Dosen Pembimbing:
Nama Anggota:
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2020
A. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana pribadi konselor dan keterkaitannya dengan
konseling sadar budaya.
2. Untuk mengetahui bagaimana pemusatan pada faktor individu dan faktor
lingkungan dalam konseling
3. Untuk mengetahui bagaimana cara menghindari sikap-sikap prasangka dan
stereotip yang meliputi; prasangka dan stereotip budaya, prespektif etik dan
emik. Bias budaya (usia, gender, ras dan etnis yang menghambat,
konseling)
4. Untuk mengetahui bagimana peran asesmen dan diagnostik dalam
konseling sadar budaya.
5. Untuk mengetahui bagaimana itu dual dan multi relasi dalam praktik
konseling.
B. URAIAN MATERI
A. pribadi konselor dan keterkaitannya dengan konseling sadar budaya.
1. Konselor lintas Budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimiliki dan
asumsi-asumsi terbaru tentang prilaku manusia
2. Konselor sadar bahwa dia memiliki nilai-nilai sendiri yang dijunjung
tinggi dan akan terus dipertahankan. Disisi lain, konselor juga menyadari
bahwa klien memiliki nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya.
Oleh karena itu, konselor harus bisa menerima nilai-nilai yang berbeda itu
sekaligus mempelajarinya.
3. Konselor lintas budaya sadar terhadap karakteristik konseling secara
umum. Konselor memiliki pemahaman yang cukup mengenai konseling
secara umum sehingga akan membantunya dalam melaksanakan
konseling, sebaiknya konselor sadar terhadap pengertian dan kaidah dalam
melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena pengertian terhadap
kaidah konseling akan membantu konselor dalam memecahkan masalah
yang dihadapi oleh klien.
4. Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan dan mereka
mempunyai perhatian terhadap lingkungannya. Konselor dalam
melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi
untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan dengan
nilai, norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama tertentu. Untuk
mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus mau belajar
dan memperhatikan lingkungan di mana dia melakukan praktik, baik
agama maupun budayanya. Dengan mengadakan perhatian atau observasi,
diharapkan konselor dapat mencegah terjadinya rintangan selama proses
konseling.
5. Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong klien untuk dapat
memahami budaya dan nilai - nilai yang dimiliki konselor. Untuk hal ini
ada aturan main yang harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor
mempunyai kode etik konseling, yang secara tegas menyatakan bahwa
konselor tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada klien. Hal ini
mengimplikasikan bahwa sekecil apapun kemauan konselor tidak boleh
dipaksakan kepada klien. Klien tidak boleh diintervensi oleh konselor
tanpa persetujuan klien.Konselor lintas budaya dan agama dalam
melaksanakan konseling harus mempergunakan pendekatan ekletik.
Pendekatan ekletik adalah suatu pendekatan dalam konseling yang
mencoba untuk menggabungkan beberapa pendekatan dalam konseling
untuk membantu memecahkan masalah klien. Penggabungan ini dilakukan
untuk membantu klien yang mempunyai perbedaan gaya dan pandangan
hidup. Untuk itu konselor harus memiliki wawasan keilmuan yang luas.
Konseling
Dari paparan diatas dapat dianalisi bahwa unsur – unsur pokok yang
perlu diperhatikan dalam konseling lintas budaya adalah :
1. Klien sebagai individu yang unik, yang memiliki unsur – unsur budaya
tertentu yang berpengaruh pada sikap, bahasa, nilai – nilai, pandangan
hidup, dsb.
2. Konselor sebagai individu yang unik juga tidak terlepas dari pengaruh
unsur budaya seperti halnya klien yang dilayani.
3. Dalam hubungan konseling, konselor harus menyadari unsur – unsur
tersebut dan menyadari bahwa unsur – unsur budaya itu akan
mempengaruhi keberhasilan proses konseling.
Pada sumber lain menyebutkan Prasangka atau prejudice berasal dari kata latin
yaitu prejudicium, yang pengertiannya sekarang mengalami perkembangan
sebagia berikut :
Stereotip
Perspektif emik berbeda dengan perspektif etik dalam arti bahwa ia mangakui
dan menekankan norma-norma spesifik-budaya. Seorang psikolog yang
menerapkan perspektif emik – yang semakin menonjol seiring bangkitnya
multikulturalisme – mempertimbangkan perilaku, pikiran dan perasaan seorang
klien di dalam konteks budaya klien sendiri dan bukan menerapan norma budaya
lain pada klien tersebut. Dibandingkan perspektif etik, perspektif emik
memungkinkan kesempatan yang lebih besar kepada psikolog untuk
mengapresiasi dan memahami bagaimana klien dilihat oleh para anggota
kelompok budayanya sendiri. Pendek kata, pendekatan emk menekankan bahwa
individu-individu dari beragam kelompok budaya “haruss dipahami menurut
ukuran (budayanya) sendiri” (Dana, 1993, hlm. 21).
Sebagai catatan samping, Dana (1993) menyebutkan bahwa istilah etik dan
emik diambil dari bidang linguistic dan, khususnya, dari istilah forensic dan
fonetik. Secara histori, para ahli bahasa telah menggunakan istilah fonetik dan
bunyi yang sama untuk semua bahasa dan istilah fonemik untuk bunyi yang
spesifik untuk bahasa tertentu (Dana, 1993; Pike, 1967). Perbedaan antara kedua
istilah tersebut – universitas versus spesifisitas budaya – adalah seperti istilah etik
dan emik yang saat ini digunakan dalam bidang psiologi.
3) Bias budaya: Usia, gender, ras dan etnis yang menghambat konseling
karea kita sebagai warga Negara Indonesia harus berakar pada budaya bangsa
sendiri. Hal ini berarti bahwa penyelenggaraan bimbingan dan konseling harus
dalam masyarakat, di samping kesadaran akan dinamika sosial budaya itu menuju
dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Hal itu semua menjadi tanggung
jawab para konselor dan lembaga pendidikan konselor di seluruh tanah air.
memahami masalah sistem nilai. M. Holaday, M.M. Leach dan Davidson (1994)
2. Sikap Konselor
Para konselor lintas budaya yang tahu tentang kesamaan humanity harus
efektif, maka untuk itu konselor perlu memahami bagaimana dirirnya sendiri
menyadari world view-nya dan dapat world view klien. Sikap konselor dalam
pada diri klien, dan akan menentukan kualitas dan keefektifan proses konseling.
Oleh karena itu, konselor harus menghormati sikap klien, termasuk nilai-nilai
• Dimensi pengetahuan
Sementara itu, Rao (1992) mengemukakan bahwa jika klien memiliki sifat
atau kepercayaan yang salah atau tidak dapat diterima oleh masyarakat dan
tersebut secara halus, tetapi apabila kepercayaan klien berkaitan dengan dasar
filosofi dari kehidupan atau kebudayaan dari suatu masyarakat atau agama klien,
kebudayaan tersebut.
berikut.
Keyakinan
Konselor harus yakin bahwa klien membicarakan martabat persamaan (hak) dan
kepribadiannya. Konselor percaya atas kata dan nilai-nilai klien. Di samping itu
juga yakin bahwa klien membutuhkan kebebasan dan memiliki kekuatan serta
Nilai-nilai
Dalam hal ini konselor harus memiliki keyakinan penuh akan nilai-nilainyadan
Penerimaan
dibuat-buat.
Pemahaman
Konselor memahami klien secara jelas. Dalam hal ini ada empat tingkatan
pemahaman, yaitu (1) pengetahuan tentang tingkah laku, kepribadian, dan minat-
individu, (3) pengetahuan mengenai dunia internal individu, dan (4) pemahaman
Rapport
Empaty
perasaan klien.
3. Persyaratan Konselor Lintas Budaya
dengan klien yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Dalam
teurapetik.
Dalam situasi konseling multi budaya yang lebih penting adalah agar
prasangka-prasangkanya.
umum.
C. RINGKASAN MATERI
Konselor lintas Budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimiliki dan
asumsi-asumsi terbaru tentang prilaku manusia
Konselor sadar bahwa dia memiliki nilai-nilai sendiri yang dijunjung
tinggi dan akan terus dipertahankan.
Konselor lintas budaya sadar terhadap karakteristik konseling secara
umum. Konselor memiliki pemahaman yang cukup mengenai konseling
secara umum sehingga akan membantunya dalam melaksanakan
konseling, sebaiknya konselor sadar terhadap pengertian dan kaidah dalam
melaksanakan konseling.
Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan dan mereka
mempunyai perhatian terhadap lingkungannya.
Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong klien untuk dapat
memahami budaya dan nilai - nilai yang dimiliki konselor.
D. PERTANYAAN
1. Sebutkan dan jelaskan apa saja kompetensi yng wajib dimiliki oleh
konselor lintas budaya!
2. Keberhasilan bantuan konseling sangat di pengaruhi oleh faktor-faktor
bahasa, nilai, stereotip, kelas sosial, suku, dan juga jenis kelamin. Apa saja
unsur-unsur pokok yang perlu di perhatikan dalam konseling lintas budaya
ini.
3. Bagaimana sikap konselor jika mendapati klien yang memiliki sifat atau
kepercayaan yang salah?
E. JAWABAN
2. unsur – unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam konseling lintas budaya
adalah :
Klien sebagai individu yang unik, yang memiliki unsur – unsur budaya
tertentu yang berpengaruh pada sikap, bahasa, nilai – nilai, pandangan
hidup, dsb.
Konselor sebagai individu yang unik juga tidak terlepas dari pengaruh
unsur budaya seperti halnya klien yang dilayani.
Dalam hubungan konseling, konselor harus menyadari unsur – unsur
tersebut dan menyadari bahwa unsur – unsur budaya itu akan
mempengaruhi keberhasilan proses konseling.
3. Jika klien memiliki sifat atau kepercayaan yang salah atau tidak dapat
diterima oleh masyarakat dan konselor akan hal tersebut, maka konselor
kebudayaan dari suatu masyarakat atau agama klien, maka konselor harus
kebudayaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA