Anda di halaman 1dari 15

Nama : Saffana Maulidia

NIM : 1901016138

Kelas : BP-D4

UTS PSIKEP

1. Menurutmu apa Perbedaan psikoanalisa sigmund freud dan Psikologi Ego, dan
sebenernya sebagai konselor kita banyak menggunakan yang mana? Jelaskan sesuai
dengan pendapatmu secara singkat
2. Dalam makalah yang terlah dipresentasikam ada mekanisme pertahanan apa yang
dimaksud dengan hal tersebut
3. Apa prinsip teori alfred adler? Bagaimana pandangan adler dalam kejiwaan kita, lalu apa
perbedaan dengan teori erik erikson
4. Bagaimana pemikiran carl gustav jung dan apa kontribusinya untuk kita sebagai calon
konselor

Jawaban !
1. Pemahaman Freud tentang kepribadian manusia didasarkan pada pengalaman-
pengalaman dengan pasiennya, analisis tentang mimpinya, dan bacaannya yang luas
tentang beragam literatur ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Pengalaman-pengalaman
ini menyediakan data yang mendasar bagi evolusi teorinya. Baginya, teori mengikuti
mengikuti observasi dan konsepnya tentang kepribadian terus mengalami revisi selama
50 tahun terakhir hidupnya. Psikologi Ego merupakan konsep yang mengisi bagian-
bagian yang terlewat dari teori Freud. Anna Freud adalah pelopor psikoanalisis anak,
yang menyiapkan metodologi dan sistematika dari psikoanalisis anak. Sistem ini juga
digunakan pada psikoanalisis dewasa, karena menjamin pemahaman yang komprehensif.
Freud meyakini bahwa ego itu adalah seorang joki yang tidak memiliki daya,
sedangkan id adalah kudanya. Namun, anna merubah konsep tersebut, yaitu ego adalah
ego yang cerdas dan mampu memilih jalan atau arah yang baik bagi dirinya. Ada tiga
konsep pokok dalam teori anna, yang akan dijelaskan di bawah ini.
Mekanisme Pertahanan. Freud menyatakan tujuh mekanisme pertahanan, yaitu
identifikasi, displacement, represi, proyeksi, reaksi formasi, fiksasi, dan regresi. Namun,
Anna memperluas mekanisme pertahanan, dan menambah dengan isolasi, ascetism,
denial, sublimasi, undoing, introyeksi, reversal, dan turning against the self sublimation.
Anna adalah tokoh pertama yang memandang mekanisme pertahanan sebagai fungsi
penyesuaian diri normal, yang dipakai anak untuk menyesuaikan diri dengan dunia luar. 
Konselor lebih menggunakan psikoanalisa karena konselor lebih ,enggunakan
sifat-sifat netral, objekif, anonim, dan pasif dan dorongan biologi serta naluri atau inting
dan memandang perilaku manusia dari id, ego dan superego. membentuk kembali
struktur karakter individu dengan cara merekonstruksi, membahas, menganalisa, dan
menafsirkan kembali, pengalaman- pengalaman masa lampau, yang terjadi di masa
kanak- kanak. Membantu konseli untuk membentuk kembali struktur karakternya. Di
mana hal- hal yang tidak disadari menjadi disadari oleh konseli sehingga mengakibatkan
kecemasan. Dan konselor membantu konseli dalam mencapai kesadaran diri, ketulusan
hati, hubungan pribadi lebih efektif dalam menghadapi kecemasan melalui realistis,
memperoleh kembali kendali untuk tingkah lakunya yang irasional dan membangun
hubungan kerja sama dengan klien.
Sumber Tulisan:
 Https://Www.Universitaspsikologi.Com/2018/05/Teori-Psikologi-Ego-Menurut-Para-
Ahli.Html
https://www.portal-ilmu.com/2017/07/pendekatan-psikoanalisis-sejarah_25.html

2. Mekanisme pertahanan ego dalah strategi psikologis yang dilakukan seseorang,


sekelompok orang, atau bahkan suatu bangsa untuk berhadapan dengan kenyataan dan
mempertahankan citra-diri. menurut Freud, mekanisme pertahanan adalah strategi yang
dipakai individu untuk bertahan melawan ekspresi impuls id, serta menentang tekanan
super ego. Menurutnya,Ego merekasi bahaya munculnya impuls id memakai 2 cara yang
pertama membentengi impuls hingga tidak muncul menjadi tingkah laku, yang kedua
membelokkan impuls itu sehingga intensitas aslinya dapat dilemahkan atau diubah.

