1959 lewat bukunya yang berjudul “The Silent Languange”,
tetapi Hall tidak menerangkan secara mendalam tentang pengaruh
budaya terhadap proses komunikasi antar pribadi. Setelah Hall
dilanjutkan oleh ahli lainnya seperti David Berlo yang menulis buku
berjudul “The Process of Communication” pada tahun 1960, Berlo
dalam bukunya mentikberatkan pada kajian kebudayaan dalam
komunikasi antar budaya. (Rini Darmastuti, 2013: 58)
Larry A Samovar, dkk dalam bukunya Communication
between Cultures (terjemahan, 2010: 13) mendefinisikan tentang
komunikasi antar budaya sebagai satu bentuk komunikasi yang
melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan
sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi (dalam Rini
Darmastuti, 2013: 63). Menurut Stewart(1974), komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang
menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai,
adat, dan kebiasaan (dalam Daryanto, 2016: 207). Jadi, definisi dari
komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang melibatkan
komunikator (partisipan) yang memiliki perbedaan budaya baik dari
segi bahasa, nilai-nilai, adat maupun kebiasaan, tetapi masih memiliki
kesamaan latar belakang negara atau bangsa yang sama.
Penekanan pada komunikasi antar budaya adalah proses
pengalihan pesan yang dilakukan seseorang melalui saluran tertentu
kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya
yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu. Unsur-unsur dari
komunikasi antar budaya adalah unsur gabungan dari unsur

8
komunikasi dan unsur budaya, yaitu komunikator(partisipan),
pesan(informasi yang berupa bahasa verbal dan nonverbal), persepsi
(makna), efek(pengaruh), dan budaya (kepercayaan, nilai, sikap,
kebiasaan).
 Dimensi-dimensi komunikasi antar budaya (Teori Komunikasi,
2016: 209-210) :
1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan.
Dimensi ini merujuk pada berbagai tingkat kompleksitas
dari organisasi sosial.
2) Konteks sosial tempat terjadinya komunikasi antar budaya.
Dimensi ini merujuk pada latar belakang pengalaman atau
kegiatan individu yang berbeda.
3) Saluran yang dilalui oleh pesan komunikasi anarbudaya.
Dimensi ini merujuk pada saluran atau media apa yang
digunakan saat berkomunikasi.

Budaya dan komunikasi saling memiliki keterkaitan dan tidak


dapat dipisahkan. Karena berjalannya suatu komunikasi yang baik
didukung dengan saling mengenal dan memahami budaya yang lain
apabila tidak, akan muncul kesalahpahaman dan sebaliknya.
Berkembangnya suatu budaya juga didukung melalui komunikasi
yang benar agar pesan yang disampaikan melalui budaya (lambang
atau simbolik) dapat tersampaikan dengan baik.

9
C. PARADIGMA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Sebelum menjelaskan paradigma dari komunikasi antar budaya kita
terlebih dahulu harus memahami tentang arti paradigma. Dalam bahasa
inggris paradigma disebut paradigm. Paradigma berasal dari bahasa Latin,
yaitu para dan deigma. Secara etimologis, para berarti di samping atau di
sebelah dan deigma memiliki arti memperlihatkan yang berarti model,
contoh, ideal. Tokoh yang mengembangkan istilah paradigma dalam dunia
ilmu pengetahuan adalah Thomas Kuhn dalam bukunya “The Structure of
Scientific Revolution”. Menurut Thomas Kuhn, paradigma adalah suatu
asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai)
sehingga menjadi sumber hukum, metode, dan penerapan ilmu yang
menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Menurut Muhammad Adib, dalam bukunya filsafat ilmu ia
mengemukakan bahwa ada empat paradigma ilmu yang dikembangkan untuk
ilmu pengetahuan, antara lain.
a. Paradigma Positivisme (Positivistik). Yaitu aliran yang menyatakan
bahwa ilmu alam adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar
dan memandang bahwa suatu pernyataan dikatakan ilmu pengetahuan
apabila sebenarnya dapat dibuktikan secara empiris.
b. Paradigma Post-Positivisme. Yaitu aliran yang memperbaiki
kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan pengamatan
langsung terhadap objek dan memandang bahwa suatu hal yang
mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia
(peneliti).
c. Paradigma Critical Theory (Paradigma Teori Kritis). Yaitu aliran
yang digunakan untuk mengkritik, mengubah masyarakat keseluruhan,
tidak hanya memahami dan menjelaskannya, dan berpengaruh
terhadap perubahan sosial dalam mengubah sistem dan struktur
tersebut menjadi lebih adil.
d. Paradigma Konstruktivisme. Yaitu aliran yang menekankan bahwa
pengetahuan adalah bentukan kita sendiri. Pengetahuan merupakan

10
hasil dari konstruksi kognitif dengan membuat struktur, kategori,
konsep, skema, yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan.
Pada komunikasi antarbudaya, paradigma lahir karena adanya
kelemahan dalam penelitian komunikasi antar budaya yang dilakukan. Tulsi
B. Saral pada tahun 1979 (dalam Komunikasi Antarbudaya, 1996: 245-246)
menyebutkan lima kelemahan penelitian komunikasi antarbudaya saat itu :
1. Dalam budaya barat, tekanan terlalu banyak pada penggunaan
indera visual dan auditif; padahal bangsa-bangsa berbeda dalam
mengindera stimuli. Orang Afrika Barat misalnya, kurang begitu
mengandalkan indera visual; dan lebih percaya pada indera
auditif.
2. Hampir semua studi komunikasi antarbudaya terbatas pada apa
yang dipersepsi atau diekspresikan. Ini terjadi karena car berpikir
Barat yang materilistik (ingat klasifikasi Weltanschauung dari
Asante) menafsirkan pengalman-pengalaman mistis.
3. Penelitian juga bertumpu pada pada yang dianggap sebagai
objective truth. Pandangan dunia tentang realitas tunggal
menguasai asumsi-asumsi penelitian.
4. Para teorisi Barat cenderung memisahkan jiwa dari tubuh,
individu dan lingkungan, kesadaran individu dari kesadaran
kosmis.
5. Kebanyakan studi komunikasi didasarkan pada model linear yang
mekanistis. Model ini sangat cocok untuk melukiskan komunikasi
antar budaya yang holistik.

Lima kelemahan di atas ditujukan kepada penelitian-penelitian


terdahulu yang didominasi oleh paradigma positivistik (positivisme). Oleh
karena itu, muncullah paradigma baru yang membantu memperbaiki
kelemahan paradigma positivistik, paradigma tersebut adalah paradigma
naturalistik.
Paradigma positivistik membentuk kita untuk memahami ilmu
pengetahuan hanya pada sesuatu yang dapat diukur berdasarkan bilangan

11
yang nyata. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, paradigma positivistik
adalah paradigma yang mengacu pada logika-empiris atau bisa dijelaskan
bahwa suatu kajian dipandang sebagai ilmu pengetahuan apabila dapat
dibuktikan melalui observasi, nilai kuantifikasi, dan merumuskan generalisasi
dan hasil pengamatan secara nyata. Karena konsep ini merujuk kepada
konsep sosial maka, peneliti mengambangkan skala-skala pengukuran dengan
variabelnya adalah sikap. Untuk komunikasi antar budaya misalnya, kita
dapat mengguanakn skala world-minded attitudes dari Sampson dan Smith
atau internationalism dari Free dan Cantrill. Dengan mengubah konsep
menjadi variabel dijelaskan dalam apa yang lazim disebut operasionalisasi.
Padahal dalam kenyataannya konsep merupakan hal yang tidak dapat
diukur dan dinyatakan dengan bilangan. Konsep merupakan suatu pandangan
yang hanya bisa dijelaskan dengan kalimat dan ada di pikiran kita. Dengan
penjelasan yang sudah ada kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam
positivistik sebuah pandangan dinyatakan ilmu pengetahuan (konsep) yang
realistis apabila dapat dibuktikan secara kuantitatif dan logika-empiris.
Padahal konsep merupakan hal yang tak memiliki batas dan tidak bisa
dibatasi karena setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam
menanggapi suatu hal.
Paradigma naturalistik adalah paradigma yang beranggapan bahwa
realitas adalah hasil konstruksi kita; karena setiap orang mengkonstruksi
realitas kita mengenal banyak realitas (Komunikasi Antarbudaya, 1996: 247).
Tujuan penelitian tidak lagi hanya untuk memperoleh pengatahuan
nomothetik (hukum-hukum yang dapat digeneralisasikan), tetapi juga mencari
dan mengembangkan pengetahuan idiografik (penjelasan tentang kasus-
kasus). Pengamat dan objek yang diamaati melakukan hubungan tinbal balik
karena saling mempengaruhi. Paradigma naturalistik menjadi lebih relevan
untuk melakukan penelitian komunikasi antar budaya karena melihat konsep
tidak hanya dari sudut pandang peneliti, tetapi juga dari sudut pandang objek
yang diteliti.
Paradigma positivistik hanya melihat pecahan-pecahan realitas tentu
saja sulit untuk melihat konteks. Penelitian paradigma naturalistik yang

12
menempatkan proses itu menjadi satu-satunya alternatif. Tetapi dengan
bergabungnya metode penelitian paradigma positivistik dan paradigma
naturalistik dapat lebih efektif dalam pengujian dan pembuatan konsep
melalui verifikasi dan logika-empiris hasil dari observasi yang dilakukan.

Dalam beberapa buku lain paradigma dijelaskan dengan kata lain


asumsi dasar. Alo Liliweri (2003: 15) memberikan asumsi-asumsi dalam
rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya sebagai berikut.
1. Komunikasi antar budaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada
perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
2. Dalam komunikasi antar budaya terkandung isi dan relasi antar
pribadi.
3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi.
4. Komunikasi antar budaya bertujuan untuk mempengaruhi tingkat
ketidakpastian.
5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan.
6. Efektivitas antar budaya merupakan tujuan komunikasi.

D. KAJIAN BAHASA DAN BUDAYA DI INDONESIA


 BAHASA.
Dalam proses komunikasi, pesan menjadi salah satu unsur atau
komponen utama komunikasi. Pesan adalah rangkaian simbol yang kita
gunakan dalam proses penyampaian informasi dari sumber informasi
kepada penerima informasi. Menurut Rudolph F. Verderber (dalam Rini
Darmastuti, 2013: 6), ia berpendapat bahwa pesan merupakan
seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai,
gagasan atau maksud sumber. Simbol adalah sesuatu yang digunakan
untuk mewakili maksud tertentu atau sebagai perantara penyampaian
pesan agar dapat dimengerti komunikan. Simbol dibagi menjadi simbol
verbal dan simbol nonverbal. Simbol verbal salah satunya adalah bahasa.
Bahasa hingga kini belum dijelaskan secara eksplisit siapa
penemu dan kapan bahasa muncul dan digunakan di bumi ini, tetapi ada

13
teoritikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah ekstensi dari
perilaku sosial (Deddy Mulyana, 2013: 263). Koentjaraningrat dalam
bukunya Sosiolinguistik (1985), bahasa merupakan bagian dari
kebudayaan. Artinya, kedudukan bahasa berada pada posisi subordinat di
bawah kebudayaan, tetapi sangat berkaitan. Bahasa pada intinya menjadi
salah satu hal yang harus dikuasai oleh komunikan apabila ingin
melakukan komunikasi agar lebih efektif saat berkomunikasi. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa memiliki arti, sebagai
berikut. 1) (n) sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh
anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri; 2) percakapan (perkataan) yang baik, tingkah
laku yang baik, sopan-santun, baik budinya.
Bahasa memiliki fungsi dalam kehidupan manusia. Book
mengemukakan bahasa memiliki tiga fungsi intinya, yaitu untuk
mengenal dunia dan sekitar kita; untuk berhubungan dengan orang lain;
dan untuk menciptakan koherensi (keterkaitan) dalam kehidupan kita
(Deddy Mulyana, 2013: 267). Dari pendapat di atas tentang fungsi
bahasa, pada umumnya bahasa berfungsi untuk menjadi alat penyambung
komunikasi antar komunikan dengan lingkungan sekitarnya.
Indonesia memiliki 200juta lebih penduduk jiwa yang tinggal di
berbagai daerah di Indonesia timur hingga barat yang memiliki kekhasan
dan kebudayaan yang berbeda pada setiap daerah. Dari hasil riset badan
bahasa Indonesia, ada 700-an lebih bahasa yang digunakan masyarakat
Indonesia dan ada beberapa bahasa yang sudah punah. Padahal dengan
adanya keberagaman bahasa di Indonesia semakin menambah nilai
kekayaan budaya Indonesia. Oleh karena itu, para peneliti terus
mengusahakan berbagai upaya agar mengurangi tingkat kepunahan
bahasa melalui revitalisasi bahasa. Salah satu bentuk revitalisasi yang
dapat dilakukan adalah dengan pendokumentasian bahasa. Menurut
Lewis et al., (2015) berpendapat bahwa ada dua dimensi dalam pencirian
keterancaman bahasa, yaitu jumlah penutur yang menggunakan

