Anda di halaman 1dari 26

SEJARAH PSIKOLOGI KLINIS

KELOMPOK 2

Sulistya Agustin Kusnaedi 190110160014


Samirah Hasna Fadhilah 190110160018
Dinkke Madelaine 190110160020
Ufiya Azka Safitri 190110160026
Nurosi Saundari 190110160032
Nisrina Nur Izzah 190110160080
Silvia Maharani H 190110160108
Karina Khairunnisa 190110160120

Kelas B

Fakultas Psikologi
Universitas Padjadjaran
Sumedang
2019
SEJARAH PSIKOLOGI KLINIS
1. Historical Roots
Sebelum tahun 1890, sangat sedikit yang membedakan sejarah psikologi klinis
dengan sejarah psikologi abnormal. Menurut Reisman (1976), untuk mencari akar dari
psikologi klinis modern lebih baik mengacu pada gerakan reformasi abad ke-19, yang
pada akhirnya menghasilkan peningkatan perawatan yang lebih baik untuk orang yang
sakit secara mental (​mentally ill​). Salah satu tokoh utama dalam pergerakan ini adalah
Philippe Pinel, seorang dokter Perancis. Pinel diangkat menjadi kepala rumah sakit jiwa
di Bicêtre dan, kemudian, Salpêtrière. Pekerjaan-pekerjaannya menjadi tonggak sejarah
perkembangan psikiatri, pendekatan kesehatan mental, dan terutama, psikologi klinis.
Pada saat yang sama, William Tuke, seseorang yang berasal dari Inggris,
mengabdikan dirinya untuk membangun rumah sakit untuk menangani penderita
gangguan kejiwaan dengan mengenalkan metode yang disebut ​moral treatment​. Seorang
psikiatri di Jerman, Emil Kraeplin, mengadakan penelitian neurofisiologis dan
menghasilkan sistem klasifikasi gangguan mental yang sistematis, secara logis konsisten,
berdasarkan ​symptomatology​. Akan, tetapi, usahanya ini belum dapat menjawab usaha
apa yang harus dilakukan untuk menangangi gangguan-gangguan itu. Di Amerika, Eli
Todd membangun ​The Connecticut Retreat for the Insane atau dikenal juga ​the Hartford
Retreat for the Insane untuk pengobatan atau ​treatman orang dengan gangguan mental.
Todd menekankan pada peran kepedulian (​human care​), penghargaan, dan moralitas.
Berkat usahanya, pemikiran bahwa pasien yang terganggu mentalnya tidak dapat
disembuhkan, menjadi berkurang.
Seorang tokoh dari Amerika lainnya, Dorothea Dix, juga memberikan dampak
pada gerakan kesehatan mental ini. Ia berkampanye agar orang yang sakit mental
mendapatkan fasilitas lebih baik. Pada tahun 1848, New Jersey merespon usaha Dix
dengan membangun sebuah rumah sakit khusus untuk orang dengan gangguan mental.
Selain itu, pada abad ke-19, para filsuf dan penulis gencar menyatakan martabat
dan kesetaraan bagi seluruh manusia, termasuk yang memiliki gangguan mental. Suasana
“pengetahuan melalui eksperimen” pun mulai berlaku. Keyakinan bahwa seseorang dapat
memprediksi, memahami, dan bahkan mengontrol kondisi manusia, mulai mengganti
kebijaksanaan yang lama. Dinamika ini kemudian menghasilkan apa yang disebut
sebagai "kesehatan mental.". Gambaran singkat ini mewakili beberapa akar dari psikologi
klinis.

2. Diagnosis and Assessment


a. Permulaan
Bagi banyak orang, inti dari psikologi klinis adalah untuk mencari
perbedaan antar manusia, dibanding persamaannya. Hal ini dapat dilihat dari
usaha Francis Galton dari Inggris yang mendedikasikan usahanya untuk membuat
aplikasi metode kuantitatif agar dapat memahami perbedaan antar manusia.