Orang yang sehat biasa menggunakan berbagai mekanisme pertahanan selama


hidupnya. Mekanisme tersebut menjadi patologis bila penggunaannya secara terus
menerus membuat seseorang berperilaku maladaptif sehingga
kesehatan fisik dan/atau mental orang itu turut terpengaruhi. Kegunaan mekanisme
pertahan ego adalah untuk melindungi pikiran/diri/ego dari kecemasan, sanksi sosial atau
untuk menjadi tempat "mengungsi" dari situasi yang tidak sanggup untuk dihadapi.

Mekanisme pertahanan dilakukan oleh ego sebagai salah satu bagian dalam
struktur kepribadian menurut psikoanalisis Freud selain id, dan super ego. Mekanisme
tersebut diperlukan saat impuls-impuls dari id mengalami konflik satu sama lain, atau
impuls itu mengalami konflik dengan nilai dan kepercayaan dalam super ego, atau bila
ada ancaman dari luar yang dihadapi ego.

Faktor penyebab perlunya dilakukan mekanisme pertahanan adalah kecemasan.


Bila kecemasan sudah membuat seseorang merasa sangat terganggu, maka ego perlu
menerapkan mekanisme pertahanan untuk melindungi individu. Rasa bersalah dan malu
sering menyertai perasaan cemas. Kecemasan dirasakan sebagai peningkatan ketegangan
fisik dan mental. Perasaan demikian akan terdorong untuk bertindak defensif terhadap
apa yang dianggap membahayakannya. Penggunaan mekanisme pertahanan dilakukan
dengan membelokan impuls id ke dalam bentuk yang bisa diterima, atau dengan tanpa
disadari menghambat impuls tersebut.

Freud sendiri hanya mendeskripsikan 7 mekanisme pertahanan yaitu


indentification, displacement, repression, regression, rection formation, fictation, dan
projection.dan mekanisme mempunya 3 persamaan ciri.

Referensi : https://id.wikipedia.org/wiki/Mekanisme_pertahanan_ego dan Buku Alwisol.2019.


edisi revisi psikologi kepribadian. Malang: UMM

3. Ada tujuh prinsip yang terkandung dari teori Psikologi Individual Adler, yaitu:
a. Prinsip Rasa Rendah Diri (Inferiority Principle) Adler meyakini bahwa manusia
dilahirkan disertai dengan perasaan rendah diri. Seketika individu menyadari
eksistensinya, ia merasa rendah diri akan perannya dalam lingkungan. Individu
melihat bahwa banyak mahluk lain yang memiliki kemampuan meraih sesuatu yang
tidak dapat dilakukannya. Perasaan rendah diri ini mencul ketika individu ingin
menyaingi kekuatan dan kemampuan orang lain. Misalnya, anak merasa diri kurang
jika dibandingkan dengan orang dewasa. Karena itu ia terdorong untuk mencapai
taraf perkembangan yang lebih tinggi.
Jika telah mencapai taraf perkembangan tertentu, maka timbul lagi rasa
kurang untuk mencapai taraf berikutnya. Demikian seterusnya, sehingga individu
dengan rasa rendah dirinya ini tampak dinamis mencapai kesempurnaan dirinya.
Teori Adler mengenai perasaan rendah diri ini berawal dari pengamatannya
atas penderitaan pasien-pasiennya yang seringkali mengeluh sakit pada daerah
tertentu pada tubuhnya, mengenai psikosomatis, Adler mengatakan bahwa rasa sakit
yang diderita individu sebenarnya adalah usaha untuk memecahkan masalah-masalah
nonfisik. Keadaan tersebut, menurut Adler disebabkan adanya kekurang sempurnaan
pada daerah-daerah tubuh tersebut, yang dikatakannya sebagai organ penyebab
rendah diri (organ inferiority). Jadi manusia lahir memang tidak sempurna, atau
secara potensial memiliki kelemahan dalam organ tubuhnya. Adanya stress
menyebabkan organ lemah ini terganggu. Karenanya, setiap orang selalu berusaha
mengkompensasikan kelemahannya dengan segala daya. Dalam hal ini usaha
kompensasi ini ditentukan oleh gaya hidup dan usaha mencapai kesempurnaan
(superior).
Berkenaan dengan perasaan rendah diri dalam kondisi organik, Adler
menciptakan istilah masculine protest, yakni istilah yang dimaksud untuk
menerangkan perasaan rendah diri atau inferior ini dihubungkan dengan kelemahan
(weakness) dan kewanita-wanitaan (femininity). Istilah ini merupakan suatu dinamika
kepribadian manusia yang utama, karena hal ini merupakan usaha individu dalam
mencapai kondisi yang kuat dalam mengkompensasikan perasaan rendah dirinya.
b. Prinsip Superior (Superiority Principle)
Memandang prinsip superior terpisah dari prinsip inferior sesungguhnya
keliru. Justru kedua prinsip ini terjalin erat dan bersifat komplementer. Namun karena
sebagai prinsip, kedua istilah ini berbeda, maka pembahasannya pun dibedakan,
kendati dalam operasionalnya tak dapat dipisahkan.
Sebagai reaksi atas penekanan aspek seksualitas sebagai motivator utama
perilaku menurut Freud, Adler beranggapan bahwa manusia adalah mahluk agresif
dan harus selalu agresif bila ingin survive. Namun kemudian dorongan agresif ini
berkembang menjadi dorongan untuk mencari kekuatan baik secara fisik maupun
simbolik agar dapat survive. Demikian banyak pasien Adler yang dipandang kurang
memiliki kualitas agresif dan dinyatakan sebagai manusia tak berdaya. Karenanya,
yang diinginkan manusia adalah kekuatan (power). Dari sini konsepnya berkembang
lagi, bahwa manusia mengharapkan untuk bisa mencapai kesempurnaan (superior).
Dorongan superior ini sangat bersifat universal dan tak mengenal batas waktu.
Bagi Adler tak ada pemisahan antara drive dan need seperti yang
diungkapkan oleh Murray. Bagi Adler hanya ada satu dorongan, yakni dorongan
untuk superior sebagai usaha untuk meninggalkan perasaan rendah diri. Namun perlu
dicatat bahwa superior disini bukanlah kekuatan melebihi orang lain, melainkan
usaha untuk mencapai keadaan superior dalam diri dan tidak selalu harus
berkompetisi dengan orang lain. Superioritas yang dimaksud adalah superior atas diri
sendiri. Jadi daya penggerak yang utama dalam hidup manusia adalah dinamika yang
mengungkapkan sebab individu berperilaku, yakni dorongan untuk mencapai superior
atau kesempurnaan.
c. Prinsip Gaya Hidup (Style of Life Principle) Usaha individu untuk mencapai
superioritas atau kesempurnaan yang diharapkan, memerlukan cara tertentu. Adler
menyebutkan hal ini sebagai gaya hidup (Style of Life). Gaya hidup yang diikuti
individu adalah kombinasi dari dua hal, yakni dorongan dari dalam diri (the inner self
driven) yang mengatur aarah perilaku, dan dorongan dari lingkungan yang mungkin
dapat menambah, atau menghambat arah dorongan dari dalam tadi.
Dari dua dorongan itu, yang terpenting adalah dorongan dalam diri (inner
self) itu. Bahwa karena peranan dalam diri ini, suatu peristiwa yang sama dapat
ditafsirkan berbeda oleh dua orang manusia yang mengalaminya. Dengan adanya
dorongan dalam diri ini, manusia dapat menafsirkan kekuatan-kekuatan di luar
dirinya, bahkan memiliki kapasitas untuk menghindari atau menyerangnya. Bagi
Adler, manusia mempunyai kekuatan yang cukup, sekalipun tidak sepenuhnya bebas,
untuk mengatur kehidupannya sendiri secara wajar. Jadi dalam hal ini Adler tidak
menerima pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah produk dari
lingkungan sepenuhnya. Menurut Adler, justru jauh lebih banyak hal-hal yang
muncul dan berkembang dalam diri manusia yang mempengaruhi gaya hidupnya.
Gaya hidup manusia tidak ada yang identik sama, sekalipun pada orang kembar.
Sekurang-kurangnya ada dua kekuatan yang dituntut untuk menunjukkan gaya hidup
seseorang yang unik, yakni kekuatan dari dalam diri yang dibawa sejak lahir dan
kekuatan yang datang dari lingkungan yang dimasuki individu tersebut. dengan
adanya perbedaan lingkungan dan pembawaan, maka tidak ada manusia yang
berperilaku dalam cara yang sama. Gaya hidup seseorang sering menentukan kualitas
tafsiran yang bersifat tunggal atas semua pengalaman yang dijumpai manusia.
Misalnya, individu yang gaya hidupnya berkisar pada perasaan diabaikan (feeling of
neglect) dan perasaan tak disenangi (being unloved) menafsirkan semua
pengalamannya dari cara pandang tersebut. misalnya ia merasa bahwa semua orang
yang ingin mengadakan kontak komunikasi dipandangnya sebagai usaha untuk
menggantikan perasaan tak disayangi tersebut. Gaya hidup seseorang telah terbentuk
pada usia tiga sampai lima tahun. Gaya hidup yang sudah terbentuk tak dapat diubah
lagi, meskipun cara pengekspresiannya dapat berubah. Jadi gaya hidup itu tetap atau
konstan dalam diri manusia. Apa yang berubah hanya cara untuk mencapai tujuan dan
kriteria tafsiran yang digunakan untuk memuaskan gaya hidup. Misalnya, bagi anak
yang merasa memiliki gaya hidup tidak disayangi, adalah lebih baik praktis untuk
membentuk tujuan semu bahwa kasih sayang baginya tidak begitu penting
dibandingkan dengan usaha meyakinkan bahwa tidak dicintai pada masa lalu tidak
penting baginya, dan bahwa meyakinkan kemungkinan untuk dicintai pada masa yang
akan datang diharapkan dapat memperbaiki peristiwa masa lampau. Perubahan gaya
hidup meskipun mungkin dapat dilakukan, akan tetapi kemungkinannya sangat sukar,
karena beberapa pertimbangan emosi, energi, dan pertumbuhan gaya hidup itu sendiri
yang mungkin keliru. Karenannya jauh lebih mudah melanjutkan gaya hidup yang
telah ada dari pada mengubahnya.
Mengenai bagaimana gaya hidup itu berkembang, dan kekuatan yang
mempengaruhinya, menurut Adler dapat dipelajari dengan meyakini bahwa perasaan
rendah diri itu bersifat universal pada semua manusia, dan berikutnya karena adanya
usaha untuk mencapai superioritas. Akan tetapi ada karakteristik umum yang berasal
dari sumber lain di luar dirinya yang turut menentukan keunikan kepribadian
individu, yakni kehadiran kondisi sosial, psikologis, dan fisik yang unik pada setiap
manusia. Dikatakan, bahwa setiap manusia mencoba menangani pengaruh-pengaruh
itu. Faktor yang khusus yang dapat menyebabkan gaya hidup yang salah adalah
pengalaman masa kecil, banyaknya saudara, dan urutan dalam keluarga.
Adler juga menemukan tiga faktor lainnya yang dapat menyebabkan gaya
hidup keliru dalam masyarakat dan menyebabkan kehidupan manusia tidak bahagia.
Ketiga Pkanak-kanak yang dimanja atau dikerasi, dan masa kanak-kanak yang
diacuhkan oleh orang tuanya. Pada anak cacat tubuh, perasaan rendah diri akan lebih
besar dari pada anak yang sehat fisiknya. Biasanya reaksi yang muncul ada yang
menyerah pada keadaan dikalahkan oleh lingkungan, akan tetapi ada juga yang
berusaha mengkonpensasikannya pada bidang yang jauh dari bakat normal pada
orang biasa, misalnya berhasil dalam kegiatan olahraga, kesenian, atau industri. Pada
anak cacat mental, menyebabkan masalah yang lebih parah lagi, hal ini disebabkan
oleh: (a) kompensasinya jauh lebih sukar, (b) keragaman kesempatan yang dapat
digunakan untuk kompensasi lebih sedikit, (c) tuntutan masyarakat modern lebih
menekankan kemampuan intektual ketimbang kerja otot, (d) masyarakat sendiri
kadang kurang mau memahami usaha kompensasi orang-orang yang terbelakang
mental. Jadi secara umum kondisi sosial dapat membentuk gaya hidup yang keliru
sekalipun kondisi fisik dan psikologisnya masih normal.
d. Prinsip Diri Kreatif (Creative Self Principle) Diri yang kreatif adalah faktor yang
sangat penting dalam kepribadian individu, sebab hal ini dipandang sebagai
penggerak utama, sebab pertama bagi semua tingkah laku. Dengan prinsip ini Adler
ingin menjelaskan bahwa manusia adalah seniman bagi dirinya. Ia lebih dari sekedar
produk lingkungan atau mahluk yang memiliki pembawaan khusus. Ia adalah yang
menafsirkan kehidupannya. Individu menciptakan struktur pembawaan, menafsirkan
kesan yang diterima dari lingkungan kehidupannya, mencari pengalaman yang baru
untuk memenuhi keinginan untuk superior, dan meramu semua itu sehingga tercipta
diri yang berbeda dari orang lain, yang mempunyai gaya hidup sendiri. namun diri
kreatif ini adalah tahapan di luar gaya hidup. Gaya hidup adalah bersifat mekanis dan
kreatif, sedangkan diri kreatif lebih dari itu. Ia asli, membuat sesuatu yang baru yang
berbeda dari sebelumnya, yakni kepribadian yang baru. Individu mencipta dirinya.
e. Prinsip Diri yang Sadar (Conscious Self Principle) Kesadaran menurut Adler, adalah
inti kepribadian individu. Meskipun tidak secara eksplisit Adler mengatakan bahwa ia
yakin akan kesadaran, namun secara eksplisit terkandung dalam setiap karyanya.
Adler merasa bahwa manusia menyadari segala hal yang dilakukannya setiap hari,
dan ia dapat menilainya sendiri. Meskipun kadang-kadang individu tak dapat hadir
pada peristiwa tertentu yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu, tidak berarti
Adler mengabaikan kekuatan-kekuatan yang tersembunyi yang ditekannya. Manusia
dengan tipe otak yang dimilikinya dapat menampilkan banyak proses mental dalam
satu waktu. Hal-hal yang tidak tertangkap oleh kesadarannya pada suatu saat tertentu
tak akan diperhatikan dan diingat oleh individu. Ingatan adalah fungsi jiwa, yang
seperti proses lainnya, tidak bekerja secara efisien. Keadaan tidak efisien ini adalah
akibat kondisi yang tidak sempurna pada organ tubuh, khususnya otak. Adler tidak
menerima konsep ambang sadar dan alam tak sadar (preconsious dan uncounsious)
Freud. Hal ini dianggap sebagai mistik. Ia merasa bahwa manusia sangat sadar benar
dengan apa yang dilakukannya, apa yang dicapainya, dan ia dapat merencanakan dan
mengarahkan perilaku ke arah tujuan yang dipilihnya secara sadar.
f. Prinsip Tujuan Semu (Fictional Goals Principle) Meskipun Adler mangakui bahwa
masa lalu adalah penting, namun ia mengganggap bahwa yang terpenting adalah masa
depan. Yang terpenting bukan apa yang telah individu lakukan, melainkan apa yang
akan individu lakukan dengan diri kreatifnya itu pada saat tertentu. Dikatakannya,
tujuan akhir manusia akan dapat menerangkan perilaku manusia itu sendiri. Misalkan,
seorang mahasiswa yang akan masuk perguruan tinggi bukanlah didukung oleh
prestasinya ketika di Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah, melainkan tujuannya
mencapai gelar tersebut. usaha mengikuti setiap tingkat pendidikan adalah bentuk
tujuan semunya, sebab kedua hal tidak menunjukkan sesuatu yang nyata, melainkan
hanya perangkat semu yang menyajikan tujuan yang lebih besar dari tujuan-tujuan
yang lebih jauh pada masa datang.
Dengan kata lain, tujuan yang dirumuskan individu adalah semua karena
dibuat amat ideal untuk diperjuangkan sehingga mungkin saja tidak dapat
direalisasikan. Tujuan fiksional atau semu ini tak dapat dipisahkan dari gaya hidup
dan diri kreatif. Manusia bergerak ke arah superioritas melalui gaya hidup dan diri
kreatifnya yang berawal dari perasaan rendah diri dan selalu ditarik oleh tujuan semu
tadi. Tujuan semu yang dimaksud oleh Adler ialah pelaksanaan kekuatan-kekuatan
tingkah laku manusia. Melalui diri keratifnya manusia dapat membuat tujuan semu
dari kemampuan yang nyata ada dan pengalaman pribadinya. Kepribadian manusia
sepenuhnya sadar akan tujuan semu dan selanjutnya menafsirkan apa yang terjadi
sehari-hari dalam hidupnya dalam kaitannya dengan tujuan semu tersebut.
g. Prinsip Minat Sosial (Social Interest Principle) Setelah melampaui proses evolusi
tentang dorongan utama perilaku individu, Adler menyatakan pula bahwa manusia
memiliki minat sosial. Bahwa manusia dilahirkan dikaruniai minat sosial yang
bersifat universal. Kebutuhan ini terwujud dalam komunikasi dengan orang lain, yang
pada masa bayi mulai berkembang melalui komunikasi anak dengan orang tua. Proses
sosialisasi membutuhkan waktu banyak dan usaha yang berkelanjutan. Dimulai pada
lingkungan keluarga, kemudian pada usia 4-5 tahun dilanjutkan pada lingkungan
pendidikan dasar dimana anak mulai mengidentifikasi kelompok sosialnya. Individu
diarahkan untuk memelihara dan memperkuat perasaan minat sosialnya ini dan
meningkatkan kepedulian pada orang lain. Melalui empati, individu dapat belajar apa
yang dirasakan orang lain sebagai kelemahannya dan mencoba memberi bantuan
kepadanya. Individu juga belajar untuk melatih munculnya perasaan superior
sehingga jika saatnya tiba, ia dapat mengendalikannya. Prosesproses ini akan dapat
memperkaya perasaan superior dan memperkuat minat sosial yang mulai
dikembangkannya.

Bagaimana pandangan adler dalam kejiwaan ? Adler: Manusia adalah pencipta dan
ciptaan dari kehidupan mereka sendiri, maksudnya, manusia mengembangkan cara
yang unik dalam menjalani hidup untuk maju ke depan dan ekspresi tujuan hidup
mereka. Manusia memiliki kemampuan untuk mencipta dirinya sendiri bukan dibentuk
oleh pengalaman masa kecil. Adler menekankan pada pemahaman manusia secara
utuh, yang mana semua dimensi manusia terhubung satu sama lain dan bagaimana
semua dimensi itu disatukan oleh individu dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kepribadian manusia menjadi satu melalui perkembangan tujuan hidup. Pikiran,
perasaan, keyakinan, pendirian, sikap, karakter, dan tindakan seseorang merupakan
ekspresi keunikan mereka dan mencerminkan rencana dalam hidup untuk mencapai
tujuan yang telah dipilih.

Erikson member jiwa baru kedalam teori psikoanalisis, dengan member perhatian
yang lebih kepada ego daripada id dan seuperego. Dia masih tetap menghargai teori
Freud, namun mengembangkan ide – ide khususnya dalam hubungannya dengan tahap
perkembangan dan peran sosial terhadap pembentukan ego. Ego perkembangan melalui
respon terhadap kekuatan dalam dan kekuatan lingkungan sosial. Ego bersifat adaptif dan
kreatif, berjuang aktif (otonomi) membantu diri dalam menangani dunianya. Erikson
masih mengakui adanya kualitas dan inisiatif sebagai bentuk dasar pada tahap awal,
namun hal itu tidak hanya bisa berkembang dan masak melalui pengalaman sosial dan
lingkungan. Dia juga mengakui sifat rentan ego, defense yang irasional, efek trauma –
anxiety – guilt yang langgeng, dan dampak lingkungan yang membatasi dan tidak perduli
terhadap individu. Namun menurutnya ego memiliki sifat adaptif, kreatif dan otonom
(adaptable, creative, dan automony). Dia hanya memandang lingkungan bukan semata –
mata menghambat dan menghukum (Freud), tetapi juga mendorong dan membantu
individu. Ego menjadi mampu – terkadang dengan sedikit bantuan dari terapis –
mengenai masalah secara efektif.

Referensi: :
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196010151987101-
ZULKIFLI_SIDIQ/PSIKOLOGI_INDIVIDUAL_ALFRED_ADLER.pdf
http://staffnew.uny.ac.id/upload/198503112008121002/pendidikan/individual-
psychology.pdf

4. Pemikiran carl gustav jung orang pertama yang merumuskan tipe kepribadian manusia

dengan istilah ekstrovert dan introvert, serta menggambarkan empat fungsi kepribadian

manusia yang disebut dengan fungsi berpikir, pengindera, intuitif, dan perasa.

Motivasi awal Jung menyelidiki tipologi manusia adalah keinginannya untuk

mengerti dan memahami pandangan Freud tentang gangguan mental sangat berbeda dari

pandangan Adler.
Pokok kajian Jung sangat khas adalah mengenai arkhetipe-arkhetipe tiap kejadian.

Dalam makalah ini, kami membahas tentag stuktur kepribadian yang terdiri dari ego,

ketidaksadaran pribadi, serta ketidaksadaran kolektif. Kontribusinya Gagasannya

berfokus pada menjelajahi kehidupan batin seseorang untuk memahami perilakunya dan

hasil pemikirannya yang paling dikenal saat ini yaitu pola kepribadian ekstrovert dan

introvert, dan realisasi diri.

- Arketipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur
emosi yang besar1. Bentuk pikiran ini yang menciptakan gambaran atau visi yang dalam
kehidupan sadar berkaitan dengan situasi tertentu. Misalnya arketipe tentang ibu akan
menghasilkan tentang gambaran ibu disertai persepsi yang terbangun dari sikap ibu.
Dalam dunia pendidikan dapat digambarkan bahwa jika sejak awal seorang guru telah
menampilkan sosok yang penyayang, baik hati, suka membimbing dan mencintai
siswanya, maka sosok itulah yang melekat dalam benak siswa tentang guru. Namun jika
sebaliknya kesan buruk yang muncul sejak pertama kali, seperti pemarah, suka memukul
dan tampilan yang menakutkan, maka kesan tersebut yang akan menjadi persepsi
terhadap sosok guru. Ini dapat terbentuk karena seringnya kejadian dan pengalaman itu
terjadi dan dilihat. Pengalaman yang konstan dan terulang inilah yang tertanam dalam
ketidaksadaran kolektif dalam bentuk arketipe.

Ada banyak arketipe yang dijelaskan Jung, namun dalam bagian ini hanya akan
dijelaskan 4 (empat) arketipe yang paling penting dalam pembentukan kepribadian dan
tingkah laku manusia, yaitu : persona, anima dan animus, bayang-bayang (shadow), dan
diri (self).

a) Persona adalah “topeng” yang dipakai seseorang sebagai respon atas tuntutan dari
masyarakat di sekitarnya. Dengan kata lain, persona akan memainkan peran yang
diinginkan orang-orang disekitarnya. Persona bukanlah gambaran sebenarnya dari
kepribadian seseorang, karena ini sifatnya tentatif disebabkan dorongan orang lain dan
lingkungan. Tujuan topeng ini untuk menciptakan kesan tertentu pada orng-orang lain, ini

1
A. Supratiknya, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis) (Yogyakarta : Kanisius, 1993) h.186.
merupakan lawan dari kepribadian privat yang berada di balik wajah sosial. Sebagai
contoh, seseorang yang berprofesi sebagai guru atau dosen harus mampu menggunakan
“topeng” sebagai guru atau dosen dengan kata lain ia harus menampilkan diri sebagai
dosen. Yaitu figur yang mampu mengajarkan pengetahuan tertentu, menanamkan nilai-
nilai kebaikan, sosok yang penyayang, pengayom dan memiliki kepribadian utama dan
terbaik. Meskipun hal itu sebenarnya bukan bentuk asli dari jati dirinya. Ia berusaha
sebaik mungkin menjalankan perannya dan menyembunyikan jati diri aslinya, karena
itulah tuntutan orang dan lingkungan serta profesinya.
Demikian pula seorang bawahan atau staf dapat bertindak baik, penurut, taat dan
tunduk didepan atasannya, bos atau direkturnya. Ia berusaha menampilkan peran sebagai
bawahan yang baik, meskipun di kesempatan lain ia menyebut atasannya sebagai “tukang
perintah”, otoriter, kurang peduli, dan lain-lain sehingga ia lebih sering main game di
depan komputernya dibandingkan melaksanakan tugas dari atasannya. Namun akan
kembali bekerja dengan baik ketika atasannya muncul secara tiba-tiba.
Dalam ranah yang lain, kita bisa melihat bagaimana seseorang yang bekerja
sebagai aktor juga memakai “topeng” diri orang lain yang diperankannya meski
sebenarnya itu bukan jati dirinya. Pada akhirnya para aktor dan artis akan mengatakan
bahwa hal itu adalah bagian dari tuntutan skenario. Inilah juga gambaran kepribadian
manusia yang seringkali menggunakan “topeng” dan memainkan peran yang lain ketika
di satu tempat dan di tempat lain muncul dengan figur sebenarnya. Akan tetapi, persona
ini dapat menjadi kepribadian sebenarnya jika itu dilakukan secara terus menerus dan
diyakini sebagai sebuah kebaikan dan layak dijadikan jati diri untuk mengubah
kerpibadian buruk dalam diri. Proses ini dikenal dengan perubahan persona menjadi self.
b) Anima dan Animus. Sisi feminim sudah melekat dengan perempuan atau wanita,
sedangkan sisi maskulin adalah hal laki-laki atau kaum pria. Secara fisiologis, laki-laki
mengeluarkan hormon laki-laki, demikian juga dengan perempuan. Namun secara
psikologis, sifat-sifat maskulin dan feminim ada pada keduanya baik laki-laki maupun
perempuan. Bagi laki-laki yang memiliki sisi feminim, ini dinamakan Anima, sedangkan
bagi perempuan yang memiliki sisi maskulin dinamakan animus.
Seorang laki-laki yang lebih menonjolkan sisi feminimnya akan cenderung
bersikap lemah lembut dan menampilkan kelemahlembutannya itu dalam setiap
aktifitasnya. Sedangkan perempuan dengan animusnya akan menampilkan sosok yang
kuat dan sisi maskulin lainnya. Kedua hal ini perlu dipahami secara menyeluruh dan
dijadikan sebagai suatu kekayaan psikologis yang dimiliki masing-masing individu.
Inilah bukti bahwa manusia adalah makhluk yang unik dengan berbagai macam
karakteristik. Kita terkadang menganggap orang yang memiliki kecenderungan kepada
salah satu sisi misalnya laki-laki yang feminim kita bahasakan sebagai manusia yang
kurang wajar, demikian pula sebaliknya pada perempuan. Padahal itu adalah suatu hal
yang wajar dan merupakan kekayaan yang secara psikologis jarang dimiliki orang lain.
c) Bayang-bayang (Shadow) Arketipe ini dalam pandangan Jung merupakan insting-insting
binatang yang diwarisi manusia dalam evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang
lebih rendah. Arketipe ini mengakibatkan munculnya pikiran-pikiran, perasaan-perasaan,
dan tindakan-tindakan yang tidak menyenangkan dan patut dicela masyarakat dalam
kesadaran tingkah laku. Setiap individu memiliki bayang-bayang yang buruk yang
memunculkan tingkah laku yang buruk pula, namun tindakan itu dapat disembunyikan
dari pandangan publik dengan persona atau direpresikan ke dalam ketidksadran kolektif.
Hal ini sifatnya manusiawi dan karena Carl Jung termasuk terpengaruh dari teori
evolusinya Darwin maka ia menganggap bahwa shadow adalah bagian dari warisan
evolusi manusia.
d) Diri (self) Jung memandang “diri” sama dengan psike atau kepribadian secara
keseluruhan. Diri adalah titik pusat kepribadian. Ia akan mempersatukan sistem-sistem
dan memberikan kesatuan, keseimbangan, dan kestabilan pada kepribadian. Ini adalah
proses secara langsung dari setiap individu, yang bekerja melalui aspek kegunaan dan
aspek kreatifitas dari ketidaksadaran yang dibuat menjadi sebuah kesadaran dan program
menjadi aktivitas yang produktif.
Diri atau self adalah tujuan hidup yang terus menerus diperjuangkan. Seperti
arketipe lainnya, ia juga memotivasikan tingkah laku manusia. Pengalaman-pengalaman
religius sejati merupakan bentuk pengalaman paling dekat ke diri (selfhood) yang mampu
dicapai oleh manusia. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila Jung menemukan
bahwa perjuangan ke arah kesatuan dengan dunia melalui praktik ritual keagamaan di
timur lebih maju dibandingkan dengan agama-agama di barat. Konsep ini sangat penting
dalam pembentukan kepribadian manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan
lingkungan sekitar. Karena akan menunjukkan usaha sebenarnya manusia dalam
mencapai tujuan manusia. Diri akan merefleksikan diri manusia sesungguhnya dan
konsep ini merupakan penemuan psikologi Carl Gustav Jung yang terpenting.2

A. Dinamika Kepribadian
a. Kausalitas dan Teleologi
Kausalitas berpendapat nahwa kejadian saat ini berasal dari pengalaman
sebelumnya. Perhatian sangat bergantung pada sudut pandang kausal dalam penjelasan
perilaku orang dewasa ini dalam hal pengalaman anak usia dini. Jung mengkritik freud
karena menjadi satu sisi dalam penekanannya pada kausalitas dan menegaskan bahwa
kausal tidak dapat menjelaskan semua motivasi. Sebaliknya, teleologi berpendapat bahwa
hal ini dimotivasi oleh cita-cita dan aspirasi untuk masa depan yang mengarahkan takdir
seseorang. Adler memegang posisi ini, bersikeras bahwa orang termotivasi oleh persepsi
sadar dan tidak sadar tentang tujuan akhir. Jung kurang kritis terhadap adler dari orang
bebas, tapi dia berkeras dari pada perilaku manusia yang dibentuk oleh kekuatan kausal
dan teleologi, serta bahwa penjelasan kausal harus diimbangi dengan teleogical.
Desakan jung tentang keseimbangan terlihat dalam konsepsi tentang mimpi. Dia
setuju dengan banyak mimpi berasal dari kejadian masa lalu; artinya, mereka disebabkan
oleh telinga-telinga pengalaman. Disisi lain, jung mengklaim bahwa beberapa mimpi
dapat membantu seseorang membuat keputusan tentang masa depan, sama seperti mimpi
membuat temuan penting dalam ilmu pengetahuan alam yang pada akhirnya menghasilan
pilihan kariernya sendiri.
b. Progression dan Regression
Untuk mencapai realisasi diri, maka orang harus menyesuaikan diri tidak hanya
dengan lingkungan luar mereka, tapi juga ke dunia batin mereka. Adaptasi terhadap dunia
luar melibatkan aliran maju energi psikis dan disebut progresif, sedangkan adaptasi pada
dunia batin bergantung pada aliran balik energi psikis dan disebut regresi. Progresif
mendorong seseorang untuk bereaksi secara konsisten terhadap seperangkat kondisi
lingkungan tertentu, sedangkan regresi merupakan langkah mundur yang perlu dalam

2
Feiby Ismail. Pemikiran Carl Gustav Jung Tentang Teori Kepribadian (Implikasinya Terhadap Interaksi
Sosial). dosen tetap pada Jurusan Tarbiyah STAIN Manado. Diakses 2 februari 2021 pukul 11.10.
https://adoc.pub/pemikiran-carl-gustav-jung-tentang-teori-kepribadian-implika.html
pencapaian tujuan yang berhasil. Regresi mengaktifkan jiwa tak sadar, bantuan penting
dalam pemecahan sebagian besar masalah. Sendiri, perkembangan, maupun regresi tidak
mengarah pada pembangunan. Entah bisa menimbulkan terlalu banyak satu sisi dan
kegagalan dalam adaptasi; tapi keduanya, bekerja sama, dapat mengaktifkan proses
pengembangan kepribadian yang sehat.3

3
Nur Fatwakiningsih. 2020. Teori Psikologi Kepribadian Manusia. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Hlm.52-54

Anda mungkin juga menyukai