PENGERTIAN TES
Dalam pandangan psikodiagnostik, sebuah tes harus memilki nilai
prediksi atau nilai diagnostik yang baik. Baik buruknya sebuah tes tergantung
pada sejauh mana tes tersebut berfungsi sebagai indikator dari suatu perilaku
yang cukup luas dan penting.
Tes berasal dari bahasa Latin Testum yaitu alat untuk mengukur tanah.
Dalam bahasa perancis kuna kata yang berarti ukuran yang dipergunakan
untuk membedakan emas dan perak dari logam-logam yang lain.
Kata tes dalam psikologi digunakan oleh J.M CATTEL pada tahun 1890. Dan
sejak itu makin populer sebagai nama metode psikologis yang di pergunakan
untuk menentukan (mengukur) aspek-aspek tertentu kepribadian.
Tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-
perintah yang harus dijalankan, yang berdasar atas bagaimana testee
menjawab pertanyaan-pertanyaan dan atau melakukan perintah-perintah itu
penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkan dengan
standard atau testee lainya.
Menurut Anastasi (1997), tes psikologi adalah suatu pengukuran yang
objektif dan terstandarisasi terhadap suatu contoh perilaku.
IKHTISAR HISTORIS
Perbedaan kemampuan kognitif, ketrampilan persepsi motorik dan
kepribadian dapat dievaluasi dengan beberapa cara telah diketahui sejak awal
sejarah manusia. Plato dan Aristoteles menulis tentang perbedaan individu
mengenai kemampuan dan temperamen hampir 2.500 tahun lalu, bahkan orang
bijaksana ini didahului dengan sistem ujian yang digunakan di Cina kuno. Sejak
dulu, 2.200 BC, sistem ujian untuk menjadi pegawai negeri telah dilaksanakan
oleh kerajaan Cina dalam menentukan para pejabat pemerintah yang layak
melaksanakan tugasnya. Sistem ini, yang mengharuskan para pejabat diuji
setiap 3 tahun untuk mengetahui kecakapan mereka dalam musik, memanah,
berkuda, menulis, aritmatika, dan ritual upacara umum, dan pribadi. Kemudian
dilanjutkan oleh para penguasa Cina berikutnya dengan menambahkan hukum
sipil, masalah militer, pertanian, penghasilan, geografi, komposisi karangan, dan
puisi. Itu semua dalam bentuk ujian lisan bukan tertulis, yang tidak hanya
jawaban yang diberikan oleh orang yang diteliti, tetapi juga cara mereka
tunjukkan, juga evaluasi. Selama abad ke-19 pemerintah Inggris, Perancis, dan
Jerman mengikuti mencontoh ujian pegawai negeri seperti sistem Cina awal.
Pada abad ke-19, di Eropa maupun Amerika minat terhadap pengobatan
yang lebih manusiawi terhadap orang-orang gila dan mereka yang mentalitasnya
terbelakang mulai bangkit. Sebelum itu orang-orang ini diabaikan, dicemooh,
bahkan disiksa. Dengan munculnya kepedulian akan perawatan yang lebih layak
bagi orang-orang yang punya masalah mental, semakin disadari perlunya kriteria
untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi kasus-kasus ini. Pendirian banyak
lembaga sosial untuk perawatan orang-orang bermentalitas terbelakang ini
menimbulkan kebutuhan untuk menetapkan standar-standar penerimaan dan
sistem klasifikasi yang obyektif. Pertama, perlunya membedakan antara orang
gila dan orang bermentalitas terbelakang. Orang gila menampilkan gangguan-
gangguan emosional yang bisa atau bisa tidak disertai oleh penurunan daya
intelektual dari tingkat yang semula normal; orang bermentalitas terbelakangpada
dasarnya ditandai oleh adanya kerusakan intelektual sejak lahir atau semasa
kecil. Dalam bukunya, Esquirol seorang dokter Perancis berbicara tentang hal
yang dewasa ini disebut “keterbelakangan mental”. Esquirol menunjukkan bahwa
ada banyak tingkat keterbelakangan mental, yang bervariasi dari normal sampai
pada “idiot tingkat rendah”. Dalam usaha mengembangkan sistem untuk
mengklasifikasikan tingkat dan jenis keterbelakangan yang berbeda-beda,
Esquirol mencoba berabagai prosedur dan menyimpulkan bahwa penggunaan
bahasa seseorang merupakan kriteria yang paling dapat diandalkan tentang
tingkat intelektualnya.
