Anda di halaman 1dari 10

KONSELING DENGAN PENDEKATAN SISTEM KELUARGA

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata kuliah: Bimbingan Konseling Keluarga

Dosen Pengampu: Mahmudah, S.Ag, M.Pd.

Disusun Oleh:

1. Saffana Maulidia (1901016138)


2. Misya’lul Millah U.L (1901016143)

BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2020
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konseling yaitu suatu hubungan profesional antara konselor dan klien


dengan unsur memberi bantuan dalam rangka agar klien dapat memahami diri dan
lingkungan sehingga mampu mengatasi masalah dan mengambil keputusan sesuai
dengan nilai yang diyakininya. Sedangkan konseling keluarga yaitu sebuah upaya
bantuan kepada individu yang memiliki masalah terkait dengan keluarga melalui
sistem pembenahan komunikasi keluarga dengan melibatkan seluruh anggota
keluarga dengan tujuan mengembangkan potensi individu sehingga masalah dapat
terastasi. Konseling keluarga sebenarnya memang berbeda dengan konseling
individu. Konseling keluarga diarahkan pada perubahan sistem keluarga,
pemahaman terhadap fungsi dan dinamika keluarga. (Willis, 2009: 83-88)
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
aturan emosional serta memiliki peran untuk dilaksanakan bagi masing-masing
pihak (Suprajitno, 2003 :1). Menurut Lestari (2004: 5) keluarga adalah suatu
kelompok yang memiliki ikatan emosi, pengalaman historis, cita-cita masa depan
sebagai usaha untuk mengembangkan keintiman melalui perilaku yang
memunculkan rasa identitas sebagai keluarga. Keluarga merupakan suatu unit yang
terdiri dari beberapa anggota yang saling menjalin relasi. 1

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep Konseling dengan pendekatan Sistem keluarga?
2. Siapa Tokoh Konseling dengan pendekatan sistem keluarga?
3. Bagaimana Tujuan dan Peran Konselor pada pendekatan sistem keluarga?
4. Bagaimana Teknik Konseling dengan pendekatan sistem keluarga?
5. Bagaimana Studi Kasus konseling dengan pendekatan sistem keluarga?

1
Firda Ninggar A. 2017.” STUDI ANALISIS KONSELING KELUARGA DENGAN TEKNIK REFRAMING DI MAJALAH
HADILA”. Skripsi. Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam. Fakultas Ushuludin dan Dakwah. Institut Agama
Islam Surakarta. Kabupaten Solo
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan konseling dengan pendekatan sistem
keluarga?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep konseling dengan pendekatan sistem keluarga
2. Mengetahui tokoh konseling dengan pendekatan sistem keluarga
3. Mengetahui tujuan dan peran konselor pada pendekatan sistem keluarga
4. Mengetahui teknik konseling dengan pendekatan sistem keluarga
5. Mengetahui studi kasus konseling dengan pendekatan sistem keluarga
6. Mengetahui kelebihan dan kekurangan konseling dengan pendekatan sistem
keluarga.
PEMBAHASAN

A. Konsep Konseling dengan pendekatan sistem keluarga


Pendekatan ini dianggap sebagai sesuatu yang menjebatani pendangan-
pandangan yang berorientasi psikodinamik dengan pandangan-pandangan yang
lebih menekankan pada sistem. Bowen mengkonseptualisasikan keluarga sebagai
sistem hubungan emosional. Bowen mengemukakan, ada delapan konsep yang
saling berpautan dalam menjelaskan proses emosional yang terjadi dalam keluarga
ini dan keluarga yang diperluas.
Landasan dasar teori Bowen adalah konsep diferensial diri. Konsep ini
berkembang di mana anggota keluarga dapat memisahkan fungsi intelektualnya
dengan emosionalnya. Mereka menghindari fusi dan sewaktu-waktu emosi
mendominasi keluarga. Dalam keadaan tegang, hubungan dua anggota keluarga
mempunyai kecenderungan untuk mencari anggota yang ketiga (melakukan
triangulasi) untuk menurunkan intensitas ketegangan dan memperoleh kembali
kestabilan. Sistem emosional keluarga inti, biasanya dibentuk oleh pasangan-
pasangan perkawinan yang mempunyai kemiripan tingkat diferensiasi. Jika sistem
tidak stabil, para pasangan mencari cara untuk mengurangi ketegangan dan
memelihara keseimbangan. Posisi saudara kandung orang tua dalam keluarga asal
mereka memberikan tanda terhadap anak yang dipilihnya dalam proses projeksi
keluarga.
Bowen menggunakan konsep emosional cutoff untuk menjelaskan bagaimana
sebagian anggota keluarga berupaya memutuskan hubungan dengan keluarga
mereka atas anggapan yang keliru bahwa mereka dapat mengisolasi diri mereka
dari fusi. Posisi saudara kandung dari setiap pasangan perkawinan akan
mempengaruhi interaksi mereka. Dalam pengembangan teorinya terhadap
masyarakat yang lebih luas, Bowen percaya bahwa tekanan-tekanan eksternal yang
kronis merendahkan tingkat berfungsinya diferensiasi masyarakat, hal itu hsil
pengaruh regresi masyarakat.
Sebagai bagian konseling keluarga sistem Bowen, wawancara evaluasi
keluarga menekankan objektivitas dan netralitas. Genogram-genogram itu
membantu memberikan gambaran tentang sistem hubungan keluarga kurang lebih
tiga generasi. Secara terapeutik, Bowen bwkwerja secara hati-hati dan tenang
dengan pasangan-pasangan perkawinan, berupaya mengatasi fusi diantara mereka.
Tujuannya adalah mengurangi kecemasan dan mengatasi simptom-simptom.
Tujuan akhirnya adalah memaksimalkan diferensi diri setiap orang di dalam sistem
keluarga inti dan dari keluarga asalnya.2
Teori sistem keluarga lebih menekankan bahwa keluarga sebagai sebuah
sistem yang utuh, di dalamnya terdiri bagian-bagian struktur. Pola organisasi tiap
anggota keluarga memainkan peran tertentu. Dalam keluarga, juga terjadi pola
interaksi antara anggota keluarga. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran yang
sangat berpengaruh terhadap pola interaksi sosial anak.
Keluarga merupakan agen utama sosialisasi, sekaligus sebagai microsystem
yang membangun relasi anak dengan lingkungannya. Keluarga sebagai tempat
sosialisasi dapat didefinisikan menurut term klasik. Definisi klasik (struktural-
fungsional) tentang keluarga, menurut sosiolog George Murdock adalah kelompok
sosial yang bercirikan dengan adanya kediaman, kerjasama ekonomi dan
reproduksi. Keluarga terdiri dari dua orang dewasa dari jenis kelamin berbeda,
setidaknya keduanya memelihara hubungan seksual yang disepakati secara sosial,
dan ada satu atau lebih anak-anak yaitu anak kandung atau anak adopsi, dari hasil
hubungan seksual secara dewasa.3
Kerr dan Bowen (1988) menjelaskan tentang berbagai evaluasi dalam teori
sistem keluarga, ia mendiskripsikan dua tujuan utama tipe intervensi ini, yaitu:
a. Mengurangi tingkat kecemasan keluarga secara keseluruhan, sehingga
memungkinkan anggota-anggotanya untuk berfungsi secara independen dan
mengubah perilaku-perilaku bermasalahnya.
b. Meningkatkan tingkat difrensiasi dasar masing-masing anggota dari
kebersamaan emosional keluarga. Proses yang memungkinkan anggota-
anggotanya untuk memberikan respon terhadap berbagai situasi emosional
secara lebih efektif.4

2
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195505161981011
MUSYAFAK_ASSYARI/Konseling_ABK/bundel_konseling.pdf
3
Rohmat. 2010. Keluarga dan Pola Pengasuhan Anak. Jurnal studi gender dan anak. Vol 05, No.1
4
Norman D. Sundberg, Ellen A. winebarger, Julian R. Taplin, Psikologi Klinis (Perkembangan Teori, Praktik,
dan Penelitian), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007), hal 390
Inti dari sistem keluarga ini adalah penekankan pada perbedaan antara emosi
dan proses intelektual serta kemampuan seseorang dalam mengatur dirinya dan
kebersamaanya dalam hubungan interpersonal. (Kok-Mun dan Smith, 2006)

Terdapat beberapa elemen dasar pada sistem keluarga, diantaranya adalah


sebagai berikut :

1. Keluarga adalah suatu bentuk hubungan bagian-bagian atau subsistem.


Setiap aksi atau perubahan memberikan dampak pada setiap orang yang
ada dalam keluarga.
2. Bentuk keluarga memiliki elemen yang hanya dapat terlihat dalam
interaksi. Setiap orang membentuk sistem dalam keluarga, sistem
keluarga adalah kompleks dan sebagai satu kesatuan mereka tidak
terlepas satu dengan yang lainya.
3. Peran keluarga, bentuk interaksi yang dapat membangun kebiasaan yang
membuat perubahan manjadi sulit.
4. Aturan keluarga, setiap keluarga mempeunyai aturan yang jelas dalam
pengaturan dirinya. Keluarga adalah sistem yang memiliki tujuan, tujuan
tersebut dapat menghindari keluarga dari perpecahan dan dapat menjadi
satu kesatuan yang integral.
5. Batasan-batasan, keluarga memiliki fungsi yang baik, sistem yang kuat
harus dapat menjaga batasan-batasan.
6. Penyesuaian, walaupun penolakan perubahan sistem dalam keluarga
terjadi secara konstan, setiap anggota keluarga harus menyesuaikan diri
serta menjaga dirinya dari respon anggota keluarga lain dan
lingkunganya.
7. Perubahan sistem dalam kehidupan keluaraga, perubahan yang terjadi
disebabkan oleh hal-hal normatif (norma dalam tujuan perubahan
kehidupan) dan non-normatif (krisis dan tekanan-tekanan).5

5
Fatchiah E. kertamuda, Konseling pernikahan Untuk Keluarga Indonesia, (Jakarta: Salemba Humanika,
2009), hal. 130
B. Tokoh Konseling dengan pendekatan sistem keluarga
Murray Bowen merupakan peletak dasar konseling keluarga pendekatan
sistem. Menurutnya, anggota keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak
berfungsi (disfunctining family). Keadaan ini terjadi karena anggota keluarga tidak
dapat membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang mengatur dalam
hubungan mereka. Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat
membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat pula membuat
anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas. Sebagian anggota
keluarga tidak dapat menghindari sistem keluarga yang emosional yaitu yang
mengarahkan anggota keluarganya mengalami kesulitan (gangguan). Jika hendak
menghindar dari keadaan yang tidak fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari
sistem keluarga. Dengan demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan
rasionalitasnya bukan emosionalnya.6
C. Tujuan dan Peran konseling system keluarga
1. Tujuan Konseling
Adalah membantu klien memahami dan mengubah strategi dan pola dalam
menghadapi stress yang diwariskan dari generasi ke generasi. Klien tidak lagi
memperlihatkan ansietas di dalam kehidupan sehari-hari, dan akan dapat
memisahkan pikiran dari perasaan serta diri sendiri dari orang lain.
2.  Peranan Konselor
Peranan konselor dalam teori ini adalah untuk melatih dan mengajar klien
agar lebih kognitif saat berhadapan dengan orang lain. Proses konseling, dalam
kondisi terbaiknya, ibaratnya dengan “dialog Socratic, dengan guru atau “pelatih”
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, sampai siswa belajar untuk berpikir bagi
dirinya sendiri.(Samuel: 276)7

D. Teknik konseling dengan pendekatan sistem keluarga


Pendekatan sistem yang dikemukaakan oleh Perez (1979) mengembangkan sepuluh
teknik konseling keluarga yaitu:
6
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2015), hlm:152-153
7
Samuel T. Gladding. 2012.Konseling Profesi yang Menyeluruh Edisi ke 6.  (Jakarta : PT Indeks) Hal.
276.
a. Sculpting (mematung) yaitu suatu teknik yang mengizinkan anggotaanggota
keluarga yang menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai
masalah hubungan diantara anggota-anggota keluarga
b. Role Playing (bermain peran) adalah suatu teknik yang memberikan peran
tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain
dikeluarga itu, misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu
anak akan terlepas atau bebas dari perasaan-perasaan penghukuman, perasaaan
tertekan, dll. Peran itu kemudian bisa dikembalikan lagi kepada keadaan yang
sebenarnya, jika ia menghadapi suatu perilaku ibunya yang mungkin kurang ia
sukai.
c. Silent (diem) apabila anggota berada dalam konflik dan frustasi karena ada salah
satu anggota lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang
kehadapan konselor dengan tutup mulut.
d. Confrontation (konfrontasi) ialah suatu teknik yang digunakan konselor untuk
mempertentangkan pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam
wawancara konseling keluarga
e. Teaching via questioning adalah suatu tekning mengajar anggota dengan cara
bertanya. 8
f. Listening (mendengarkan) teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang
anggota keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain
g. Recapitulating (mengikhtisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk
mengikhtisarkan pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota keluarga,
sehingga dengan cara itu kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan
terfokus
h. Summary (menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, Konselor akan
menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya
agar konseling bisa berlanjut secara progresif.
i. Clarification (menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau
menjernihkan suatu pernyataan anggota keluarga karena terkesan samarsamar.
j. Reflection yaitu merefleksikan perasaan klien dan ekspresi wajah9

8
Sofyan Willis. 2009. Konseling keluarga. Bandung:Alfabeta, H. 139.
E. Studi Kasus Konseling dengan Pendekatan Sistem Keluarga
Contoh kasus pada pendekatan konseling system keluarga yaitu, pasangan
suami istri yang menikah pada tingkat kematangan emosional yang sama
dibandingan dengan pasangan yang kurang matang, yang lebih rentan mengalami
permasalahan dalam hubungan pernikahan mereka, daripada yang lebih matang.
Ketika muncul gesekan besar dalam pernikahan, pasangan yang kurang matang
cenderung memperlihatkan tingkat fusi yang tinggi (emosi kebersamaan yang tidak
terbedakan) atau pemutusan (penghindraan psikologis atau fisik) karena mereka
belum memisahkan diri dari keluarga asalnya dengan cara yang sehat, dan belum
membentuk konsep diri yang stabil. Ketika ditekan sebagai individu dalam
perkawinan, mereka cenderung melakukan triangulasi (memfokuskan diri dari
pihak ketiga). Pihak ketiga dapat berupa perkawinan itu sendiri, anak, institusi atau
sekolah atau bahkan keluhan somatic. Bagaimanapun juga, hal tersebut mengarah
pada interaksi pasangan yang tidak produktif10

F. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Keluarga

Pendekatan Sistem Bowen memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari


system ini adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan ini berfokus pada riwayat keluarga multigenerasi dan pentingnya
memahami dan menghadapi pola-pola di masa lalu, agar dapat menghindari
pengulangan tingkahlaku tertentu dalam hubungan antar pribadi .
b. Pendekatan ini menggunakan genogram dalam memplot hubungan riwayat, yang
merupakan alat spesifik yang asalnya dari pendekatan Bowen.

Sedangkan kekurangan dari pendekatan sistem Bowen adalah sebagai berikut:

9
Sarbudin, Muhamadiah, dan sulistia indah. 2019. Konseling keluarga dalam setting kehidupan keluarga
(Aplikasi pendekatan sistem, Logo terapi, dan Perilaku). Jurnal Guiding World. Vol 02, No 1.
10
Samuel T. Gladding. 2012.Konseling Profesi yang Menyeluruh Edisi ke 6.  (Jakarta : PT Indeks) Hal.
275-276.
a) Pendekatan ini kompleks dan ekstensif. Teorinya tidak dapat dipisahkan dari
terapi. Dan jalinan tersebut membuat pendekatan ini lebih mempunyai
keterlibatan dari pada kebanyakan pendekatan terapi lainnya.
b) Klien yang dapat memetik keuntungan paling banyak dari teori Bowen adalah
yang mempunyai disfungsi berat atau pembedaan diri yang rendah.
c) Pendekatan ini membutuhkan investasi cukup besar pada berbagai tingkatan,
yang mungkin sebagian klien tidak mau atau tidak bias melakukannya.[
11

11
Samuel T. Gladding, Konseling Profesi yang Menyeluruh Edisike 6,Hal. 278

Anda mungkin juga menyukai