DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Makalah mengenai “Mampu Memahami Budaya Dalam Hubungan Bantuan
Antara Konselor Dan Konseli” dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konseling
Multikultural pada Semester 4.
Secara khusus, kami ucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua kami atas dukungan, doa, dan motivasi yang diberikan.
2. Dian Triana, M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah, atas bimbingan
serta materi yang disampaikan, sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik.
3. Teman-teman BK FKIP UIJ angkatan 2020, terimakasih atas semangat dan
motivasinya.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini,
yang tak dapat disebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa karya tulis ini belum mencapai kata sempurna,
maka dari itu kami mengungkapkan maaf apabila terdapat salah kata, kekurangan,
serta kesalahan dalam makalah yang disusun.
Akhir kata, tim penyusun mengharapkan adanya saran dan masukkan bagi
perbaikan karya ini, dan semoga makalah yang disusun bermanfaat bagi pembaca.
Terimakasih. Salam Konselor Hebat!
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
C. Mampu Memahami Budaya Dalam Bantuan Hubungan antara Konselor dan Konseling7
A. Kesimpulan....................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang merupakan negara kepualauan, terbentang dari Sabang
sampai Merauke, memiliki kekayaan berbagai ragam suku bangsa dan budaya.
Keberagaman budaya yang merupakan aset dan kekayaan Indonesia ini patut
untuk dilestarikan. Keberagaman Budaya ini ternyata juga membutuhkan
pemahaman tersendiri bagi orang lain yang berasal di luar budaya tersebut.
Perbedaan Budaya menjadikan pula pemahaman dan cara tersendiri
dalam menjalin komunikasi, termasuk didalamnya dalam pemberian pelayanan
bimbingan dan konseling. Proses Konseling merupakan suatu proses interaksi
dan komunikasi yang berlangsung secara intensif antara konselor dan klien.
Dipandang dari perspektif budaya, situasi konseling adalah sebuah perjumpaan
kultural antara konselor dengan klien. Oleh karena itu, konselor perlu memiliki
kepekaan budaya agar dapat memahami dan membantu klien sesuai dengan
konteks budayanya. Konselor yang demikian adalah konselor yang menyadari
benar bahwa secara kultural, individu memiliki karakteristik yang unik dan
dalam proses konseling akan membawa karakteristik tersebut.
Sesuai dengan dimensi kesosialannya, menurut pandangan Pedersen
(Prayitno, 2008) menerangkan bahwa individu-individu akan saling
berkomunikasi dan menyesuaikan diri, apabila berasal dari latar belakang
budaya yang sama cenderung lebih mudah daripada antar mereka yang berasal
dari latar belakang yang berbeda. Karena inti proses pelayanan bimbingan dan
konseling adalah komunikasi antara klien dan konselor, maka proses pelayanan
yang bersifat antar budaya (klien dan konselor) berasal dari latar belakang
budaya yang berbeda sangat peka terhadap pengaruh sumber-sumber hambatan
komunikasi tersebut.
Perbedaan dalam latar belakang rasa tau etnik, kelas sosial ekonomi dan
pola bahasa menimbulkan masalah dalam hubungan konseling, dari awal
pengembangan hubungan yang akrab dan saling mempercayai antara klien dan
1
konselor, penstrukturan suasana konseling, sampai peniadaan sikap menolak dari
klien.
Dalam praktek konseling tidak semua pendekatan dapat dipraktekkan
secara efektif, terutama dalam setting budaya yang tidak sama dengan budaya
barat (Jumarin, 2002: 23). Konselor seringkali mengungkung diri dalam
budayanya, tidak mau mempertimbangkan budaya klien. Kondisi tersebut sering
melahirkan hambatan dalam konseling, seperti keengganan, penolakan klien,
ketidakpuasan konselor dalam menjalankan konseling dan sebagainya.
