Anda di halaman 1dari 14

KOMPETENSI KONSELOR LINTAS BUDAYA

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Konseling Lintas Budaya

Dosen Pengampu: Widayat Mintarsih, M.Pd

Disusun oleh :

YennyHizbadiniRisyda (1901016116)

Levinia Dian Kristina Wati (1901016129)

FatanIstima (1901016140)

BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGOSEMARANG

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang diketahuibahwakonselingsangateratkaitanyadenganbudaya, khususnyakonseling
yang ada di Indonesia.Sebagainegara yang majemuk Indonesia memilikikeberagamansuku, ras,
etnis, agama dsb.Konselinglintasbudayamerupakanhubungan yang
berbedaantarakonselordengankonseli yang
berbedalatarbelakangkebudayaandansebagaisebuahprofesi yang
menyeluruhkonselingtidakpernahmengenalperbedaan.Perankonselordalam proses
memandirikanindividumerupakanperan yang sangatpentingdalamkehidupanseseorang.
Olehkarenaitudalam proses layanankonseling yang diberikannya,
konselortentuperluuntukmemilikipemahaman yang mendalamterhadapkonselinya.
Pemahamantersebutmencakuphal-hal yang
adadalamdirinyasendiridanjugakonselinya.Kesadaranakanperbedaan yang
dimilikiantarakeduanyamenjadisalahsatucara yang
pentinguntukmenjagahubungandaninteraksidalam proses konseling. Konselordankonseli yang
berasaldarilatarbelakangbudaya yang berbeda, dankarenaitu proses
konselingsangatrawanolehterjadinya bias-bias budayapadapihakkonselor yang
mengakibatkankonselingtidakberjalanefektif. Agar berjalanefektif,
makakonselordituntutuntukmemilikikepekaanbudayadanmelepaskandiridari bias-bias budaya,
mengertidandapatmengapresiasidiversitasbudaya, danmemilikiketerampilan-keterampilan yang
responsive secarakultural.
B. RumusanMasalah
1. Bagaimana kompetensi konselor lintas budaya?
2. Bagaimana tahapan kesadaran budaya?
C. Tujuan
1. Mengetahui kompetensi konselor lintas budaya
2. Mengetahui tahapan kesadaran budaya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kompetensi konselor lintas budaya
Istilah berwawasan lintas budaya dapat digunakan secara simultan dengan istilah-istilah lain
seperti : multi-kultural, antar budaya, inter-kultural, silangbudaya, crosscultural, trans-kultural,
counseling across-cultural. Konselingberwawasanlintasbudaya adalah konseling di mana
penasihat (konselor) dan kliennya adalah berbeda secara budaya (kultural) oleh karena secara
sosialisasi berbeda dalam memperoleh budayanya, subkulturnya, racial etnic, atau lingkungan
sosial ekonominya.
Konseling lintas budaya melibatkan konselor dan klien yang berasal dari latar belakang
budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias
budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan
efektif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari bias-
bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki keterampilan-
keterampilan yang responsif secara kultural.
Kompetensi Konselor Lintas Budaya adalah konselor yang memiliki kepekaan budaya dan
mampu melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas
budaya, dan memiliki keterampilan yang responsif secara kultural. Dengan demikian, maka
konseling dipandang sebagai “perjumpaan budaya” (cultural encounter) antara konselor dan
klien. Maka konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika antara konselor dan klien mempunyai
perbedaan. Kita tahu bahwa antara konselor dan klien pasti mempunyai perbedaan budaya yang
sangat mendasar. Perbedaan budaya itu bisa mengenai nilai-nilai, keyakinan, perilaku dan lain
sebagainya. Perbedaan ini muncul karena antara konselor danklienberasaldaribudaya yang
berbeda.1
Untuk menunjang pelaksanaan konseling lintas budaya dibutuhkan konselor yang
mempunyai spesifikasi tertentu.Konselorlintasbudayaharus mempunyai beberapakompetensi,
yaitukesadaran, pengetahuandanketerampilan.2
 Kesadaran, konselor lintas budaya harus benar benar mengetahui adanya perbedaan
yang mendasar antara konselor dengan klien yang akan dibantunya. Selain itu, konselor harus

1
Supriadi, D. KonselingLintasBudaya:Isu-isudanRelevansinya di Indonesia. Bandung: FIP UPI, 2001.
2
Pedersen,P. Counseling Across Cultures. East-West Center Book: University Press of Hawai, 1991.
menyadari benar akan timbulnya konflik jika konselor memberikan layanan konseling kepada
klien yang berbeda latar belakang sosial budayanya. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa
konselor lintas budaya harus mengerti dan memahami budaya di Indonesia, terutama nilai nilai
budaya yang dimilikinya. Sebab bukan tidak mungkin macetnya proses konseling hanya karena
konselor tidak mengetahui dengan pasti nilai nilai apa yang dianutnya. Dengan demikian,
kesadaran akan nilai nilai yang dimiliki oleh konselor dan nilai nilai yang dimiliki oleh klien,
akan dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan konseling.
 Pengetahuan, konselor lintas budaya sebaiknya terus mengembangkan pengetahuannya
mengenai budaya yang ada di Indonesia. Pengetahuan yang perlu dimiliki oleh konselor lintas
budaya adalah sisi sosio politik dan susio budaya dari kelompok etnis tertentu. Semakin banyak
latar belakang etnis yang dipelajari oleh konselor, maka semakin baragam pula masalah klien
yang dapat ditangani. Pengetahuan konselor terhadap nilai nilai budaya yang ada di masyarakat
tidak saja melalui membaca buku atau hasil penelitian saja, tetapi dapat pula dilakukan dengan
cara melakukan penelitian itu sendiri. Hal ini akan semakin mempermudah konselor untuk
menambah pengetahuan mengenai suatu budaya tertentu.
 Keterampilan, konselor lintas budaya harus selalu mengembangkan keterampilan untuk
berhubungan dengan individu yang berasal dari latar belakang etnis yang berbeda. Dengan
banyaknya berlatih untuk berhubungan dengan masyarakat luas, maka konselor akan
mendapatkan keterampilan (perilaku) yang sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, konselor banyak
berhubungan dengan orang Jawa, maka konselor akan belaiar bagaimana berperilaku
sebagaimana orang Jawa. jika konselor sering berhubungan dengan orang Minangkabau, maka
konselorakanbelajarbagaimana orang Minangkabauberperilaku.3
Kompetensi minimum yang harus dimiliki konselor yang memilikiwawasanlintasbudaya,
yaitu: 4

1. Keyakinan dan sikap konselor yang efektif secara kultural:


a. Mereka sadar akan sistim nilai, sikap dan bias yang mereka miliki dan sadar batapa ini
semua mungkin mempengaruhi klien dari kelompok minoritas
b. Mereka mau menghargai kebinekaan budaya, mereka merasa tidak terganggu kalau klien
mereka adalah berbeda ras dan menganut keyakinan yang berbeda dengan mereka
3
Ibid
4
Corey,G. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Semarang. IKIP Press, 1991.
c. Mereka percaya bahwa integrasi berbagai sistem nilai dapat memberi sumbangan baik
terhadap pertumbuhan terapis maupun klien
d. Mereka ada kapasitas untuk berbagai pandangan dengan kliennya tentang dunia tanpa
menilai pandangan itu sendiri secara kritis
e. Mereka peka terhadap keadaan (seperti bias personal dan keadaan identitas etnik) yang
menuntut adanya acuan klien pada kelompok ras atau budaya masing-masing
2. Pengetahuan konselor yang efektif secara multikultural:
a. Mereka mengerti tentang dampak konsep penindasan dan rasial pada profesi kesehatan
mental dan pada kehidupan pribadi dan kehidupan profesional mereka
b. Mereka sadar akan hambatan institutional yang tidak memberi peluang kepada kelompok
minoritas untuk memanfaatkan pelayanan psikologi secara penuh di masyarakat
c. Meraka tahu betapa asumsi nilai dari teori utama konseling mungkin berinteraksi dengan
nilai dari kelompok budaya yang berbeda
d. Mereka sadar akan ciri dasar dari konseling lintas kelas/budaya/ berwawasan budaya dan
yang mempengaruhi proses konseling
e. Mereka sadar akan metoda pemberian bantuan yang khas budaya (indegenous)
f. Mereka memilki pengetahuan yang khas tentang latar belakang sejarah, tradisi, dan nilai
dari kelompok yang ditanganinya.
3. Keterampilan konselor yang efektif secara kultural:
a. Mereka mampu menggunakan gaya konseling yang luas yang sesuai dengan sistem nilai
dari kelompok minoritas yang berbeda
b. Mereka dapat memodifikasi dan mengadaptasi pendekatan konvensional pada konseling
dan psikoterapi untuk bisa mengakomodasi perbedaan-perbedaan kultural
c. Mereka mampu menyampaikan dan menerima pesan baik verbal maupun non-verbal
secara akurat dan sesuai
d. Mereka mampu melakukan intervensi “di luar dinas” apabila perlu dengan berasumsi
padaperanansebagaikonsultandanagenpembaharuan.5

