Anda di halaman 1dari 20

KUALITAS PRIBADI KONSELOR

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ujian Komprehensif

Dosen Pengampu : Mega Aria Monica, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 7
1. Diastri Deviana Putri 2121020391
2. M. Hanif Tasyah 2121020217

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1445 H / 2024 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas kehadirat Allah Yang Maha Esa atas berkat anugerah
terindahnya sehingga saya dapat terselesainya makalah ini dengan baik,
walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah ini membahas
mengenai “Kualitas Pribadi Konselor”. Semoga pembuatan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuannya.
Dalam pembuatan makalah ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan beberapa
pihak. Untuk itu, kami ucapkan terimakasih kepada
1. Ibu Mega Aria Monica, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah
2. Orang tua dan teman-teman yang telah membantu dan mendukung kami
dalam menyelesaikan makalah ini.
Walaupun dalam penulisan makalah ini terdapat banyak salah dalam
penulisan, sehingga saya meminta maaf yang sebesarnya-besarnya atas
kekurangan makalah ini yang disengaja maupun tidak sengaja sehingga sangat
diperlukannya saran dan kritikan yang membangun untuk menjadi lebih baik
dalam perbaikan makalah.
Bandar Lampung, Maret 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................3
D. Manfaat Penulisan...........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemahaman Diri (Self Knowledge)........................................................................5
B. Kompeten (Competence).........................................................................................5
C. Kesehatan Psikologis Yang Baik...........................................................................6
D. Dapat Dipercaya (Trust Worthiness).....................................................................6
E. Jujur (Honesty)..........................................................................................................7
F. Kekuatan (Strenght)..................................................................................................7
G. Bersikap Hangat (Warm)........................................................................................8
H. Memberikan Respon Aktif (Active Responsiveness)..........................................9
I. Sabar (Patience)........................................................................................................10
J. Kepekaan (Sensitivity).............................................................................................11
K. Kesadaran Holistic (Holistic Awareness)............................................................11
L. Empati (Empathy)....................................................................................................12
M. Respek (Respect)....................................................................................................12
N. Ikhlas (Genuine/Authentic)....................................................................................13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................15
B. Saran...............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang tercantum dalam Menpendikbud. 2014, dinyatakan bahwa
Konselor adalah guru Bimbingan dan Konseling dengan kualifikasi akademik
minimal Sarjana Pendidikan (S1) yang sesuai dengan bidangnya dan telah lulus
pada pendidikan rofesi. Berdasarkan definisi tersebut konselor merupakan
pengampu pelayanan ahli Bimbingan dan Konseling. Mengenai profesi
konselor adalah sebuah profesi yang mulia dan altruistik. Konselor sebagai
sebuah profesi sudah pasti harus memiliki kualitas. Kualitas konselor adalah
kriteria yang dimiliki termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan,
dan nilai-nilai yang dimilikinya tersebut akan memudahkannya dalam
menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan efektif.
Salah satu kualitas konselor adalah kepribadian konselor adalah titik
tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai
dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik. Namun Ketika titik tumpu ini
kuat, maka pengetahuan dan keterampilan akan bekerja secara seimbang
dengan kepribadian yang berpengaruh kepada perubahan perilaku positif dalam
konseling. Kualitas kepribadian berkembang dari perpaduan yang terjadi terus-
menerus antara genetika, konstitusi, pengaruh lngkungan, dan cara-cara unik
orang dalam memadukan semua itu sehingga menjadi pribadi yang khas. Hal
ini menyuratkan bahwa`pembentukan dan pengembangan kualitas kepribadian
konselor tidak terjadi dengan sendirinya atau dalam jangka waktu yang singkat
tetapi merupakan suatu integritas dari kemauan dan kemampuan dirinya untuk
dapat bersikap dan bertindak sebagai konselor profesional.
Kepribadian seorang konselor merupakan faktor yang paling penting
dalam konseling. Beberapa pakar konseling telah mengadakan penelitian
seperti Carkhuff dan Traux (1965), Waren (1960), Virginia Satir (1967).
Semua pakar tersebut menemukan dari penelitiannya yaitu bahwa`keefektifan
konselor banyak ditentukan oleh kualitas pribadinya. Kepribadian konselor
dalam pelaksanaan konseling disinyalir lebih penting dari penggunaan teori

