Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Hakikat Konseling dan Kebudayaan

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Dan Konseling Berbasis
Nilai-Nilai Budaya Sunda
Dosen Pengampu : Rima Irmayanti, M.Pd.

Disusun oleh : Kelompok 1


Qori Sayidah Mulkiyah (21010011)
Alifia Andini ( 21010071)
Sopia Ranti (21010222)
Siti Ainun Habibah (21010004)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) SILIWANGI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan keberkahan
rahmat serta hidayahnya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ Hakikat Konseling dan Kebudayaan “. Tak lupa shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkah pada nabi besar kita yakni Nabi Muhammad
SAW.

Penulis mengucapkan banyak syukur kepada Allah SWT atas segala


limpahannya, baik itu berupa kesehatan fisik atau akal pikiran , sehingga penulis
dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Sunda.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca, agar makalah ini nantinya dapat menjadi lebih baik lagi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Sunda yakni Ibu Rima Irmayanti, M. Pd yang
telah memberikan penugasan untuk menyusun makalah ini.

Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Cimahi, 14 Maret 2023

Penyusun,
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
A. Latar Belakang .....................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan Pembahasan .............................................................................
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................
A. BIMBINGAN DAN KONSELING......................................................
1. Pengertian bimbingan dan konseling...............................................
2. Komponen Bimbingan dan Konseling.............................................
3. Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling....................................
B. HAKIKAT KEBUDAYAAN ..............................................................
1. Pengertian Kebudayaan....................................................................
2. Unsur-unsur Kebudayaan.................................................................
3. Pengertian Pendidikan Multikultural (Budaya)...............................
4. Dasar Pendidikan Multikultural.......................................................
5. Keterkaitan Konselor dengan Pendidikan Multikultural (Budaya)..
BAB III PENUTUP .........................................................................................
A. Kesimpulan ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Bimbingan dan Konseling (BK) Merupakan suatu hubungan profesional
antara konselor dengan konseli yang bertujuan memandirikan konseli. Konselor
sebagai pendidik bidang Bimbingan dan Konseling memiliki standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor dalam menjalankan tugas profesional. Sosok
utuh kompetensi konselor yang mencakup kompetensi akademik dan profesional
merupakan satu keutuhan dalam menjalankan tugas baik di sekolah maupun di
luar sekolah. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat
pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Menurut Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008, kompetensi akademik
konselor merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yaitu:
memahami secara mendalam konseli yang dilayani, menguasai landasan dan
kerangka teoritik bimbingan dan konseling, menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan mengembangkan pribadi dan
profesionalitas konselor secara berkelanjutan. Hal tersebut menjadi landasan yang
penting dalam menjalankan tugas sebagai konselor.
Konselor sebagai tenaga pendidik psikis (psychoeducator) tidak lepas
melakukan interaksi dengan konseli, sehingga memiliki peran strategis dalam
menghadapi keragaman dan perbedaan yang ada termasuk perbedaan budaya.
Keragaman budaya (multikultural) merupakan peristiwa alami karena bertemunya
berbagai budaya, interaksi yang beragam antara individu dan kelompok dengan
membawa perilaku budaya dan memiliki cara hidup yang berlainan dan spesifik.
Keragaman budaya konseli seperti berbeda budaya, latar belakang keluarga,
agama dan etnis tersebut saling berinteraksi dalam komunitas sekolah dan hal
tersebut memerlukan pemahaman budaya. Jadi dibutuhkan kompetensi
multibudaya dalam keragaman yang ada.
Berbekal kompetensi dan penguasaan ragam bentuk intervensi psikologis
baik antar pribadi maupun intra pribadi dalam lintas budaya, maka konselor
diharapkan memiliki kecerdasan budaya. Hal tersebut diharapkan mampu
mencegah timbulnya konflik, perseteruan dan kecurigaan satu sama lain yang
seharusnya konselor mampu menghormati, saling peduli dan peka terhadap
perbedaan yang ada. Kecerdasan budaya menjadi kemampuan konselor yang
harus dimiliki dalam membantu konseli yang berbeda budaya. Menurut Juris G.
Draguns, peran konselor dalam proses memandirikan merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan perkembangan konseli. Oleh karena itu dalam proses
layanan konseling yang diberikan konselor perlu memiliki pemahaman yang
mendalam terhadap konseli.
Mahasiswa BK sebagai calon konselor dalam menjalankan perkuliahan
telah mulai belajar berinteraksi dalam keberagaman budaya yang ada, yaitu tidak
lepas dari komunikasi dan interaksi dengan sesama. Mahasiswa BK melakukan
interaksi tidak hanya berhadapan dengan individu yang berasal dari budaya yang
sama namun dengan individu yang berbeda budaya, maka pola interaksi menjadi
lebih beragam dan bertambah sulit. Hal tersebut disebabkan karena adanya
perbedaan dalam pola-pola interaksi tertentu antara satu individu dengan individu
lain yang berasal dari budaya yang berbeda. Budaya dalam setiap etnis memiliki
bahasa, tradisi dan adatistiadat yang berbeda, sehingga etnis memiliki pengaruh
dalam budaya seorang individu sedangkan di Indonesia terdapat kurang lebih 300
ragam etnis yang tersebar. Perwujudan dari budaya adalah bendabenda atau hasil
yang diciptakan oleh manusia berupa pola-pola perilaku, bahasa, religi, seni,
organisasi sosial dan lainnya. Hal ini terwujud dari cara berpikir dan berperilaku
dalam komunikasi seharihari. Perilaku dalam komunikasi, baik komunikasi verbal
dan nonverbal sangat dipengaruhi oleh budaya. Oleh sebab itu, agar mahasiswa
BK sebagai calon konselor yang nantinya menghadapi konseli yang berbeda
budaya mampu berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif, maka perlu
mengembangkan kecerdasan budaya. Kecerdasan budaya menjadi penting
dimiliki oleh konselor agar pelaksanaan proses konseling menjadi lebih efektif.
Hal ini disebabkan oleh kemampuan konselor dalam mengembangkan strategi
konseling yang sesuai dengan budaya konseli. Kemampuan tersebut mampu
membantu konseli dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi tanpa terkendala
adanya bias budaya dan perbedaan-perbedaan yang muncul bersama konselor.
Pengalaman awal perkuliahan yang dialami peneliti dengan sesama rekan
di kelas BK bahwa terdapat kurang lebih delapan etnis di dalam kelas. Misal saat
berkenalan, rekan-rekan dari berbagai budaya melakukan penghormatan dengan
cara yang berbeda-beda. Ada yang dengan cara membungkukkan badan,
memeluk, mencium, menjabat tangan, menunduk dan bahkan dengan cara
berdiam diri. Adanya perbedaan pola- perilaku membuat individu akan berbeda
pula cara menanggapi pola interaksi yang terjadi. Hal tersebut membuktikan
bahwa perlu mengetahui kecerdasan budaya agar sebagai calon konselor mampu
menerima nilai-nilai dan pola-pola perilaku dari sudut pandang budaya yang
berbeda, sehingga konseling yang dilakukan dapat berjalan secara efektif tanpa
terkendala adanya bias budaya. Hal tersebut juga mampu menghindarkan adanya
kesalahpahaman atau perpecahan antar etnis sehingga terhindar dari konflik yang
marak terjadi di kalangan masyarakat Indonesia.
Adanya permasalahan tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian
mengenai kecerdasan budaya. Melalui pengetahuan dan pemahaman yang
komprehensif tentang elemen-elemen budaya suatu komunitas, maka akan
memudahkan individu dalam mengapresiasi sebab munculnya pola perilaku dan
pola interaksi dalam suatu budaya dan bagaimana dapat berbeda antara satu
budaya dengan budaya lain. Pengetahuan tersebut juga akan menghindarkan
individu dari sikap etnosentris, yaitu suatu sikap yang menilai budaya orang lain
berdasarkan budaya individu sendiri dan mengganggap budaya sendiri lebih baik
daripada budaya individu lain. Hal tersebut memudahkan individu menerima
nilai-nilai dan pola-pola perilaku dari sudut pandang budaya yang bersangkutan.

