DOSEN PEMBIMBING
Hj. ANIK FARIDAH, M.Pd
Disusun oleh :
Nur Rukayah (2020130320040)
1
BAB II
PEMBAHASAN.
1
Prayitno, “Konseling Integritas”, Padang, UNP, 2013, hal 85.
2
W.S.Winkel, “Bimbingan dan Konseling”, Jakarta, Gramedia , 2005,hal 34.
3
Desi.ratna,”konseling multikultural”http//www.scrip.com/dokumen/371552800/KONSELING-
MULTIKULTURAL,13februari 2022.pukul 07.12 WIB
4
Brown. J. D,”Understunding Research In Second Language Learning1”,New York, Crambridge
University Press, 1988, hal 55
2
konselor dan konseling yang berbeda budaya sehingga perlunya pemahan
untuk keduanya terhadap konsep dan budaya agar proses konseling berjalan
dengan baik. Konseling multikultural, ialah proses bantuan kemanusiaan
pribadi yang memperhatikan bekerjanya faktor budaya dan bagaimana
menjadikan faktor budaya ini untuk kelancaran proses bantuan dan untuk
keberhasilan dalam pencapaian tujuannya, yaitu memajukan perkembangan
kepribadian individu.
5
Palmer, Stephen & Laungani, Pittu.”Counseling In A Multicultural Society”, London, Sage
Publisher,2008,Hal97-109.
3
2. Model Integratif (Integrative Model)
Berdasarkan uji coba model terhadap orang kulit hitan Amerika,
Jones merumuskan empat kelas variabel sebagai suatu panduan
konseptual dalam konseling model integratif, yakni sebagai berikut :
A. Reaksi terhadap tekanan-tekanan rasial (reactions to racial
oppression).
B. Pengaruh budaya mayoritas (influence of the majority culture).
C. Pengaruh budaya tradisional (influence of traditional culture).
D. Pengalaman dan anugrah individu dan keluarga (individual and
family experiences and endowments).
Menurut Jones, pada kenyataannya sungguh sulit untuk
memisahkan pengaruh semua kelas variabel tersebut. Menurutnya, yang
menjadi kunci keberhasilan konseling adalah asesmen yang tepat
terhadap pengalaman-pengalaman budaya tradisional sebagai suatu
sumber perkembangan pribadi. Budaya tradisional yang dimaksud
adalah segala pengalaman yang memfasilitasi individu berkembangan
baik secara disadari ataupun tidak.
4
C. Hambatan konseling dan psikotrapi multikulturalisme.
Hambatan-hambatan yang menjadi tidak efektifnya proses konseling
yang terkait dengan budaya klien dan konselor adalah:6
1. Nilai budaya.
Seorang konselor profesional harus mempertimbangkan apakah
ada alasan-alasan sosial politik, budaya, atau biologis untuk gejala-
gejalanya yang melatar belakangi perilaku konseling.
Dalam beberapa studi ditemukan bahwa nilai budaya membuat
seseorang lebih diterima untuk beberapa populasi, misalnya jika kita
datang ke sebuah tempat dengan budaya yang berbeda namun kita tidak
bisa menyesuaikan diri maka kita akan sulit diterima.
kebanyakan konselor hanya mempertimbangkan aspek-aspek
internal dari klien saja tetapi mengabaikan beberapa aspek eksternal
klien salah satunya nilai budaya yang dianut klien. Nilai budaya
seseorang sangat ditentukan oleh faktor sosial ekonominya, hal ini juga
yang menjadi salah satu hambatan dalam proses konseling,
Dapat dicontohnya misalnya masalah transportasi. Klien yang
status sosial ekonominya kurang dan dia tinggal di daerah yang jauh
dari perkotaan akan mengalami kesulitan dalam perjalanannya menuju
tempat konseling yang berada di perkotaan. Sebagai konselor
seharusnya dapat melakukan kunjungan rumah, namun banyak konselor
yang merasa segan, takut dan tidak nyaman karena dalam
pandangannya klienlah yang membutuhkan konselor sehingga dia yang
harus datang pada konselor.
2. Bahasa.
Dengan beragamnya bahasa, dianggap akan menyulitkan proses
konseling, karena di dalamnya membutuhkan verbalisasi pikiran dan
perasaan supaya klien dapat menerima bantuan yang diperlukan. Hal ini
6
Rubi.rimonda,”bimbingan dan konseling”,
http://rubirimonda11.blogspot.com/2015/07/konseling-lintas-budayahambatan-dalam.html?m=1,
11 februari 2022, pukul 10.01WIB
5
sejalan dengan teknik pendekatan psikoanalisis oleh Frued tentang
konseling bicara, dimana klien harus mengungkapkan apa yang ada di
pikirannya melalui bicara. Hal ini juga menjadi kendala jika klien tidak
dapat berbahasa nasional, dan hanya menguasai bahasa daerahnya
sendiri. Namun kendala ini dapat diminimalisir dengan adanya seorang
penerjemah, namun diharapkan yang mampu memberikan terjemahan
yang akurat, dan juga diharapkan proses wawacara yang dilakukan
konselor tidak menyalahi aturan keluarga klien misalnya ada garis
patriarkis yang sangat kuat pada budaya keluarga tersebut.
Bahasa menjadi faktor penghambat dalam Konseling Lintas
Budaya apabila:
A. Tingkat penguasaan bahasa sangat kurang
Ada beberapa orang yang memiliki kesulitan dalam
menyusun kosa kata dan tata bahasa umum yang dipakai banyak
orang, sehingga terkadang orang lain kurang mengerti akan apa
yang diucapkannya dan menimbulkan persepsi yang berbeda.
Contoh: konseling yang menyusun kata-kata kurang tepat, misalnya
“makan dia sudah”, maka akan menimbulkan kebingungan bagi
konselor untuk mengartikan ucapan konseli tersebut.
3. Komunikasi Nonverbal
Meskipun faktor bahasa, kelas, dan budaya semua berinteraksi
untuk menciptakan masalah dalam komunikasi antara klien dan
6
konselor minoritas, daerah lain sering diabaikan adalah bahwa perilaku
nonverbal dan konvensi percakapan.
Sebuah gerakan, nada, infleksi, postur, atau kontak mata dapat
meningkatkan atau meniadakan pesan. Konselor mungkin menganggap
bahwa perilaku atau aturan berbicara tertentu bersifat universal dan
memiliki arti yang sama. Ruang pribadi, kontak mata, dan konvensi
mengenai interaksi adalah contoh utama.
Pada umumnya orang tidak menyadari pentingnya bahasa non
verbal. namun, berbagai pengalaman orang-orang sukses dan kajian
ilmiah telah menjelaskan bahwa bahasa tubuh penting untuk dipelajari.
Menurut pakar komunikasi Allan dan Barbara Pease mengatakan
bahwa “seseorang yang melipat tangan ketika mendengar orang lain
berbicara sebenarnya sedang mengirim pesan bahwa dia tertarik untuk
mendengarnya”.7 Sehingga bahasa non verbal berperan sebagai
penyempurna proses komunikasi verbal, membantu memahami lawan
bicara secara mendalam saat terjadinya “Face to face communication”,
dan dapat juga sebagai pengganti pesan verbal.
Contoh komunikasi non verbal ialah menggunakan gerak isyarat,
bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek
seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta
cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi,
dan gaya berbicara.
Budaya asal seseorang amat menentukan bagaimana orang
tersebut berkomunikasi secara nonverbal. Perbedaan ini dapat meliputi
perbedaan budaya Barat-Timur, budaya konteks tinggi dan konteks
rendah, bahasa, dsb. Contohnya, orang dari budaya Oriental cenderung
menghindari kontak mata langsung, sedangkan orang Timur Tengah,
India dan Amerika Serikat biasanya menganggap kontak mata penting
untuk menunjukkan keterpercayaan, dan orang yang menghindari
kontak mata dianggap tidak dapat dipercaya.
7
Alan pease,“The Definitive of Body Languanger”, india, manjul publising house pvt, 2017.
7
4. Stereotipe
Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau
golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice)
yang biasanya tidak tepat. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan
yaitu menyebabkan seorang konselor memandang sesuatu (khususnya
orang lain) menurut kemauan orang yang memandangnya itu
berdasarkan anggapan-anggapan yang sudah tertanam pada dirinya dan
orang tersebut biasanya tidak mau menerima kenyataan-kenyataan yang
berbeda dari anggapan-anggapannya, sehingga hal ini akan mempersulit
proses konseling berjalan dengan baik.
5. Kecenderungan menilai
Penilaian terhadap orang lain memang sering dilakukan oleh
individu-individu yang berkomunikasi. Kecenderungan menilai ini baik
yang menghasilkan penilaian positif ataupun negatif, seringkali
didasarkan pada standar objektif, dan sering pula merangsang
timbulnya reaksi-reaksi baik positif maupun negatif dari pihak yang
menilai. Contohnya: Masih banyak guru-guru pembimbing disekolah
yang mengahdapi siswanya yang melakukan kesalahan kemudian
langsung memberikan penilaian terhadap siswanya tersebut tanpa
mencari tahu apa yang menyebabkan permasalahan itu timbul.
6. Kecemasan.
Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan
budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yang
berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju
ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa,
dimana dan kapan harus berbuat sesuatu.
8
Pada saat melakukan proses konseling masih ada konselor yang
mengalami kecemasan karena hambatan komunikasi dan penyesuaian
dengan kliennya yang berbeda latar belakang budayanya, hal ini
menimbulkan permasalahan sehingga proses konseling akan berjalan
kaku tanpa komunikasi yang lancar.
Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat
terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu
diantisipasi.
7. Isu budaya.
Dalam proses konseling, konselor harus berhati-hati dalam
interaksinya dengan klien, karena banyak isu-isu budaya yang dijunjung
tinggi oleh klien dan itu berpengaruh pada lingkungan klien.
Contohnya: klien dengan budaya patriarkis yang sangat kuat, akan
sangat menyinggung atau membuat salah paham pada salah seorang
kepala keluarga karena konselor hanya akrab dengan anaknya yang
mampu berbahasa nasional. Ini dinilai ”lancang” atau “pamali” karena
melangkahi otoritas kepala keluarga.
9. Keadaan demografi
Keadaan demografi yang meliputi jenis kelamin, umur tempat
tinggal, dan variabel status seperti pendidikan, politik dan ekonomi,
serta variabel etnografi seperti agama, adat, sistem nilai.
9
BAB III
PENUTUP.
A. KESIMPULAN.
Konseling dan psikotrapi multikulturalisme adalah konseling atau terapi yang
dilakukan oleh konselor dan konseling yang berbeda budaya sehingga perlunya
pemahan untuk keduanya terhadap konsep dan budaya agar proses konseling
berjalan dengan baik. Konseling multikultural, ialah proses bantuan
kemanusiaan pribadi yang memperhatikan bekerjanya faktor budaya dan
bagaimana menjadikan faktor budaya ini untuk kelancaran proses bantuan dan
untuk keberhasilan dalam pencapaian tujuannya, yaitu memajukan
perkembangan kepribadian individu.
Model konseling lintas budaya dibagi menjadi tiga, yakni:
1. culture centred model,
2. integrative model, dan
3. ethnomedical model.
Hambatan-hambatan yang menjadi tidak efektifnya proses konseling yang
terkait dengan budaya klien dan konselor adalah:
1. Nilai budaya.
2. Bahasa.
3. Komunikasi Nonverbal
4. Stereotipe
5. Kecenderungan menilai
6. Kecemasan
7. Isu budaya.
8. Nilai-nilai yang mempengaruhi hubungan konseling
9. Keadaan demografi
10
DAFTAR PUSTAKA
Ratna.desi,”konseling multikultural”
http//www.scrip.com/dokumen/371552800/KONSELING-MULTIKULTURAL,
13februari 2022.pukul 07.12 WIB
11