Disisi lain hampir di setiap budaya memiliki sistem atau cara dalam
membantu orang lain memecahkan masalah. Suatu masalah yang berkaitan
dengan lintas budaya adalah bahwa orang mengartikannya secara berlain-lainan
atau berbeda, yang mempersulit untuk mengetahui maknanya secara pasti atau
benar. Dapat dinyatakan, bahwa konseling lintas budaya telah diartikan secara
beragam dan berbeda-beda, sebagaimana keragaman dan perbedaan budaya
yang memberi artinya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Adanya hubungan,
2. Adanya dua individu atau lebih,
3. Adanya proses,
4. Membantu individu dalam mengembangkan potensi yang dimiliki,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
3
Konseling lintas budaya mempunyai pengertian yaitu suatu hubungan
konseling dimana dua peserta atau lebih, berbeda dalam latar belakang budaya,
nilai nilai dan gaya hidup. Maka konseling lintas budaya juga akan dapat terjadi
jika antara konselor dan klien mempunyai perbedaan. Karena Kita mengetahuai
bahwa antara konselor dan klien pasti mempunyai perbedaan budaya yang
sangat mendasar. Perbedaan budaya itu bisa mengenai nilai-nilai, keyakinan,
perilaku dan lain sebagainya. Perbedaan ini muncul karena antara konselor dan
klien berasal dari budaya yang berbeda.
Maka konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika antara konselor dan
klien mempunyai perbedaan budaya. Dalam konseling lintas budaya pasti klien
dan konselor mempunyai perbedaan budaya yang sangat mendasar Perbedaan
budaya itu bisa mengenai nilai nilai, keyakinan, perilaku dan lain sebagainya.
Perbedaan ini muncul karena antara konselor dan klien berasal dari budaya yang
berbeda dan dalam praktik sehari-hari,pasti konselor akan berhadapan dengan
klien yang berbeda latar belakang sosial budayanya. Secara otomatis pasti dalam
penanganan konseling juga tidak akan mungkin disamakan (Prayitno, 1994).
Jadi menurut teori atau konsep diatas dapat kita simpulkan bahwasanya
hakikat budaya dalam konseling lintas budaya adalah suatu kajian atau yang
menjadikan sebuah konseling lintas budaya dapat terjadi seperti kita ketahui
bahwa proses konseling lintas budaya terjadinya antara klien dan konselor yang
berbeda budaya, seperti kita ketahuai bahwa setiap individu itu unik dimana
mereka mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, dari keunikanya tersebut
maka otomatis kebudayaan klien tidak akan sama dengan kebudayaan kita
sehingga dalam penanganan atau proses konseling perlu di terapkan atau
menggunakan konseling lintas budaya serta memahami budaya yang di anut atau
yang menjadi kebudayaan klien sehingga dalam proses konseling bisa optimal
baik dalam penanganan atau hasil dari konseling lintas budaya itu sendiri.
Pelayanan konseling hakikatnya merupakan proses pemberian bantuan
dengan menerapkan prinsip-prinsip psikologi. Secara praktis dalam kegiatan
konseling akan terjadi hubungan antara satu dengan individu lainnya(konsleor
dengan klien). Dalam hal in individu tersebut berasal dari lingkungan yang
4
berbeda dan memiliki budayanya masing-masing. Oleh karena itu, dalam proses
konseling tidak dapat dihindari adanya keterkaitan unsur-unsur budaya.
Dalam pengkajian isu tentang budaya, Locke dalam Brown (1988)
mengemukakan tiga unsur pokok dalam konseling lintas budaya, yaitu :
1. Individu adalah penting dan khas
2. Konselor membawa nilai-nilai yang berasal dari lingkungan budayanya
3. Klien yang datang menemui konselor juga membawa seperangkat nilai dan
sikap yang mencerminkan budayanya.
Selanjutnya Brown menyatakan bahwa keberhasilan bantuan konseling
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor bahasa, nilai, stereotype, kelas sosial,
suku, dan juga jenis kelamin. Faktor-faktor budaya yang berpengaruh dalam
dalam konseling adalah pandangan mengenai sifat hakikat manusia, orientasi
waktu, hubungan dengan alam, dan orientasi tindakan. Sehubungan dengan hal
tersebut, bahwa budaya terdiri dari lima lingkaran sosialisasi yang melingkupi
dan mempengaruhi sikap, nilai-nilai dan buhasa. Lima lingkup yang dimaksud
meliputi: interaksi universal (dunia), ekologi nasional (negara), regional, ras, dan
etnis. Unsur-unsur tersebut mempengaruhi manusia sebagai individu dalam
berbagai bentuk kondisi.
