Anda di halaman 1dari 18

BUDAYA, KONFORMITAS, DAN KOMUNIKASI

Makalah Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah :

Psikologi Sosial dan LintasBudaya

Dosen Pengampu :

Nuzul Ahadiyanto S.Psi., M.Si

Disusun Oleh :

Abdullah Febi Amiruddi (D20195069)

Azmi Elsafiroh (D20195076)

Siti Hajar Lu'Lu' (D20195085)

Rofi'atul Karimah (D20195088)

FAKULTAS DAKWAH

1
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

2020/2021

Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. berkat rahmat dan hidayah NYA yang telah
memberikan kita kemudahan serta kesehatan sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik baiknya. Terimakasih tak luput pula kami haturkan kepada Bapak Nuzul
Ahadiyanto S.Psi., M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah ini, berkat bimbingan dan
ajaran beliau sehingga kami tertuntun serta mendapat wawasan untuk menyusun makalah ini.

Makalah ini disusun dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah psikologi sosial dan
lintas budaya namun tak hanya itu, kami juga terus berharap adanya manfaat dari makalah
ini untuk pembaca semoga mendapat wawasan lebih serta ilmu baru yang bermanfaat serta
kami mengharapkan adanya masukan atau kritik yang bersifat membangun terhadap makalah
ini yang tentu masih jauh dari kata sempurna.

Akhir kata terimakasih banyak untuk anggota yang telah meluangkan waktu dan usaha
atas konstribusinya terhadap proses penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk banyak pembaca.

Jember, 21 April 2021

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER....................................................................... 1

KATA PENGANTAR............................................................2

DAFTAR ISI ........................................................................3

BAB I: PENDAHULUAN.......................................... 4

A. Latar Belakang................................................ 4
B. Rumusan Masalah........................................... 4
C. Tujuan ............................................................ 4

BAB II: PEMBAHASAN........................................... 5

A. Pengertian Budaya......................................................5
B. Pengertian Konfirmitas................................... 6
C. Perbedaan Budaya dan Konfirmitas................ 7
D. Pengertian Komunikasi .................................. 9
E. Hubungan Antara Budaya dan Komunikasi.. 10

BAB III: PENUTUP................................................... 15

A. Kesimpulan..................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Interaksi sesama makhluk hidup merupakan hal yang paling menarik dan tidak
dapat ditolak bahwa interaksi merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam
kehidupan manusia, banyak aspek yang membuat makhluk hidup harus saling
berinteraksi, mungkin sejak awal keberadaan keberadaan manusia sendiri nyeri semua
kegiatan dalam kehidupan manusia membutuhkan atau setidaknya disertai interaksi
Oleh karena itu kajian ilmiah tentang gejala atau realitas interaksi mencangkup bidang
yang sangat luas meliputi segala bentuk hubungan antar manusia dan menggunakan
lambang-lambang misalnya bahasa verbal lisan atau tertulis ataupun dalam bentuk
bunyi sinyal atau ekspresi.
Maka dari itu manusia tidak akan terlepas dari interaksi antar itu yang
berhubungan dengan budaya, sekolah, bekerja ataupun orang asing. Walaupun
terdapat beberapa manusia yang memiliki kelainan interaksi tetap dibutuhkan dan
akan selalu digunakan jadi pentingnya interaksi bagi manusia adalah jalan hidup UPH
yang membuat manusia dapat saling memahami

B. Rumusan Masalah
A. Apakah pengertian dari budaya ?
B. Apakah pengertian dari konformitas?
C. Apa perbedaan antara budaya dan konformitas ?
D. Apakah pengertian dari komunikasi ?
E. Bagaimanakah hubungan anatara budaya dan komunikasi?

C. Tujuan

4
A. Untuk mengetahui pengertian budaya
B. Untuk mengetahui pengertian konformitas
C. Untuk mengetahui perbedaan antara budaya dan konformitas
D. Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi
E. Untuk mengetahui hubungan antara budaya dan komunikasi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia, dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut
culture yang berasal dari kata latin colere yaitu mengolah atau mengerjakan dapat
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani, kata culture juga kadang sering
diterjemahkan sebagai “Kultur” dalam bahasa Indonesia.
Pengertian budaya menurut beberapa ahli ialah sebagai berikut :
 Menurut Jerald G and Rober budaya terdiri dari mental program bersama yang
mensyaratkan respons individual pada lingkungannya.
 Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary budaya sebagai pola
terintegrasi dari perilaku manusia termasuk pikiran, pembicaraan, tindakan,
dan artifak serta tergantung pada kapasitas orang untuk menyimak, dan
meneruskan pengetahuan kepada generasi penerus.
 Menurut Carttwright budaya sebagai sebuah kumpulan orang yang
terorganisasi yang berbagi tujuan, keyakinan dan nilai-nilai yang sama, dan
dapat diukur dalam bentuk pengaruhnya pada motivasi.
 Menurut Geertz budaya adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun
dalam pengertian dimana individu-individu mendefinisikan dunianya,
menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya, suatu pola
makna yang ditransmisikan secara historis, diwujudkan dalam bentuk- bentuk
simbolik melalui sarana dimana orang-orang mengkomunikasikan,
mengabdikan, dan mengembangkan pengetahuan, karena kebudayaan

5
merupakan suatu sistem simbolik maka haruslah dibaca, diterjemahkan dan
diinterpretasikan
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Budaya didefinisikan
sebagai cara hidup orang yang dipindahkan dari generasi ke generasi melalui berbagai
proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok dengan
lingkungannya.1

B. Pengertian konformitas
Konformitas merupakan perubahan prilaku remaja sebagai usaha untuk
menyesuaikan diri dengan norma kelompok dengan acuan baik ada maupun tidak ada
tekanan secara langsung yang berupa suatu tuntutan tidak tertulis dari kelompok
sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat
menyebabkan munculnya prilaku-prilaku tertentu pada remaja anggota pada
kelompok tersebut.
Pengertian konformitas menurut beberapa ahli ialah sebagai berikut :
 Menurut david O’Sears, konformitas adalah bahwa seseorang melakukan
prilaku tertentu karena disebabkan orang lain melakukan hal tersebut.
 Menurut selly dkk, konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan
atau prilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain.
 Menurut Baron da Byrne, konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial
dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka sesuai dengan
norma sosial yang ada.
 Menurut Prayitno, konformitas merupakan pengaruh sosial dalam bentuk
penyamaan pendapat atau pola tingkah laku seseorang terhadap orang lain
yang mempengaruhinya.
 Menurut Myres, konformitas merupakan perubahan prilaku sebagai akibat dari
tekanan kelompok. Ini terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu
menyamakan prilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar
dari celaan maupun keterasingan. Orang biasanya berpenampilan berbeda
yang tidak sesuai dengan kelompok cenderung terasigkan oleh teman-
temannya atau lingkungan sekitarnya.2
1
Sumarto. Juli – Desember 2019. "Budaya, Pemahaman dan Penerapannya “Aspek Sistem Religi, Bahasa,
Pengetahuan, Sosial, Keseninan dan Teknologi”" . JURNAL LITERASIOLOGI, Vol. 1, No. 2, Hal 144-148
2
LM Sari. 2018. "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teoritis 1. Konformitas a. Pengertian". Jurnal Al-Taujih
Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami. //digilib.uinsuka. ac.id/13714/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%

6
Dari beberapa pengertian konformitas tersebut dapat disimpulkan bahwa
konformitas merupakan suatu perubahan yang terjadi pada diri seseorang sebagai
akibat dari tekanan suatu kelompok. Konformitas muncul ketika individu mengikuti
tingkah laku sikap dari orang lain di karenakan oleh tekanan dari orang lain baik yang
nyata maupun yang dibayangkan untuk menyesuaikan dirinya dengan norma dan etika
sosial yang ada pada orang lain atau pada sebuah kelompok sehingga dirinya dapat
diterima sebagai salah satu dari anggota kelompok dan merasa tidak diasingkan.3

