Disusun
Oleh:
Kelas 01
Kelompok 11
Susianti (1942041030)
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
berkah dan rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah
ini dengan judul “Homofili-Heterofili dalam Penyebaran Inovasi”. Adapun tujuan
dari penyusunan dalam tugas makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah “Divusi dan Inovasi”.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari bahwa, makalah ini tidak
akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan dari teman-
teman kelompok, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki maka penyusun meminta kritik dan saran yang
sifatnya membangun. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah
wawasan bagi kita semua didalam dunia pendidikan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Homofili-Heterofili.....................................................................3
B. Homofili-Heterofili dalam Penyebaran Inovasi...........................................5
C. Homofili dan Agen Pembaru.........................................................................7
D. Homofili dan Tokoh Masyarakat..................................................................9
A. Kesimpulan.................................................................................................13
B. Saran…........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tiap waktu kita tidak bisa terlepas dari komunikasi, karena komunikasi
merupakan kegiatan yang selalu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
manusia.Bahkan semenjak kita lahir kita telah berkomunikasi dengan pesan-pesan
nonverbal. Komunikasi merupakan usaha manusia dalam menyampaikan
isipernyataan kepada manusia lain. Dalam definisi komunikasi terdapat kata
usaha,ini berarti bahwa manusia harus berusaha agar komunikasi berjalan dengan
efektifdan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.Suatu komunikasi selalu terdapat
suatu hambatan, hambatan tersebut bisaterdapat pada unsur-unsur komunikasi
yaitu pada komunikator, isi pesan,komunikan, media, dan feedback.
Namun seorang komunikator harus bisa mengatasi semua itu untuk mencapai
komunikasi yang efektif terhadap seorang komunikan yang ditujunya.
Sebagaimana kita tahu bahwa komunikasi akan berjalan efektif jika antara satu
pihak dan pihak lainnya memiliki sesuatu yang kurang lebih sama, baik tujuan,
latar belakang maupun pengalaman. Selain itubudaya-budaya yang berbeda juga
bisa menjadi hambatan dalam berkomunikasi. Salah satu cabang ilmu komunikasi
adalah komunikasi antar budaya seperti yang akan penulis bahas pada saat ini.
Komunikasi Antar Budaya dalam pandangan (Tubbs, Moss:1996) mengandung
pengertian: “Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara
orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau
sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Kebudayaan adalah cara
hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari
generasi ke generasi. Komunikasi lintas budaya adalah komunikasi yang terjadi di
antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras,
etnik, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini”.
Menurut Stewart L. gitu banyak. Jadi, komunikasi antar budaya menurut
Samovar dan Porter (1972) yaitu komunikasi antar budaya terjadi manakal bagian
yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa latar belakang budaya
pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai yang dianut oleh
kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan dan nilai. Dalam suatu
komunikasi antar budaya Homofili dan Heterofili termasuk kedalam prinsip
komunikasi antar budaya. Dimana prinsip-prinsip tersebut merupakan sebuah
proses komunikasi yang dijalankan oleh manusia-manusia antara budaya sehingga
bisa mencapai suatu tujuan komunikasi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah pengertian dari homofili-heterofili?
2. Bagaimanakan homofili-heterofili dalam penyebaran inovasi?
3. Bagaimanakah Homofili dan Agen Pembaru?
4. Bagaimanakah Homofili danTokoh Masyarakat?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Homofili-Heterofili
2. Untuk Mengetahui Homofili-Heterofili dalam Penyebran Inovasi
3. Untuk Mengetahui Homofili dan Agen Pembaru
4. Untuk Mengetahui Homofili dan Tokoh Masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Homofili-Heterofili
Salah satu prinsip komunikasi antar manusia yang penting adalah bahwa
pengoperan ide-ide lebih sering terjadi antar sumber dan penerima yang sama,
sepadan, homofilius. Homofili adalah suatu tingkat dimana pasangan individu
yang berinteraksi sepadan dalam perangkat tertentu seperti kepercayaan, nilai-
nilai, pendidikan, status sosial dsb. Jika seorang sumber berinteraksi dengan salah
seorang dari banyak orang ada kecenderungan kuat ia akan memilih pa sangan
komunikasi yang paling sepadan dengannya. Sedang kan heterofili adalah suatu
tingkat di mana pasangan indivi. du yang berkomunikasi berbeda dalam ciri dan
sifatnya.
Banyak alasan mengapa prinsip homofili-heterofili in timbul. Individu yang
mempunyai kesamaan cenderung bergabung dalam satu kelompok, hidup
berdampingan dan mengembangkan minat yang sama. Kedekatan fisik dan so sial
ini menyebabkan komunikasi yang homofilius lebih mungkin terjadi. Tetapi
dalam banyak situasi, "kdekatan" ini hanya menerangkan sebagian dari prinsip
homofili. Jika sumber dan penerimanya homofili maka komunikasi akan lebih
efektif; mereka dapat bertukar pikiran, meng gunakan bahasa daerah dan sama
dalam ciri-ciri personal dan sosial lainnya, sehingga pengkomunikasian ide lebih
lancar dan mungkin mempunyai efek lebih besar, lebih banyak pengetahuan yang
diperoleh, pembentukan dan pe. rubahan sikap dan perubahan tingkah laku nyata
juga lebih besar. Jika tercapai kondisi dalam komunikasi maka interak si mungkin
menjadi lebih mengasyikkan.