Sumbangan yang tak kalah pentingnya berasal dari Sequin, seorang
dokter dari Perancis yang merintis pelatihan orang-orang dengan
keterbelakangan mental. Ia mendirikan sekolah pertama pendidikan anak-anak
dengan keterbelakangan mental. Banyak teknik pelatihan panca indera dan
pelatihan otot yang diterapkan dalam lembaga-lembaga untuk orang-orang
dengan keterbelakangan mental. Dengan metode tersebut anak-anak dengan
keterbelakangan mental diberikan latihan yang intensif dalam pembedaan
inderawi dan dalam pengembangan kendali motorik. Sejumlah cara yang
dikembangkan oleh Sequin pada akhirnya dimasukkan ke dalam tes-tes
intelegensi non verbal atau tes-tes intelegensi tentang kinerja seseorang.
PENGUKURAN MENTAL ABAD KE-19
Lebih dari setengah abad setelah karya Esquirol dan Sequin, psikolog
Perancis Alfred Adler mendesak agar anak-anak yang gagal untuk memberikan
respon pada sekolah yang normal diperiksa sebelum pulang sekolah dan jika
dianggap bisa dididik, anak-anak ini ditempatkan pada kelas-kelas khusus.
Bersama rekannya dalam Society for The Psychological Study of the Child, Binet
berhasil mendorong untuk terbentuknya komisi yang mempelajari anak-anak
terbelakang.
Tumbuhnya minat pada studi perbedaan individu selama paruh terakhir
abad ke-19 terdorong oleh tulisan naturalis Charles Darwin mengenai asal mula
spesies dan bangkitnya psikologi ilmiah. Darwin adalah orang Inggris, tetapi ilmu
pengetahuan mengenai psikolog secara resmi mulai di Jerman pada akhir abad
ke-19, ketika Gustav Fechner, Wilhelm Wundt, Hermann Ebbinghaus, dan para
peneliti lain menyatakan bahwa gejala psikologi dapat di deskripsikan dalam
istilah kuantitatif dan rasional.
Banyak psikolog di Eropa dan Amerika Utara memainkan peran penting
pada tahap kepeloporan pengukuran mental. Mereka yang sangat pentng
selama akhir 1800 an meliputi Francis Galton, J.McKeen Cattell dan Alfred Binet.
Francis Galton, seorang Inggris tertarik pada kecerdasan berdasarkan keturunan
dan pada pengukuran kemampuan manusia. Galton juga tertarik dengan
perbedaan individu dalam kemampuan dan temperamen. James Mc.Keen Cattell
adalah seorang Amerika yang tertarik untuk mengetahui metode dan tes Galton.
Kemudia dia mencoba menghubungkan skor pada pengukuran waktu reaksi dan
diskriminasi sensor dengan nilai sekolah. Alfred Binet adalah psikolog pertama
yang menyusun tes mental pertama yang member kontrbusi signifikan untuk
memprediksi pencapaian skolastik.
KLASIFIKASI TES
Schraml (1968) mengelompokkan pemeriksaan psikodiagnostik ke dalam
tiga kelompok menurut tujuan, yang berkaitan dengan fungsi-fungsi apa yang
ingin diperiksa. Secara garis besar Schraml membedakan antara:
1. Pemeriksan kemampuan-kemampuan dan fungsi-fungsi psikis dan psikofisik,
baik yang sederhana maupun yang kompleks
2. Pemeriksaan sifat-sifat dan struktur kepribadian.
3. Pemeriksaan genesis (terbentuknya) konflik-konflik, gangguan atau penyakit.
Anastasi (1986) membagi tes psikologi dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1. Tes intelegensi umum
2. Tes kecakapan khusus
3. Tes kepribadian
Selanjutnya tes intelegensi umum dibedakan dalam bebearpa kelompok
lagi, yakni tes intelegensi individual, tes kelompok, dan tes-tes untuk populasi
khusus. Tes kecakapan khusus atau bakat-bakat khusus terdiri dari tes untuk
pendidikan, tes okupasional, dan tes klinis. Sedangkan tes kepribadian terdiri dari
inventori-inventori kepribadian (lapor diri), tes minat dan orientasi pribadi, tes
proyektif, dan cara-cara asesmen kepribadian lainnya.
Beberapa tes intelegensi umum individual telah diciptakan oleh beberapa
ahli, antara lain Binet dan Simon, Terman dan Merill, David Wechsler (beberapa
versi, yakni untuk dewasa, anak, baik yang asli maupun yang bentuk revisi). Tes
intelegensi umum individual untuk pupulasi khusus maksudnya untuk kelompok
anak prasekolah, anak dengan keterbelakangan mental (mentally retarded),
orang yang mengalami kekurangan fisik (physically handicapped), dan keperluan
lintas budaya (cross-cultural). Pelaksanaan tes untuk populasi umum,
menyesuaikan dengan kondisi orang yang di tes.
Sejumlah tes intelegensi umum untuk kelompok dapat dilakukan dengan
komputer (baik pelaksanaan, skoring, maupun interpretasi), namun ada juga
yang dilakukan secara manual. Ada perbedaan antara pelaksanaan tes individual
tersebut di atas dengan tes untuk kelompok.
Tes kecakapan khusus atau test for separate abilities meliputi tes-tes
untuk keperluan penjurusan di Sekolah Menengah, keperluan penelitian bakat,
serta pemahaman dan pemilihan karir. Berbeda dengan kelompok tes intelegensi
umum, dalam tes kecakapan khusus ini, yang diteliti bukan intelegensi umum
tetapi “intelegensi” khusus. Dengan kata lain, pengertian “kecakapan” di sini tidak
sama seperti pada intelegensi umum.
Kemudian juga dapat diklasifikasikan seperti uraian berikut ini:
a. Berdasarkan atas banyaknya testee:
(1) Tes individual; pada suatu waktu tertentu tester hanya menghadapi satu
testee
(2) Tes kelompok; pada suatu waktu tester menghadapi sekelompok testee
b. Berdasarkan atas cara menyelesaikannya:
(1) Tes verbal; testee di dalam menyelesaikan atau mengerjakan tes tersebut
harus menggunakan kata-kata, misalnya emmberikan keterangan,
memberikan hasil perhitungan, memberikan lawan kata, dan lain-lain
(2) Tes non-verbal (performance test) ; testee tidak harus memberikan
respon yang berwujud bahasa, melainkan dengan melakukan sesuatu,
misalnya mengangkat tangan, menyusun rancangan balok, mengatur
gambar, dan lain-lain
c. Berdasarkan atas caranya menilai:
(1) Tes alternatif; penilaian pada tes alternative berdasar atas benar salah,
jadi hanya ada dua alternatif yaitu benar atau salah
(2) Tes gradual; pada tes gradual penilaian bersifat gradual, jadi ada
beberapa tingkatan, misalnya diberi nilai 5, 4, 3, 2, 1
d. Berdasarkan atas fungsi psikis yang dijadikan fungsi sasaran testing,
dibedaan menjadi:
(1) Tes perhatian; untuk mengetahui perhatian/ atensi testee
(2) Tes fantasi; untuk mengetahui daya imajinasi/ fantasi testee
(3) Tes ingatan; untuk mengetahui daya ingat testee
(4) Tes kemauan/ motivasi; untuk mengetahui daya kemauan/motivasi testee
(5) dan lain-lain
e. Berdasarkan tipe tes yang berhubunan dengan isi tes dan waktu yang
disediakan:
(1) Speed test; yang diutamakan adalah kecepatan dan ketepatan kerja,
waktu untuk menyelesaikan dibatasi
(2) Power test; yang diuatamakan adalah kemampuan, bukan kecepatan
atau ketepata, waktu mengerjakan tes pada dasarnya tidak dibatasi
f. Berdasarkan materi tes yang berhubungan dengan latar belakang teorinya:
(1) Tes proyektif; disusun atas dasar penggunaan mekanisme proyeksi,
diharapkan supaya dalam testing pada diri testee terjadi mekanisme
proyeksi yang semaksimal mungkin, materi tes terdiri atas obyek yang
belum atau kurang jelas strukturnya
(2) Tes non-proyektif; sama sekali mempertimbangkan adanya mekanisme
proyeksi
g. Berdasarkan bentuknya:
(1) tes benar salah; (2) tes pilihan berganda; (3) tes isian;
(4) tes penyempurnaan; (5) tes mengatur obyek; (6) tes deret angka, dan
lain-lain
h. Berdasarkan atas penciptanya:
(1) Tes Rorschach; (2) tes Binet-Simon; (3) tes Szondi; (4) tes Kraepelin);
(5) tes Wechsler; dan lain-lain
ASESMEN PSIKOLOGIS
Pengertian
Oleh sebab itu tidaklah mengherankan apabila ada pelamar yang tidak
diterima ketika melamar suatu pekerjaan di perusahaan tertentu, namun ia
berhasil diterima di pekerjaan yang berbeda di perusahaan lain. Hal ini bisa
terjadi karena adanya perbedaan persyaratan pekerjaan. Misalnya, seseorang
dipandang sesuai untuk menjadi petugas pembukuan tapi tidak sesuai untuk
menjadi resepsionis. Konteks yang berbeda juga bisa membuat persyaratan
untuk jabatan yang ”sama” menjadi berbeda. Misalnya, sama-sama pekerjaan
petugas pembukuan, tapi yang satu di perusahaan berskala kecil dan sederhana,
yang satu lagi di perusahaan berskala besar dengan ragam aktivitas yang lebih
rumit. Tentu saja kompleksitasnya menjadi berbeda yang membuat persyaratan
pekerjaan petugas pembukuan di situ juga menjadi lebih kompleks.
Jadi, ketika seorang pelamar dinyatakan tidak lolos tahap psikotes (atau
tahap asesmen psikologis), sebenarnya tidak berarti ia tidak lulus. Tidak lolos
tahap psikotes bukan berarti ”nilainya buruk”. Hal yang terjadi sebenarnya adalah
psikolog menganalisis bahwa karakteristik psikologis pelamar tersebut tidak
sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang dilamar. Misalnya saja, pekerjaan
tersebut menuntut perhatian terhadap detil, sementara yang bersangkutan
cenderung melihat segala sesuatunya secara global saja.
Kesesuaian antara karakter psikologis individu dengan persyaratan
pekerjaan merupakan hal yang penting. Jika sebenarnya tidak ada kesesuaian
namun si pelamar tetap diterima, maka kemungkinan pelamar tersebut akan
merasa tidak nyaman melaksanakan pekerjaannya. Hal ini pada akhirnya dapat
mempengaruhi kinerja si pelamar sehingga bisa mempengaruhi produktivitas
perusahaan tempat ia bekerja.
Kedua, aspek cara atau perilaku kerja. Aspek ini meliputi berbagai
unsur, antara lain kecepatan, ketelitian, perencanaan dan semacamnya sesuai
dengan kebutuhan khusus pekerjaan. Ada beberapa tes yang sudah digunakan
untuk menelusuri hal-hal tersebut, tapi biasanya psikolog juga melihat
keseluruhan hasil dan cara kerja si calon, termasuk melalui observasi ketika si
pelamar diminta melakukan suatu tugas yang mensimulasi pekerjaan yang ia
lamar, melalui diskusi kelompok dan juga wawancara.
Aspek ketiga merupakan hal unik dan mencerminkan kekhasan individu
yaitu aspek kepribadian. Ada berbagai alat yang sering digunakan di sini,
misalnya mengisi semacam kuesioner yang pada intinya untuk menelusuri
karakteristik psikologis apa saja yang ada, atau melalui tugas-tugas
menggambar. Tugas menggambar ini sebetulnya adalah sarana bagi individu
untuk memproyeksikan diri. Memang barangkali sulit masuk akal bagi awam
bagaimana mungkin gambar pohon misalnya, bisa menjelaskan kepribadian
orang. Tapi alat-alat itu dibuat melalui kajian ilmiah sehingga hasilnya pun bisa
dipertanggungjawabkan. Tes kepribadian seperti ini sifatnya adalah memberi
indikasi tentang sejumlah karakteristik psikologis tertentu. Psikolog dituntut
ketajaman dan kepekaannya untuk menganalisis lebih jauh dan menemukan
gambaran kepribadian yang khas si individu, termasuk juga melalui observasi
dan terutama wawancara. Untuk bisa mengungkap kepribadian seseorang,
psikolog dituntut memiliki pengalaman yang memadai agar dapat melihat makna-
makna tersirat dari hasil tes pelamar.
Oleh karena itu bagian seleksi dari pihak perusahaan juga mesti
merancang tahapan seleksi dengan cermat karena asesmen psikologis saja tidak
cukup untuk menjadi satu-satunya alat seleksi. Satu hal yang sama pentingnya
disamping asesmen psikologis, adalah wawancara oleh pihak unit kerja dimana
lowongan pekerjaan dibuka. Dalam aktivitas ini, si calon dipertemukan dengan
calon atasan langsungnya (user). Kemudian, pejabat tersebut bisa melakukan
penilaian berdasarkan pengalaman, untuk memperkirakan apakah si calon
tersebut sesuai untuk mengisi pekerjaan yang dilamarnya.
Aiken, L.R & Marnat, G.G. (2008). Pengetesan dan Pemeriksaan Psikologi Jilid 1
(edisi Bahasa Indonesia). Jakarta: PT Indeks
Anastasia, A & Urbina S. (1998). Tes Psikologi (edisi Bahasa Indonesia). Jakarta:
PT.Prenhallindo