14
bahasanya semakin sedikit serta, jumlah dan sifat penggunaan atau fungsi
penggunaan bahasa.
Menurut Hinton (2011: 291—293), revitalisasi bahasa adalah
upaya untuk mengembalikan bahasa yang terancam punah pada tingkat
penggunaan yang lebih baik dalam masyarakat setelah mengalami
penurunan penggunaan. Hinton mengusulkan enam upaya nyata yang
dapat dilakukan dalam mengembalikan penggunaan bahasa yang hampir
punah, yaitu belajar beberapa kata (seperti salam dan perkenalan atau
percakapan pendek) ; mengumpulkan publikasi linguistik, catatan
lapangan dan rekaman suara sebagai bagian dari penciptaan sumber daya
berbasis masyarakat dan arsip; mengembangkan sistem tulis dan
pembuatan kamus berbasis masyarakat dan tata bahasa pedagogis;
membuat rekaman audio atau video dari penutur yang tersisa dengan
tujuan mendokumentasikan dan mengarsipkan contoh penggunaan bahasa
mereka dengan membuat korpus bahan berbagai jenis; mengikuti kelas
bahasa atau kemah bahasa; dan menjalankan sekolah imersi penuh
(sekolah yang bahasa pengantarnya adalah bahasa yang terancam punah
itu sendiri) untuk anak-anak pada masyarakat yang memiliki sumber daya
untuk mendukung mereka.

 BUDAYA.
Budaya sebenarnya muncul dari kebiasaan-kebiasaan lama yang
terus dilakukan dan diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi
sebuah tradisi. Menurut Clifford Geerzt (dalam Rini Darmastuti, 2013:
29), mengartikan budaya sebagai pola transmisi sejarah dari generasi
sebelumnya ke generasi berikutnya melalui simbol-simbol yang mereka
gunakan.
Budaya memiliki karakteristik yang sangat berciri khas dari satu
daerah dengan daerah lainnya. Karakteristik-karakteristik budaya tersebut
adalah:
1. Komunikasi dan Bahasa. Komunikasi dan bahasa memiliki
jenis dan karakteristik yang berbeda dari satu daerah dengan

15
daerah lainnya, berupa bahasa verbal atau bahasa nonverbal
(gerak tubuh).
2. Pakaian dan Penampilan. Cara berpakaian dan berpenampilan
juga menjadi ciri khas yang berbeda dari masing-masing
daerah.
3. Makanan dan Kebiasaan Makan. Makanan dan kebiasaan
makan juga menjadi karakteristik yang berbeda dari daerah-
daerah tertentu.
4. Waktu dan Kesadaran akan Waktu. Cara pandang orang
tentang nilai relatif waktu dari masing-masing orang dan
daerah.
Budaya juga memiliki fungsi menurut Toomey tahun 1999
(dalam Rini Darmastuti, 2013: 36-37), antara lain.
1. Budaya dapat memberikan makna terhadap identitas yang
dianutnya.
2. Budaya dianggap mampu menciptakan inklusi sehingga orang-
orang dapat membedakan mana in-group dan out-group.
3. Budaya membentuk sikap seseorang tentang in-group dan out-
group berkaitan dengan orang yang secara kultural tidak sama.
4. Budaya dianggap dapat memfasilitasi proses-proses adaptasi
diantar diri, komunikasi kebudayaan, dan lingkungan yang
besar.
5. Budaya dan komunikasi saling memiliki keterkaitan dan tidak
terpisah karena saling mempengaruhi.

16
 KEBERAGAMAN BAHASA DAN BUDAYA.
Bahasa dan budaya memiliki saling keterkaitan dan menjadi
kekayaan dari keberagaman kebudayaan bangsa. Salah satu contoh
keberagaman budaya dan bahasa di Indonesia adalah di Sumatera
Selatan dengan Palembang sebagai ibukota provinsi.
Palembang merupakan kota yang bersejarah dan telah berusia
lebih dari 1334 tahun. Awal mula sejarah kota Palembang adalah
Kerajaan Sriwijaya yang berjaya sejak abad ke-9, menurut beberapa
bukti sejarah kota Palembang ada sejak 17 Juni 682 Masehi.
Palembang memiliki keberagaman budaya dan bahasa, antara lain.
1. Rumah adatnya dinamakan Rumah Limas (Rumah Bari).
2. Pakaian khasnya disebut Kain Songket.
3. Seni musik khasnya adalah Musik Jidur dan lagunya
Gending Sriwijaya.
4. Seni budaya yang khas adalah dul-muluk dan festival perahu
bidar.
5. Seni tari yang terkenal adalah Tari Tanggai dan Tari
Gending Sriwijaya yang biasanya ditampilkan saat acara
penyambutan tamu atau acara tertentu (pernikahan)

17
KESIMPULAN

Komunikasi adalah hubungan timbal balik antarkomunikan yang dilakukan


untuk bertukar informasi melalui media tertentu yang diharapakan dapat memberi
pengaruh yang diinginkan kepada komunikator partisipan. Budaya adalah tata cara
(kebiasaan) yang sudah ada sejak lama yang kemudian diwariskan dari generasi ke
generasi.
Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Budaya mengiringi setiap
kebiasaan seseorang dalam berkomunikasi karena budaya menjadi latar belakang
yang melekat pada setiap individu yang berbeda. Sedangkan, komunikasi bisa efektif
dan berhasil apabila komunikator dapat menyampaikan pesan ataupun informasi
dengan baik.
Komunikasi antar budaya sendiri merupakan subilmu dari ilmu sosial-
komunikasi yang membedakan komunikasi antar budaya dengan subilmu
komunikasi lainnya adalah adanya perbedaan latar belakang (budaya) yang relatif
besar mempengaruhi komunikasi para komunikator. Dengan adanya perbedaan yang
relatif besar inilah yang dapat menjadi faktor penghalang keberhasilan komunikasi
yang berusaha dibangun oleh komunikator apabila komunikator tidak dapat
memahami kebudayaan komunikator lain. Jadi, komunikasi antar budaya adalah
komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang memiliki perbedaan latar
belakang kebudayaan, tetapi masih memiliki kesamaan latar belakang negara
(bangsa).
Dengan keberagaman budaya dan bahasa di Indonesia menjadi kekayaan
yang tak ternilai yang menambah nilai dari bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam
nilai non materiil, tetapi juga menambah nilai materiil suatu bangsa karena
mengundang keingintahuan orang asing untuk melihat keberagaman dari budaya dan
bahasa di Indonesia.

18
DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Kepustakaan.
Mulyana, Deddy. 2013. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Rosda.
Darmastuti, Rini. 2013. Mindfullness dalam Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta : Buku Litera.
Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 1996. Komunikasi Antarbudaya.
Bandung : Rosda.
Daryanto dan Muijo Rahardjo. 2016. Teori Komunikasi. Yogyakarta : Gava
Media.
Widagdho, Djoko. 2010. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.
Adib, Muhammad. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakata : Pustaka Pelajar.
Prasetya, Joko Tri. 2009. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Rieka Cipta.
B. Sumber Internet.
http://aqualibra.blogspot.co.id/p/babi-pendahuluan-paradigma-berasal-dari.html?
m=1 diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul 21.15
http://akuibe.blogspot.com/2012/06/tugas-makalah-pengantar-filsafat-ilmu.html?
m=1 diakses diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul 21.17
http://kbbi4.portalbahasa.com/entri diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul
21.23
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1823 diakses pada
tanggal 21 Agustus 2016 pukul 21.35

http://bimbimelevens.blogspot.co.id/2013/03/
keanekaragamanbudayadaerahsumatera_12.html diakses pada tanggal 21
Agustus 2016 pukul 21.48

19

Anda mungkin juga menyukai