Galton membuat laboratorium antopometrik tahun 1882 untuk mendukung
ketertarikannya terhadap ketajaman sensorik, kemampuan motorik, dan waktu
reaksi. Tradisi ini dilajutkan oleh James McKeen Cattle dan Lightner Witmer,
keduanya berasal dari Amerika. Cattel memusatkan perhatian pada perbedaan
waktu reaksi antar manusia sedangkan Witmer tertarik pada variasi kemampuan
psikologis antar anak. Cattel percaya jika perbedaan waktu reaksi dapat mendasari
studi-studi kecerdasan. Cattel menciptakan istilah ‘tes mental’ sebagai bentuk
pengukurannya (Thorndike, 1997). Cattel menggunakan 10 macam tes untuk
menemukan konsistensi dari proses mental, dan memprediksi bahwa tes-tes
tersebut dapat digunakan pada proses seleksi dan ​training juga untuk mendeteksi
kelainan.
Witmer sendiri mulai mengembangkan model baru dari ​treatment dalam
psikologi klinis dengan membuka klinik psikologis pada tahun 1896 dan membuat
jurnal psikologi pertama, berjudul ​The Psychological Clinic.​ Melalui hasil
kerjanya dalam mengidentifikasi dan merawat anak yang mengalami kesulitan
belajar (karena defisit kognitif atau gangguan psikologis lain), psikologi klinis
menjadi suatu profesi yang secara saintifik memeriksa dan merawat individu yang
kesulitan untuk beradaptasi di masyarakat. Fokus utama awal dari pemeriksaan
dan perawatan ini adalah pada anak muda, dan berlangsung hingga akhir PD II.
Pada waktu yang sama, Emil Kraepelin pada tahun 1913 juga
mengembangkan cara kerja serupa. Kraepelin mengkategorikan gangguan jiwa
menjadi tipe yang ditentukan oleh faktor ​exogeneous (dapat disembuhkan) dan
faktor endogeneous (tidak bisa disembuhkan). Deskripsi dan klasifikasi heuristik
tentang pasien-pasiennya membuka diskusi yang sangat luas tentang
psikopatologi.
b. Masuknya Era Modern
Perkembangan utama dalam era ini ditandai dengan adanya pengukuran
mental atau tes psikologis diagnostik, dan hasil kerja dari Alfred Binet. Binet
percaya bahwa inti dari studi ​individual differences adalah adanya norma dan
deviasi dari norma-norma tersebut. Setelah Binet menyerahkan proposal pada
salah satu menteri di Paris tahun 1904, sebuah komisi mengajak Binet dan
Theodore Simon untuk memastikan anak-anak dengan keterbatasan kognitif dapat
terdidik dengan baik di sekolah (Thorndike, 1997). Untuk membuat perbedaan
objektif antar beberapa tingkat keterbatasan kognitif, Binet dan Simon membuat
Binet-Simon Scale tahun 1908. Dari sinilah berkembangnya ​pengukuran
kecerdasan. ​Henry Goddard membawa tes Binet ke Amerika, dan Lewis Terman
membuat revisi yang sesuai dengan budaya Amerika tahun 1916.
Bidang pengetesan kepribadian pun berkembang kala Carl Jung mulai
menggunakan metode asosiasi kata pada tahun 1905 untuk mengungkap
ketidaksadaran pasien-pasiennya. Tahun 1910, Kent-Rosanoff Free Association
Test dipublikasikan. Walaupun Galton telah bereksperimen dengan teknik
tersebut sebelumnya pada 1879, tes asosiasi bebas ini menjadi tanda
perkembangan signifikan di bidang tes diagnostik.
Pada 1904, Charles Spearman mengusulkan konsep kecerdasan umum
(​general intelligence) yang disimbolkan ​g​. Edward Thorndike membuat teori
berlawanan dengan menekankan pentingnya kemampuan-kemampuan yang
terpisah satu sama lain, dan menjadi perdebatan hingga saat ini.
Saat Amerika ikut PD I tahun 1917, ada kebutuhan untuk menyeleksi
ratusan hingga ribuan calon tentara yang akan menjalani penugasan. Penekanan
aplikasi teori psikologi pada tentara membuat fokus psikologi yang awalnya
banyak di anak-anak, kini menjadi berfokus ke orang dewasa. Setelah PD I,
sebuah komite yang terdiri dari 5 orang anggota APA ditunjuk untuk memegang
Medical Department of the Army​. Ketuanya adalah Robert Yerkes. Komite ini
ditugaskan untuk membuat sistem yang bisa mengklasifikasi tentara berdasarkan
level kemampuannya. Muncullah ​Army Alpha test tahun 1917. Tes verbal ini
langsung disusul oleh munculnya tes versi nonverbal, yaitu tes ​Army Beta.​
Serupa, Robert Woodworth mengembangkan ​Psychoneurotic Inventory tahun
1917. Inventori ini adalah kuesioner pertama untuk mencari perilaku abnormal.
c. Di Tengah Peperangan
Adanya perperangan menimbulkan banyak usaha untuk mencipatkan
berbagai alat tes psikologi dalam upaya menyeleksi anggota militer yang dapat
memenuhi syarat dikirim ke medan perang dan mana yang tidak. Pintner dan
​ ada tahun 1930 ​arthur
Paterson memperkenalkan ​non verbal intelligence scale. P
point scale d​ iterbitkan dan tahun 1934 di ikuti dengan ​cornell-coxe test. ​Pada
tahun 1926 teknik ​draw-a-man dari Goodnough diterbitkan untuk mengukur
inteligensi. Tes bakat musik dari Seashore diciptakan, dan pada tahun 1927 dibuat
strong vocational interest blank, y​ ang diikuti oleh ​kuder preference record.
Selain kemunculan berbagai alat ukur, juga pembicaraan teoritis
berkembang antara lain yang dikemukan oleh Louis Thurstone pada tahun 1927
mengenai analisis faktor. Pada tahun 1928, ​gesell’s developmental scales d​ i
terbitkan dan pada tahun 1936 ​doll’s vineland social maturity scale ​muncul.
Doll’s scale melakukan pendekatan tidak hanya terhadap kecerdasan namun juga
terhadap perilaku, lebih tepatnya dalam hal kematangan sosial atau kompetensi
individu. Perkembangan utama dalam gerakan pengujian intelejen terjadi pada
​ ampai saat
tahun 1939, ketika David Wechsler menerbitkan ​wechsler-bellevue. S
itu suda ada ukuran kecerdasan individu dewasa. Revisi-revisi dari
wechsler-bellevue telah menjadi ujian kecerdasan individu dewasa. Tes
kecerdasan, minat dan kemampuan bukan satu-satunya perkembangan tes pada
masa itu. Pengetesan dibidang kepribadian juga membuat langkah awal yang
besar. Pada tahun 1921 muncul ​woodworth’s personal data sheet yang kemudian
diikuti oleh pressey x-0 test ​untuk emosi dan pada tahun 1923 diluncurkan ​the
downey will temperament test. ​Selanjutnya pada tahun 1931 muncul ​the
Allport-vernon study of velues.​
Masalah penting lainnya adalah munculnya tes proyektif, melanjutkan
asosiasi kata dan lain-lain, yang dikemukakan oleh Herman Rorschach pada tahun
1921. Roschach merupakan seorang psikiatris dari Swiss yang menerbitkan
psychodiagnostik. Dalam buku tersebut, Roschach menggambarkan penggunaan
inkblots untuk mengdiagnisis pasien psikiatris. Prinsipnya adalah bahwa jika
seseorang berespon terhadap rangsangan ambiguitas, mereka akan
mengasosiasikannya dengan pengalaman-pengalam kehidupan nyata. Baru pada
tahun 1937, ketika S. J. Beck dan Bruno Klopfer menerbitkan manual dan
prosedur penilaian yang terpisah, metode Rorschach benar-benar menarik
perhatian. Kemudian, pada tahun 1939, L. K. Frank menciptakan istilah teknik
proyektif. Sejak saat itu, banyak publikasi publikasi, buku, kursus, dan variasi
teknik proyektif yang bermunculan.
