Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BIAS-BIAS KONSELING DALAM KONSEP BUDAYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Konseling Multibudaya

Dosen Pengampu: Farida Ulyani, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Zalfa Fitria (2111010004)


2. Mamlu’atul Azmiya (2111010009)
3. Muhammad Bahruddin (2111010012)
4. Maulida Ayu Lestari (2111010015)

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM (BKPI)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami tujukan puja dan puji syukur kehadirat Yang Maha
Kuasa, Allah SWT karena telah memberikan segala nikmat jasmani maupun rohani,
sehingga kami alhamdulillah bisa menyelesaikan makalah dengan tema “Bias-Bias
Konseling Dalam Konsep Budaya” sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan.
Sebagaimana maksudnya penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Konseling Multibudaya. Pengerjaan tugas ini kami presentasikan
dengan harap dapat menjadi suatu sarana pembelajaran atau edukasi bagi insan
yang membaca dan mendengarkan. Tak lupa, kami juga mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat Dosen Konseling Multibudaya, Ibu Farida Ulyani, M.Pd.
yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga penyelesaian makalah ini
usai.
Dalam penyusunan tugas ini, kami sadar akan segala kekurangan dan
ketidaksempurnaan baik dari segi tulisan, maupun dalam bentuk penyajiannya
(lisan), Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik, saran dan masukan yang
bersifat membangun demi perbaikan penyusunan makalah yang akan datang.

Kudus, 25 November 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Perubahan Fisik Dewasa Akhir/Lansia ........................................................3
B. Intelegensi Dewasa Akhir/Lansia.................................................................4
C. Pekerjaan dan Pensiun Dewasa Akhir/Lansia ..............................................6
D. Kesehatan Mental Dewasa Akhir/Lansia .....................................................8
E. Perkembangan Sosio-Emosional Dewasa Akhir/Lansia ..............................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................12
B. Saran ...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konseling lintas budaya melibatkan konselor dan konseli yang
berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses
konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak
konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar
berjalan efektif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya
dan melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat
mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki keterampilan-keterampilan
yang responsif secara kultural. Dengan demikian, maka konseling
dipandang sebagai “perjumpaan budaya” (cultural encounter) antara
konselor dan klien. Untuk mencapai efektifitas proses konseling, konselor
harus memahami dirinya sendiri, termasuk bias-bias budaya yang ada pada
dirinya. Dapat diasumsikan bahwa semakin banyak kesesuaian
(congruence) antara konselor dengan konseli dalam hal- hal tersebut (baik
yang psikologis maupun yang sosial budaya), maka akan semakin besar
kemungkinan konseling akan berjalan efektif, demikian juga sebaliknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan bias budaya?
2. Mengapa konselor diperlukan dalam memahami bias budaya?
3. Bagaimana perbedaan antara konselor peka budaya dengan konselor
bias budaya?
4. Apa saja jenis-jenis bias budaya?
5. Apa saja faktor penyebab bias budaya?
6. Bagaimana karakteristik konseling bias budaya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari bias budaya.
2. Untuk mengetahui dan memahami perlunya konselor dalam memahami
bias budaya.
3. Untuk mengetahui perbedaan antara konselor peka budaya dengan
konselor bias budaya.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis bias budaya.
5. Untuk mengetahui faktor penyebab bias budaya.
6. Untuk mengetahui karakteristik konseling bias budaya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bias Budaya


Kata bias menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai pembelokan, atau tidak adanya kesamaan atau tidak adanya titik
temu dalam suatu masalah.1 Bias disini merupakan kecenderungan
berprasangka yang menghambat, membelokkan atau mencegah penilaian
yang imparsial. Menurut Margaret Mead budaya adalah sekumpulan sikap
nilai, keyakinan dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang
yang dikomunikasikan dari satu generasu ke generasi yang berikutnya lewat
bahasa atau beberapa saranan berkomunikasi lainnya.2
Berdasarkan penjelasan di atas yang dimaksud dengan bias budaya
adalah tidak adanya kesefahaman terhadap suatu budaya atau saling
memahami budaya yang lain. Bias budaya terjadi karena adanya ketidak
samaan dalam memahami kebenaran atau nilai-nilai budaya. Hal ini terjadi
antara satu dengan yang lain, memahami budaya yang ada dengan
menggunakan kerangka pandangannya sendiri-sendiri. Ketika dua orang
berbeda budaya bertemu dan berkomunikasi baik dengan bahasa verbal
maupun bahasa tubuh, komunikasi yang efektif terjadi apabila memiliki
banyak kesamaan. Sebaliknya, komunikasi yang terjadi diantara dua pihak
yang memiliki banyak perbedaan sulit untuk berjalan efektif. Disinilah
terjadinya bias budaya.
Faktor terpenting yang mendasari bias ini adalah kecenderungan kita
untuk meremehkan, mengecilkan bahkan mengabaikan informasi yang
relevan dan lebih memperhatikan bukti yang lebih menonjol dan konkret
meski tidak reliabel.

1
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke 2, 856.
2
Davit Matsumoto, Pengantar Psikologi Lintas Budaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008)
B. Perlunya Konselor Memahami Bias Budaya
Konseling adalah suatu proses untuk membantu individu mengatasi
hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai
perkembangan yang optimal. Pelayanan konseling yang bias budaya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pelayanan konseling yang bias budaya akan dapat terjadi jika
antara konselor dan konseli mempunyai perbedaan.
2. Konselor sadar bahwa latar belakang kebudayaan yang
dimilikinya berbeda.
3. Konselor mampu mengenali batas kemampuan dan keahliannya.
4. Konselor merasa nyaman dengan perbedaan yang ada antara
dirinya dan konseli dalam bentuk ras, etnik, kebudayaan dan
kepercayaan.
Konseling multi budaya melibatkan konselor dan konseli yang
berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses
konseling sangat rawan oleh tejadinya bias-bias budaya pada pihak konselor
yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif,
maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan
diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas
budaya, dan memiliki keterampilan-keterampilan yang responsif secara
kultural. Dengan demikian, maka konseling dipandang sebagai
“perjumpaan budaya” (cultural encounter) antara konselor dan konseli.
Budaya merupakan sesuatu yang ada dalam setiap diri individu, tidak
ada individu yang tidak memiliki budaya, oleh karena itu konselor yang
peka budaya sangat dibutuhkan dalam pelayanan konseling. Adapun
pengertian dari konselor peka budaya itu sendiri adalah konselor yang
menyadari bahwa secara kultural individu memliki karakteristik yang unik
dan ke dalam proses konseling individu membawa karakteristik unik
tersebut.3

3
Erida. “Bias Budaya Dalam Pelayanan Konseling”. Al-Iryad Jurnal Bimbingan Konseling
Islam. 2019, 3(2), 1-4.
C. Perbedaan Konselor Peka Budaya dan Konselor Bias Budaya
Pemahaman dan penghayatan konselor secara mendalam terhadap
budaya konseli ataupun konselor dapat diartikan sebagai kepekaan budaya
seorang konselor. Kepekaan pada diri konselor sangat penting dimiliki
terutama aplikasinya dalam layanan konseling, karena dengan kepekaan
budaya konselor akan dengan mudah mengakses dinamika ekspersi budaya
konseli yang unik atau sebaliknya. Jika hal itu terjadi maka akan
memunculkan rasa aman bagi klien/ konseli serta konseli akan merasa lebih
percaya diri ketika berkonsultasi.
Menurut Hays & Erford, menyatakan bahwa konselor yang peka
terhadap keberagaman budaya konseli yang dihadapi dalam layanan
konseling ialah konselor yang mengetahui, mengerti, paham dan mampu
meramu konteks budaya serta identitas budaya secara tepat. Untuk memiliki
kepekaan multibudaya konselor dituntut untuk mempunyai pemahaman
yang kaya tentang berbagai budaya diluar budayanya sendiri, khusunya
berkenaan dengan latar belakang budaya klien/konseli. Kepekaan
multibudaya konselor dalam layanan konseling terbangun atas dasar
konstruk empati. Dapat diartikan bahwa kepekaan multibudaya dalam
layanan konseling diartikan sebagai suatu pengetahuan diri konselor untuk
sadar, merasakan, mengerti dan paham terhadap perbedaan atau jarak antara
latar belakang/dunia konseli dan konselor. Dapat diartikan kepekaan juga
sebagai suatu upaya mempersepsikan konseli sebagai suatu individu total
yang terbentuk dari pengalamannya.
Perbedaan konselor bias budaya dan konselor peka budaya yaitu
Konselor bias budaya cenderung memiliki prasangka atau kesalahpahaman
terhadap budaya konseli, yang dapat menghambat proses konseling. Mereka
mungkin tidak menyadari atau tidak nyaman dengan perbedaan budaya
antara diri mereka dan konseli, sehingga mempengaruhi penilaian dan
interaksi mereka. Konselor mungkin kurang sensitif terhadap kebutuhan dan
konteks budaya konseli. Sedangkan konselor peka budaya adalah mereka
yang memiliki kepekaan mendalam terhadap budaya konseli. Mereka
memiliki pemahaman yang kaya tentang berbagai budaya dan dapat
merasakan perbedaan serta jarak antara latar belakang konseli dan diri
mereka sendiri. Konselor yang peka budaya dapat merespons secara
responsif terhadap keberagaman budaya konseli, memahami dinamika
ekspresi budaya klien, dan menciptakan ruang yang aman dan dipercayai
dalam proses konseling. Kepekaan ini memungkinkan konselor untuk
merancang strategi konseling yang sesuai dengan konteks budaya konseli.4
D. Jenis Bias Budaya
Jenis-jenis bias budaya sebagai berikut:
1. Bias kognitif maksudnya kekeliruan sistematis dalam atribusi
yang berasal dari keterbatasan kemampuan kognitif manusia
untuk memproses informasi
2. Bias asimilasi mepresentasikan halangan signifikan untuk
mendapatkan pemikiran yang jernih dan pemecahan problem
yang efektif. Bias asimilasi disini adalah kecenderungan untuk
memecahkan perbedaan antara skema yang ada dengan
informasi baru melalui asimilasi ketimbang akomodasi, meski
denga risiko mendistorsi informasi itu sendiri
3. Bias keterwakilan merupakan setiap kondisi dimana heuritis
keterwakilan menghasilkan kesalahan sistematis dalam
pemikiran atau pemprosesan informasi
4. Bias motivasi dapat diartikan setiap kekeliruan sistematis dalam
atribusi yang berasal dari usaha orang untuk memuaskan
kebutuhan personal, seperti keinginan akan harga diri,
kekuasaan, atau prestise.
Bias budaya terjadi karena adanya ketidak samaan dalam memahami
kebenaran atau nilai-nilai budaya. Hal ini terjadi antara satu dengan yang
lain, memahami budaya yang ada dengan menggunakan kerangka
pandangnya sendiri-sendiri. Faktor terpenting yang mendasari bias ini

4
Nugraha Agung., Dewang Sulistiana, “Kepekaan Multibudaya Bagi Konselor Dalam
Layanan Konseling”. Innovative Counseling, 2017, 1, 9-18.
adalah kecenderungan kita untuk meremehkan, mengecilkan, bahkan
mengabaikan informasi yang relevan (misalnya, data tentang frekuensi
aktual dalam kelompok tertentu) dan fakta statistik abstrak lain, dan lebih
memerhatikan bukti yang lebih menonjol dan konkret meski tidak reliabel.
E. Faktor Penyebab Bias Budaya
Beberapa faktor penyebab terjadinya bias budaya antara lain yaitu:
1. Komunikasi dan Bahasa
Sistem komunikasi, verbal maupun nonverbal, membedakan suatu
kelompok dari kelompok lainnya. Terdapat banyak sekali bahasa verbal
diseluruh dunia ini demikian pula bahasa nonverbal, meskipun bahasa
tubuh (nonverbal) sering dianggap bersifat universal namun
perwujudannya sering berbeda secara lokal.
2. Pakaian dan Penampilan
Pakaian dan penampilan ini meliputi pakaian dan dandanan luar juga
dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara kultural. Makanan dan
Kebiasaan Makan; Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan
memakan makanan sering berbeda antara budaya yang satu dengan
budaya yang lainnya. Subkultur-subkultur juga dapat dianalisis dari
perspektif ini, seperti ruang makan eksekutif, asrama tentara, ruang
minum teh wanita, dan restoran vegetarian.
3. Waktu dan Kesadaran Akan Waktu
Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya satu dengan budaya yang
lainnya. Sebagian orang tepat waktu, dan sebagian lainnya merelatifkan
waktu.
4. Penghargaan dan Pengakuan
Konseling lintas budaya melibatkan konselor dan klien yang berasal dari
latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling
sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang
mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif,
maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan
melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat
mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki keterampilan-
keterampilan yang responsif secara kultural. Dengan demikian, maka
konseling dipandang sebagai “perjumpaan budaya” (cultural
encounter) antara konselor dan klien.
5. Hubungan-Hubungan
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-
hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status,
kekeluargaan,kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan.
6. Nilai dan Norma
Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya
menentukannorma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan.
Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai dari etika kerja
atau kesenanganhingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-
anak; dari penyerahanistri secara kaku kepada suaminya hingga
kebebasan wanita secara total.
7. Rasa Diri dan Ruang
Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa
diekspresikansecara berbeda oleh masing-masing budaya. Beberapa
budaya sangatterstruktur dan formal, sementara budaya lainnya lebih
lentur daninformal. Beberapa budaya sangat tertutup dan menentukan
tempatseseorang secara persis, sementara budaya-budaya lain lebih
terbuka dan berubah.
8. Proses Mental dan Belajar
Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang
aspeklainnya sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan
yangmencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar.
9. Kepercayaan dan sikap
Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-
halsupernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktek keagamaan
atau kepercayaan mereka.
F. Ciri-Ciri Konseling Bias Budaya
Pelayanan Konseling yang Bias Budaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pelayanan konseling yang bias budaya akan dapat terjadi jika antara
konselor dan klien mempunyai perbedaan.
2. Konselor sadar bahwa latar belakang kebudayaan yang dimilikinya.
3. Konselor mampu mengenali batas kemampuan dan keahliannya
4. Konselor merasa nyaman dengan perbedaan yang ada antara dirinya
dan klien dalam bentuk ras, etnik, kebudayaan, dan kepercayaan.
Konseling lintas budaya melibatkan konselor dan klien yang berasal dari
latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat
rawan olehterjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang
mengakibatkan konselingtidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif, maka
konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari
bias-bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan
memiliki keterampilan-keterampilan yang responsif secara kultural.
Dengan demikian, maka konseling dipandang sebagai “perjumpaan
budaya” (cultural encounter) antara konselor dan konseli.5

5
Davit Mastumoto.2008.Pengantar Psikologi Lintas Budaya.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya merupakan segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran
manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya
fisik sekelompok manusia. Bias budaya terjadi karena adanya ketidak
samaan dalam memahami kebenaran atau nilai - nilai budaya. Hal ini terjadi
antara satu dengan yang lain, memahami budaya yang ada dengan
menggunakan kerangka pandangnya sendiri-sendiri. Ketika dua orang
berbeda budaya bertemu dan berkomunikasi baik dengan bahasa verbal
maupun bahasa tubuh, komunikasi yang efektif terjadi apabila memiliki
banyak kesamaan. Sebaliknya, komunikasi yang terjadi diantara dua pihak
yang memiliki banyak perbedaan sulit untuk berjalan efektif. Disinilah
terjadinya bias budaya. Ciri-ciri Pelayanan Konseling yang Bias Budaya
adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan konseling yang bias budaya akan dapat terjadi jika
antarakonselor dan klien mempunyai perbedaan.
2. Konselor sadar bahwa latar belakang kebudayaan yang dimilikinya.
3. Konselor mampu mengenali batas kemampuan dan keahliannya
4. Konselor merasa nyaman dengan perbedaan yang ada antara dirinya
danklien dalam bentuk ras, etnik, kebudayaan, dan kepercayaan.
B. Saran
Sebagai calon konselor profesional, hendaknya mampu memahami
karakteristik konselinya, dan mampu menghindari diri dari bias-bias
budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke 2, 856.
Davit Matsumoto, Pengantar Psikologi Lintas Budaya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008)
Erida. “Bias Budaya Dalam Pelayanan Konseling”. Al-Iryad Jurnal Bimbingan
Konseling Islam. 2019, 3(2), 1-4.
Nugraha Agung,Dewang Sulistiana.(2017).Kepekaan Multibudaya Bagi Konselor
Dalam Layanan Konseling.Innovative Counseling,vol:1,hal.9-18.

Anda mungkin juga menyukai