B. Rumusan Masalah
Dari judul makalah ini, dapat di identifikasi ada beberapa yang akan dIbahas
yaitu diantaranya:
1. Apakah Pengertian Bimbingan dan Konseling ?
2. Bagaimanakah Komponen-komponen Bimbingan dan Konseling ?
3. Apa saja Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling ?
4. Apakah Pengertian Kebudayaan ?
5. Bagaimanakah Unsur-unsur Kebudayaan ?
6. Apakah Pengertian Pendidikan Multikultural (Budaya) ?
7. Apa saja Dasar Pendidikan Multikultural (Budaya)
8. Bagaimana Keterkaitan Konselor dengan pendidikan Multikultural
(Budaya) ?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk memahami Hakikat Bimbingan dan Konseling


2. Untuk memahami Pengertian dari Kebudayaan
3. Untuk memahami Unsur-unsur dari kebudayaan
4. Untuk memahami Pendidikan Multikultural Budaya
5. Untuk mengetahui Bagaimana keterkaitan konselor dengan Multikultural
(Budaya)
BAB II
PEMBAHASAN

A. BIMBINGAN DAN KONSELING


1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Kata “Budaya” berasal dari Bahasa Sansekerta “Buddhayah”, yakni bentuk
jamak dari “Budhi” (akal). Jadi, budaya adalah segala hal yang bersangkutan dengan
akal. Selain itu kata budaya juga berarti “budi dan daya” atau daya dari budi. Jadi
budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya artinya pikiran, akal budi,
hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.2
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari kata guidance dan
counseling dalam bahasa Inggris. Arti dari kedua istilah itu baru dapat ditangkap
dengan tepat, bila ditinjau apa yang dimaksudkan dengan kedua kata asli dalam
bahasa Inggris. Dalam kamus bahasa Inggris Guidance dikaitkan dengan kata dasar
guide, yang artinya: menunjukkan jalan memimpin, menuntun, memberikan petunjuk,
mengatur dan mengarahkan, atau memberikan nasihat.
Menurut Dunsmoor dan Miller (dalam Abu Bakar M. Luddin,
2009),bimbingan adalah membantu individu untuk memahami dan menggunakan
secara luas kesempatan-kesempatan pendidikan, jabatan dan pribadi yang merekan
miliki atau dapat mereka kembangkan, dan sebagai bentuk bantuan yang sistematik,
dimana siswa dibantu untuk dapat memperoleh penyesuaian yang baik terhadap
sekolah dan terhadap lingkungannya.
Kemudian bimbingan menurut C. Patterson, yaitu: Proses yang melibatkan
hubungan antar pribadi antara seorang konselor dengan satu atau lebih klien dimana
konselor menggunakan metode-medote psikologis atas dasar pengetahuan sistematika
tentang kepribadian manusia dalam upaya meningkatkan kesehatan mental klien”.
Selanjutnya menurut Shertzer dan Stone “Konseling adalah interaksi yang terjadi
antara dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien. Interaksi ini
terjadi dalam susana profesional, dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk
memudahkan perubahanperubahan dalam tingkah laku klien”. Lebih lanjut Menurut
Berdnad & Fullmer “Konseling adalah meliputi pemahaman dan hubungan individu
untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi dan potensi-potensi yang unik
dari individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketiga hal tersebut”.
Selanjutnya Menurut Mc. Daniel (dalam Lahmuddin) “Konseling merupakan
rangkaian pertemuan konselor dengan klien. Dalam pertemuan itu, konselor
membantu klien mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.Tujuan pemberian
bantuan itu adalah agar klien dapat menyusuaikan diri, baik dengan diri maupun
lingkungan”. Pengertian bimbingan secara luas adalah suatu proses pemberian yang
terus menerus dan sistematis kepada individu di dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya agar tercapainya kemampuan untuk dapat memahami dirinya,
kemampuan untuk dapat merealisasikan kemampuan dirinya sesuai dengan potensi
atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dalam lingkungan, baik di
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Sedangkan konseling adalah pertemuan empat mata antara konselor dan
konseling yang berisi usaha yang unik dan manusiawi, yang dilakukan dalam suasana
keahlian dan yang didasarkan atas normo-norma yang berlaku. Di dalam pelayanan
konseling terdapat beberapa bentuk dari konseling itu sendiri antara lain: Konseling
perorangan (individual) dan konseling kelompok (Prayitno dan Erman Amti, 2004).
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara dan teknik pengubahan tingkah laku lainnya oleh seorang ahli (konselor)
kepada individu-individu yang sedang mengalami masalah (klien) yang bermuara
pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Abu Bakar M. Luddin, 2009).
Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan suatu
profesi yang mestinya hanya dilakukan oleh orang-orang yang berkompotensi baik
dari segi ilmu pengetahuan, kemahiran, Pendidikan dan pengalaman. Serta membantu
dalam suatu masalah, memberi jalan penyelesaian dalam masalah yang dihadapi. Ada
hubungan timbal balik antara individu, dimana konselor berusaha untuk mencapai
pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang
dihadapinya yang akan datang. Konselor hanya memberi jalan hasil akhir ada
ditangan konseling itu sendiri.