Pada tahun 1935, Christiana Morgan dan Henry Murray menerbitkan
Thematic Apperception Test (TAT) yang memancing aktivitas, pikiran dan
perasaan testee melalui gambar-gambar tak jelas. Pada tahun 1938, Lauretta
Gender memuncul Bender-Gestalt Test, yang juga dapat disebut sebagai
pengukuran proyektif kepribadian.
d. Saat Perang Dunia II dan Setelahnya
Psikolog klinis berhasil dalam membangun tes inteligensi yang kemudian
diikuti usaha-usaha untuk mengembangkan ke area asesmen kepribadian.
Asesmen ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan “sampai berapa jauh taraf
ketidakmampuan pasien?”, hal ini membawa para ahli kepada ​differential
​ isalnya “apakah taraf pemungsian pasien ini merupakan hasil dari
diagnosis. M
keterbatasan intelektual yang bersifat konstitutional atau ‘proses dari penyakit’
seperti skizofrenia yang mengurangi prestasi intelektualnya?”. Oleh karena itu
para psikolog mulai menggunakan metode baru dimana mereka tidak lagi sekedar
membaca skor tes inteligensi, melainkan mulai menafsirkan pola prestasinya.
Pada tahun 1943, dibangun ​Minnesota Multiphasic Personality Inventory
(MMPI) y​ ang menggambarkan tes lapor diri yang objektif yang fungsi utamanya
dapat menggambarkan tes gambaran diri yang obyektif yang fungsi utamanya
dapat menggambarkan label psikiatris pasien. MMPI lebih populer digunakan
daripada Rorschach, karena tidak memerlukan teori interpretasi yang unik
terhadap skor yang didapat.
Setelah Perang Dunia II, lebih spesifiknya pada tahun 1949, ​Wechsler
Bellevue Intelligence Scale (WBIS) ​mulai digunakan, yang kemudian disusul
dengan munculnya ​Wechsler Intelligence for Children (WISC).. Kemudian pada
tahun 1955, WBIS disempurnakan dengan WAIS. Pada tahun antara 1940 dan
1950 an merupakan periode eksplosif tumbuhnya tes kepribadian, terutama teknik
proyektif, yang kemudian berkembang menjadi tes klinis. Roschach dan TAT
tampil dalam posisi yang utama. Karena itu pula psikolg klinis menjadi terkenal
sebagai ahli dalam psikodiagnosis, ialah penggunaan dan penafsiran skor tes
sebagai basis untuk formulasi diagnostik maupun penangan. Permasalahan yang
sering muncul adalah nilai obyektif dan subyektif tes untuk dapat secara akurat
melukiskan kepribadian dan psikopatologi.
Pengukuran obyektif, seperti MMPI dan revisinya MMPI-2 didasari
pendekatan nomotetik untuk mengases dimana skor ditafsirkan dengan
menggunakan aturan-aturan dasar empirik yang melibatkan kontras antara skor
yang didapat dan skor rata-rata yang didapat dari sampel representatif yang besar.
Respons-respons dari tes proyektif, menggunakan pendekatan idiografis, dengan
fokus lebih pada individual, dan interpretasi yang sering dibandingkan dengan
teori psikodinamik. Perdepatan diantara keduanya masih berjalan sampai saat
sekarang ini, tetapi ada pula yang tidak memperdepatkannya, melainkan
menggunakan keduanya secara sinergis, meskipun masih perlu dikritisi
berhubung dengan adanya dua pendekatan yang berbeda.
Setelah tahun 1950 an masalah tersebut mereda dikarenakan berkembang
dengan pesat pendekatan keperilakukan yang radikal, yang lebih memberikan
perhatian dan mempercayai perilaku yang terilhat. Asesmen kepribadian kurang
diperhatikan dan psikolog klinis berbelok ke masalah perilaku terlihat. Pada tahun
1970 an merupakan kelahiran assemen keprilakukan. Perilaku diartikan dalam
konteks rangsangan atau situasi. Namu, hal ini tidak sama sekali melenyapkan
asesmen kepribadian. Yang terjadi adalah munculnya gangguan kepribadian
(personality disorders), y​ ang bukan sebagai salah satu jenis ganguan perilaku,
melainkan sebagi salah satu sitem dalam diagnostik gangguan mental (seperti
yang dikemukan Millon dalam ​Millon Clinical Multiaxial Inventory and the
Neo-Personality Inventory.
Kemudian timbul minat pada asesmen ​neuropsychology, ​untuk
mengevaluasi kekuatan dan kerungan pasien berdasarkan pada tes hubungan
perilaku-otak. Pada tahun 1947 an muncul tes yang dapat mendeteksi kekurangan
fungsi otak. Halstead pada tahun 1947 memperkenalkan sejumlah baterai tes
untuk membantu diagnosis masalah-masalah neuropsikologi. Asesmen
neuropsikologi kontemporer secara tipikal melibatkan satu atau dua pendekatan.
Beberapa baterai tes yang terkenal adalah ​Hasltead-Reitan (1969), dan
Luria-Nebraska Neuropsychological battery (1985). ​Akhirnya bangkit dan
semakin populernya pemeliharaan kesehatan yang terkelola pada tahun 1990-an
memberikan dampak pada asesmen psikologis. Pemeliharaan kesehatan terkendali
(Managed Health Care), ​termasuk kesehatan mental dan perilaku, berkembang
sebagai respons atas mahalnya biaya memelihara kesehatan. Psikolog yang
terlibat dalam pemeliharaan kesehatan perlu menguasai tes yang (a) membantu
rencana penanganan dengan mengidentifikasi dan secara akurat mengases
simtom-simtom problematik, (b) sensitif terhadap perubahan dan peningkatan
fungsi klien sebgai

3. Interventions
a. Awal (1850-1899)
Emil Kraepelin adalah salah seorang tokoh ​yang pertama kali
menggunakan metode psikologi dalam pemeriksaan psikiatri. Terkenal karena
penggolongan penyakit kejiwaan yang disebut psikosis. Membagi psikosis dalam
dua golongan utama yaitu ​dimentia praecox(Skizofrenia) dan psikosis ​manis
depresif (Bipolar).​ Disaat yang bersamaan, peneliti lain sedang mencari
perawatan yang tepat untuk pasien “neurotik”. Pada saat itu, mulai berkembang
penelitian yang memperkenalkan perawatan pasien menggunakan sugesti dan
hipnotis.
Jean Charcot adalah seorang ahli hipnotis. Memperoleh reputasi tinggi
karena penyelidikannya terhadap pasien dengan histeria yang mengakibatkan
"​physical symptoms​ " (mis. kebutaan, kelumpuhan) yang tidak memiliki penyebab
fisik yang dapat diidentifikasi​. Peneliti lain seperti Hippolyte Bernheim dan Pierre
Janet mengkritik pekerjaan Charcot. ​Bernheim mengatakan bahwa Gejala histeria
mencerminkan tidak lebih dari sugestibilitas, sedangkan Janet mengatakan bahwa
histeria sebagai manifestasi dari "kepribadian ganda" dan juga sebagai semacam
kemerosotan keturunan.