Firman Allah SWT dalam Q.S As-Shafayat3 :

َ‫َكب َُر َم ْقتًا ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْن تَقُوْ لُوْ ا َما اَل تَ ْف َعلُوْ ن‬


5
ibid
Artinya : “(itu) sangatlahdibenci di sisi Allah jikakamumengatakanapa yang tidakkamukerjakan”
(Q.S As-Shaf : 3)
Penjelasanayattersebutyaitu, sebagaiseorangkonselor yang baik,
sebelumkitamengatakansesuatukepadaorang lain(klien)
kitajugaharusmengerjakannyaterlebihdahulu.
HaditsRasulullahSAW :

‫حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا وزنوا أعمالكم قبل أن توزن‬


Artinya: “Periksalahdirimusebelummemeriksa orang
lain.Lihatlahterlebihdahuluataskerjamusebelummelihatkerja orang lain” (HR.Tirmidzi)
Penjelasanhaditstersebutyaitukitasebagaiseorangkonselor yang
baikhendaknyaintropeksidirisendiridahulusebelummengintropeksi orang lain.
B. Tahapan-tahapankesadaranbudaya
 KesadaranBudaya (Cultural awareness)
Kesadaranbudayaadalahkemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri dan
menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang masuk. Selanjutnya, seseorang dapat
menilai apakah hal tersebut normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin tidak lazin
atau tidak dapat diterima di budaya lain. Oleh karena itu perlu untuk memahami budaya yang
berbeda dari dirinya dan menyadari kepercayaannya dan adat istiadatnya dan mampu untuk
menghormatinya.Kesadaranbudaya (cultural awareness) sebagai suatu kemampuan
mengakuidanmemahamipengaruhbudayaterhadapnilai-nilaidanperilakumanusia.Implikasi dari
kesadaran budaya terhadap pemahaman kebutuhan untuk mempertimbangkan budaya, faktor-
faktor penting dalam menghadapi situasi tertentu.Pada tingkat yang dasar, kesadaran budaya
merupakan informasi, memberikan maknatentangkemanusianuntukmengetahuitentangbudaya.6
Prinsipdaritugasuntukmendapatkanpemahamantentangkesadaranbudayaadalahmengumpulka
ninformasitentangbudayadan mentranformasikannya melalui penambahan dalam memberikan
makna secaraprogresifsebagaisuatupemahamanterhadapbudaya.
Pantry, mengidentifikasikan 4 kompetensi yang dapat terhindari dari prejudis, miskonsepsi
dan ketidakmampuan dalam menghadapi kondisi masyarakat majemuk yaitu: Kemampuan

Wunderle, William. Through the Lens for US Armed Forces Deploying to Arab and Middle Eastern Countri. USA:
6

Combat Studies Institute Press, 2006.


berkomunikasi (mendengarkan, menyimpulkan, berinteraksi), Kemampuan proses (negosiasi,
lobi, mediasi, fasilitasi), Kemampuan menjaga informasi (penelitian, menulis, multimedia),
Kemampuan memiliki kesadaran dalam informasi, cara mengakses informasi, dan menggunakan
informasi. Keempat kompetensi tersebut memberikan peran penting dalam menghadapi
masyarakat yang multikultural dan jugapentingbagikonselordalamkesadaranbudaya.
Proses untukmenjadisadarterhadap nilai yang dimiliki, bias dan keterbatasan meliputi
eksplorasi diri pada budaya hingga seseorang belajar bahwa perspektinya terbatas,
memihak, dan relatif pada latar belakang diri sendiri.Terbentuknya kesadaran budaya pada
individu merupakan suatu hal yang terjadi begitu saja. Akan tetapi melalui berbagai hal dan
melibatkan beragam faktor diantaranya adalah persepsi danemosimakakesadaran (awareness)
akanterbentuk.
Berdasarkanhal di atas, pentingnya nilai-nilai yang menjadi faktor penting dalam kehidupan
manusia akan turut mempengaruhi kesadaran budaya (terhadap nilai-nilai yang dianut) seseorang
dan memaknainya. Penting bagi kita untuk memiliki kesadaran budaya (cultural awareness) agar
dapat memiliki kemampuan untuk memahami budaya dan faktor-faktor penting yang dapat
mengembangkan nilai-nilaibudayasehinggadapatterbentukkarakterbangsa.
 Tingkat KesadaranBudaya (Cultural Awareness)
Wunderle, mengemukakanlimatingkatkesadaranbudayayaitu:7
a. Data dan information. Data
merupakantingkatterendahdaritingkataninformasisecarakognitif. Data terdiri dari signal-
signal atau tanda-tanda yang tidak melalui proses komukasi antara setiap kode-kode yang
terdapat dalam sistim, atau rasa yang berasal dari lingkungan yang mendeteksi tentang
manusia. Dalam tingkat ini penting untuk memiliki data dan informasi tentang beragam
perbedaan yang ada. Dengan adanya data dan informasi maka
haltersebutdapatmembantukelancaran proses komunikasi.
b. Culture consideration. Setelah memiliki data dan informasi yang jelas tentang suatu
budaya maka kita akan dapat memperoleh pemahaman terhadap budaya dan faktor apa saja
yang menjadi nilai-nilai dari budaya tertentu. Hal ini akan memberikan pertimbangann
tentang konsep-konsep yang dimiliki oleh suatu budaya secara umum dan dapat memaknai

7
Ibid
arti dari culture code yang ada. Pertimbangan budaya ini akan membantu kita untuk
memperkuat proses komunikasidaninteraksi yang akanterjadi.
c. Cultural knowledge. Informasi dan pertimbangan yang telah dimiliki memang tidak
mudah untuk dapat diterapkan dalam pemahaman suatu budaya. Namun, pentingnya
pengetahuan budaya merupakan faktor penting bagi seseorang untuk menghadapi situasi
yang akan dihadapinya. Pengetahuan budaya tersebut tidak hanya pengetahuan tentang
budaya orang lain namun juga penting untuk mengetahui budayanya sendiri. Oleh karena itu,
pengetahuan terhadap budaya dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan khusus. Tujuannya
adalah untuk membuka pemahaman terhadap sejarah suatu budaya. Ini termasuk pada isu-isu
utama budaya seperti kelompok, pemimpin, dinamika, keutaman budaya dan keterampilan
bahasa agar dapat memahami budaya tertertu.
d. Cultural Understanding. Memiliki pengetahuan tentang budaya yang dianutnya dan juga
budaya orang lain melalui berbagai aktivitas dan pelatihan penting agar dapat memahami
dinamika yang terjadi dalam suatu budaya tertentu. Oleh karena itu, penting untuk terus
menggali pemahaman budaya melalui pelatihan lanjutan. Adapun tujuannya adalah untuk
lebih mengarah pada kesadaran mendalam pada kekhususan budaya yang memberikan
pemahaman hingga pada proses berfikir, faktor-faktor yang memotivasi, dan isu lain yang
secara langsung mendukung proses pengambilan suatu keputusan.
e. Cultural Competence. Tingkat tertinggi dari kesadaran budaya adalah kompetensi
budaya. Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat menentukan dan mengambil suatu
keputusan dan kecerdasan budaya. Kompetensi budaya merupakan pemahaman terhadap
kelenturan budaya (culture adhesive). Dan hal ini penting karena dengan kecerdasan budaya
yang memfokuskan pemahaman pada perencanaan dan pengambilan keputusan pada suatu
situasi tertentu. Implikasi dari kompetensi budaya
adalahpemahamansecaraintensifterhadapkelompoktertentu.
 KonselordanKesadaranbudaya
Peran konselor dalam proses memandirikan individu merupakan peran yang sangat penting
dalam kehidupan seseorang. Olehkarenaitudalam proses layananankonseling yang diberikannya,
konselor tentu perlu untuk memiliki pemahaman yang mendalam terhadap konselinya.
Pemahaman tersebut mencakup hal-hal yang ada dalam dirinya sendiri dan juga konselinya.
Kesadaran akan perbedaan yang dimiliki antara keduanya menjadi salah satu cara yang penting
untuk menjagahubungandaninteraksidalam proses konseling.
Ekspektasikinerjakonselordalam memberikan layanan konseling akan selalu digerakkan oleh
motif altruistic dalam arti selalu menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati
keberagaman, serta mengedepannya kemashalatan pengguna pelayanannya, dilakukan dengan
selalu mencermati kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak pelayanannya itu terhadap
pengguna pelayanan, sehingga pelayanan professional inidinamakan “the reflective
practitioner”.8
Pentingbahwakonselormemahami budaya mereka sendiri dalam rangka untuk bekerja dengan
klien tanpa memaksakan nilai-nilai mereka, menyinggung klien, atau perilaku nonverbal klien
yang salah diinterpretasikan. Untuk menghindari terjadinya kesalahapahaman atau
ketidakmengertian maka konselor harus memiliki kesadaran akan perbedaan yang terjadi tersebut
agar klien dapat merasa nyaman. Kesadaran akan perbedaan budaya yang dimiliki konselor dapat
membantu dan mendidik tidak hanya konselor namun juga klien terkait dengan budaya masing-
masing. Sehingga hal tersebut dapat membantu keduanya untuk bekerjasama dalam mengatasi
masalah klien atau dalam lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan klien. Berkaitan
dengan hal diatas, penting bagi konselor memiliki kompetensi yang akan memberikan arah
dalam pelaksanan konseling dengan keberagaman budaya konselinya. Refleksi terhadap praktek
konseling tentu akan melibatkan pemahaman dan kesadaran konselor terhadap budaya yang
dimilikinya dan konselinya. Kesadaran budaya (cultural awareness) merupakan salah satu
dimensi yang penting untuk dimiliki oleh konselor. Dimensi ini perlu dimiliki oleh konselor agar
dapat memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa faktor budaya yang dimilikinya (ras, jender,
nilai-nilai, kelas sosial, dan lain-lain) akan mempengaruhi perkembangan diri dan pandangan
terhadap dirinya. Oleh karena itu perlu baginya untuk mengetahui bahwa nilai dan perilaku yang
dimilikinya akan berpengaruh kepada orang lain. Hal tersebut secara substansial
akanberdampakpadaperkembanganmanusiadan proses konseling.
Kesadaranbudaya yang perlu dimiliki konselor tentu diawali juga dengan pemahamannya
terhadap perbedaan budaya konseli.Patterson (2004) menyebutkan bahwa terdapat 2 jenis
perbedaan konseli yaitu accidential dan essential.Perbedaan budaya, etnik dan ras merupakan
suatu hal yang terjadi dengan tidak sengaja (misalnya tempat dilahirkan).Namun, konseli juga
Depdiknas.PenataanPendidikanProfesionalKonselordanLayananBimbingandanKonselingdalamJalurPendidikan
8

Formal.Jakarta :Depdiknas, 2008.


memiliki kesamaan pada hal-hal yang utama atau hal yang pokok (essential) sebagai
manusia.Oleh karena itu, konselor perlu memiliki kualitas dasar dalam pelaksanaan konseling.
Rogers (Patterson, 2004) menyebutkan 5 kualitasdasarkonseloryaitu:9
a. Respect. Menghargai klien merupakan hal yang penting bagi konselor.Hal ini termasuk
memiliki kepercayaan kepada klien dan memiliki asumsi bahwa klien memiliki kemampuan
untuk mengambil tanggung jawab untuk dirinya sendiri (termasuk selama proses konseling
berlangsung), klien memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan dan memutuskan dan
memecahkan masalahnya.
b. Genuinenes. Konseling merupakan hubungan yang nyata.Konselor perlu untuk memiliki
kesungguhan dalam memberikan konseling dan juga adalah sosok yang nyata.Selain itu konselor
harus sesuai dengan diri sesungguhnya (kongruensi) ini berarti konselor betul-betul menjadi
dirinya tanpa kepalsuan.
c. Empathic understanding. Pemahaman yang
empatilebihdarisekedarpengetahuantentangklien.Akan tetapi pemahaman yang melibatkan dunia
dan budaya klien secara mendalam.Ibrahim (Patterson, 2004) mengemukakan bahwa
kemampuan untuk menunjukkan empati pada budaya secara konsisten dan hal-hal yang memiliki
makna merupakan variabel penting untuk melibatkan klien.
d. Communication of empathic, respect and genuineness to the client. Kondisi ini penting untuk
dipersepsi, diakui, dan dirasakan oleh klien. Persepsi tersebut akan mengalami kesulitan jika
klien berbeda dengan konselor baik dari budaya, ras, sosial ekonomi, umur, dan jender. Oleh
karena itu penting bagi konselor untuk memahami perbedaan tersebut. Sue (Patterson, 2004)
menyatakan bahwa pemahaman terhadap perbedaan budaya baik secara verbal maupun
nonverbal akan sangat membantu dalam proses konseling.
e. Structuring. Salah satu elemen penting yang terkadang tidak disadari oleh konselor adalah
struktur atau susunan dalam proses konseling. Vontress (Patterson, 2004) menyebutkan bahwa
hubungan dengan seorang professional yang menempatkan tanggung jawab utama kepada
individu untuk memecahkan masalahnya sangat sedikit. Pekerjaan konselor dalam proses
konseling sebaiknya memiliki susunan dan mengartikan perannya pada klien. Konselor
sebaiknya menyatakan bahwa apa, bagaimana dan mengapa dia bermaksud melakukan

9
Patterson,CH. Do We Need Multicultural Counseling Competencies.Journal of Mental Health Counseling, 2004.
konseling. Kegagalan untuk memberikan pemahaman peran konselor di awal proses konseling
dapat menghasilkan ketidakpahaman antara keduanya.
Segala kompetensi, kualitas dan guidelines tidak akan efektif dalam proses konseling jika
konselor tidak memiliki metode dan pendekatan yang sesuai dalam menghadapi klien yang
multikultural. Patterson (2004) menyampaikan kritikan bahwa konselor tidak membutuhkan
kompetensi konselor untuk konseli multikultural.Namun yang dibutuhkan adalah metode dan
pendekatan efektif untuk semua klien dan sifatnya sebagai sistem yang universal dalam
konseling.Berdasarkan hal tersebut, penting bagi konselor untuk memiliki kesadaran budaya dan
menempatkannya secara tepat dalam interaksinya dengan klien adalah hal yang penting.Untuk
mengembangkan kesadaran budaya (cultural awareness), konselor sebaiknya meningkatkan
penghargaan diri terhadap perbedaan budaya.Konselor harus menyadari stereotipe yang ada
dalam dirinya dan mempunyai persepsi yang jelas bagaimana pandangannya terhadap kelompok-
kelompok minoritas. Kesadaran ini dapat meningkatkan kemampuannya untuk menghargai
secara efektif dan pemahaman yang sesuaiuntuktentangperbedaanbudaya10
Konselorjugaharusmemilikikesadaranmultibudaya agar bisamengenalikonseli yang
berlatarbelakangbudaya yang berbeda-beda.Konselorharusmemilikiasumsi, nilai-nilaibudaya,
dankecondongan, keyakinan, dansikapantara lain yaitu:11
1. Konselorbudayatidakmenyadariakanpentingnyakepekaanbudayanya.
2. Konselorbudaya yang
terampilmenyadaribagaimanalatarbelakangbudayadanpengalamannya, sikap, dannilai-
nilaiserta bias pengaruhdaripsikologi.
3. Konselorbudaya yang terampilharusmengenalibatas-bataskompetensidankeahlianmereka.
4. Konselorberbudayajugamampumenciptakan rasa nyamansertatidakmembeda-bedakanras,
etnis, budaya, sertakeyakinan.
Konselorharusmemilikikeempatkriteriatersebut.Konselor yang bermartabatialahkonselor
yang memiliki culture respect yang baiksertamampumembuatnyamankonseli yang
memilikilatarbelakangbudaya.

Brown,SdanWilliam,C. Ethics in a Multicultural Context. Sage Publication.USA, 2003.


10

Sue,D.WdanSue,D. Counseling The Culturally Diverse:Theory and Practice. New York : John Willey and Sons,
11

2003.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

KompetensiKonselorLintasBudayaadalahkonselor yang
memilikikepekaanbudayadanmampumelepaskandiridari bias-bias budaya,
mengertidandapatmengapresiasidiversitasbudaya, danmemilikiketerampilan yang
responsifsecarakultural.Untukmenunjangpelaksanaankonselinglintasbudayadibutuhkankonselor
yang mempunyaispesifikasitertentu.Konselorlintasbudayaharusmempunyaibeberapakompetensi,
yaitukesadaran, pengetahuandanketerampilan.

Kesadaranbudayaadalahkemampuanseseoranguntukmelihatkeluardirinyasendiridanmenyadar
iakannilai-nilaibudaya, kebiasaanbudaya yang masuk.Pentingnyanilai-nilai yang
menjadifaktorpentingdalamkehidupanmanusiaakanturutmempengaruhikesadaranbudaya
(terhadapnilai-nilai yang dianut) seseorangdanmemaknainya.
Pentingbagikitakhususnyaparakonseloruntukmemilikikesadaranbudaya (cultural awareness) agar
dapatmemilikikemampuanuntukmemahamibudayadanfaktor-faktorpenting yang
dapatmengembangkannilai-nilaibudayasehinggadapatterbentukkarakterbangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Brown,SdanWilliam,C. 2003. Ethics in a Multicultural Context.Sage Publication.USA.

Corey, G. 1991. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy


(EdisiTerjemahanOlehMulyarto. 1995). Semarang. IKIP Press.
Depdiknas.2008.
PenataanPendidikanProfesionalKonselordanLayananBimbingandanKonselingdalamJalurPendi
dikan Formal.Jakarta :Depdiknas.
Patterson,CH. 2004. Do We Need Multicultural Counseling Competencies.Journal of Mental
Health Counseling.
Pedersen, P. 1991. Counseling Across Cultures. East-West Center Book: University Press of
Hawai.
Sue,D.WdanSue,D. 2003. Counseling The Culturally Diverse:Theory and Practice. New York :
John Willey and Sons.
Supriadi, D. 2001. KonselingLintasBudaya: Isu-isudanRelevansinya di Indonesia. Bandung: FIP
UPI.
Wunderle, William. 2006. Through the Lens for US Armed Forces Deploying to Arab and
Middle Eastern Countri. USA: Combat Studies Institute Press.

Anda mungkin juga menyukai