4
dan teknik konseling. Begitupun dalam konseling individual, yang menuntut
peran konselor secara langsung berhadapan face to face dengan konseli
(peserta didik) yang menyiratkan bahwa`pada saat konseling kualitas pribadi
konselor dipertaruhkan dalam hubungan konseling (counseling relationship).
Konseli (peserta didik) yang akan melakukan konseling individual sangat
beragam, disinilah konselor harus menampilkan kualitas pribadi konselor yang
utuh.
Kepribadian tidak terbentuk semata-mata karena pengalaman, tetapi
merupakan suatu integritas dari kemauan dan kemampuan dirinya untuk dapat
bersikap dan bertindak sebagai konselor profesional. Karena kepribadian
konselor ini dirasakan sangat penting adanya dalam proses konseling yang
dilakukan konselor dan konseli, maka disarankan agar konselor terus mengasah
kemampuan diri untuk menyadari bahwa dirinya merupakan seorang helper ,
dengan menyadari fungsi diri maka konselor akan dapat memahami keadaan
konseli dengan lebih baik sehingga terbentuklah kepribadian yang mantap.
Serta para calon konselor/ konselor diharapkan meningkatkan kualitas diri
melalui jalur formal untuk mencapai standar kompetensi tertentu, sedangkan
usaha magang dipakai sebagai model untuk menjembatani antara teori dengan
praktek, sejauh mana kemampuan konselor/ calon konselor dalam
mengimplementasikan studi ilmiahnya terhadap pengalaman-pengalaman di
lapangan. Jalur formal menjadi salah satu media bagi calon konselor untuk
mengembangkan kemampuan keterampilan dan pengetahuan tentang teori,
konsep dan kerangka seorang konselor.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini tersusun dari beberapa pernyataan utama, yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimana pemahaman diri (self knowledge)
2. Bagaimana kompeten (competence)
3. Bagaimana kesehatan psikologis yang baik
4. Bagaimana dapat dipercaya (trust worthiness)
5. Bagaimana jujur (honesty)

5
6. Bagaimana kekuatan (strenght)
7. Bagaimana Bagaimana bersikap hangat (warm)
8. Bagaimana memberikan respon aktif (active responsiveness)
9. Bagaimana sabar (patience)
10. Bagaimana Bagaimana kepekaan (sensitivity)
11. Bagaimana kesadaran holistic (holistic awareness)
12. Bagaimana empati (empathy)
13. Bagaimana respek (respect)
14. Bagaimana ikhlas (genuine/authentic)
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pemahaman diri (self knowledge)
2. Untuk mengetahui kompeten (competence)
3. Untuk mengetahui kesehatan psikologis yang baik
4. Untuk mengetahui dapat dipercaya (trust worthiness)
5. Untuk mengetahui jujur (honesty)
6. Untuk mengetahui kekuatan (strenght)
7. Untuk mengetahui bersikap hangat (warm)
8. Untuk mengetahui memberikan respon aktif (active responsiveness)
9. Untuk mengetahui sabar (patience)
10. Untuk mengetahui kepekaan (sensitivity)
11. Untuk mengetahui kesadaran holistic (holistic awareness)
12. Untuk mengetahui empati (empathy)
13. Untuk mengetahui respek (respect)
14. Untuk mengetahui ikhlas (genuine/authentic)
D. Manfaat Penulisan
1. Agar dapat menambah wawasan tentang pemahaman diri (self
knowledge)
2. Agar dapat menambah wawasan tentang kompeten (competence)
3. Agar dapat menambah wawasan tentang kesehatan psikologis yang baik
4. Agar dapat menambah wawasan tentang dapat dipercaya (trust
worthiness)

6
5. Agar dapat menambah wawasan tentang jujur (honesty)
6. Agar dapat menambah wawasan tentang kekuatan (strenght)
7. Agar dapat menambah wawasan tentang bersikap hangat (warm)
8. Agar dapat menambah wawasan tentang memberikan respon aktif (active
responsiveness)
9. Agar dapat menambah wawasan tentang sabar (patience)
10. Agar dapat menambah wawasan tentang kepekaan (sensitivity)
11. Agar dapat menambah wawasan tentang kesadaran holistic (holistic
awareness)
12. Agar dapat menambah wawasan tentang empati (empathy)
13. Agar dapat menambah wawasan tentang respek (respect)
14. Agar dapat menambah wawasan tentang ikhlas (genuine/authentic)

7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemahaman Diri (Self Knowledge)
Pengetahuan mengenai diri sendiri (self-knowledge) yang bermakna
konselor mengetahui secara baik tentang dirinya, apa yang dilakukan, mengapa
melakukan itu, masalah yang dihadapidan masalah konseli yang terkait dengan
konseling. Kualitas konselor yang tinggi tingkat pengetahuannya terhadap diri
sendiri,menunjukkan karakteristik sebagai berikut:
1. Menyadari kebutuhannya sebagai konselor yakni merasa penting, merasa
dibutuhkan, memiliki kelebihan, terkendali, memiliki kekuasaan, dan tegas
2. Menyadari perasaannya, yakni perasaan terluka, takut, marah, bersalah,
mencintai. Konselor harus menyadari dan mampu mengendalikan
perasaannya selama knseling berlangsung.
3. Menyadari kelebihan dan kekurangan diri konseling.
Seorang konselor tidak dapat membangun hubungan konseling jika tidak
mengenal diri maupun konseli, tidak memahami maksud dan tujuan konseling
serta tidak menguasai proses konseling. Sifat dan karakteristik konseling sangat
menentukan pribadi konselor, idealnya pribadi konselor dapat
mengaktualisasikan diri menjadi pribadi yang bijak dan berorientasi
humanistik, peduli terhadap tuntutan profesi. Dengan kualitas pribadi yang
baik maka tujuan dari konseling diharapkan dapat tercapai, selain itu didukung
oleh kompetensi-kompetensi lainnya seperti kompetensi akademik, sosial dan
profesional.1 Pemahaman tentang diri sendiri ; karakteristik yang ditunjukkan
adalah menyadari kebutuhannya, menyadari perasaannya, menyadari faktor
yang membuat kecemasan dalam konseling dan cara yang dilakukan untuk
mengurangi kecemasan, dan menyadari akan kelebihan dan kekurangan diri.
B. Kompeten (Competence)
Kompetensi (competence) yang mempunyai makna sebagai kualitas fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor untuk
1
Amallia Putri, “Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam Konseling Untuk
Membangun Hubungan Antar Konselor Dan Konseli,” Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia 1,
no. 1 (2016): 10–13.

8
membantu konseli. Kompetensi ini penting bagi seorang konselor, karena
konseli yang datang pada konseling untuk belajar dan dan mengembangkan
kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai hidup yang lebih efektif dan
bahagia.2 Kompetensi, upaya mendapatkan kualitas secara fisik, intelektual,
emosional, sosial dan kualitas moral yang harus dimiliki oleh konselor.
C. Kesehatan Psikologis Yang Baik
Kesehatan psikologis yang baik bagi konselinya atau konselor harus lebih
sehat psikisnya daripada konseli. Keadaan psikologis konselor yang baik,
konselor yang memiliki kesehatan psikologis yang baik memiliki karakteristik,
mencapai kepuasan akan kebutuhannya, proses konseling tidak dipengaruhi
oleh pengalaman masa lalu dan pengalaman pribadi di luar proses konseling
yang tidak memilliki implikasi penting dalam konseling. Karakteristik konselor
yang memiliki kesehatan psikologis yang baik antara lain:
1. Mencapai pemuasan kebutuhannya seperti kebutuhan rasa aman, cinta,
memelihara, kekuatan, seksual, dan perhatian di luar hubungan konseling.
2. Tidak membawa`pengalaman masa lalu dan masalah pribadi di luar
konseling ke dalam konseling.
3. Menyadari titik penyimpangan dn kelemahan yang dapat membantu
mengenal situasi yang terkat dengan masalah.
4. Tidak hanya mencapai kelestarian hidup, tetapi mencapai kehidupan dlam
kondisi yang baik.
D. Dapat Dipercaya (Trust Worthiness)
Dapat dipercaya (trustworthtness), mempunyai makna bahwa konselor
bukansebagai suatu ancaman bagi konseli dalam konseling, akan tetapi sebagai
pihak yang memberikan rasa aman. Dapat dipercaya, konselor dituntut untuk
konsisten dalam ucapan dan perbuatan, memakai ungkapan verbal dan non
verbal untuk menyatakan jaminan kerahasiaan, tidak pernah membuat
seseorang menyesal telah membuka rahasianya. Konselor yang dapat dipercaya
memiliki kualitas sebagai berikut:

2
Siti Haolah and Rima Irmayanti, “Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam
Pelaksanaan Konseling Individual,” Fokus 1, no. 6 (2015): 215–26.