Pada waktu yang hampir bersamaan, kolaborasi terjadi antara Josef Breuer
dan Sigmund Freud. Pada awal 1880-an, Breuer merawat seorang pasien muda
bernama "Anna O," yang didiagnosis menderita histeria. Perawatan Anna O
menghadirkan banyak tantangan tetapi juga mengarah pada terobosan teoritis
yang akan mempengaruhi praktik psikoterapi selama bertahun-tahun yang akan
datang. Breuer membahas kasus ini secara luas dengan Freud, yang menjadi
sangat tertarik sehingga ia pergi ke Paris untuk mempelajari semua yang dapat
diajarkan Charcot tentang histeria. Singkat cerita, pada tahun 1895, Breuer dan
Freud menerbitkan ​Studies on Hysteria.​ Karena berbagai alasan, hubungan antara
keduanya kemudian menjadi cukup tegang. Tetapi kolaborasi mereka berfungsi
sebagai landasan untuk psikoanalisis, satu-satunya pengembangan teori dan
perawatan yang paling berpengaruh dalam sejarah psikiatri dan psikologi klinis.
b. Masuknya Era Modern (1900-1919)
Pembaruan dalam intervensi pun semakin berkembang seperti Clifford
Beers menjadi salah satu pembaruan penting dalam sejarah psikologi klinis. Beers
dirawat di rumah sakit setelah beberapa depresi yang parah. Saat dirawat di rumah
sakit, ia melewati fase manik dan mulai merekam pengalamannya di rumah sakit.
Ketika dia bebas dari gejala manik-depresifnya, dia dibebaskan dari rumah sakit.
Namun, hal ini tidak melemahkan tekadnya untuk menulis sebuah buku yang
mengungkap pelanggaran di rumah sakit orang sakit mental. Dia sangat ingin
menghasilkan gerakan publik untuk memperbaiki pelanggaran tersebut. Pada
tahun 1908, ​A Mind That Found Itself ​diterbitkan, dan gerakan ​mental hygiene d​ i
Amerika diluncurkan.
Pada 1900, tak lama sebelum Beers memasuki rumah sakit, Freud
menerbitkan ​The Interpretation of Dreams.​ Dengan peristiwa ini, gerakan
psikoanalisis berada dalam ayunan penuh. Konsep-konsep seperti alam bawah
sadar, ​Oedipus complex​, dan ego menjadi bagian dari arus utama bahasan
psikologis, dan seksualitas menjadi fokus dalam ranah psikologis. Ide-ide Freud
tidak begitu saja mencapai keberhasilan. Pengakuan lambat laun datang, tetapi
penelitian lain mulai menggoncang penelitiannya, seperti Alfred Adler, Carl Jung,
dan yang lainnya mulai menaruh perhatian.
Pada bab sebelumnya, dijelaskan tentang pendirian Lightner Witmer yang
menjadi klinik psikologis pertama. Selain klinik tersebut, pendirian William
Healy menjadi salah satu yang penting, sebuah klinik bimbingan anak di Chicago
pada tahun 1909. Klinik ini menggunakan pendekatan tim yang melibatkan
psikiater, pekerja sosial, dan psikolog. Mereka mengarahkan upaya mereka pada
yang sekarang sering disebut sebagai ​juvenile offenders (​anak atau orang muda
yang telah dinyatakan bersalah atas suatu pelanggaran, tindakan vandalisme, atau
perilaku antisosial di hadapan pengadilan remaja) a​ lih-alih terhadap masalah
belajar anak-anak yang sebelumnya menarik perhatian Witmer. Pendekatan Healy
sangat dipengaruhi oleh konsep dan metode Freudian. Pendekatan semacam itu
pada akhirnya memiliki efek menggeser pekerjaan psikologi klinis dengan
anak-anak ke arah dinamis Freud daripada menjadi kerangka kerja pendidikan.