Banyak contoh yang dapat disebut untuk menunjang pernyataan bahwa ada
hubungan antara homofili dengan komunikasi yang efektif. Dalam kehidupan
sehari-hari, kebanyakan kita biasanya berinteraksi dengan orang lain yang
sepadan baik dalam status sosial, pendidikan maupun ke percayaan; teman-teman
di mana kita bergaul biasanya re latif sepadan kondisinya. Dan suatu saat jika kita
berkomunikasi dengan orang lain yang jauh lebih rendah atau lebih tinggi status
sosialnya, bermasalah yang timbul yang menyebabkan komunikasi menjadi lebih
lancar. Cobalah perhatikan guru SD Inpres dari Jawa yang ditugaskan untuk
mengajar pada sekolah di Madura yang pelosok, seorang pe kerja sosial yang
berusaha merubah perilaku kliennya yang berasal dari golongan rendah, tenaga
asing (luar negeri) yang diperbantukan untuk memperkenalkan inovasi kepada
para petani di pedesaan negara sedang berkembang.
Mereka sering mengalami kesulitan-kesulitan komunikasi dalam me
laksanakan tugasnya. Begitu pula halnya orang yang dari sta tus sosial ekonomi-
rendah yang mencoba mengadakan kon uk dengan orang yang status sosialnya
lebih tinggi, tidak saja mengalami kesulitan bahkan kadang-kadang mengala mi
frustasi.
Salah satu problem dalam proses penyebaran inovasi ialah bahwa sumber
(agen pembaru) sangat heterofili dengan penerimanya (anggota masyarakat).
Petugas penyuluh pertanian secara teknis jauh lebih ahli daripada para petani
kliennya. Hal ini seringkali menyebabkan terjadi ketidak efektifan komunikasi.
Mereka tidak bercakap-cakap dalam bahasa yang sama. Misalnya jika penyuluh
itu adalah seorang insinyur pertanian yang baru lulus, mungkin dalam
percakapannya dengan
para petani yang sedikit makan sekolah itu banyak menggunakan istilah dan
rumus- rumus perguruan tinggi yang teksbook. Maka petani itu hanya akan
terlongong- longong mendengarkan penjelasan si insinyur tanpa mengerti apa
yang dimaksudkan. Sebaliknya apa yang diungkapkan oleh petani dengan
ungkapan yang sehari-hari misalnya dalam menyebut suatu jenis tanaman atau
cara bertanam yang lazim di kampung) si insinyur juga sulit memahami karena
kata-kata itu tak pernah diketemukan dalam buku pelajarannya atau kuliah-
kuliahnya.
Akan tetapi jika antara sumber dan penerima itu mempunyai pemaham an yang
sama tentang inovasi, mereka sangat homofilius, maka tidak terjadi difusi di sana.
Karena itu dalam peranan penyebaran inovasi dituntut setidak-tidaknya ada
beberapa tingkat perbedaan antara sumber dan penerimanya. Yang ideal adalah
kalau mereka homofili dalam semua variabel (seperti pendidikan, status sosial,
nilai-nilai dsb) akan tetapi heterofili dalam penguasaan di bidang inovasi. Yang
terjadi seringkali antara agen pembaru dan kliennya itu heterofili dalam segala
hal, karena antara kompetenssi inovasi, pen didikan, status sosial dsb.nya sangat
berhubungan erat. Jurang heterofili dalam difusi ini: lebih besar lagi ka antara
sumber dan penerima tidak saina latar belakang budayanya, misalnya dalam kasus
penyebaran inovasi teknologi dari negara maju ke negara yang belum maju.
Agen pembaru biasanya berbeda dari klien mereka dalam beberapa hal dan
mereka cenderung berinteraksi dengan klien yang ciri-cirinya mirip dengan
mereka sendiri. Penelitian-penelitian empiris baik di negera maju maupun di
negara belum maju menunjukkan kontak agen pembaru dengan anggota
masyarakat lebih sering terjadi dengan yang memili ki ciri: (1) berstatus sosial
lebih tinggi, (2) partisipasi sosial. nya tinggi, (3) lebih tinggi pendidikan dan
tingkat keme lekhurufannya serta,
(4) klien yang lebih kosmopolit.
