Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, serta
hidayah dan inayah – Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Konseling lintas Budaya”. Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adakah untuk memenuhi tugas mata kuliah “BIMBINGAN KONSELING”.
Disamping itu kami berharap semoga isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami, khususnya para pembaca serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan
dalam materi yang dikaji di dalamnya.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada bapak , selaku dosen
pengampu mata kuliah ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan kemampuan yang
kami miliki. Oleh karena ini, kami meminta kritik dan saran yang bersifat
membangun agar dapat memperbaiki makalah – makalah selanjutnya.
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................ 12
iii
BAB I
PENDALUHUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dilihat dari sisi identitas budaya, konseling lintas budaya merupakan hubungan
konseling pada budaya yang berbeda antara konselor dengan konseli. Burn (1992)
menjelaskan cross cultural counseling is the process of counseling individuals
who are of different culture/cultures than that of the therapist. Oleh sebab itu
menurutnya sensitivitas konselor terhadap budaya konseling menjadi sangat
penting. Ia menegaskan:
Dalam pandangan Rendon (1992) perbedaan budaya bisa terjadi pada ras atau
etnik yang sama ataupun berbeda. Oleh sebab itu definisi konseling lintas budaya
yang dapat dijadikan rujukan adalah sebagai berikut. Konseling lintas budaya
adalah berbagai hubungan konseling yang melibatkan para peserta yang berbeda
etnik atau kelompok-kelompok minoritas; atau hubungan konseling yang
3
melibatkan konselor dan konseli yang secara rasial dan etnik sama, tetapi
memiliki perbedaan budaya yang dikarenakan variabel-variabel lain seperti Jenis
kelamin, orientasi seksual, faktor sosio-ekonomik, dan usia (Atkinson, Morten,
dan Sue, 1989:37).
4
4. Cultural lag, menggambarkan proses sosial, budaya, dan perubahan
teknologi. Konsep ini diperkenalkan oleh William Oghburn. Perubahan
sosial cenderung dinilai “ketinggalan" dari perubahan teknologi.
5. Culture schock, kekacauan budaya yang dalam perspektif sosial merupakan
hasil dari konfrontasi suatu masyarakat terhadap kebudayaan baru yang
mendadak masuk dan mengganggu kebudayaan mereka.
6. Kebudayaan tradisional, adalah perilaku yang merupakan kebiasaan atau
cara berpikir dari suatu kelompok sosial yang ditampilkan melalui tidak saja
adat istiadat tertentu tetapi juga perilaku adat istiadat yang diharapkan oleh
anggota masyarakatnya.
7. Multikultural, Konsep ini menggambarkan usaha untuk memahami berbagai
kelompok budaya, kelompok ras, dan apresiasi dari kebudayaan yang
berbeda-beda dalam pergaulan yang seringkali mengakibatkan ketegangan
dan konflik antar etnik.
Jika terjadi proses adaptasi antar budaya dalam masyarakat multikultural maka
menurutLiliweri (2013) kelompok baru itu terbentuk melalui beberapa tahapan,
yakni:
1. Perubahan atas pola pola budaya yang sesuai dengan kelompok dominan,
2. Perkembangan dalam skala luas dalam hubungan antara kelompok primer
dengan kelompok dominan,
3. Perkawinan dengan kelompok dominan,
4. Kehilangan rasa kebersamaan dan terjadi pemisahan dari kelompok
dominan,
5. Bersahabat tanpa diskriminasi, dan
6. Tidak menumbuhkan isu yang meliputi konflik nilai dan kekuasaan
dengan kelompok dominan.
C. Unsur-unsur Pokok dalam Konseling Lintas Budaya
5
2. Konselor membawa nilai-nilai yang berasal dari lingkungan budayanya.
3. Klien yang datang menemui konselor juga membawa seperangkat nilai
dan sikap yang mencerminkan budayanya.
Dari paparan di atas dapat dianalisis bahwa unsur-unsur pokok yang perlu
diperhatikan dalam konseling lintas budaya adalah sebagai berikut:
6
pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan konseling lintas budaya, yang
meliputi hal-hal sebagai berikut.
Sementara itu, Rao (1992) mengemukakan bahwa jika klien memiliki sifat
atau kepercayaan yang salah atau tidak dapat diterima oleh masyarakat dan
konselor akan hal tersebut, maka konselor boleh memodifikasi kepercayaan
tersebut secara halus, tetapi apabila kepercayaan klien berkaitan dengan dasar
filosofi dari kehidupan atau kebudayaan dari suatu masyarakat atau agama klien,
maka konselor harus bersikap netral, yaitu tidak mempengaruhi kepercayaan klien
7
tetapi membantunya untuk memahami nilai-nilai pribadinya dan nilai-nilai
kebudayaan tersebut.
a. Keyakinan
b. Nilai-nilai
c. Penerimaan
d. Pemahaman
Konselor memahami klien secara jelas. Dalam hal ini ada empat tingkatan
pemahaman, yaitu (1) pengetahuan tentang tingkah laku, kepribadian, dan minat-
minat individu, (2) memahami kemampuan intelektual dan kemampuan verbal
individu, (3) pengetahuan mengenai dunia internal individu, dan (4) pemahaman
diri yang meliputi keseluruhan tingkatan tersebut.
e. Rapport
8
f. Empaty
a) Konselor harus terlatih secara khusus dalam perspektif multi budaya, baik
akademik maupun pengalaman.
b) Penciptaan situasi konseling harus atas persetujuan bersama antara klien
dan konselor, terutama yang berkaitan dengan dengan kemampuan mereka
dalam mengembangkan hubungan kerja teurapetik.
c) Konselor harus fleksibel dalam menerapkan teori terhadap situasi-situasi
khusus klien.
d) Konselor harus terbuka untuk dapat ditantang dan diuji.
e) Dalam situasi konseling multi budaya yang lebih penting adalah agar
konselor menyadari sistem nilai mereka, potensi, stereotipe, dan
prasangka-prasangkanya.
f) Konselor menyadari reaksi-reaksi mereka terhadap perilaku-perilaku
umum.
Karakteristik konselor yang terampil secara budaya, Sue dan Sue (1990)
meliputi tiga dimensi :
9
Kedua, konselor yang terampil secara budaya adalah mereka yang secara aktif
berupaya memahami pandangan dunia kliennya yang berbeda secara budaya tanpa
penilaian negatif.
Ketiga, konselor yang terampil secara budaya adalah mereka yang dalam
proses mengembangkan dan mempraktikkan secara aktif strategi dan keterampilan
intervensi yang tepat, relevan, dan peka dalam bekerja dengan kliennya yang
berbeda secara budaya.
Konseling lintas budaya memperhatikan aspek dari budaya yang di miliki oleh
konselor dan konseli karena akan mempengaruhi proses konseling. Efektifnya
konseling lintas budaya adalah apabila adanya sikap saling menghormati dan
menghargai budaya dari konselor dan konseli. Adapun faktor faktor lain yang
secara signifikan mempengaruhi proses konseling lintas budaya adalah (a)
keadaan demografi yang meliputi jenis kelamin, umur tempat tinggal, (b) variabel
status seperti pendidikan, politik dan ekonomi, serta variabel etnografi seperti
10
agama, adat, sistem nilai (Arredondo & Gonsalves, 1980; Canary & Levin dalam
Chinapah, 1997; Speight dkk, 1991; Pedersens, 1991; Lipton dalam Westbrook &
Sedlacek, 1991).
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
Triningtyas, Diana Ariswanti. 2019. Konseling Lintas Budaya. Jawa Timur: CV.
AE. MEDIA GRAFIKA
Sudibyo, L., Sudiatmi, T., Sudargono, A., Triyanto, B. (2013). Ilmu Sosial
Budaya Dasar. Yogyakarta: Andi Offset.
Nurdien Harry Kistanto. 2018. Jurnal Tentang Konsep Budaya. Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Diponegoro.
Herimanto dan winarno. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta; Bumi
Aksara.
Abu Bakar M Luddin. 2010. Dasar-Dasar Konseling: Tinjauan Teori dan Praktik.
Bandung: Citapustaka Media Perintis
13