2. Komponen Bimbingan dan Konseling


Layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan secara keseluruhan
dikemas dalam empat komponen layanan, yaitu komponen: (a) layanan dasar, (b)
layananpeminatan dan perencanaan individual, (c) layanan responsif,dan(d) dukungan
sistem.
a. Layanan Dasar
1) Pengertian
Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh
konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau
kelompok yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dalam rangka
mengembangkan kemampuan penyesuaian diri yang efektif sesuai dengan tahap dan
tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi
kemandirian).
2) Tujuan
Layanan dasar bertujuan membantu semua konseli agar memperoleh
perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh
keterampilan hidup, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat
mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Secara rinci tujuan
pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar (1)
memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, sosial budaya dan agama), (2) mampu mengembangkan keterampilan
untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak
bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3) mampu memenuhi kebutuhan
dirinya dan mampu mengatasi masalahnya sendiri, dan (4) mampu mengembangkan
dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat
dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dalam komponen
layanan dasar antara lain; asesmen kebutuhan, bimbingan klasikal, bimbingan
kelompok, pengelolaan media informasi, dan layanan bimbingan dan konseling
lainnya.
3) Fokus Pengembangan
Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus pengembangan kegiatan yang dilakukan
diarahkan pada perkembangan aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua
ini berkaitan erat dengan upaya membantu peserta didik/konseli dalam upaya
mencapai tugas-tugas perkembangan dan tercapainya kemandirian dalam
kehidupannya.

b. Layanan Peminatan dan Perencanaan Individual


1) Pengertian
Peminatan adalah program kurikuler yang disediakan untuk mengakomodasi
pilihan minat, bakat dan/atau kemampuan peserta didik/konseli dengan orientasi
pemusatan, perluasan, dan/atau pendalaman mata pelajaran dan/atau muatan
kejuruan. Peminatan peserta didik dalam Kurikulum 2013 mengandung makna: (1)
suatu pembelajaran berbasis minat peserta didik sesuai kesempatan belajar yang ada
dalam satuan pendidikan; (2) suatu proses pemilihan dan penetapan peminatan belajar
yang ditawarkan oleh satuan pendidikan; (3) merupakan suatu proses pengambilan
pilihan dan keputusan oleh peserta didik tentang peminatan belajar yang didasarkan
atas pemahaman potensi diri dan pilihan yang tersedia pada satuan pendidikan serta
prospek peminatannya; (4)merupakan proses yang berkesinambungan untuk
memfasilitasi peserta didik mencapai keberhasilan proses dan hasil belajar serta
perkembangan optimal dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional; dan (5)
layanan peminatan peserta didik merupakan wilayah garapan profesi bimbingan dan
konseling, yang tercakup pada layanan perencanaan individual. Layanan Perencanaan
individual adalah bantuan kepada peserta didik/konseli agar mampu merumuskan dan
melakukan aktivitas-aktivitas sistematik yang berkaitan dengan perencanaan masa
depan berdasarkan pemahaman tentang kelebihan dan kekurangan dirinya, serta
pemahaman terhadap peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya.
Pemahaman konseli secara mendalam, penafsiran hasil asesmen, dan penyediaan
informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat
diperlukan sehingga peserta didik/konseli mampu memilih dan mengambil keputusan
yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk
keberbakatan dan kebutuhan khusus peserta didik/konseli.
2) Tujuan
Peminatan dan perencanaan individual secara umum bertujuan untuk
membantu konseli agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2)
mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan
dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan (3) dapat
melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman,tujuan, dan rencana yang telah
dirumuskannya. Tujuan peminatan dan perencanaan individual ini dapat juga
dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi peserta didik/konseli untuk merencanakan,
memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan pengembangan pribadi-
sosial oleh dirinya sendiri. Isi layanan perencanaan individual meliputi memahami
secara khusus tentang potensi dan keunikan perkembangan dirinya sendiri.Dengan
demikian meskipun peminatan dan perencanaan individual ditujukan untuk seluruh
peserta didik/konseli, layanan yang diberikan lebih bersifat individual karena
didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-
masing peserta didik/konseli.
Layanan peminatan peserta didik secara khusus ditujukan untuk memberikan
kesempatan kepada peserta didik mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik sesuai dengan minat, bakat
dan/atau kemampuan akademik dalam sekelompok mata pelajaran keilmuan, maupun
kemampuan dalam bidang keahlian, program keahlian, dan paket keahlian.
3) Fokus Pengembangan
Fokus pengembangan layanan peminatan peserta didik diarahkan pada
kegiatanmeliputi; (1) pemberian informasi program peminatan; (2)melakukan
pemetaan dan penetapan peminatan peserta didik (pengumpulan data, analisis data,
interpretasi hasil analisis data dan penetapan peminatan peserta didik); (3) layanan
lintas minat; (4) layanan pendalaman minat; (5)layanan pindah minat; (6)
pendampingan dilakukan melalui bimbingan klasikal, bimbingankelompok, konseling
individual, konseling kelompok, dan konsultasi, (7) pengembangan dan penyaluran;
(8) evaluasi dan tindak lanjut. Konselor atau guru bimbingan dan konseling berperan
penting dalam layanan peminatan peserta didik dalam implementasi kurikulum 2013
dengan cara merealisasikan 8 (delapan) kegiatan tersebut. Dalam penetapan
peminatan peserta didik/konseli SMTA memperhatikan data tentang nilai rapor
SMP/MTs atau yang sederajat, nilai Ujian Nasional SMP/MTs atau yang sederajat,
minat peserta didik dengan persetujuan orang tua/wali, dan rekomendasi guru
Bimbingan dan Konseling/KonselorSMP/MTs atau yang sederajat. Untuk menuju
peminatan peserta didik/konseli yang tepat memerlukan arahan semenjak usia dini,
dan secara sistematis dapat dimulai semenjak menempuh pendidikan formal. Fokus
perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek pribadi, sosial,
belajar dan karir. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain mencakup
pengembangan aspek :(1) pribadi yaitu tercapainya pemahaman diri dan
pengembangan konsep diri yang positif, (2) sosial yaitu tercapainya pemahaman
lingkungan dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif, (3) belajar yaitu
tercapainya efisiensi dan efektivitas belajar, keterampilan belajar, dan peminatan
peserta didik/konseli secara tepat, dan (4) karir yaitu tercapainya kemampuan
mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan pekerjaan, memahami
kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif.
c. Layanan Responsif
1) Pengertian
Layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada peserta didik/konseli
yang menghadapi masalah dan memerlukan pertolongan dengan segera, agar peserta
didik/konseli tidak mengalami hambatan dalam proses pencapaian tugas-tugas
perkembangannya. Strategi layanan responsif diantaranya konseling individual,
konseling kelompok, konsultasi, kolaborasi, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus
(referral).
2) Tujuan
Layanan responsif bertujuan untuk membantu peserta didik/konseli yang
sedang mengalami masalah tertentu menyangkut perkembangan pribadi, sosial,
belajar, dan karir. Bantuan yang diberikan bersifat segera, karena dikhawatirkan dapat
menghambat perkembangan dirinya dan berlanjut ketingkat yang lebih serius.
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya membantu peserta
didik/konseli untuk memahami hakikat dan ruang lingkup masalah, mengeksplorasi
dan menentukan alternatif pemecahan masalah yang terbaik melalui proses interaksi
yang unik. Hasil dari layanan ini, peserta didik/konseli diharapkan dapat mengalami
perubahan pikiran, perasaa, kehendak, atau perilaku yang terkait dengan
perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
3) Fokus Pengembangan
Fokus layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada peserta
didik/konseli yang secara nyata mengalami masalah yang mengganggu
perkembangan diri dan secara potensial menghadapi masalah tertentu namun dia
tidak menyadari bahwa dirinya memiliki masalah. Masalah yang dihadapi dapat
menyangkut ranah pribadi, sosial, belajar, atau karir. Jika tidak mendapatkan layanan
segera dari Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling maka dapat menyebabkan
peserta didik/konseli mengalami penderitaan, kegagalan, bahkan mengalami
gangguan yang lebih serius atau lebih kompleks.Masalah peserta didik/konseli dapat
berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan mengganggu kenyamanan hidup atau
menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau
gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangan. Untuk memahami kebutuhan dan
masalah peserta didik/konseli dapat diperoleh melalui asesmen kebutuhan dan
analisis perkembangan peserta didik/konseli, dengan menggunakan berbagai
instrumen, misalnya angket konseli, pedoman wawancara, pedoman observasi, angket
sosiometri, daftar hadir peserta didik/konseli, leger, inventori tugas-tugas
perkembangan (ITP), psikotes dan alat ungkap masalah (AUM).
d. Dukungan Sistem
1) Pengertian
Ketiga komponen program (layanan dasar, layanan peminatan dan perencanan
individual, dan responsif) sebagaimana telah disebutkan sebelumnya merupakan
pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik/konseli secara
langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan
manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi),
dan pengembangan kemampuan profesional konselor atau guru bimbingan dan
konseling secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan
kepada peserta didik/konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan peserta
didik/konseli dan mendukung efektivitas dan efisiensi pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling.
2) Tujuan
Komponen program dukungan sistem bertujuan memberikan dukungan
kepada konselor atau guru bimbingan dan konseling dalam memperlancar
penyelenggaraan komponen-komponen layanan sebelumnya dan mendukung
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Sedangkan
bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program
pendidikan pada satuan pendidikan. Dukungan sistem meliputi kegiatan
pengembangan jejaring, kegiatan manajemen, pengembangan keprofesian secara
berkelanjutan.
3) Fokus Pengembangan
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor atau guru bimbingan
dan konseling yang meliputi (1) konsultasi, (2) menyelenggarakan program
kerjasama, (3) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan satuan
pendidikan, (4) melakukan penelitian dan pengembangan. Suatu program layanan
bimbingan dan konseling tidak mungkin akanterselenggara dan tujuannya tercapai
bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan yang bermutu, dalam arti dilakukan
secara jelas, sistematis, dan terarah. Pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai
bagian integral dari sistem pendidikan secara utuh diarahkan untuk memberikan
kesempatan kepada konselor atau guru Bimbingan dan Konseling untuk
meningkatkan kapasitas dan kompetensi melalui serangkaian pendidikan dan
pelatihan dalam jabatan maupun kegiatan-kegiatan pengembangan dalam organisasi
profesi Bimbingan dan Konseling, baik di tingkat pusat, daerah, dan kelompok
musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling. Melalui kegiatan tersebut, peningkatan
kapasitas dan kompetensi Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dapat
mendorong meningkatnya kualitas layanan bimbingan dan
konseling.

3. Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling


Bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan mencakup empat bidang
layanan, yaitu bidang layanan yang memfasilitasi perkembangan pribadi, sosial,
belajar, dan karir. Pada hakikatnya perkembangan tersebut merupakan satu kesatuan
utuh yang tidak dapat dipisahkan dalam setiap diri individu peserta didik/konseli.
a. Bimbingan dan konseling pribadi
1) Pengertian
Suatu proses pemberian bantuan dari konselor atau guru bimbingan dan
konseling kepada peserta didik/konseli untuk memahami, menerima, mengarahkan,
mengambil keputusan, dan merealisasikan keputusannya secara bertanggung jawab
tentang perkembangan aspek pribadinya, sehingga dapat mencapai perkembangan
pribadinya secara optimal dan mencapai kebahagiaan, kesejahteraan dan keselamatan
dalam kehidupannya.
2) Tujuan
Bimbingan dan konseling pribadi dimaksudkan untuk membantu peserta
didik/konseli agar mampu (1) memahami potensi diri dan memahami kelebihan dan
kelemahannya, baik kondisi fisik maupun psikis, (2) mengembangkan potensi untuk
mencapai kesuksesan dalam kehidupannya, (3) menerima kelemahan kondisi diri dan
mengatasinya secara baik, (4) mencapai keselarasan perkembangan antara cipta-rasa-
karsa, (5) mencapai kematangan/kedewasaan cipta-rasa-karsa secara tepat dalam
kehidupanya sesuai nilai-nilai luhur, dan (6) mengakualisasikan dirinya sesuai dengan
potensi diri secara optimal berdasarkan nilai-nilai luhur budaya dan agama.
3) Ruang Lingkup
Secara garis besar, lingkup materi bimbingan dan konseling pribadi meliputi
pemahaman diri, pengembangan kelebihan diri, pengentasan kelemahan diri,
keselarasan perkembangan cipta-rasa-karsa, kematangan/kedewasaan cipta-rasa-
karsa, dan aktualiasi diri secara bertanggung jawab. Materi bimbingan dan konseling
pribadi tersebut dapat dirumuskan berdasarkan analisis kebutuhan pengembangan diri
peserta didik, kebijakan pendidikan yang diberlakukan, dan kajian pustaka.
b. Bimbingan dan konseling sosial
1) Pengertian
Suatu proses pemberian bantuan dari konselor kepada peserta didik/konseli
untuk memahami lingkungannya dan dapat melakukan interaksi sosial secara positif,
terampil berinteraksi sosial, mampu mengatasi masalahmasalah sosial yang
dialaminya, mampu menyesuaikan diri dan memiliki keserasian hubungan dengan
lingkungan sosialnya sehingga mencapai kebahagiaan dan kebermaknaan dalam
kehidupannya.
2) Tujuan
Bimbingan dan konseling sosial bertujuan untuk membantu peserta
didik/konseli agar mampu (1) berempati terhadap kondisi orang lain, (2) memahami
keragaman latar sosial budaya, (3) menghormati dan menghargai orang lain, (4)
menyesuaikan dengan nilai dan norma yang berlaku, (5)berinteraksi sosial yang
efektif, (6) bekerjasama dengan orang lain secara bertanggung jawab, dan (8)
mengatasi konflik dengan orang lain berdasarkan prinsip yang saling
menguntungkan.
3) Ruang Lingkup
Secara umum, lingkup materi bimbingan dan konseling sosial meliputi
pemahaman keragaman budaya, nilai-nilai dan norma sosial, sikap sosial positif
(empati, altruistis, toleran, peduli, dan kerjasama), keterampilan penyelesaian konflik
secara produktif, dan keterampilan hubungan sosial yang efektif.
c. Bimbingan dan konseling belajar
1) Pengertian
Proses pemberian bantuan konselor atau guru bimbingan dan konseling
kepada peserta didik/ konseli dalam mengenali potensi diri untuk belajar, memiliki
sikap dan keterampilan belajar, terampil merencanakan pendidikan, memiliki
kesiapan menghadapi ujian, memiliki kebiasaan belajar teratur dan mencapai hasil
belajar secara optimal sehingga dapat mencapai kesuksesan, kesejahteraan, dan
kebahagiaan dalam kehidupannya.
2) Tujuan
Bimbingan dan konseling belajar bertujuan membantu peserta didik untuk (1)
menyadari potensi diri dalam aspek belajar dan memahami berbagai hambatan
belajar; (2) memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif; (3) memiliki motif
yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat; (4) memiliki keterampilan belajar yang
efektif; (5) memiliki keterampilan perencanaan dan penetapan pendidikan
selanjutnya; dan (6) memiliki kesiapan menghadapi ujian.
3) Ruang Lingkup
Lingkup bimbingan dan konseling belajar terdiri atas sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang menunjang efisiensi dan keefektivan belajar pada satuan
pendidikan dan sepanjang kehidupannya; menyelesaikan studi pada satuan
pendidikan, memilih studi lanjut, dan makna prestasi akademik dan non akademik
dalam pendidikan, dunia kerja dan kehidupan masyarakat.
d. Bimbingan dan konseling karir
1) Pengertian
Proses pemberian bantuan konselor atau guru bimbingan dan konseling
kepada peserta didik/ konseli untuk mengalami pertumbuhan, perkembangan,
eksplorasi, aspirasi dan pengambilan keputusan karir sepanjang rentang hidupnya
secara rasional dan realistis berdasar informasi potensi diri dan kesempatan yang
tersedia di lingkungan hidupnya sehingga mencapai kesuksesan dalam kehidupannya.
2) Tujuan
Bimbingan dan konseling karir bertujuan menfasilitasi perkembangan,
eksplorasi, aspirasi dan pengambilan keputusan karir sepanjang rentang hidup peserta
didik/konseli. Dengan demikian, peserta didik akan (1) memiliki pemahaman diri
(kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan; (2) memiliki
pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan
kompetensi karir; (3) memiliki sikap positif terhadap dunia kerja; (4) memahami
relevansi kemampuan menguasai pelajaran dengan persyaratan keahlian atau
keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan; (5)
memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-
ciri pekerjaan, persyaratan kemampuan yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis
pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja; memiliki kemampuan
merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk
memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi
kehidupan sosial ekonomi; membentuk pola-pola karir; mengenal keterampilan,
kemampuan dan minat; memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil
keputusan karir.
3) Ruang Lingkup
Ruang lingkup bimbingan karir terdiri atas pengembangan sikap positif
terhadap pekerjaan, pengembangan keterampilan menempuh masa transisi secara
positif dari masa bersekolah ke masa bekerja, pengembangan kesadaran terhadap
berbagai pilihan karir, informasi pekerjaan, ketentuan sekolah dan pelatihan kerja,
kesadaran akan hubungan beragam tujuan hidup dengan nilai, bakat, minat,
kecakapan, dan kepribadian masing-masing. Untuk itu secara berurutan dan
berkesinambungan, kompetensi karir peserta didik difasilitasi bimbingan dan
konseling dalam setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah.

B. Hakikat Kebudayaan
1. Pengertian Kebudayaan
Budaya merupakan istilah yang banyak dijumpai dan digunakan hampir dalam setiap
aktivitas sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa budaya begitu dekat dengan
lingkungan kita. Kata budaya/kultur (culture) dipandang penting karena kata ini
membentuk dan merupakan bagian dari istilah Pendidikan Multikultural. Bagaimana
kita mendefinisikan budaya akan menentukan arti dari istilah Pendidikan
Multikultural. Tanpa kita mengetahui apa arti budaya/kultur, kita akan sangat sulit
memahami implikasi Pendidikan Multikultur secara utuh. Misalnya, jika budaya
didefinisikan sebagai warisan dan tradisi dari suatu kelompok sosial, maka
Pendidikan Multikultural berarti mempelajari tentang berbagai (multi) warisan dan
tradisi budaya. Namun jika budaya didefinsikan sebagai desain kelompok sosial
untuk bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya, maka satu tujuan
pendidikan multikultural adalah untuk mempelajari tentang berbagai kelompok sosial
dan desain yang berbeda untuk hidup dalam masyarakat yang pluralis (Bullivant,
dalam Banks, 1993: 29). Apa yang terlintas pada pikiran Anda bila istilah ”budaya”,
”kultur” atau ”kebudayaan” itu muncul. Mungkin di pikiran kita terlintas tentang
tarian-tarian, adat istiadat suatu daerah, pakaian adat, rumah adat, lagu-lagu daerah
atau ritual peninggalan masa lalu. Hal ini sangat mungkin berbeda dengan yang
dipikirkan oleh orang Barat ketika mendengar kata yang sama. Di dunia Barat istilah
budaya juga digunakan dalam pengertian yang populer, yaitu budaya tinggi (high
culture) untuk menyebut bidang estetik (keindahan) seperti seni, drama, balet dan
karya sastra dan budaya rendah (low culture) untuk menyebut seni yang lebih populer
seperti musik pop, dan media massa. Namun ada beberapa ciri khas budaya yang
dapat dijadikan petunjuk untuk memperoleh gambaran tentang definisi budaya.
Dalam istilah Inggris, ”budaya” adalah culture, yang berasal dari kata Latin colere
yang berarti “mengolah, mengerjakan” terutama mengolah tanah atau bertani
(Koentjaraningrat, 2000). Hal ini berarti bahwa budaya merupakan aktivitas manusia,
bukan aktivitas makhluk yang lain dan menjadi ciri manusia. Dari sudut antropologi
budaya, mengkategorian temuan artifak yang disebut ”Pithecanthropus Erectus”,
”Homo Soloensis” sebagai manusia atau bukan, didasarkan pada kemampuan artifak
itu saat hidup dalam menciptakan benda budaya. Misalnya Pithecanthropus Erectus
(manusia kera yang berdiri tegak) yang ditemukan di sungai Bengawan Solo,
Sangiran, Solo oleh sebagian ahli sudah dipandang sebagai ”manusia” karena
dipandang ada hubungan dengan diketemukannya kapak di dekat Pithecanthroupus
Pekinensis yang memiliki ciri sama yang diketemukan di Solo dan dipandang satu
jaman masa hidupnya.
2. Unsur-unsur Kebudayaan
E.B. Tylor (1832-1917) memandang budaya sebagai kompleksitas hal yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan serta kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Sedangkan menurut Raymond Williams (1921-1988) budaya meliputi
meliputi organisasi produksi, struktur keluarga, struktur lembaga yang
mengungkapkan atau mengatur hubungan-hubungan sosial, bentuk komunikasi yang
khas dalam anggota masyarakat. Menurut Claude Levi-Strauss, kebudayaan harus
dipandang dalam konteks teori komunikasi yaitu sebagai keseluruhan sistem simbol
(bahasa, kekerabatan, ekonomi, mitos, seni) yang pada berbagai tingkat
memungkinkan dan mengatur komunikasi (Cremers, 1997: 147). Hal ini karena
manusia adalah homo simbolicum. Kita lihat bahwa budaya diartikan selalu dalam
konteks hubungannya sebagai anggota masyarakat.
Koentjaraningrat lebih sistematis dalam memerinci unsur-unsur kebudayaan.
Unsur-unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2000: 2) adalah sebagai berikut:
1. Sistem religi dan upacara keagamaan.
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
3. Sistem pengetahuan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem mata pencaharian hidup.
7. Sistem teknologi dan peralatan.
Secara garis besar unsur-unsur yang berada di urutan bagian atas merupakan
unsur yang lebih sukar berubah daripada unsur-unsur di bawahnya. Namun perlu
diperhatikan, karena ada kalanya sub unsur dari suatu unsur di bawahnya lebih sukar
diubah dari pada sub unsur dari suatu unsur yang tercantum di atasnya. Misalnya sub-
sub unsur hukum waris yang merupakan sub unsur dari hukum (bagian dari unsur
sistem dan organisasi kemasyarakatan) lebih sukar berubah bila dibandingkan dengan
sub-sub unsur arsitektur tempat pemujaan (bagian dari sub unsur prasarana upacara
yang menjadi bagian dari sistem religi). Masjid, gereja, tasbih, kitab suci merupakan
contoh kongkrit sistem religi dan upacara keagamaan. Ada pembagian warisan di
antara keluarga Anda, ada walikota, ada kantor dan tokoh politik, anak SD memakai
seragam merah putih yang kesemuanya itu merupakan contoh sistem dan organisasi
kemasyarakatan. Buku IPS anak SD, ada orang yang menghitung uang kembalian
merupakan contoh kecil dari sistem pengetahuan. Ada orang yang berbahasa Madura,
bahasa Jawa dan ada yang berbahasa Indonesia merupakan bagian dari unsur bahasa.
Panggung seni, ada lukisan, ada gambar reklame yang indah sebagai perwujudan
unsur kesenian. Penjual sayuran, sopir angkot, seorang guru berseragam abu-abu
yang memasuki sekolah, remaja yang memakai seragam pertokoan tertentu yang
semuanya itu merupakan contoh kongkrit unsur sistem mata pencaharian hidup. Ada
komputer, internet, ada cangkul dan sabit, ada Hand Phone merupakan contoh sistem
teknologi dan peralatan. Unsur-unsur yang diurutkan di atas merupakan unsur budaya
yang universal dalam arti ada di manapun, kapan pun dan berlaku pada siapa pun.
Artinya di belahan dunia mana pun ada ketujuh unsur itu. Dalam sejarah manusia
baik yang primitif maupun yang modern ke tujuh unsur itu berlaku pada siapapun
yang dinamakan “manusia”. Kebudayaan memberi pengetahuan dan ide tentang dan
untuk berperilaku. Artinya, orang harus mengetahui jenis pengetahuan dan ide yang
harus digunakan pada jenis perilaku tertentu yang sesuai (untuk berperilaku) dan juga
untuk memahami perilaku tentang apa yang dia lihat (tentang perilaku). Misalnya,
ada kebiasaan orang Tionghoa yang menggunakan sumpit, yang terbuat dari batangan
kayu atau bambu, sebagai alat pengganti senduk ketika mereka makan. Kita perlu
pengetahuan dan ide tentang apa artinya dan aturan apa yang digunakan untuk
menggunakannya. Jika kita adalah anggota kelompok sosial yang menggunakan
sumpit itu, kita akan tahu aturan yang mendasarinya. Kelompok asing lain hanya
dapat melihat perilaku orang Tionghoa yang menggunakan sumpit atau
menanyakannya bagaimana mereka memperoleh ketrampilan seperti itu dan apa
maknanya. Sekalipun demikian, orang asing itu mungkin tidak mempelajari segala
hal tentang penggunaan sumpit namun bila dia hidup dalam jangka waktu lama
dengan kelompok sosial itu maka ia akan menemukan aturan tentang kesabaran dan
etiket sekitar proses sederhana berupa makan dengan menggunakan sumpit. Ini
menunjukkan pada kita bahwa kebutuhan biologis instingtif untuk memuaskan perut
lapar harus dilakukan menurut cara yang yang terprogram secara berbudaya.
3. Pengertian Pendidikan Multikultural (Budaya)
Ketika membahas multikultural atau studi budaya lainnya, maka konsep ethic dan
emic akan selalu muncul. Kedua istilah antropologi ini dikembangkan oleh Pike
(1967). Pike memakai istilah ini untuk menjelaskan dua sudut pandang dalam
mempelajari perilaku multicultural. Ethic adalah sudut pandang dalam mempelajari
budaya dari luar sistem budaya itu, dan merupakan pendekatan awal dalam
mempelajari suatu sistem budaya asing. Sementara emic sebagai sudut pandang
merupakan studi perilaku dari dalam sistem budaya tersebut (Segall, 1990). Ethic
adalah aspek kehidupan yang muncul konsisten pada semua budaya, emic adalah
aspek kehidupan yang muncul dan benar hanya pada satu budaya tertentu. Jadi, ethic
menjelaskan universalitas suatu konsep kehidupan, sedangkan emic menjelaskan
keunikan dari sebuah konsep budaya.
4. Dasar Pendidikan Multikultural
(1) Kesadaran nilai penting keragaman budaya
Perlu peningkatan kesadaran bahwa semua siswa memiliki karakteristik khusus
karena usia, agama, gender, kelas sosial, etnis, ras, atau karakteristik budaya tertentu
yang melekat pada diri masing-masing. Pendidikan multikultural berkaitan dengan
ide bahwa semua siswa tanpa memandang karakteristik budayanya itu seharusnya
memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Perbedaan yang ada itu
merupakan keniscayaan atau kepastian, namun perbedaan itu harus diterima secara
wajar dan bukan untuk membedakan.
(2) Gerakan pembaharuan pendidikan
Ide penting lain dalam Pendidikan Multikultural adalah bahwa sebagia siswa karena
karakteristik tersebut di atas, ternyata ada yang memiliki kesempatan yang lebih baik
untuk belajar di sekolah favorit tertentu, sedangkan siswa dengan karakteristik
budaya yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu. Beberapa karakteristik
institusional dari sekolah secara sistematis menolak kelompok siswa untuk
mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama, walaupun itu dilakukan secara
halus. Dalam arti, dibungkus dalam bentuk aturan yang hanya bias dipenuhi oleh
segolongan tertentu dan tidak bias dipenuhi oleh golongan yang lain. Pendidikan
Multikultural bisa muncul berbentuk bidang studi, program, dan praktek yang
direncanakan lembaga pendidikan untuk merespon tuntutan, kebutuhan, dan aspirasi
berbagai kelompok.
5. Keterkaitan Konselor dengan Pendidikan Multikultural (Budaya)
o Konselor Profesional Adalah Konselor Yang Memiliki Kesadaran
(Kepekaan) Budaya

Konselor harus memiliki kesadaran multi budaya agar bisa mengenali konseli
yang berlatar belakang budaya yang berbeda-beda. Menurut Sue, dkk
(1992), Konselor harus memiliki asumsi, nilai-nilai budaya, dan
kecondongan, keyakinan, dan sikap antara lain yaitu :
1.Konselor budaya tidak menyadari akan pentingnya kepekaan budayanya
2.Konselor budaya yang terampil menyadari bagaimana latar belakang
budaya dan pengalamannya, sikap, dan nilai-nilai serta bias
pengaruh dari psikologi.
3.Konselor budaya yang terampilharus mengenali batas-bataskompetensi
dan keahlian mereka.
4.Konselor berbudaya juga mampumenciptakan rasa nyaman sertatidak
membeda-bedakan ras, etnis,budaya, serta keyakinan
o Konselor harus memiliki keempat kriteria tersebut. Konselor yang
bermartabat ialah konselor yang memilik iculture respect yang baik serta
mampu membuat nyaman konseli yang memiliki latar belakang
budaya.Wolfgang, dkk (2011) menjelaskan sebagai konselor, mampu
mengalihkan perhatian mereka untuk melakukan konseling serta
memasukkan isu-isu lintas budaya yaitu metodeklinis. Selain itu,
mereka juga menggunakan pendekatan konvensional untuk mengintervensi
metode klinis untuk anak-anak usia 0-5 tahun. Mereka juga
mengartikulasikan peran baru bagi konselor dan menyediakan kerangka
kerja baru. Daya (2001) mengatakan bahwa konselor yang
profesional itu mampu mempraktekkan pendekatan konseling yang
efesien sesuai dengan standart profesional konselor yang ada. Selain
itu, juga memiliki responsibilitas budaya yang bagus untuk menangani
konseli yang bermultibudaya. Konselor yang profesional harus memiliki
keterampilan dan teknik konseling yang memadai serta bagaimana
menghadapai masalah dari konseli yang berbeda budaya. Selain itu,konselor
juga perlu mempelajari karakteristik multibudaya darisuku/bangsa lain
untuk merespondengan konseli yang multibudaya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem idea tau


gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-
hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan konseling lintas budaya
merupakan proses pemberian bantuan yang mana antara konselor dengan klien
memiliki latar belakang budaya yang berbeda, seperti nilai-nilai, kepercayaan,
dan lain-lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anak Agung Ngurah Adhiputra. 2013. Konsleling Lintas Budaya. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Corey, G. 1991. Theory And Practice Of Group Counseling. California. Brooks/Cole
Publishing Company.
Dayakisni, Tri & Salis Yuniardi. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang. Umm
Press.
Dedi Supriadi. 2001. Konseling Lintas Budaya: Isu – Isu Dan Relevansinya Di
Indonesia. Bandung. UPI.
Fukuyama, M. A. (1990). “Taking A Universal Approach To Multicultural
Counseling.” Counselor Education And Supervision, 30, 6-17.
Palmer, Stephen & Laungani, Pittu. (2008). Counseling In A Multicultural Society.
London : Sage Publisher.
Supriadi, D. (2001). Konseling Lintas-Budaya: Isu-Isu Dan Relevansinya Di
Indonesia. (Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar). Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Sue, D.W. Dan Sue, D. 2003. Counseling The Culturally Diverse Theory And
Practice. New York John Wiley And Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai