Anda di halaman 1dari 8

Erida – Bias Budaya dalam Konseling

BIAS BUDAYA
DALAM PELAYANAN KONSELING

Erida
Email : eridasinaro@gmail.com

ABSTRACT

Counseling is a process to help individuals overcome the obstacles to the development of their
personal abilities in order to develop optimally. The counseling process can occur at any time through
individual relationships to express and to appreciate the individual's unique needs, motivations, and
potentials. Cross-cultural counseling involves counselors and clients who come from different cultural
backgrounds, and therefore the counseling process is very vulnerable by the occurrence of cultural
biases on the part of the counselor which results in ineffective counseling. In order for counseling to
run effectively, the counselor is required to have sensitivity to culture and escape from cultural biases,
and to have skills that are culturally responsive. Then counseling is seen as a cultural encounter
(cultural ecounter) between counselor and client.

Keywords: Bias, Culture and Counseling


ABSTRAK
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan
perkembangan kemampuan pribadi yang dimiliki agar dapat berkembang secara optimal. Proses
konseling tersebut dapat terjadi setiap waktu melalui hubungan individu untuk mengungkapkan dan
untuk mengapresiasikan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu
tersebut. Konseling lintas budaya melibatkan konselor dan klien yang berasal dari latar belakang
budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya
pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar konseling berjalan
dengan efektif, maka konselor di tuntut untuk memiliki kepekaan terhadap budaya dan melepaskan
diri dari bias-bias budaya, dan memiliki keterampilan-keterampilan yang responsive secara kultural.
Maka dengan demikian konseling dipandang sebagai perjumpaan budaya (cultural ecounter) antara
konselor dan klien.

Kata kunci : Bias, Budaya dan Konseling

PENDAHULUAN keyakinan, dan perilaku yang dimiliki bersama


Kata bias menurut kamus besar bahasa oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan
Indonesia dapat diartikan sebagai pembelokan, dari satu generasi kegenerasi yang berikutnya
atau tidak adanya kesamaan atau tidak adanya lewat bahasa atau beberapa saranan komonikasi
titik temu dalam suatu masalah. 1 Bias disini lainya. (Davit, 2008)
merupakan kecenderungan berprasangka yang
Sementara yang dimaksud dengan
menghambat, membelokan, atau mencegah
konseling adalah suatu proses untuk membantu
penilaian yang imparsial. Menurut Margaret
individu mengatasi hambatan-hambatan
Mead budaya adalah sekumpulan sikap nilai,
perkembangan dirinya dan untuk mencapai
1
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa perkembangan optimal kemampauan pribadi
Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), Cet. Ke 2, Hal.856

