Anda di halaman 1dari 5

UTS BK LINTAS BUDAYA

NAMA: FADLI DASLIN

A. HAKIKAT BUDAYA

Budaya merupakan hasil pikiran, akal, budi, adat istiadat yang diperoleh dari
hasil belajar dalam kehidupan masyarakat yang kemudian dijadikan milik manusia itu
sendiri, dimana hal tersebut akan mempengaruhi individu dalam berperilaku, cara
berfikir, mempersepsi, menilai merasa, berbicara, hubungan interpersonalnya.
Budaya juga dapat menyangkut ide, nilai, keyakinan, membentuk suatu kebiasaan
individu. Sehingga budaya membuat individu menjadi unik dan berbeda satu sama
lain, karena setiap individu memiliki nilai-nilai yang berbeda.

Konseling lintas budaya merupakan hubungan konseling pada budaya yang


berbeda antara konselor dengan konseli. Dengan makna lain konseling lintas budaya
adalah sebuah “perjumpaan budaya” antara konselor dan konseli. Aspek-aspek
budaya tersebut diantaranya adalah bahasa, adat istiadat, nilai, kepercayaan,
spiritualitas, peran seks, sejarah sosio-politik, dan lain-lain.Aspek-aspek tersebut
memiliki dampak dalam konseling.

Mengapa penting bagi seorang konselor untuk mengetahui dan memahami


budaya yang menjadi latar belakang konseli? Memahami pengaruh nilai budaya,
keyakinan, perilaku dan hal-hal lain terhadap klien jelas penting ketika individu-
individu seperti konselor dan klien dari latar belakang budaya yang berbeda berusaha
membangun hubungan memahami satu sama lain.Hal tersebut berfungsi untuk
minimalisir kesalahpahaman selama proses konseling berlangsung. Apabila proses
konseling dilakukan tanpa memahami kondisi dan latar belakang konseli, maka akan
timbul permasalahan baru. Sehingga, konselor tidak hanya membantu dalam
penemuan solusi pemecahan masalah, namun juga bisa menambah masalah baru bagi
konseli.

B. SUDUT PANDANG ETIK DAN EMIK DALAM PROSES KONSELING

Sudut pandang etik dan emik adalah sebuah sudut pandang dalam menilai suatu
hal baik itu fenomena atau budaya dan lain lain. Di mana dalam dua sudut pandang
ini terdapat dua perbedaan yang besar yaitu sudut pandang etik menilai suatu hal itu
menggunakan sudut pandang orang luar atau dalam menilai sesuatu di gunakan sudut
pandang dari luar fenomena/budaya dari masyarakat itu sendiri. Sedangkan sudut
pandang emik adalah sudut pandang yang menilai sesuatu hal dari dalam ruang
lingkup masyarakat itu sendiri tanpa menggunakan sudut pandang dari luar.

Bagaimana sudut pandang etik dan emik dalam proses konseling? Sudut
pandang etik dalam proses konseling menganggap bahwa teori konseling itu bersifat
universal dan mencoba menemukan perilaku yang sama yang di mana jika di lakukan
proses konseling terdapat treatmen yang sama pada semua budaya dan masyarakat.
Sedangkan sudut pandang emik dalam proses konseling mengacu pada pemeriksaan
perilaku dan norma untuk menentukan apa yang penting dari budaya tersebut terkait
dengan nilai-nilai dan perspektif yang ada dalam budaya tersebut.

Seorang konselor dalam melakukan konseling, konselor harus memandang dari


dua sudut etik dan emik karena dalam konseling seorang konselor itu harus melihat
dari berbagi sudut pandang sebagai pertimbangan dalam proses pengambilan
keputusan yang akan di ambil oleh klien, jadi jika konselor melihat dari berbagai
sudut pandang maka konselor dapat memberikan informasi tentang tantangan dan
hambatan yang lebih luas terkait dengan setiap keputusan yang di ambil oleh
konseli/klien

C. BERSIFAT TERBUKA DALAM PERBEDAAN BUDAYA


Terbuka dalam perbedaan budaya dalam konseling lintas budaya adalah
seorang konselor harus bisa menerima nilai-nilai budaya yang berbeda yang di bawa
oleh seorang konseli, dalam hal ini terkait dengan latar belakang seorang konseli
tersebut. Dalam sesi konseling, kadangkala nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan
konselor cocok dengan nilai-nilai dan keyakinan klien, tetapi seringkali juga tidak.
Jika kita ingin mampu menolong klien yang memiliki nilai-nilai yang berbeda, kita
harus memahami dunia klien dalam konteks system nilai mereka, bukan system nilai
kita. Jika kita tidak bisa menjalankan tugas ini, kita tidak akan bisa melibatkan diri
dengan klien secara empatik, dan apa yang disampaikan klien cenderung
mengganggu, membingungkan, atau menciptakan sekat antara kita dengan klien.
Yang paling parah, kita bisa terlibat perdebatan tentang nilai-nilai moral, bukannya
membantu klien mengurangi kebingungan mereka. Kita tidak memliliki hak untuk
memberlakukan standar nilai-nilai kita terhadap klien. Konselor harus bersikap
terbuka terhadap klien dan mampu bersikap tulus untuk memastikan bahwa
hubungannya tidak dibuat-buat

D. SENSITIFITAS BUDAYA DALAM KONSELING LINTAS BUDAYA


Sensitivitas lintas budaya adalah kualitas menyadari dan menerima budaya dari
lain. Seseorang yang tidak secara budaya sensitif dipidana dengan mengabaikan
perbedaan antara budaya mereka dengan budaya orang lain, dan sebagai akibatnya,
kebodohan dapat mempengaruhi hubungan mereka dan cara berkomunikasi satu sama
lain.
Factor factor kurangnya sensitivitas/kepekaan konseling lintas budaya yaitu
sebagai berikut:
1. Ketidaktahuan perbedaan dalam pola pikir
Budaya yang berbeda melahirkan pola pikir yang berbeda. Berdasarkan system
logika yunani, barat pola pikirnya cukup berbeda dengan orang cina. Orang
barat cenderung “analitik” yang bertentangan dengan kecenderungan orang
orang cina “global”. Selain itu, dalam budaya barat, “to do point” adalah hal
yang di anggap sebagai cara yang dapat di terima dalam komunikasi, sedangkan
di budaya cina, yang implicit lebih di hargai
2. Ketidaktahuan perbedaan nilai, norma, dan keyakinan
System yang mencakup nilai, norma, dan keyakinan membentuk perilaku dari
anggota suatu budaya. System ini memiliki karakteristik yang unik, abadi, dan
relative stabil. Jika komunikator antar budaya tidak mengetahui atau menyadari
adanya system ini, mereka akan merasa sulit untuk menjadi empatik.

E. BIAS DALAM KONSELING LINTAS BUDAYA

Kata bias menurut kamus besar bahasa Indonesia dapat di artikan sebagai
pembelokan, atau tidak adanya kesamaan atau tidak adanya titik temu dalam suatu
masalah. Bias di sini merupakan kecenderungan berprasangka yang menghambat,
membelokkan, atau mencegah penilaian yang imparsial.
Bias budaya terjadi karena adanya ketidak samaan dalam memahami kebenaran
atau nilai-nilai budaya. Hal ini terjadi antara satu dengan yang lain, memahami
budaya yang ada dengan menggunakan kerangka pandangnya sendiri-sendiri. Ketika
dua orang berbeda budaya bertemu dan berkomunikasi baik dengan bahasa verbal
maupun bahasa tubuh, komunikasi yang efektif terjadi apabila memiliki banyak
kesamaan. Sebaliknya, komunikasi yang terjadi di antara dua pihak yang memiliki
banyak perbedaan sulit untuk berjalan efektif. Disinilah terjadi bias budaya.
Faktor-faktor yang mendasari terjadinya bias budaya antara lain: komunikasi
dan bahasa, pakaian dan penampilan, waktu dan kesadaran akan waktu, penghargaan
dan pengakuan, kepercayaan dan sikap, nilai dan norma.

F. KARAKTERISTIK KONSELOR DALAM KONSELING LINTAS BUDAYA


Secara umum dalam konseling lintas budaya Kartadinata (dalam Akhmadi,
2013) menyebutkan bahwa sebagai pendidik psikologis, konselor harus memiliki
kompetensi dalam hal :

1. Memahami kompleksitas interaksi individu-lingkungan dalam ragam kontesk


sosial budaya. Ini berarti seorang konselor haru mempu mengakses,
mengintervensi, dan mengevaluasi keterlibatan dinamis dari keluarga,
lingkungan, sekolah, lembaga sosial dan masyarakat sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap keberfungsian individu di dalam system.
2. Menguasai ragam bentuk intervensi psikologis baik antar maupun intra pribadi
dan lintas budaya.
3. Menguasai strategi dan teknik asesmen yang memungkinkan dapat difahaminya
keberfungsian psikologis individu dan interaksinya dengan lingkungan.
4. Memahami proses perkembangan manusia secara individual maupun secara
sosial. Oleh karena itu, penting bagi konselor secara umum (tidak hanya
untukkonselor multikultural) dapat memiliki kesadaran budaya perlu
memperhatikanberbagai hal yang terkait dengan pemahaman individu dan
lingkungan.Kesadaran budaya yang perlu dimiliki konselor diawali juga
denganpemahamannya terhadap perbedaan budaya konseli.

Anda mungkin juga menyukai