C. Perbedaan Budaya dan Konfirmitas


Dalam bagian 1 dan 2 sudah di jelaskan tentang pengertian Budaya dan
Konformitas, di bagian 3 ini penulis akan mengulas sedikit tentang apa itu Budaya
dan apa itu Konformitas, agar pembaca lebih mudah memahami tentang perbedaan
Budaya dan Konformitas.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, peristiwa itu membuktikan bahwa budaya dipelajari.
Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan
perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak
kegiatan sosial manusia.4
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi
dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu
perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung
pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil
bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar"

20PUSTAKA.pdf.(diakses pada 18 April 2021 Jam 15.30)


3
Ria Tiwi Nurfadiah dan Alma Yulianti. 2017. "KONFORMITAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA REMAJA
KOMUNITAS PECINTA KOREA DI PEKANBARU". Psikoislamedia Jurnal Psikologi. Vol. 2, No. 2.
4
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-
Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya.hal.25

7
di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif"
di Tiongkok.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya
dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan
nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk
memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren
untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain. Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai
komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
a) Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok,
yaitu:
 alat-alat teknologi
 sistem ekonomi
 keluarga
 kekuasaan politik
b) Bronislaw Malinowski mengatakan 4 unsur pokok kebudayaan meliputi:
 sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya
 organisasi ekonomi
 alat-alat, dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
 organisasi kekuatan (politik)
c) Kluckhohn mengemukakan ada 7 unsur kebudayaan secara universal
(universal categories of culture) yaitu:
 Bahasa
 sistem pengetahuan
 sistem teknologi, dan peralatan
 sistem kesenian
 sistem mata pencarian hidup
 sistem religi
 sistem kekerabatan, dan organisasi kemasyarakatan.

8
Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial ketika seseorang mengubah sikap
dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.
Beberapa contoh dari konfomitas adalah ketika menengok orang sakit, orang
akan membawakan buah atau makanan lainnya. Ketika hendak mengambil uang
di ATM atau menaruh uang di bank, orang akan menunggu giliran dengan
mengantri. Kuatnya pengaruh sosial yang ada dalam konformitas dibuktikan secara
ilmiah dalam penelitian yang dilakukan oleh Solomon Asch pada tahun 1951. Pada
penelitian ini menunjukkan bahwa orang cenderung melakukan konformitas,
mengikuti penilaian orang lain karena tekanan kelompok yang dirasakan. Penelitian
lain tentang konformitas juga dilakukan oleh Muzafer Sherif pada tahun 1936.
Salah satu alasan penting mengapa seseorang melakukan konformitas adalah
seseorang belajar bahwa dengan melakukan konformitas bisa membantu untuk
mendapatkan persetujuan dan penerimaan yang diinginkan. Sumber konformitas ini
dikenal sebagai pengaruh sosial normatif karena pengaruh sosial ini meliputi
perubahan tingkah laku untuk memenuhi harapan orang lain.5 Misalnya ketika
sesorang bersama dengan teman lain yang sangat menyadari pentingnya kesehatan,
maka orang tersebut akan memperlihatkan kepadanya bahwa ia sangat suka pada buah
dan ikan segar serta tidak merokok, meskipun sesungguhnya orang tersebut tidak
begitu suka pada makanan itu. Dalam situasi ini, jika seseorang mengubah
perilakunya agar sesuai dengan norma kelompok, mungkin juga cenderung akan
mengubah keyakinannya.6
Dari ulasan di atas mengenai Budaya dan Konformitas bisa kita simpulkan bahwa
perbedaan Budaya dan Konformitas adalah sebagai berikut :
1) Budaya dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang sedangkan konformitas
adalah perubahan sikap dan tingkah laku seseorang agar sesuai
dengan norma sosial yang ada.
2) Budaya diwariskan dari generasi ke generasi sedangkan konformitas ada
karena lingkungannya saat ini.
3) Citra budaya yang bersifat memaksa sedangkan konformitas terjadi karena
keinginan individu itu sendiri.

5
 (Indonesia)A.Baron, Robert (2005). Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Erlangga. hlm. 57,62,63,267. ISBN 979-
741-644-5.
6
(Indonesia)E. Taylor, Shelley (2009). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Kencana. hlm. 255, 258, 259. ISBN b.

9
D. Pengertian Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin cum, yaitu suatu kata depan yang
berarti dengan atau bersama dengan, dan kata unist, 1 kata bilangan yang berarti satu.
Dari kedua kata tersebut membentuk kata communio atau dalam bahasa Inggris
communion yang berarti kebersamaan, persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan,
atau hubungan, sehingga kata kerja komunikasi berarti membagi sesuatu dengan
seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan berteman, sehingga kata
tersebut dapat diartikan pemberitahuan pembicaraan percakapan pertukaran pikiran
atau hubungan (hardjana, 2003)
Sedangkan menurut Dennys Murpyhy dalam bukunya Better Business
Communicotion dikutip oleh Drs. Ign. Wursanto (1994) dalam bukunya etika
komunikasi kantor mengatakan komunikasi adalah seluruh proses yang dipergunakan
untuk mencapai pikiran-pikiran orang lain. sedangkan menurut Harwood komunikasi
di Identifikasikan secara lebih teknis sebagai suatu proses untuk membangkitkan
kembali ingatan-ingatan dalam komunikasi terdapat beberapa unsur yang
mempengaruhi terjadinya komunikasi yang baik yaitu adanya pengiriman informasi
penerimaan informasi dan sarana komunikasi.7

E. Hubungan Antara Budaya dan Komunikasi


Secara lintas budaya, penelitian Hall mengemukakan bahwa context memainkan
peran kunci dalam menjelaskan beberapa perbedaan komunikasi. Context adalah
informasi yang mengelilingi suatu komunikasi dan membantu penyampaian pesan.
Dari itu, Hall membagi dua perbedaan dari penggunaan bahasa dari budaya- budaya
yang berbeda yaitu high context dan low context. Pada budaya low context
pembicaraan yang terjadi bersifat eksplisit dan pesan yang disampaikan sebagian
besar diwakili oleh kata-kata yang diucapkan.
Sebaliknya pada budaya high context pesan disampaikan secara implisit dan
kata-kata yang diucapkan hanya mewakili sebagian kecil dari pesan tersebut. Bagian
lainnya disimpulkan sendiri oleh pendengar atas dasar pengetahuannya mengenai
pembicara, setting khusus saat terjadi pembicaraan, serta tanda-tanda kontekstual yag
ada atau dengan kata lain untuk dapat menafsirkan pesan dari si pengirim, pendengar
harus menyaring secara seksama melalui apa yang dikatakan dan cara dimana pesan

7
Hery Nuryanto. Sejarah Perkembangan Teknologi Dan Komunikasi, (Jakarta: PT Balai Pustaka (Persero),
2012), hlm 4,5.

10
itu disampaikan. Pada negara-negara individualistik cara bisara dicirikan sebagai
langsung, ringkas (bersifat apa adanya), bersifat personal dan instrumental.
Sedangkan pada negara-negara koletivistik bersifat tidak langsung, terperinci,
konstektual dan adanya pemberian tekanan afektif. Selain gaya komunikasi, pada
budaya individualistik dan kolektivistik dapat dilihat lagi perbedaan dalam upaya
penyingkapan diri (self-disclosure).
Budaya individualistik, saling penyingkapan diri adalah suatu yang sangat bernilai
sejauh dilakukan atas pilihan orang itu untuk mengenal orang lain secara lebih
mendalam. Namun pada budaya kolektif mengetahui sejarah seseorang atau perasaan-
perasaan yang dialami adalah kurang penting, yang lebih penting adalah mengetahui
status atau afiliasi-afiliasinya, dan juga kaidah-kaidah yang berpengaruh pada konteks
sekitarnya. Penyingkapan diri dianggap merupakan sesuatu yang cukup bernilai pada
relasi-relasi dalam kelompok yang sudah terbentuk.8
Budaya yang dimiliki seseorang sangat menentukan bagaimana cara kita
berkomunikasi, artinya cara seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain
apakah dengan orang yang sama budaya maupun dengan orang yang berbeda budaya,
karakter budaya yang sudah tertanam sejak kecil sulit untuk dihilangkan, karena
budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Cara pandang orang
melihat kebudayaan sering kali terjebak dalam sifat chauvinism, yaitu membanggakan
kebudayaan sendiri dan menganggap rendah kebudayaan lain.
Contoh sikap chauvinism seperti yang dikemukakan oleh Adolf Hitler misalnya,
dengan kalimat Deutschland Uber in der Welt (Jerman di atas segala-galanya dalam
dunia).9 Dengan demikian konstruksi budaya yang dimiliki oleh seseorang itu,
diperoleh sejak masih bayi sampai ke liang lahat, dan ini sangat mempengaruhi cara
berpikir, berperilaku orang yang bersangkutan dalam berinteraksi dan berkomunikasi
dengan orang yang berbeda budaya. Bahkan benturan persepsi antar budaya sering
kita alami sehari-hari, dan bilamana akibatnya fatal kita cenderung menganggap orang
yang berbeda budaya tersebut salah, aneh tidak mengerti maksud kita. Hal ini terjadi
karena, kita cenderung memandang perilaku orang lain dalam konteks latar belakang
kita sendiri dan karena bersifat subyektif.

8
Ristianti, Dina Haja. Psikologi Lintas Budaya, (Padang: LP2 IAIN CURUP, 2015) hal, 264.
9
Ahmad Sihabudin. Komunikasi Antar Budaya satu perspektif multidimensi, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2013)
hal, 19.

11
Orang-orang yang dipengaruhi kultur dan subkultur yang berbeda akan
berkomunikasi secara berbeda. Perbedaan kultur dan subkultur menjadi sumber untuk
memperkaya pengalaman komunikasi dan bukan sebagai penghambat dalam interaksi.
Perbedaan aturan dalam penggunaan ruang antar pribadi ini dapat memunculkan
masalah yang cukup besar dalam komunikasi antar budaya. Sebab seperti juga
perilaku nonverbal lainnya, ketika menggunakan ruang antar pribadi dan interpretasi
kita tentang penggunaan ruang itu hampir selalu terjadi secara otomatis dan tidak
disadari. Sehingga sering tidak disadari menafsirkan ruang antar pribadi yang
digunakan oleh orang-orang dari budaya lain dengan pandangan sendiri sehingga
terjadilah benturan-benturan yang membuat penilaian negatif (misalnya tidak sopan,
kurang ajar) terhadap orang tersebut. Padahal orang tersebut tidak memiliki makna
sebagaimana yang dimaksudkan.
Untuk itu perlu memahami dan menghargai perbedean-perbedaan tersebut. Ada
tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam memahami komunikasi antarbudaya,
yaitu persepsi, komunikasi verbal, dan komunikasi nonverbal. Ketiga elemen ini
merupakan bangunan dasar yang menyebabkan kegagalan, sekaligus keberhasilan
komunikasi antar budaya. Berikut penjelasannya;
1. Persepsi
Persepsi adalah proses mengungkap arti objek-objek sosial dan kejadian-
kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Setiap orang akan memiliki
gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Persepsi sosial
tidaklah sesederhana persepsi terhadap lingkungan fisik.
2. Komunikasi Verbal
Bahasa sebagai sistem kode verbal, terbentuk atas seperangkat simbol, dengan
aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan
dipahami suatu komunitas. Bahasa sendiri terikat oleh budaya. Karenanya,
menurut hipotesis Sapir-Whorf, sering juga disebut Teori Relativitas
Linguistik, sebenarnya setiap bahasa menunjukkan suatu dunia simbolik yang
khas, yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman bathin, dan kebutuhan
pemakainya. Jadi bahasa yang berbeda sebenarnya mempengaruhi pemakainya
untuk berpikir, melihat lingkungan, dan alam semesta di sekitarnya dengan
cara yang berbeda, dan karenanya berperilaku secara berbeda.
3. Komunikasi Nonverbal

12
Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.
Sebagai kata-kata kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal,
melainkan terikat oleh budaya, jadi dipelajari, bukan bawaan. Sedikit saja
isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Kita semua lahir dan mengetahui
bagaimana tersenyum, namun dimana, kapan, dan kepada siapa kita
menunjukkan emosi ini dipelajari, dan karenanya dipengaruhi konteks dan
budaya.
Dalam hal komunikasi antar budaya selain memandang kedudukan komunikator
dan komunikan juga memerhatikan faktor lain yaitu pesan. Pesan ditujukan dalam
perilaku komunikasi antar budaya bukan sekedar pesan karena pengaruh folkways
pribadi tetapi pengaruh folkways masyarakatnya. Pesan itu sama dengan simbol
budaya masyarakat yang melingkupi suatu pribadi tertentu ketika ia berkomunikasi
antarbudaya. Dengan demikian sikap, perilaku, tindakan seseorang dalam komunikasi
antar budaya bukan merupakan sikap, perilaku, tindakan pribadi melainkan simbol
dari masyarakatnya. Pesan dalam komunikasi antar budaya merupakan simbol-simbol
yang di dalamnya terkandung karakteristik komunikator yang terdengar atau terlihat
dalam pengalaman proses komunikasi antar pribadi di antara mereka yang berbeda
etniknya.
Dalam komunikasi antarbudaya semakin besar derajat perbedaan antarbudaya
maka semakin besar pula kehilangan peluang untuk merumuskan suatu tingkat
kepastian sebuah komunikasi yang efektif, jadi harus ada jaminan terhadap akurasi
interpretasi pesan-pesan verbal maupun nonverbal. Hal ini disebabkan ketika kita
berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda, maka kita memiliki
pula perbedaan dalam sejumlah hal, misalnya derajat pengetahuan, derajat kesulitan
dalam peramalan, derajat ambiguitas, kebingungan, suasana misterius yang tak dapat
dijelaskan, tidak bermanfaat bahkan tidak bersahabat.10
Ahmad Sihabudin mencontohkan batasan ruang antar budaya Amerika dan Jawa.
Dalam sebuah pesta di Jawa seorang Amerika sudah melanggar batasan budaya
setempat. Orang Amerika berniat ingin membangin bisnis dengan orang Jawa
terpandang, yang tampaknya ada harapan untuk berjalan mulus. Namun, ketika pesta
berakhir, berakhir pula rencana yang memberi harapan itu, padahal orang Amerika
sudah menunggu pertemuan tersebut selama enam bulan. Akhirnya ia mengetahui

10
Ammaria, Hanik. “Komunikasi dan Budaya". Jurnal Peurawi Media Kajian Komunikasi Islam. Vol. 1 No. 1
tahun 2017, 4.

13
lewat orang lain, bahwa di pesta itu ia telah melatakkan lengannya di bahu orang Jawa
tersebut dan dihadapan orang lain.11 Kasus ini membuktikan bahwa budaya Jawa
sangatlah berbeda dengan Amerika dalam hal ruang dan kontak fisik saat berinteraksi
dengan orang lain.11
Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi
pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Apa
yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakannya, apa yang kita lihat,
perhatikan, atau abaikan, bagaimana kita berpikir, dan apa yang kita pikirkan
dipengaruhi oleh budaya. Pada gilirannya, apa yang kita bicarakan, bagaimana kita
membicarakan, apa yang kita lihat turut membentuk, menentukan, dan menghidupkan
budaya kita. Budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Budaya tak
hidup tanpa komunikasi dan komunikasi pun tak hidup tanpa budaya. Setiap orang
dari kita adalah unik, artinya sekalipun dibesarkan dalam lingkungan budaya yang
sama, belum tentu setiap orang dalam kelompok tersebut itu akan persis sama dalam
berpikir dan berperilaku, karena akan ada sub-sub kultur yang lebih spesifik yang
sangat berpengaruh terhadap perilakunya dalam berkomunikasi. Budaya dan
komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata
uang.

11
Ahmad Sihabudin. Komunikasi Antar Budaya. (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 32

14
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari makalah diatas, dapat ditarik kesimpulan ssebagai berikut :

 Budaya didefinisikan sebagai cara hidup orang yang dipindahkan dari generasi ke
generasi melalui berbagai proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu
yang paling cocok dengan lingkungannya.
 Konformitas merupakan perubahan prilaku remaja sebagai usaha untuk menyesuaikan
diri dengan norma kelompok dengan acuan baik ada maupun tidak ada tekanan secara
langsung yang berupa suatu tuntutan tidak tertulis dari kelompok sebaya terhadap
anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya
prilaku-prilaku tertentu pada remaja anggota pada kelompok tersebut.
 Komunikasi berarti membagi sesuatu dengan seseorang, bercakap-cakap, bertukar
pikiran, berhubungan berteman, sehingga kata tersebut dapat diartikan pemberitahuan
pembicaraan percakapan pertukaran pikiran atau hubungan (hardjana, 2003)
 Perbedaan Budaya dan Konformitas adalah sebagai berikut :

15
1) Budaya dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang sedangkan konformitas
adalah perubahan sikap dan tingkah laku seseorang agar sesuai
dengan norma sosial yang ada.
2) Budaya diwariskan dari generasi ke generasi sedangkan konformitas ada
karena lingkungannya saat ini.
3) Citra budaya yang bersifat memaksa sedangkan konformitas terjadi karena
keinginan individu itu sendiri.
 Hubungan antara budaya dan komunikasi sama halnya sisi mata uang yang tidak
dapat terpisahkan yang saling timbal balik, karena budaya menjadi bagian dari
perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan,
memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Apa yang kita bicarakan,
bagaimana kita membicarakannya, apa yang kita lihat, perhatikan, atau abaikan,
bagaimana kita berpikir, dan apa yang kita pikirkan dipengaruhi oleh budaya. Pada
gilirannya, apa yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakan, apa yang kita lihat
turut membentuk, menentukan, dan menghidupkan budaya kita.
 Budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Budaya tak hidup tanpa
komunikasi dan komunikasi pun tak hidup tanpa budaya. Setiap orang dari kita adalah
unik, artinya sekalipun dibesarkan dalam lingkungan budaya yang sama, belum tentu
setiap orang dalam kelompok tersebut itu akan persis sama dalam berpikir dan
berperilaku, karena akan ada sub-sub kultur yang lebih spesifik yang sangat
berpengaruh terhadap perilakunya dalam berkomunikasi.

16
Daftar Pustaka

Sumarto. 2019. Budaya, Pemahaman dan Penerapannya Aspek Sistem Religi, Bahasa,
Pengetahuan, Sosial, Keseninan dan Teknologi . JURNAL LITERASIOLOGI, 1.(2): 144-
148

LM Sari. 2018. "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teoritis 1. Konformitas a.


Pengertian". Jurnal Al-Taujih Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami. //digilib.uinsuka.
ac.id/13714/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR% 20PUSTAKA.pdf.(diakses pada 18 April
2021 Jam 15.30)

Nurfadiah, Ria Tiwi dan Alma Yulianti. 2017. KONFORMITAS DENGAN


KEPERCAYAAN DIRI PADA REMAJA KOMUNITAS PECINTA KOREA DI PEKANBARU.
Psikoislamedia Jurnal Psikologi. 2.(2)

17
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. 2006. Komunikasi Antarbudaya:Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung:Remaja Rosdakarya.

A.Baron, Robert.2005. Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Erlangga.ISBN 979-741-644-


5.

E. Taylor, Shelley 2009. Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Kencana.  ISBN b.

Nuryanto, Herry. 2012. Sejarah Perkembangan Teknologi Dan Komunikasi. Jakarta: PT


Balai Pustaka (Persero).

Ristianti, Dina Haja. 2015. Psikologi Lintas Budaya. Padang: LP2 IAIN CURUP.

Sihabudin, Achmad. 2013. Komunikasi Antar Budaya satu perspektif multidimensi.


Jakarta : PT Bumi Aksara.

Ammaria, Hanik. 2017. Komunikasi dan Budaya. Jurnal Peurawi Media Kajian
Komunikasi Islam. 1.(1): 4.

18

Anda mungkin juga menyukai