Hal ini agaknya wajar terjadi, karena dengan anggota masyarakat yang
memiliki ciri-ciri seperti tersebut di atas para agen pembaru itu tidak terlalu jauh
perbedaannya, sehingga antara keduanya lebih mudah saling tukar pengertian dan
mereka lebih mudah memahami minat masing-masing, mereka lebih mudah
berempathi satu sama lain dan yang demikian itu menjadikan komunikasi diantara
mereka bisa efektif. Salah satu ilustrasi tentang sulitnya mengadakan komunikasi
secara efektif dengan klien yang heterofili di berikan seorang agen pembaru yang
berpengalaman. Penduduk di mana saya bekerja agaknya suka sekali dibantu dan
dibimbing. Tetapi respon-respon sepertinya merengut (mung kin karena tidak
paham apa yang saya maksud) dan kadang kadang bahkan tersinggung. Barangkali
tarap berpikir me reka berbeda dengan saya. Kami berbicara dengan bahasa yang
sama tetapi tidak dapat berkomunikasi. Tetapi mencari kontak yang homofili bisa
menimbul kan masalah etik yang penting bagi agen pembaru; mereka gagal
berinteraksi dengan mereka yang sangat membutuhkan bantuan. Karena agen
pembaru memusatkan usaha-usaha mereka terhadap klien yang punya status sosial
lebih tinggi, lebih berpendidikan dan lebih besar pendapatnya (karena dengan
mereka itu ia lebih mudah mengadakan komunikasi), menyebabkan relatif
kelompok elite inilah yang lebih awal mengadopsi inovasi. Akibat yang berikutnya
seringkali orang yang kaya bertambah kaya dan yang miskin tetap saja atau bahkan
bertambah miskin; suatu hal yang jarang sekali diperhatikan oleh lembaga pembaru.
Namun agaknya ke cenderungan agen pembaru untuk berkomunikasi dengan
kelompok elite itu bukan hanya karena dengan mereka itu bisa terjadi komunikasi
yang homofili. Ada semacam te kanan dari lembaga dimana mereka bekerja, agar
agen pem baru itu memperoleh hasil yaitu inovasi yang dipromosikan itu dapat
diadopsi oleh anggota sistem sosial sebanyak banyaknya. Misalnya seorang petugas
lapangan keluarga berencana (PLKB) akan memperoleh insentif dari BKKBN jika
ia berhasil mengajak anggota masyarakat menjadi aseptor, semakin banyak aseptor
yang ia hasilkan semakin besar insentif yang ia akan terima. Begitu pula petugas
per tanian dengan BIMAS, dsb. Hal ini memaksa agen pembaru sangat sering
berinteraksi dengan klien-klien mereka yang paling responsif yaitu mereka yang
lebih tinggi status so sialnya, dan lebih inovatif.
Salah satu implikasi dari konsep keefektifan komunika si yang homofili bagi
lembaga Pembaru ialah bahwa mereka harus memilih agen pembaru yang agak
sederajad dengan klien mereka. Jika sebagian besar klien hanya pernah me
ngalami pendidikan formal beberapa tahun saja, buta huruf atau drop out SD, agen
pembaru
keluaran universitas mung kin akan mengalami kesulitan komunikasi
dibandingkan jika agen pembaru itu berpendidikan SLTA. Bukti yang mendu
kung pernyataan ini datang dari suatu studi oleh Institut Pertanian Allahabat di
India, Agen pembaru yang dilakukan pada tingkat desa yang hanya berpendidikan
SD ternyata lebih efektif dalam menjangkau penduduk desa India yang buta huruf
daripada agen pembaru yang berpendidikan SLA atau perguruan tinggi. Tetapi
homofili-heterofili itu tidak hanya dalam pendidikan, melainkan juga dalam ciri
ciri lainnya seperti usia, ras, status ekonomi dsb. Salah satu masalah bagi agen
pembaru terutama jika ia berhubungan dengan klien yang heterofili, ialah bahwa
mereka (klien) berbeda anggapan mengenai peranan agen pembaru tidak seperti
yang dianggap oleh agen pembaru itu sendiri. Misalnya agen pembaru sering
beranggapan dirinya sebagai dessiminator keahlian teknis, ia hanya berusaha
menularkan keahlian teknis itu (misalnya di bidang perta nian) kepada anggota
masyarakat. Anggapan peribadi ini sering bertentangan dengan anggapan klien
terhadap agen pembaru. Para klien itu mungkin memandang agen pembaru itu
menurut latar belakang etnis, usia, pendidikan, status perkawinan, agama atau ciri-
ciri pribadi lainnya, begitu pula kemampuan teknisnya. Seorang pekerja sosial,
atau penyu luh pertanian yang beragama kristen yang dipekerjakan di masyarakat
yang muslin seringkali dicurigai berusaha me nyebarkan ajaran kristen kepada
penduduk, tidak hanya sekedar mengadakan pembaruan di bidang pertanian.
Salah satu metode yang dapat dipergunakan agen pembaru untuk
menjembatani jurang heterofili dengan kliennya ialah jika mereka dapat bekerja
sama dengan pe muka masyarakat yang ada didalam sistem itu untuk me ngurangi
jarak sosial dengan mayoritas klien. Dengan demi kian heterofili agen pembaru
yang begitu besar dapat di perkecil menjadi dua jurang yang lebih kecil.