Dari paparan di atas dapat dianalisis bahwa unsur-unsur pokok yang perlu
diperhatikan dalam konseling lintas budaya adalah sebagai berikut:
1. Klien sebagai individu yang unik, yang memiliki unsur-unsur budaya
tertentu yang berpengaruh pada sikap, bahasa, nilai-nilai, pandangan hidup,
dan sebagainya.
2. Konselor sebagai individu yang unik juga tidak terlepas dari pengaruh
unsure-unsur budaya seperti halnya klien yang dilayani.
3. Dalam hubungan konseling konselor harus menyadari unsur-unsur tersebut
dan menyadari bahwa unsur-unsur budaya itu akan mempengaruhi
keberhasilan proses konseling.
5
B. Tujuan dan Fungsi Konseling Lintas Budaya
1. Tujuan
Agar Konselor dapat menyadari keberadaan budaya klien dan sensitif
terhadap kebudayaan klien, sehingga dapat menghargai perbedaan dan hal
itu dapat membuat konselor merasa nyaman dengan perbedaan yang ada
antara dirinya dan klien dalam bentuk ras, etnik, kebudayaan, dan
kepercayaan. Dan juga supaya konselor dapat memahami bagaimana ras,
kebudayaan, etnik, dan sebagainya yang mungkin mempengaruhi struktur
kepribadian, pilihan karir, manifestasi gangguan psikologis, perilaku mencari
bantuan, dan kecocokan dan ketidakcocokan dari pendekatan konseling.
2. Fungsi
Bagi seorang konselor, konseling lintas budaya ini berfungsi memahami
dampak yang mungkin terjadi dari perbedaan budaya ini. Pengetahuan
mereka tentang perbedaan komunikasi, bagaimana gaya komunikasi ini
mungkin akan menimbulkan perselisihan atau membantu perkembangan
dalam proses konseling pada klien, dan bagaimana cara mencegah dampak
yang mungkin terjadi itu, sehingga konselor dapat mengentaskan
permasalahan yang sedang dialami klien akan tetapi tidak hanya berusaha
membantu klien keluar dari masalahnya saja konselor pun berusaha
memelihara dan mengembangkan potensi-potensi dari dalam diri klien
khususnya kesadarannya terhadap keragaman budaya sehingga akan dapat
lebih menghargai agama, keyakinan dan nilai yang dimiliki oleh orang lain,
termasuk atribut dan hal-hal yangbersifat tabu, karena hal tersebut
mempengaruhi pandangan seseorang.
Selain itu, konseling lintas budaya berfungsi membantu seorang konselor
dalam melakukan pendekatan sesuai dengan keragaman budaya tersebut
dalam melaksanakan konseling.
6
C. Isu Hubungan Memahami Budaya Dalam Hubungan Bantuan Antara
Konselor-Konseli
Hubungan konselor dengan klien mengacu pada tingkat proses belajar dalam
konseling yang mempengaruhi konselor maupun klien. Apabila kesenjangan
budaya dalam konseling dapat terjembatani, maka pengalaman subjektif yang
terkomunikasi dalam proses konseling dapat menjadi “jendela” yang dapat
digunakan oleh konselor maupun klien untuk saling “melirik” kebudayaan yang
dianut oleh masing-masing pihak (Jumarin, 2002). Dengan demikian konselor
atau klien dapat saling mempelajari cultural frame of reference yang dianut,
sehingga proses berbagai subjective word antara konselor dan klien dapat
tearatsi. Hal ini tampaknya agak sulit dilakukan karena dalam proses konseling
sebenarnya yang menjadi pusat perhatian adalah klien dengan segala
persoalannya, tujuan-tujuan hidupnya, dan harapan-harapannya.
7
dalam pandangan klien yang menyampaikan pengalaman subyektif tentang
budaya lain.
1. Konselor lintas Budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimiliki dan
asumsi-asumsi terbaru tentang prilaku manusia.
2. Konselor sadar bahwa dia memiliki nilai-nilai sendiri yang dijunjung tinggi dan
akan terus dipertahankan. Disisi lain, konselor juga menyadari bahwa klien
memiliki nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya. Oleh karena itu,
konselor harus bisa menerima nilai-nilai yang berbeda itu sekaligus
mempelajarinya.
3. Konselor lintas budaya sadar terhadap karakteristik konseling secara umum
4. Konselor memiliki pemahaman yang cukup mengenai konseling secara umum
sehingga akan membantunya dalam melaksanakan konseling, sebaiknya sadar
terhadap pengertian dan kaidah dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat
perlu karena pengertian terhdap kaidah konseling akan membantu konselor
dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien.
5. Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan dan mereka
mempunyai perhatian terhadap lingkungannya.
6. Konselor dalam melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang
berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan
dengan nilai, norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama tertentu.
Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus mau belajar
dan memperhatikan lingkungan di mana dia melakukan praktik, baik agama
maupun budayanya. Dengan mengadakan perhatian atau observasi, diharapkan
konselor dapat mencegah terjadinya rintangan selama proses konseling.
8
7. Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong klien untuk dapat memahami
budaya dan nilai-nilai yang dimiliki konselor.Untuk hal ini ada aturan main yang
harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor mempunyai kode etik konseling,
yang secara tegas menyatakan bahwa konselor tidak boleh memaksakan
kehendaknya kepada klien. Hal ini mengimplikasikan bahwa sekecil apapun
kemauan konselor tidak boleh dipaksakan kepada klien. Klien tidak boleh
diintervensi oleh konselor tanpa persetujuan klien.
Menurut Sue (dalam Gladding, 2012) ada lima panduan bagi konselor agar
konseling lintas budaya berjalan efektif:
9
a. Sistem budaya atau nilai budaya
Berisi kompleks ide-ide, gagasan, konsep, dan pikiran manusia yang
menjadi sumber inspirasi dan orientasi dalam menghadapi kehidupan.
Nilai budaya ini menyangkut pandangan tentang kebenaran, kebaikan,
keindahan, kenyataan dan sebagainya.
b. Sistem sosial
Yaitu tindakan berpola (habit of doing) yang terdiri dari pola aktivitas-
aktivitas manusia yang saling berinteraksi (berhubungan) serta bergaul
satu sama lain dari waktu ke waktu, yang kemudian menetap dalam
bentuk adat tata perilaku.
c. Kebudayaan fisik
Merupakan hasil karya manusia yang bersifat fisik, konkrit, dapat
berbentuk benda-benda yang diraba.
10
mewarnai seluruh usaha konseling, baik sebelum proses konseling
dimulai (budaya yang melekat pada konselor dan klien).
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
Terdapat lima panduan bagi konselor agar konseling lintas budaya
berjalan efektif antara lain: Konselor mengenali nilai-nilai dan kepercayaan yang
mereka anut, menyadari kualitas dan tradisi dari teori konseling yang umum dan
bersifat kultural, mengerti lingkungan sosial politik yang telah menpengaruhi kehidupan
para anggota kelompok minoritas, mampu berbagi cara pandang dari klien dan tidak
menanyakan keapsahannya, serta kreatif dalam praktik konseling. Selain itu dimensi
utama yang harus dikuasai konselor yaitu Kultural historical, psikologisosial, dan
saintifik-ideologikal.
B. Saran
Agar proses berjalannya konseling yang dilakukan antara konselor dan
konseli yang memiliki perbedaan budaya dapat berjalan dengan baik, tentu
kedua pihak perlu mempelajari cultural frame of reference yang dianut,
sehingga proses berbagai subjective word antara konselor dan klien dapat
tearatsi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Hansen, L, S. (1997). Integrative Life Planning; Critical Tasks for Career Development
and Changing Life Patterns. San Francisco : Jossey-Bass Publishers.
Supriatna Mamat (2009). Bimbingan Dan Konseling Lintas Budaya. Materi PLPG
Sertifikasi Guru, diperoleh melalui http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._
PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/196008291987031
14