MAKALAH
Kelompok 1 / 6B
Nama Anggota:
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah konseling multibudaya ini dengan baik dan tepat waktu.
Kami juga mengucapkan terimakasih untuk Dr. Naharus Surur, M.Pd selaku dosen
pembimbing mata kuliah konseling multibudaya serta dukungan teman-teman
kelompok 1 semester 6 kelas B yang sudah bersedia membantu menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan bertanggung jawab atas tugas yang sudah diberikan.
Tak lupa, kami juga mengucapkan terimakasih untuk semua pihak yang sudah
membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
untuk pembaca dan bisa dijadikan referensi, serta menambah wawasan khususnya
mengenai edukasi bagi orang yang membaca. Akhir kata, mohon maaf jika terdapat
salah kata dan kata-kata yang tidak berkenan. Sekian dan terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan budaya dalam pelaksanaan konseling
multibudaya
2. Bagaimana perkembangan ras (suku) dalam pelaksanaan konseling
multibudaya
3. Bagaimana perkembangan etnis dalam pelaksanaan konseling
multibudaya
4. Bagaimana perkembangan kelompok minoritas dalam pelaksanaan
konseling multibudaya
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan budaya dalam pelaksanaan konseling
multibudaya
2. Untuk mengetahui perkembangan ras (suku) dalam pelaksanaan konseling
multibudaya
3. Untuk mengetahui perkembangan etnis dalam pelaksanaan konseling
multibudaya
4. Untuk mengetahui perkembangan kelompok minoritas dalam pelaksanaan
konseling multibudaya
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah budaya merupakan sesuatu yang kompleks. Apalagi jika ditelusuri dari
asal usul kata di Indonesia, yang berasal dari budi dan daya. Budi berarti pikiran,
cara berpikir, atau pengertian; sedangkan daya merujuk pada kekuatan, upaya-
upaya, dan hasil-hasil. Jika saja budaya diterjemahkan sebagai produk berpikir
dan berkarya, maka jelaslah bahwa budaya memang merupakan sesuatu yang
amat luas. Bahkan apapun yang nampak di dunia ini, asalkan bukan ciptaan
Tuhan pastilah disebut budaya.
Adanya keragaman budaya dalam masyarakat merupakan realitas hidup yang
tidak dapat di hindari. Globalisasi atau sisi dapat melahirkan budaya universal
(global), namun disisi lain mendorong setiap kelompok budaya berjuang untuk
meneguhkan identitas budaya (cultural identity) sehingga keragaman budaya
semakin berkembang. Menurut Kuntajaraningrat budaya mengandung tiga
komponen penting yaitu: sistem nilai, sistem sosial dan kebudayaan fisik. Hal
tersebut akan menentukan atau mewarnai perilaku individu atau kelompok
pendukung suatu budaya. Berry menyatakan “budaya adalah kepribadian atau
suatu masyarakat” dengan demikian seluruh unsur budaya akan membentuk
unsur-unsur subyektifpada diri individu atau kelompok yang meliputi berbagai
konsep dan asosiasi, sikap keprcayaan, harapan, pendapat, persepasi dan
sebagainya.
Dalam pelayanan konseling, ada komponen penting yaitu klien dan konselor
dengan latar belakang budayanya masing-masing klien dengan konselor tersebut
akan mempengaruhi konsep dasar, strategi, tehnik dan sebagainya dalam
konseling. Di samping itu lingkungan di mana konseling dilakukan, dan teori
yang digunakan sangat diwarnai oleh kebudayaan. Suatu pelayanan konseling
tidak akan efektif jika tidak memperhatikan budaya klien.
Pengajuan model berpusat pada budaya didasarkan pada suatu kerangka pikir
(framework) korespondensi budaya konselor dan konseli. Diyakini, sering kali
terjadi ketidaksejalanan antara asumsi konselor dengan kelompok-kelompok
konseli tentang budaya, bahkan dalam budayanya sendiri. Konseli tidak mengerti
keyakinan-keyakinan budaya yang fundamental konselornya demikian pula
konselor tidak memahami keyakinan-keyakinan budaya konselinya. Atau bahkan
keduanya tidak memahami dantidak mau berbagi keyakinan-keyakinan budaya
mereka. Oleh sebab itu budaya menjadi pusat perhatian. Artinya, fokus utama
model ini adalah pemahaman yang tepat atas nilai-nilai budaya yang telah
menjadi keyakinan dan menjadi pola perilaku individu. Dalam konseling ini
penemuan dan pemahaman konselor dan konseli terhadap akar budaya menjadi
sangat penting. Dengan cara ini mereka dapat mengevaluasi diri masing-masing
sehingga terjadi pemahaman terhadap identitas dan keunikan cara pandang
masing-masing (Supriatna, 2009).
Konseling berlangsung dalam hubungan antar pribadi antara konselor dan
klien. Menurut ensiklopedi (Nuzliah, 2016) untuk keberhasilan layanan
bantuannya konselor perlu memiliki kepekaan dan kesadaran akan adanya
perbedaan budaya antara dirinya dan kliennya. Dalam hal ini konseling
multikultural terkadang istilah tersebut sama artinya dengan konseling lintas
budaya, ialah proses bantuan kemanusiaan pribadi yang memperhatikan faktor
budaya dan bagaimana menjadikan faktor budaya ini untuk kelancaran proses
bantuan untuk keberhasilan dalam pencapaian tujuan, yaitu memajukan
perkembangan kepribadian individu.
Dalam pengimplementasiannya, konselor sekolah yang responsif secara
budaya harus berupaya menggunakan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan-
keterampilan multibudaya di dalam konteks pertemuan yang terfokus pada
perkembangan akademik, karier, pribadi dan atau sosial, serta kebutuhan para
siswa dari lingkungan yang secara budaya berbeda.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA