Disusun Oleh:
SEMARANG
2020
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep Konseling dengan pendekatan Sistem keluarga?
2. Siapa Tokoh Konseling dengan pendekatan sistem keluarga?
3. Bagaimana Tujuan dan Peran Konselor pada pendekatan sistem keluarga?
4. Bagaimana Teknik Konseling dengan pendekatan sistem keluarga?
5. Bagaimana Studi Kasus konseling dengan pendekatan sistem keluarga?
1
Firda Ninggar A. 2017.” STUDI ANALISIS KONSELING KELUARGA DENGAN TEKNIK REFRAMING DI MAJALAH
HADILA”. Skripsi. Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam. Fakultas Ushuludin dan Dakwah. Institut Agama
Islam Surakarta. Kabupaten Solo
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan konseling dengan pendekatan sistem
keluarga?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep konseling dengan pendekatan sistem keluarga
2. Mengetahui tokoh konseling dengan pendekatan sistem keluarga
3. Mengetahui tujuan dan peran konselor pada pendekatan sistem keluarga
4. Mengetahui teknik konseling dengan pendekatan sistem keluarga
5. Mengetahui studi kasus konseling dengan pendekatan sistem keluarga
6. Mengetahui kelebihan dan kekurangan konseling dengan pendekatan sistem
keluarga.
PEMBAHASAN
2
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195505161981011
MUSYAFAK_ASSYARI/Konseling_ABK/bundel_konseling.pdf
3
Rohmat. 2010. Keluarga dan Pola Pengasuhan Anak. Jurnal studi gender dan anak. Vol 05, No.1
4
Norman D. Sundberg, Ellen A. winebarger, Julian R. Taplin, Psikologi Klinis (Perkembangan Teori, Praktik,
dan Penelitian), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007), hal 390
Inti dari sistem keluarga ini adalah penekankan pada perbedaan antara emosi
dan proses intelektual serta kemampuan seseorang dalam mengatur dirinya dan
kebersamaanya dalam hubungan interpersonal. (Kok-Mun dan Smith, 2006)
5
Fatchiah E. kertamuda, Konseling pernikahan Untuk Keluarga Indonesia, (Jakarta: Salemba Humanika,
2009), hal. 130
B. Tokoh Konseling dengan pendekatan sistem keluarga
Murray Bowen merupakan peletak dasar konseling keluarga pendekatan
sistem. Menurutnya, anggota keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak
berfungsi (disfunctining family). Keadaan ini terjadi karena anggota keluarga tidak
dapat membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang mengatur dalam
hubungan mereka. Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat
membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat pula membuat
anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas. Sebagian anggota
keluarga tidak dapat menghindari sistem keluarga yang emosional yaitu yang
mengarahkan anggota keluarganya mengalami kesulitan (gangguan). Jika hendak
menghindar dari keadaan yang tidak fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari
sistem keluarga. Dengan demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan
rasionalitasnya bukan emosionalnya.6
C. Tujuan dan Peran konseling system keluarga
1. Tujuan Konseling
Adalah membantu klien memahami dan mengubah strategi dan pola dalam
menghadapi stress yang diwariskan dari generasi ke generasi. Klien tidak lagi
memperlihatkan ansietas di dalam kehidupan sehari-hari, dan akan dapat
memisahkan pikiran dari perasaan serta diri sendiri dari orang lain.
2. Peranan Konselor
Peranan konselor dalam teori ini adalah untuk melatih dan mengajar klien
agar lebih kognitif saat berhadapan dengan orang lain. Proses konseling, dalam
kondisi terbaiknya, ibaratnya dengan “dialog Socratic, dengan guru atau “pelatih”
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, sampai siswa belajar untuk berpikir bagi
dirinya sendiri.(Samuel: 276)7
8
Sofyan Willis. 2009. Konseling keluarga. Bandung:Alfabeta, H. 139.
E. Studi Kasus Konseling dengan Pendekatan Sistem Keluarga
Contoh kasus pada pendekatan konseling system keluarga yaitu, pasangan
suami istri yang menikah pada tingkat kematangan emosional yang sama
dibandingan dengan pasangan yang kurang matang, yang lebih rentan mengalami
permasalahan dalam hubungan pernikahan mereka, daripada yang lebih matang.
Ketika muncul gesekan besar dalam pernikahan, pasangan yang kurang matang
cenderung memperlihatkan tingkat fusi yang tinggi (emosi kebersamaan yang tidak
terbedakan) atau pemutusan (penghindraan psikologis atau fisik) karena mereka
belum memisahkan diri dari keluarga asalnya dengan cara yang sehat, dan belum
membentuk konsep diri yang stabil. Ketika ditekan sebagai individu dalam
perkawinan, mereka cenderung melakukan triangulasi (memfokuskan diri dari
pihak ketiga). Pihak ketiga dapat berupa perkawinan itu sendiri, anak, institusi atau
sekolah atau bahkan keluhan somatic. Bagaimanapun juga, hal tersebut mengarah
pada interaksi pasangan yang tidak produktif10
9
Sarbudin, Muhamadiah, dan sulistia indah. 2019. Konseling keluarga dalam setting kehidupan keluarga
(Aplikasi pendekatan sistem, Logo terapi, dan Perilaku). Jurnal Guiding World. Vol 02, No 1.
10
Samuel T. Gladding. 2012.Konseling Profesi yang Menyeluruh Edisi ke 6. (Jakarta : PT Indeks) Hal.
275-276.
a) Pendekatan ini kompleks dan ekstensif. Teorinya tidak dapat dipisahkan dari
terapi. Dan jalinan tersebut membuat pendekatan ini lebih mempunyai
keterlibatan dari pada kebanyakan pendekatan terapi lainnya.
b) Klien yang dapat memetik keuntungan paling banyak dari teori Bowen adalah
yang mempunyai disfungsi berat atau pembedaan diri yang rendah.
c) Pendekatan ini membutuhkan investasi cukup besar pada berbagai tingkatan,
yang mungkin sebagian klien tidak mau atau tidak bias melakukannya.[
11
11
Samuel T. Gladding, Konseling Profesi yang Menyeluruh Edisike 6,Hal. 278