9
1. Dapat dipercaya dan konsisten seperti dalam menepati janji dalam setiap
perjanjian konseling, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.
2. Baik secara verbal maupun nonverbal, menyatakan jaminan kerahasiaan
konseli.
3. Membuat konseli tidak merasa menyesal membuka rahasia dirinya.
4. Bertanggung jawab terhadap semua ucapannya dalam konseling sehingga
konseli mendapatkan lingkungan yang bersifat mendukung.
E. Jujur (Honesty)
Kejujuran (honest) mempunyai makna bahwa konselor harus terbuka,
otentik, dan sejati dalam penempilannya. Kejujuran, konseor bersifat terbuka,
otentik dan penuh keihklasan. Alasan pentingnya kejujuran harus melekat
pada diri konselor yaitu: transparansi atau keterbukaan memudahkan konselor
dan konselinya berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis; kejujuran
yang memungkinkan konselor untuk memberikan umpan balik yang belum
diperhalus; kejujuran konselor merupakan ajakan sejati kepada konseli untuk
menjadi jujur. Konselor yang jujur memiliki kualitas sebagai berikut;
1. Memiliki kongruensi, dalam arti adanya kesesuaian antara kualitas diri
aktual atau nyata (real self) dengan penilaian pihak terhadap dirinya (public
self).
2. Kejujuran dapat menimbulkan kecemasan konseli dan mempersiapkan
untuk menghadapinya.
3. Memiliki pemahaman yang jelas dan beralasan terhadap makna kejujuran.
4. Mengenal pentingnya menghubungkan antara kejujuran positif dan
kejujuran negatif.3
F. Kekuatan (Strenght)
Kekuatan atau daya (strength) yaitu suatu keberanian konselor untuk
melakukan apa yang dikatakan oleh dirinya yang paling dalam, sehingga
dengan kekuatnya tersebut akan dapat membantu konselor dalam keseluruhan
proses konseling. Kekuatan ini diperlukan konselor untuk mengatasi serangan

3
Muskinul Fuad, “Kualitas Pribadi Konselor Urgensi Dan Pengembangannya,” Jurnal
Dakwah Dan Komunikasi 3, no. 2 (2019).

10
dan manipulasi tingkah laku konseli dalam konseling. Konselor dengan
kekuatan yang baik memiliki kualitas sebagai berikut;
1. Mampu menetapkan batasan dan mematuhinya untuk menetapkan hubungan
yang baik dan menggunakan waktu serta tenaga secara efektif dan efisien
2. Dapat mengatakan sesuatu walaupun dirasa sulit dengan membuat
keputusan yang tidak populer.
3. Fleksibel dalam melakukan pendekatan dalam konseling
4. Dapat tetap menjaga jarak dengan konseli, untuk tidak terbawa`emosi yang
timbul pada waktu konseling.
Konselor sebagai pribadi yang berwibawa yaitu perilaku yang berpengaruh
positif terhadap konseli dan memiliki perilaku yang disegani. Konselor yang
berwibawa akan mampu membantu konseli yang mengalami gangguan mental
atau gangguan emosional untuk mengarahkan secara langsung pada konseli
yang memiliki pola berfikir yang tidak rasional.4 emiliki kekuatan untuk
mengayomi klien, kemampuan untuk membuat klien merasa aman yang
ditunjukkan dalam hal memiliki batasan yang kebekuan suasana, berbagi
pengalaman emosional dan memungkinkan klien menjadi peduli beralasan
dalam berpikir, dapat mengatakan sesuatu yang sulit dan membuat keputusan
yang tidak populer, emiliki kekuatan untuk mengayomi klien, kemampuan
untuk membuat klien merasa aman yang ditunjukkan dalam hal memiliki
batasan yang kebekuan suasana, berbagi pengalaman emosional dan
memungkinkan klien menjadi peduli beralasan dalam berpikir, dapat
mengatakan sesuatu yang sulit dan membuat keputusan yang tidak populer,
G. Bersikap Hangat (Warm)
Kehangatan (warmth) yang bermakna sebagai suatu kondisi yang mampu
menjadi pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghbur orang lain. Kehangatan
pada umumnya dikomunikasikan dengan cara-cara nonverbal seperti tekanan
suara, ekspresi mata, mimik wajah, dan isyarat badan. hangatan, merupakan
pada dirinya sendiri. Kehangatan diperlukan dalam konseling karena dapat

4
Masdudi, “Bimbingan Dan Konseling Perspektif Sekolah” (Cirebon : Nurjati Press,
2015),53.

11
mencairkan kebekuan suasana, mengundang untuk berbagai pengalaman
emosional, dan memungkinkan konseli menjadi hangat dengan dirinya sendiri.
Konselor yang memiliki kehangatan , menunjukkan kualitas sebagai berikut:
1. Mendapatkan kehangatan yang cukup dalam kehidupan pribadinya,
sehingga mampu untuk berbagi dengan orang lain
2. Mampu membedakan antara kehangatan dengan kelembaban
3. Tidak menakutkan dan membiarkan orang merasa nyaman dengan
kehadirannya
4. Memiliki sentuhan manusiawi yang mendalam terhadap kemanusiaan
dirinya
H. Memberikan Respon Aktif (Active Responsiveness)
Pendengar yang aktif (active responsiveness), menjadi pendengar yang
aktif bagi konselor sangat penting karena menunjukkan komunikasi dengan
penuh kepedulian, merangsng dan memberanikan konseli untuk bereaksi
secara`spontanterhadap konselor, dan menimbulkan situasi yang yang
mengajarkan serta konseli membutuhkan gagasan-gagasan baru. Konselor
sebagai pendengar yang baik memiliki kualiatas sebagai berikut;
1. Mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan dari kalangannya
sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide, perasaan, dan maslah yang
sebenarnya bukan masalahnya
2. Menantang konseli dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat
membantu
3. Memperlakukan konseli dengan cara-cara yang yang dapat menimbulkan
respon yang bermakna
4. Berkeinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan
konseli dalam konseling.5
Kualitas hubungan konselor dengan konseliyang baik dapat ditunjukkan
melalui kemampuan konselor dalam kongruensi (congruence), empati
(empathy), perhatian secara positif tanpa syarat (unconditional positive

5
Wiwik Dyah Aryani, Iis Salsabila, and Yeti Suparmika, “Ragam Pendekatan Bimbingan
Konseling,” Jurnal Pendiidkan Indonesia 2, no. 5 (2022): 1–10.

12
regard), dan menghargai (respect) kepada konseli. Pendengar yang aktif,
ditunjukkan dengan sikap dapat komunikasi yang sering dilakukan secara non
verbal, dengan tujuan untuk mencairkan berkomunikasi dengan orang di luar
kalangannya sendiri, memberikan perlakukan kepada klien dengan cara yang
dapat memunculkan respons yang berarti, dan berbagi tanggung jawab secara
seimbang dengan klien
I. Sabar (Patience)
Kesabaran yang bermakan bahwa konselor dapat membiarkan situasi-
situasi berkembang secara alami, tanpa memasukkan gagasan-gagasan pribadi,
perasaan, atau nili-nilai secara prematur. Konselor tidak dapat memaksa atau
mempercepat perumbuhan psikologis melebihi kondisi keterbatasan konseli.
Konselor yang saba memiliki kualitas sebagai berikut:
1. Memiliki toeransi terhadap ambiguitas yang terjadi dalam konseling sebagai
konsekuensi dari kompleksnya manusia
2. Mampu berdamoingan dengan konseli, dan membiarkannya untuk
mengikuti arahnya sendiri meskipun mungkin konselor mengetahui adanya
jalan yang lebih singkat
3. Tidak takut akan pemborosan waktu dalam minatnya terhadap pertumbuhan
konseli
4. Dapt mempertahankan tilikan dan pertanyaan yang akan disampaikan dalam
sesi dan digunakan kemudian.
Sikap sabar konselormenunjukkan lebih memperhatikan diri konseli
daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap
dan perilaku yang tidak tergesa-gesa. Kesabaran, sikap sabar ditunjukkan
dengan kemampuan konselor untuk bertoleransi pada keadaan yang ambigu,
mampu berdampingan secara psikologis dengan klien, tidak merasa boros
waktu, dan dapat menunda pertanyaan yang akan disampaikan pada sesi
berikutnya.6

6
Laila Tasmara et al., “Kualitas Pribadi Konselor Dalam Menentukan Keberhasilan Proses
Konseling Laila,” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 9, no. 3 (2023): 297–303.

13
J. Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan (sensitivity) mempunyai makna bahwa konselor sadar akan
kehalusan dinamika yang timbul dalam diri konseli dan konselor sendiri.
Kepekaan, memiliki sensitivitas terhadap reaksi dirinya sendiri dalam proses
konseling, dapat mengajukan pertanyaan yang hal yang mudah tersentuh dalam
dirinya. Konselor yang memiliki kepekaan menunjukkan karakteristik sebagai
berikut:
1. Peka terhadap reaksi dirinya sendiri dalam konseling, membacanya secara
refleks, terampil dan penuh perhatian sebagaimana dilakukan terhadap
konseli
2. Mengetahui kapan, di mana, dan berapa lama melakukan penelusuran
konseli
3. Mengajukan pertanyaan dan mengaitkan informasi yang dipandang
mengancam oleh konseli dengan cara-cara yang arif
4. Peka terhadap hal-hal yang mudah tersentuh dalam dirinya
Kebebasan yang sangat penting peranannya dalm konseling dikarenakan
konselor akan memahami konseli lebih nyata, membawa konseli pada
hubungan yang lebih akrab, mengurangi keinginan untuk melawan, dan makin
banyak kebebasan diciptakan dalam konseling, maka makin banyak kebebasan
konseli dalam dirinya sendiri. Kebebasan konselor ditunjukkan dalm kualitas
sebagai berikut:
a. Menempatkan nilai tinggi terhadap kebebasan dalam hidupnya
b. Dapat membedakan antara manipulasi dan edukasi dalam konseling
c. Memahami perbedaan antara kebebasan yang dangkal dengan yang
sesungguhnya dan membantu konseli dalam konseling dengan menghargai
perbedaan itu
d. Mencoba`dan menghargai kebebaan yang benar dalam hubungan konseling.7

7
Rifda El Fiah, “Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling” (Yogyakarta : Idea Press,
2014),21.

14
K. Kesadaran Holistic (Holistic Awareness)
Kesadaran holistik atau utuh bermakna bahwa konselor menyadari
keseluruhan orang (konseli) dan tidak mendekatinya hanya dengan
meneropong dai satu aspek tertentu saja. Kesadaran menyeluruh, memiliki
pandangan secara menyeluruh dalam hal menyadari dimensi kepribadian dan
kompleksitas keterkaitannya, terbuka terhadap teori-teori perilaku. Konselor
yang memiliki kesadaran holistikditandai dengan kualitas sebagai berikut:
a. Sangat menyadari akan dimensi kepribadian dan kompleksitas
keterkaitannya
b. Mencari konsultasi secara tepat dan membuat rujukan secara cerdas
c. Sangat akrab dan terbuka terhadap berbagai teori tentang perilaku dan
bahkan mungkin memiliki teori sendiri.
L. Empati (Empathy)
Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang
dialami orang lain dari sudut pandang mereka. Ini berarti menempatkan diri
pada posisi mereka dan mencoba melihat dunia melalui mata mereka. Empati
melibatkan:
1. Memahami perspektif orang lain: Ini termasuk memahami pikiran, perasaan,
dan pengalaman mereka.
2. Merasakan emosi orang lain: Ini bukan hanya tentang memahami apa yang
mereka rasakan, tetapi juga merasakannya sendiri.
3. Menanggapi dengan cara yang membantu: Ini bisa berupa menawarkan
dukungan emosional, memberikan bantuan praktis, atau hanya
mendengarkan dengan penuh perhatian.8
Manfaat Empati:
a. Membangun hubungan yang lebih kuat: Ketika orang merasa dipahami
dan dihargai, mereka lebih cenderung untuk membangun hubungan yang
kuat dan langgeng.
b. Meningkatkan komunikasi: Empati membantu untuk berkomunikasi
dengan lebih efektif dengan orang lain.

8
Diana Septi Purnama, Landasan Spiritual Bk (Jakarta : Balai Pustaka, 2017,87.

15
c. Mempromosikan kerja sama: Ketika orang dapat memahami dan
menghargai perspektif satu sama lain, mereka lebih cenderung bekerja
sama untuk mencapai tujuan bersama.
d. Meningkatkan kebahagiaan: Penelitian menunjukkan bahwa orang yang
lebih berempati cenderung lebih bahagia dan puas dengan hidup mereka.
Contoh Perilaku Empati:
1) Mendengarkan dengan penuh perhatian
2) Menawarkan kata-kata yang baik
3) Memberikan bantuan praktis
4) Menjadi pendengar yang baik
M. Respek (Respect)
Respek adalah sikap positif atau tindakan penghormatan yang
ditunjukkan kepada seseorang atau sesuatu yang dianggap penting, berharga,
atau dihormati. Ini menunjukkan pengakuan dan penghargaan terhadap
kualitas, nilai, dan hak-hak orang lain. Respek memiliki dua aspek:
1. Perasaan : Ini melibatkan perasaan kagum, penghargaan, atau penerimaan
terhadap seseorang atau sesuatu.
2. Tindakan: Ini menunjukkan sikap hormat melalui perilaku dan tindakan.
Berikut adalah beberapa cara untuk menunjukkan rasa hormat:
a. Menggunakan kata-kata yang sopan dan santun
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian
c. Menghormati pendapat dan keyakinan orang lain.
d. Menjaga privasi orang lain
e. Memperlakukan orang lain dengan kebaikan dan kesopanan.9
N. Ikhlas (Genuine/Authentic)
Ikhlas dalam bahasa Indonesia memiliki makna yang lebih dalam
daripada sekedar "genuine" atau "authentic" dalam bahasa Inggris. Ikhlas bisa
diartikan sebagai:

9
Evi Aeni Rufaedah and Muhammad Ikhwanarropiq, “Kualitas Pribadi Konselor Dalam
Membangun Hubungan Antar Konselor Dan Konseli,” Islamic Guidance and Counseling Journals
3, no. 2 (2022): 52–63.

16
1. Kesucian hati: Melakukan sesuatu dengan niat yang murni dan tulus, tanpa
pamrih atau mengharapkan imbalan apapun, baik berupa materi maupun
pujian.
2. Keikhlasan: Bersikap tulus dan sepenuh hati dalam berbuat sesuatu,
didorong oleh kesadaran dan keimanan.
3. Ketulusan: Sikap yang murni dan tanpa kepalsuan, dikerjakan dengan niat
yang baik dan jujur.
Ikhlas seringkali dikaitkan dengan iman (kepercayaan) dan ibadah
(pengabdian) dalam ajaran agama Islam. Orang yang beriman diharapkan
melakukan segala sesuatu dengan ikhlas, karena pada akhirnya semua amal
perbuatan akan dihitung dan dinilai oleh Tuhan. Namun, ikhlas tidak terbatas
pada ranah agama saja. Ikhlas juga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari, seperti:
a. Bekerja dengan sungguh-sungguh
b. Membantu orang lain
c. Menepati janji:
Secara keseluruhan, ikhlas adalah konsep yang menekankan pada niat dan
ketulusan dalam melakukan sesuatu. Ini adalah kualitas yang penting untuk
dimiliki karena dapat membawa kedamaian dan kepuasan batin.10

10
Mungin Eddy Wibowo, Konselor Profesional Abad 21 (Semarang : Unnes Press,
2019),44.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan pada pembahasan
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan mengenai diri sendiri (self-knowledge) yang bermakna
konselor mengetahui secara baik tentang dirinya, apa yang dilakukan,
mengapa melakukan itu, masalah yang dihadapidan masalah konseli yang
terkait dengan konseling.
2. Kompetensi (competence) yang mempunyai makna sebagai kualitas fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor
untuk membantu konseli.
3. Kesehatan psikologis yang baik bagi konselinya atau konselor harus lebih
sehat psikisnya daripada konseli.
4. Dapat dipercaya (trustworthtness), mempunyai makna bahwa konselor
bukansebagai suatu ancaman bagi konseli dalam konseling, akan tetapi
sebagai pihak yang memberikan rasa aman
5. Kejujuran (honest) mempunyai makna bahwa konselor harus terbuka,
otentik, dan sejati dalam penempilannya.
6. Kekuatan atau daya (strength) yaitu suatu keberanian konselor untuk
melakukan apa yang dikatakan oleh dirinya yang paling dalam, sehingga
dengan kekuatnya tersebut akan dapat membantu konselor dalam
keseluruhan proses konseling.
7. Kehangatan (warmth) yang bermakna sebagai suatu kondisi yang mampu
menjadi pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghbur orang lain.
8. Pendengar yang aktif (active responsiveness), menjadi pendengar yang
aktif bagi konselor sangat penting karena menunjukkan komunikasi
dengan penuh kepedulian, merangsng dan memberanikan konseli untuk
bereaksi secara`spontanterhadap konselor, dan menimbulkan situasi yang
yang mengajarkan serta konseli membutuhkan gagasan-gagasan baru.

18
9. Kesabaran yang bermakan bahwa konselor dapat membiarkan situasi-
situasi berkembang secara alami, tanpa memasukkan gagasan-gagasan
pribadi, perasaan, atau nili-nilai secara prematur.
10. Kepekaan (sensitivity) mempunyai makna bahwa konselor sadar akan
kehalusan dinamika yang timbul dalam diri konseli dan konselor sendiri.
11. Kesadaran holistik atau utuh bermakna bahwa konselor menyadari
keseluruhan orang (konseli) dan tidak mendekatinya hanya dengan
meneropong dai satu aspek tertentu saja.
12. Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang
dialami orang lain dari sudut pandang mereka.
13. Respek adalah sikap positif atau tindakan penghormatan yang ditunjukkan
kepada seseorang atau sesuatu yang dianggap penting, berharga, atau
dihormati.
14. Ikhlas seringkali dikaitkan dengan iman (kepercayaan) dan ibadah
(pengabdian) dalam ajaran agama Islam. Orang yang beriman diharapkan
melakukan segala sesuatu dengan ikhlas, karena pada akhirnya semua
amal perbuatan akan dihitung dan dinilai oleh Tuhan.
B. Saran
Cukup sekian makalah yang dapat disusun, pastilah masih terdapat
banyak kekeliruan di dalamnya. Oleh karena itu kami mohon saran dan kritik
pembaca agar kami dapat menjadi lebih baik lagi.

19
DAFTAR PUSTAKA
Aryani, Wiwik Dyah, Iis Salsabila, and Yeti Suparmika. “Ragam Pendekatan
Bimbingan Konseling.” Jurnal Pendiidkan Indonesia 2, no. 5 (2022): 1–10.
Diana Septi Purnama. Landasan Spiritual Bk. Jakarta : Balai Pustaka, 2017.
Fiah, Rifda El. “Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling.” Yogyakarta : Idea
Press, 2014.
Fuad, Muskinul. “Kualitas Pribadi Konselor Urgensi Dan Pengembangannya.”
Jurnal Dakwah Dan KomunikasI 3, no. 2 (2019).
Haolah, Siti, and Rima Irmayanti. “Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam
Pelaksanaan Konseling Individual.” Fokus 1, no. 6 (2015): 215–26.
Masdudi. Bimbingan Dan Konseling Perspektif Sekolah. Cirebon : Nurjati Press,
2015.
Putri, Amallia. “Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor Dalam Konseling Untuk
Membangun Hubungan Antar Konselor Dan Konseli.” Jurnal Bimbingan
Konseling Indonesia 1, no. 1 (2016): 10–13.
Rufaedah, Evi Aeni, and Muhammad Ikhwanarropiq. “Kualitas Pribadi Konselor
Dalam Membangun Hubungan Antar Konselor Dan Konseli.” Islamic
Guidance and Counseling Journals 3, no. 2 (2022): 52–63.
Tasmara, Laila, Hamdi Al-Hafidz, Rohiyati Berutu, and Akhir Pardamean.
“Kualitas Pribadi Konselor Dalam Menentukan Keberhasilan Proses
Konseling Laila.” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 9, no. 3 (2023): 297–
303.
Wibowo, Mungin Eddy. Konselor Profesional Abad 21. Semarang : Unnes Press,
2019.

20

Anda mungkin juga menyukai