Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

MANFAAT MENGKAJI DAN MEMAHAMI KONSELING LINTAS BUDAYA BAGI


KONSELOR

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Konseling Lintas Budaya

Dosen Pengampu : Dr. Sutarno, M.Pd

Disusun Oleh:

1. Ardiyati Jatika K3113007


2. Dian Ayu Kurniawati K3113015
3. Matyna K3113039

BK/ VII A

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET

SURAKARTA

2016

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG DAN MASALAH

Penerapan konseling lintas budaya mengharuskan konselor peka dan


tanggap terhadap adanya keragaman budaya dan adanya perbedaan budaya
antar kelompok klien yang satu dengan kelompok klien lainnya, dan antara
konselor sendiri dengan kliennya. Konselor harus sadar akan implikasi diversitas
budaya terhadap proses konseling. Budaya yang dianut sangat mungkin
menimbulkan masalah dalam interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Masalah bisa muncul akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Sangat
mungkin masalah terjadi dalam kaitannya dengan unsur-unsur kebudayaan, yaitu
budaya yang dianut oleh individu, budaya yang ada di lingkungan individu, serta
tuntutan-tuntutan budaya lain yang ada di sekitar individu.

Proses konseling memperhatikan, menghargai, dan menghormati unsur-


unsur kebudayaan tersebut. Pengentasan masalah individu sangat mungkin
dikaitkan dengan budaya yang mempengaruhi individu. Oleh karena itu,
mempelajari konseling lintas budaya akan memberikan manfaat yang luar biasa
baik bagi konselor maupun klien yang nantinya akan diberikan layanan konseling
oleh konselor. Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai manfaat
memahami dan mengkaji konseling lintas budaya bagi konselor.

BAB II
PEMBAHASAN

MANFAAT MEMAHAMI KONSELING LINTAS BUDAYA BAGI KONSELOR

Konseling lintas budaya (cross-culture counseling) mempunyai arti suatu


hubungan konseling dalam mana dua peserta atau lebih, berbeda dalam latar
belakang budaya, nilai nilai dan gaya hidup (Sue et al dalam Suzette et all 1991;
Atkinson, dalam Herr, 1939). Definisi singkat yang disampaikan oleh Sue dan
Atkinson tersebut ternyata telah memberikan definisi konseling lintas budaya
secara luas dan menyeluruh.

Dari pengertian di atas, maka konseling lintas budaya akan dapat terjadi
jika antara konselor dan klien mempunyai perbedaan. Kita tahu bahwa antara
konselor dan klien pasti mempunyai perbedaan budaya yang sangat mendasar.
Perbedaan budaya itu bisa mengenai nilai nilai, keyakinan, perilaku dan lain
sebagainya. Perbedaan ini muncul karena antara konselor dan klien berasal dari
budaya yang berbeda. Konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika konselor
kulit putih memberikan layanan konseling kepada klien kulit hitam atau konselor
orang Batak memberikan layanan konseling pada klien yang berasal dari Ambon.

Layanan konseling lintas budaya tidak saja terjadi, pada mereka yang
berasal dari dua suku bangsa yang berbeda. Tetapi layanan konseling lintas
dapat pula muncul pada suatu suku bangsa yang sama. Sebagai contoh,
konselor yang berasal dari jawa Timur memberikan layanan konseling pada klien
yang berasal dari jawa tengah, mereka sama sama berasal dari suku atau etnis
jawa. Tetapi perlu kita ingat, ada perbedaan mendasar antara orang jawa Timur
dengan orang Jawa Tengah. Mungkin orang Jawa Timur lebih terlihat "kasar",
sedangkan orang jawa Tengah lebih "halus".

Dari contoh di atas, terlihat bahwa orang jawa Timur mempunyai nilai-nilai
sendiri yang berhubungan dengan kesopanan, perilaku, pemikiran dan lain
sebagainya dan ini terbungkus dalam satu kata "kasar". Demikian pula individu
yang berasal dari jawa Tengah, tentunya dia akan membawa seperangkat nilai
nilai, ide, pikiran dan perilaku tertentu yang terbungkus dalam satu kata "halus".
Kenyataannya, antara "halus" dan "kasar" itu sulit sekali untuk disatukan dalam
kehidupan sehari. Ini akan menjadi permasalahan tersendiri dalam proses
konseling.
Dalam praktik sehari-hari, konselor pasti akan berhadapan dengan klien
yang berbeda latar belakang sosial budayanya. Dengan demikian, tidak akan
mungkin disamakan dalam penanganannya (Prayitno, 1994). Perbedaan
perbedaan ini memungkinkan terjadinya pertentangan, saling mencurigai, atau
perasaan perasaan negatif lainnya. Pertentangan, saling mencurigai atau
perasaan yang negatif terhadap mereka yang berlainan budaya sifatnya adalah
alamiah atau manusiawi. Sebab, individu akan selalu berusaha untuk bisa
mempertahankan atau melestarikan nilai nilai yang selama ini dipegangnya. Jika
hal ini muncul dalam pelaksanaan konseling, maka memungkinkan untuk timbul
hambatan dalam konseling.

Hal lain yang berhubungan dengan definisi konseling lintas budaya


adalah bagaimana konselor dapat bekerja sama dengan klien? Dalam
melakukan hubungan konseling dengan klien, maka konselor sebaiknya bisa
memahami klien seutuhnya. Memahami klien seutuhnya ini berarti konselor
harus dapat memahami budaya spesifik yang mempengaruhi klien, memahami
keunikan klien dan memahami manusia secara umum/universal (Speight, 1991).

Ada beberapa manfaat dalam memahami konseling lintas budaya adalah


sebagai berikut:

1. Dapat memahami budaya spesifik mengandung pengertian bahwa konselor


dapat mengerti dan memahami budaya yang dibawa oleh klien sebagai hasil
dari sosialisasi dan adaptasi klien dari lingkungannya.
2. Mempunyai pemahaman mengenai budaya spesifik yang dimiliki oleh klien
karena hal itu tidak akan terjadi dengan mudah.
3. Dapat memahami keunikan klien mengandung pengertian bahwa klien
sebagai individu yang selalu berkembang akan membawa nilai-nilai sendiri
sesuai dengan tugas perkembangannya.
4. Dapat memahami manusia secara universal mengandung pengertian bahwa
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat ada yang berlaku secara universal atau
berlaku di mana saja kita berada.
5. Konselor dapat menyadari akan nilai-nilai yang berlaku secara umum.
Kesadaran akan nilai-nilai yang berlaku bagi dirinya dan masyarakat pada
umumnya akan membuat konselor mempunyai pandangan yang sama
tentang sesuatu hal. Persamaan pandangan atau persepsi ini merupakan
langkah awal bagi konselor untuk melaksanakan konseling.
Sebagai rangkuman dari apa yang telah dijelaskan di atas, maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan konseling lintas
budaya. Menurut Pedersen (1980) dinyatakan bahwa konseling lintas budaya
memiliki tiga elemen yaitu:

1. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan
melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat) klien.
2. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan
melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat) konselor.
3. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan
melakukan konseling di tempat yang berbeda pula.

BAB III

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Herr, Edmin (ed). 1989. Counseling in a Dynamic Society: opportunities and
chalenges. American Association for Counseling and Development.

Yusuf, Yusmar. 1991. Psikologi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Anda mungkin juga menyukai