Copyright © 2019, Jurnal Bimbingan dan Konseling| 24


Erida – Bias Budaya dalam Konseling

yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi dan (4) Bias motivasi dapat diartikan setiap
setiap waktu. (Prayitno, Erman Amti, 2008) kekeliruan sistematis dalam atribusi yang
berasal dari usaha orang untuk memuaskan
Berdasarkan penjelasan diatas yang
kebutuhan personal, seperti keinginan akan
dimaksud dengan bias budaya adalah tidak
harga diri, kekuasaan, atau prestise.
adanya kesefahaman terhadap suatu budaya atau
(Firnafirdausia.blogspot.com, 2014).
saling memahami budaya yang lain.
Bias budaya terjadi karena adanya
Dari penjelasan diatas dapat dipahami
ketidak samaan dalam memahami kebenaran
bahwa Pelayanan Konseling yang Bias Budaya
atau nilai - nilai budaya. Hal ini terjadi antara
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Pelayanan
satu dengan yang lain, memahami budaya yang
konseling yang bias budaya akan dapat terjadi
ada dengan menggunakan kerangka pandangnya
jika antara konselor dan klien mempunyai
sendiri-sendiri. Ketika dua orang berbeda
perbedaan. (2) Konselor sadar bahwa latar
budaya bertemu dan berkomunikasi baik dengan
belakang kebudayaan yang dimilikinya. (3)
bahasa verbal maupun bahasa tubuh,
Konselor mampu mengenali batas kemampuan
komunikasi yang efektif terjadi apabila memiliki
dan keahliannya dan (4) Konselor merasa
banyak kesamaan. Sebaliknya, komunikasi yang
nyaman dengan perbedaan yang ada antara
terjadi diantara dua pihak yang memiliki banyak
dirinya dan klien dalam bentuk ras, etnik,
perbedaan sulit untuk berjalan efektif. Disinilah
kebudayaan, dan kepercayaan.
terjadinya bias budaya.
Dalam kajian tentang bias budaya Faktor terpenting yang mendasari bias
terdapat berbagai bentuk bias budaya ini adalah kecenderungan kita untuk
diantaranya; (1) Bias kognitif maksudnya meremehkan, mengecilkan, bahkan
kekeliruan sistematis dalam atribusi yang mengabaikan informasi yang relevan (misalnya,
berasal dari keterbatasan kemampuan kognitif data tentang frekuensi aktual dalam kelompok
manusia untuk memproses informasi; (2) Bias tertentu) dan fakta statistik abstrak lain, dan
asimilasi mepresentasikan halangan signifikan lebih memerhatikan bukti yang lebih menonjol
untuk mendapatkan pemikiran yang jernih dan dan konkret meski tidak reliabel. Disamping itu
pemecahan problem yang efektif. Bias asimilasi faktor terpenting lainya penyebab terjadinya
disini adalah kecenderungan untuk memecahkan bias budaya antara lain yaitu:
perbedaan antara skema yang ada dengan Komunikasi dan Bahasa; Sistem
informasi baru melalui asimilasi ketimbang komunikasi, verbal maupun nonverbal,
akomodasi, meski denga risiko mendistorsi membedakan suatu kelompok dari kelompok
informasi itu sendiri; (3) Bias keterwakilan lainnya. Terdapat banyak sekali bahasa verbal
merupakan setiap kondisi dimana heuritis diseluruh dunia ini demikian pula bahasa
keterwakilan menghasilkan kesalahan sistematis nonverbal, meskipun bahasa tubuh (nonverbal)
dalam pemikiran atau pemprosesan informasi

Copyright © 2019, Jurnal Bimbingan dan Konseling| 25


Erida – Bias Budaya dalam Konseling

sering dianggap bersifat universal namun kerja atau kesenangan hingga kepatuhan
perwujudannya sering berbeda secara local. mutlak atau kebolehan bagi anak-anak;
Pakaian dan Penampilan; Pakaian dan dari penyerahan istri secara kaku kepada
penampilan ini meliputi pakaian dan dandanan suaminya hingga kebebasan wanita secara
luar juga dekorasi tubuh yang cenderung total.
berbeda secara kultural. Makanan dan Rasa Diri dan Ruang; Kenyamanan
Kebiasaan Makan; Cara memilih, menyiapkan, yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa
menyajikan dan memakan makanan sering diekspresikan secara berbeda oleh
berbeda antara budaya yang satu dengan budaya masing-masing budaya. Beberapa budaya
yang lainnya. Subkultur-subkultur juga dapat sangat terstruktur dan formal, sementara
dianalisis dari perspektif ini, seperti ruang budaya lainnya lebih lentur dan informal.
makan eksekutif, asrama tentara, ruang minum Beberapa budaya sangat tertutup dan
teh wanita, dan restoran vegetarian. menentukan tempat seseorang secara
Waktu dan Kesadaran akan waktu; persis, sementara budaya-budaya lain
Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya lebih terbuka dan berubah.
yang satu dengan budaya lainnya. Sebagian Proses mental dan belajar; Beberapa
orang tepat waktu dan sebagian lainnya budaya menekankan aspek perkembangan
merelatifkan waktu. otak ketimbang aspek lainnya sehingga
Penghargaan dan Pengakuan; Suatu cara orang dapat mengamati perbedaan-
untuk mengamati suatu budaya adalah dengan perbedaan yang mencolok dalam cara
memperhatikan cara dan metode memberikan orang-orang berpikir dan belajar.
pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan Kepercayaan dan sikap; Semua
berani, lama pengabdian atau bentuk-bentuk lain budaya tampaknya mempunyai perhatian
penyelesaian tugas. terhadap hal-hal supernatural yang jelas
Hubungan-Hubungan; Budaya juga dalam agama-agama dan praktek
mengatur hubungan-hubungan manusia keagamaan atau kepercayaan mereka.
dan hubungan-hubungan organisasi
berdasarkan usia, jenis kelamin, status, Pembahasan
kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan Pelayanan konseling yang bias budaya
kebijaksanaan. akan dapat terjadi jika antara konselor dan
Nilai dan Norma; Berdasarkan klien mempunyai perbedaan. Konselor sadar
sistem nilai yang dianutnya, suatu bahwa latar belakang kebudayaan yang
budaya menentukan norma-norma dimilikinya. Konselor mampu mengenali
perilaku bagi masyarakat yang batas kemampuan dan keahliannya, Konselor
bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan merasa nyaman dengan perbedaan yang ada
dengan berbagai hal, mulai dari etika

Copyright © 2019, Jurnal Bimbingan dan Konseling| 26


Erida – Bias Budaya dalam Konseling

antara dirinya dan klien dalam bentuk ras, harus sadar akan implikasi diversitas budaya
etnik, kebudayaan, dan kepercayaan. terhadap proses konseling. Karena, budaya
Konseling lintas budaya melibatkan yang dianut sangat mungkin menimbulkan
konselor dan klien yang berasal dari latar masalah dalam interaksi manusia dalam
belakang budaya yang berbeda, dan karena kehidupan sehari-hari, masalah bisa muncul
itu proses konseling sangat rawan oleh akibat interaksi individu dengan
terjadinya bias-bias budaya pada pihak lingkungannya, dan sangat mungkin masalah
konselor yang mengakibatkan konseling terjadi dalam kaitannya dengan unsur-unsur
tidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif, kebudayan yaitu budaya yang dianut oleh
maka konselor dituntut untuk memiliki individu, budaya yang ada di lingkungan
kepekaan budaya dan melepaskan diri dari individu, serta tuntutan-tuntutan budaya lain
bias-bias budaya, mengerti dan dapat yang ada di sekitar individu.
mengapresiasi diversitas budaya, dan Kompetensi minimum yang harus
memiliki keterampilan-keterampilan yang dimiliki konselor yang memiliki wawasan
responsif secara kultural. Dengan demikian, lintas budaya, yaitu a. Keyakinan dan sikap
maka konseling dipandang sebagai konselor yang efektif secara kultural: 1)
“perjumpaan budaya” (cultural encounter) Mereka sadar akan sistim nilai, sikap dan
antara konselor dan klien. bias yang mereka miliki dan sadar batapa ini
Budaya merupakan sesuatu yang ada semua mungkin mempengaruhi klien dari
dalam setiap diri individu, tidak ada individu kelompok minoritas 2)Mereka mau
yang tidak memiliki budaya, oleh karena itu menghargai kebinekaan budaya, mereka
konselor yang peka budaya sangat merasa tidak terganggu kalau klien mereka
dibutuhkan dalam pelayanan konseling. adalah berbeda ras dan menganut keyakinan
Adapun pengertian dari konselor peka yang berbeda dengan mereka 3) Mereka
budaya itu sendiri adalah konselor yang percaya bahwa integrasi berbagai sistem nilai
menyadari bahwa secara kultural individu dapat memberi sumbangan baik terhadap
memiliki karakteristik yang unik dan pertumbuhan terapis maupun klien 4)
kedalam proses konseling individu Mereka ada kapasitas untuk berbagai
membawa karakteristik unik tersebut. (Dedi pandangan dengan kliennya tentang dunia
Supriadi, 2001) tanpa menilai pandangan itu sendiri secara
Penerapan konseling lintas kritis 5) Mereka peka terhadap keadaan
budaya mengharuskan konselor peka dan (seperti bias personal dan keadaan identitas
tanggap terhadap adanya keragaman budaya etnik) yang menuntut adanya acuan klien
dan adanya perbedaan budaya antara klien pada kelompok ras atau budaya masing-
yang satu dengan klien lainnya, dan antara masing b. Pengetahuan konselor yang efektif
konselor sendiri dengan kliennya. Konselor secara multikultural: 1) Mereka mengerti

Copyright © 2019, Jurnal Bimbingan dan Konseling| 27


Erida – Bias Budaya dalam Konseling

tentang dampak konsep penindasan dan serta karakteristik-karakteristik psikologinya,


rasial pada profesi kesehatan mental dan seperti kecerdasan, bakat, sikap, motivasi,
pada kehidupan pribadi dan kehidupan kehendak, dan tendensi-tendensi kepribadian
profesional mereka 2) Mereka sadar akan lainnya. Sejauh ini di Indonesia banyak
hambatan institutional yang tidak memberi diberikan terhadap aspek-aspek psikologi
peluang kepada kelompok minoritas untuk tersebut (terutama pada pihak klien), dan
memanfaatkan pelayanan psikologi secara masih kurang perhatian diberikan terhadap
penuh di masyarakat 3) Meraka tahu betapa latar belakang budaya konselor maupun klien
asumsi nilai dari teori utama konseling yang ikut membentuk perilakunya dan
mungkin berinteraksi dengan nilai dari menentukan efektivitas proses konseling.
kelompok budaya yang berbeda 4) Mereka Misalnya, etnik, afiliasi kelompok,
sadar akan ciri dasar dari konseling lintas keyakinan, nilai-nilai, norma-norma,
kelas/budaya/ berwawasan budaya dan yang kebiasaan, bahasa verbal maupun non-verbal
mempengaruhi proses konseling 5) Mereka dan termasuk bias-bias budaya yang dibawa
sadar akan metoda pemberian bantuan yang dari budayanya. Dapat diasumsikan bahwa
khas budaya (indegenous) 6) Mereka semakin banyak kesesuaian (congruence)
memilki pengetahuan yang khas tentang latar antara konselor dengan klien dalam hal-hal
belakang sejarah, tradisi, dan nilai dari tersebut (baik psikologi maupun sosial-
kelompok yang ditanganinya. c.Keterampilan budaya), maka akan semakin besar
konselor yang efektif secara kultural kemungkinan konseling akan berjalan
1)Mereka mampu menggunakan gaya efektif, dan demikian sebaliknya. (Dedi
konseling yang luas yang sesuai dengan Supriadi, 2001).
sistem nilai dari kelompok minoritas yang Dari penelitian Harrison diketahui
berbeda 2) Mereka dapat memodifikasi dan misalnya bahwa konseli/klien cenderung
mengadaptasi pendekatan konvensional pada lebih menyukai konselor dari ras yang sama.
konseling dan psikoterapi untuk bisa Hal ini sesuai dengan apa yang ada dalam
mengakomodasi perbedaan-perbedaan komunikasi disebut dengan heterophily dan
kultural 3) Mereka mampu menyampaikan homophily. Menurut dia, komunikasi yang
dan menerima pesan baik verbal maupun efektif terjadi apabila dua individu memilki
non-verbal secara akurat dan sesuai 4) dua kesamaan. Sebaliknya, komunikasi yang
Mereka mampu melakukan intervensi “di terjadi diantara dua pihak yang memiliki
luar dinas” apabila perlu dengan berasumsi banyak perbedaan sulit untuk berjalan
pada peranan sebagai konsultan dan agen efektif. Ras dan etnis merupakan identitas
pembaharuan. (Sue Dalam Corey, G. 1997). dasar yang secara tidak disadari mengikat
Konselor bias budaya; Ke dalam proses individu-individu dalam kelompok etnis/ras
konseling, konselor maupun klien membawa yang bersangkutan, yang oleh Carl Gustav

Copyright © 2019, Jurnal Bimbingan dan Konseling| 28


Erida – Bias Budaya dalam Konseling

disebut “ketidaksadaran kolektif” yang Bahkan keduannya tidak memahami dan


bersifat primordial dan diwariskan dari tidak mau berbagi keyakinan-keyakinan
generasi ke generasi. (Anak Agung Ngurah budaya mereka. Oleh sebab itu, pada model
Adhiputra, 2013). ini budaya menjadi pusat perhatian. Artinya,
Konseling pada hakikatnya adalah ilmu fokus utama model ini adalah pemahaman
terapan, dalam arti bahwa konselimg selalu yang tepat atau nilai-nilai budaya yang telah
berupaya menggunakan prinsip-prinsip menjadi keyakinan dan menjadi pola prilaku
keilmuannya untuk melakukan intervensi individu. Dalam konseling ini penemuan dan
dalam rangka membantu individu atau pemahaman konselor dan konseli terhadap
kelompok yang dilayaninya. Sebagai ilmu akar budaya menjadi sangat penting. Dengan
terapan, konseling memakai acuan berbagai cara ini mereka dapat mengevaluasi diri
disiplin ilmu antara lain: psikologi, sosiologi, masing-masing sehingga terjadi pemahaman
antarpologi, pendidikan dan sebagainya. terhadap identitas dan keunikan cara pandang
Namun dari berbagai ilmu, maka psikologi masing-masing. b. Model Integratif Ada
lah yang selama ini dominan mendasari beberapa variabel sebagai suatu panduan
konseling. Kita masih ingat tentang “Konsep konseptual dalam konseling model
Psikologi Konseling “yaitu suatu studi atau integrative, yaitu: 1) Reaksi terhadap
telaah yang memandang konseling lebih tekanan-tekanan rasial 2) Pengaruh budaya
sebagai peristiwa psikologis yaitu hubungan mayoritas 3) Pengaruh budaya tradisional 4)
konselor dan klien yang dilatari oleh nuansa Pengalaman dan anugerah individu dan
psikologis. Bergitu pula, apabila ditinjau dari keluarga Pada kenyataannya memang sulit
tujuannya, konseling pada akhirnya untuk memisahkan pengaruh semua kelas
berurusan dengan pengubahan perilaku yang variabel tersebut karena yang justru yang
tidak lain merupakan kajian ilmu psikologi. menjadi kunci keberhadil konseling adalah
Ada beberapa model konseling lintas asesmen yang tepat terhadap pengalaman-
budaya yaitu: a. Model berpusat pada budaya pengalaman budaya tradisional sebagai suatu
Model berpusat pada budaya didasarkan pada sumber perkembangan pribadi. Budaya
suatu kerangka pikir koresponndensi budaya tradisional yang dimaksud adalah segala
konselor dan konseling. Diyakini, seringkali pengalaman yang memfasilitasi individu
terjadi ketidakjelasan antara asumsi konselor berkembangnya baik secara disadari atapun
dengan kelompok-kelompok konseli tentang tidak. Yang tidak Disadari termasuk apa
budaya, bahkan dalam budayanya sendiri. yang diungkapkan oleh jung dengan istilah
Konseli tidak mengerti keyakinan-keyakinan “Ketidaksadaran Kolektif”, yakni nilai-nilai
budaya yang fundamental konselornya budaya yang diturunkan dari generasi ke
demikian pula konselor tidak memahami generasi. Oleh sebab itu, kekuatan model
keyakinan-keyakinan budaya konselinya. konseling ini terletak pada kemampuan

Copyright © 2019, Jurnal Bimbingan dan Konseling| 29


Erida – Bias Budaya dalam Konseling

mengakses nilai-nilai budaya tradisonal yang diperbolehkan dan mana yang dilarang dalam
dimiliki individu dari berbagai variabel melakukan suatu perbuata. Dan hal ini
diatas c. Model etnomedikal Model ini merupakan akibat dari perbedaan pendapat
merupakan alat konseling transcultural yang dari kedua orang tuanya.
berorientasi pada paradigma memfasilitasi Faktor Penyebab; (a) Adanya perbedaan
dialog terapuetik dan peningkatan latar belakang budaya berbeda yang mendasa
sensitivitas transcultural. Konseling Ras Negro kulit hitam dan kulit putih yang
berwawasan lintas budaya sekarang menjadi sangat berbeda walaupun sama-sama orang
begitu penting, ketika perjumpaan budaya negro; (b) Faktor lingkungan; Pengaruh
dalam masyarakat global menjadi semakin tempat tinggal dari pasangan suami istri
2
terbuka dan hampir tanpa batas. (Supratna, tersebut memiliki latar belakang budaya yang
2011). berbeda walaupun masih dalam satu rasa tau
Kasus konseling lintas budaya; Jeffrey walaupun sama-sama orang negro tetapi
(26 tahun) dan Theresa George (35 tahun) berbeda jenis kulit. (c) Adanya perbedaan
merupakan pasangan suami istriyang telah di persepsi antara keduanya
karuniai tiga orang anak yang masih kecil. Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat
Anak perempuan yang paling besar bernama, bahwa pasangan tersebut memeiliki persepsi
Anamari George (4 tahun). Sedangkan kedua atau pendapat masing-masing tentang
adik laki-lakinya yang kembar bernama membentu suatu keluarga yang ideal. Dalam
Kobin George dan Kabin George (2 tahun). pembagian tugas pihak suami lebih dominan
Secara cultural Jeffrey dan Theresa di dalam melakukan pekerjaan rumah
besarkan dalam budaya yang sangat jauh ketimbang istri. Hal ini terjadi karenan
berbeda. Jeffrey seorang negro kulit hitam persepsi dari pihak istri. hal ini terjadi karena
yang di besarkan pada keluarga yang di persefsiv dari pihak istri yang terkesan santai
siplin ketat dan penuh peraturan. Sedangkan dan bebas, ia berfikir bahwa dulu ia merasa
Theresa yang berkulit putih dibesarkan tidak pernah melakukan pekerjaan rumah tau
dalam keluarga yang cendrung bebas dan pekerjaan berat lainya sehingga ia terbiasa
tidak terlalu ketat dalam dalam peraturan. Ini dengan hal tersebut dan menumpahkan
jugalah menyebabkan perbedaan pandangan pekerjaan tersebut terhadap suaminya seperti
mereka berdua dalam mendidik anak dan sebagai berikut:
juga pembagian tugas. Perbedaan ini a) Pola asuh orang tua dari masing-masing
membuat anak-anak menjadi kebingungan pihak masih digunakan sebagai acuan
dalam memahami aturan keluarga. Mereka dalam keluarga terutama dalam hal
kebingungan dalam memahami mana yang mengasuh anak.

Copyright © 2019, Jurnal Bimbingan dan Konseling| 30


Erida – Bias Budaya dalam Konseling

b) Tidak menyatunya pandangan tentang akan waktu, Penghargaan dan Pengakuan,


penciptaan hubungan yang harmonis Hubungan-Hubungan, Nilai dan Norma,
dalam keluarga Rasa Diri dan Ruang, Proses mental dan
c) Perbedaan konsep hidup antar suami belajar, serta Kepercayaan dan sikap.
istri
Upaya penanganan kasus; Untuk mengatasi KEPUSTAKAAN
kasus tersebut hal utama yang perlu di Anak Agung Ngurah Adhiputra. 2013.
Konseling Lintas Budaya.
lakukan adalah: (1) Menyamakan konsep
Yogyakarta, Graha Ilmu.
antara pasangan suami istri tersebut. Corey, G. 1991. Theory and Practice of Group
Counseling. California.
Perbedaan tersebut harus diselesaikan
Brooks/Cole Publishing Company.
secepatnya kemudian perlu disepakati Davit Matsumoto. 2008. Pengantar Psikologi
Lintas Budaya. Yokyakarta:
norma-norma dan nilai-nilai bersama dalam
Pustaka Pelajar.
keluarga. (2) Pasangan tersebut harus Dedi Supriadi. 2001. Konseling Lintas Budaya.
Pidato Pengukuhan Guru Besar
menyamakan gambaran ideal mereka
Tetap dalam Bidang BK FIP UPI.
tentang sebuah keluarga yang baik bagi Dedi Supriadi. 2001. Konseling Lintas Budaya,;
isu-isu dan Relevansinya di
mereka berdua. (3) Pasangan tersebut perlu
Indonesia, Pidato Pengukuhan
menciptakan struktur keluarga mereka yang Guru Besar Tetap dalam Bidang
BK pada FIP Universitas
baru diman tidak ada pihak yang merasa
Pendidikan Indonesia.
dirugikan. (4) Mengingat anak-anak yang Prayitno, Erman Amti. 2008. Dasar-Dasar
Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
masih kecil dimana sistem kognisi meereka
Asdi Mahasatya.
belum berkembang secara sempurna maka Supriyatna, M. 2011. Bimbingan dan Konseling
Berbasis Kompetensi. Jakarta :
anak-anak cukup menerima secara lansung
Raja Grafindo Persada
kesepakatan yang di hasilkan oleh orang tua Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia.
1989. Kamus Besar Bahasa
mereka, setelah orang tua menyepakati apa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
yang harus dilakukan. http://firnafirdausia.blogspot.com/2014/06/bias-
konseling-dalam-konseling-
lintas.html
Kesimpulan
Bias budaya adalah tidak adanya http://riezkaratna73.blogspot.com/2014/05/kons
eling-lintas-budaya.html
kesefahaman terhadap suatu budaya atau
saling memahami budaya yang lain. Jenis
Bias Budaya: Bias kognitif, Bias asimilasi,
Bias keterwakilan, Bias motivasi. Faktor
terpenting lainya penyebab terjadinya bias
budaya antara lain yaitu: Komunikasi dan
Bahasa, Pakaian dan Penampilan, Makanan
dan Kebiasaan Makan, Waktu dan Kesadaran

Copyright © 2019, Jurnal Bimbingan dan Konseling| 31

Anda mungkin juga menyukai