Pada tahun 1905, Joseph Pratt, seorang internis, dan Elwood Worcester,
seorang psikolog, mulai menggunakan metode diskusi suportif di antara
pasien-pasien mental yang dirawat di rumah sakit. Ini adalah cikal bakal dari
berbagai metode terapi kelompok yang menjadi terkenal pada 1920-an dan
1930-an.
c. Di Tengah Peperangan (1920-1939)
Psikoanalisis awal abad ke-20 sebagian besar dikhususkan untuk
perawatan orang dewasa dan dipraktekkan hampir secara eksklusif oleh para
analis yang pelatihan dasarnya di bidang kedokteran. Namun Freud berpendapat
bahwa psikoanalis tidak memerlukan pelatihan medis. Meskipun Freud protes
(Freud, 1926/1959), profesi medis mengklaim hak eksklusif untuk terapi
psikoanalitik dan dengan demikian membuat masuknya psikolog ke dalam
lingkup terapi cukup sulit. Pada akhirnya yang membuat masuknya psikolog ke
dalam kegiatan terapi karena hasil alami dari pekerjaan awal psikolog dengan
anak-anak di berbagai klinik bimbingan. Pada awalnya, pekerjaan itu sebagian
besar terbatas pada evaluasi kemampuan intelektual anak-anak, dan hal ini tentu
saja, melibatkan konsultasi dengan orang tua dan guru. Namun, sulit untuk
memisahkan fungsi intelektual dan keberhasilan sekolah dari aspek perilaku
psikologis yang lebih besar. Akibatnya, wajar jika para psikolog mulai
menawarkan saran dan membuat rekomendasi kepada orang tua dan guru tentang
mengelola perilaku anak-anak.
Ketika para psikolog mencari prinsip-prinsip psikologis, karya Freud dan
Alfred Adler mengambil alih perhatian. Secara khusus, orang-orang terkesan
dengan karya Adler, yang memiliki ide lebih masuk akal daripada Freud. Selain
itu, penekanan Freud tampaknya terletak pada orang dewasa dan dengan
anteseden seksual dari masalah mereka, sedangkan penindasan Adler tentang
peran seksualitas, dan penekanannya yang bersamaan pada struktur hubungan
keluarga, tampak jauh lebih menyenangkan bagi para profesional kesehatan
mental Amerika di lapangan. Pada awal 1930-an, ide-ide Adler (1930) dengan
kuat berlindung di klinik-klinik Amerika yang menangani masalah anak-anak.
Tren kedua yang memengaruhi pekerjaan awal dengan anak-anak — ​Play
therapy​— berasal dari prinsip-prinsip tradisional Freudian. Terapi bermain pada
dasarnya adalah teknik yang mengandalkan kekuatan kuratif dari pelepasan
kecemasan atau permusuhan melalui permainan ekspresif. Pada tahun 1928, Anna
Freud, putri terkemuka Sigmund Freud, menggambarkan metode terapi bermain
yang berasal dari prinsip-prinsip psikoanalitik.
Terapi kelompok juga mulai menarik perhatian. Pada awal 1930-an,
karya-karya dari J. L. Moreno dan S. R. Slavson memiliki dampak. Prekursor lain
adalah teknik "​passive therapy​" yang dikenalkan oleh Frederick Allen (1934).
Dalam pendekatan ini, orang dapat melihat beberapa gerakan pertama dari apa
yang akan menjadi ​client-centered therapy. Pada 1920, John Watson
memperkenalkan cara lain dengan kasusnya yang terkenal yaitu Albert dan tikus
putih, di mana seorang anak laki-laki dikondisikan untuk mengembangkan rasa
takut neurotik seperti benda putih, berbulu (Watson & Rayner, 1920). Beberapa
tahun kemudian, Mary Cover Jones (1924) menunjukkan bagaimana ketakutan
seperti itu dapat dihilangkan melalui pengkondisian. Masih kemudian, J. Levy
(1938) menggambarkan "​relationship therapy​" Tiga peristiwa terakhir ini
menandai dimulainya terapi perilaku, kelompok metode terapi yang sangat
populer dan berpengaruh yang digunakan saat ini.
d. Perang Dunia II dan Setelahnya (1940-Sekarang)
Perang Dunia II menghasilkan banyak masalah emosional pada manusia.
Jumlah dokter dan psikiater militer terlalu sedikit untuk mengatasi masalah
epidemik ini sehingga psikolog mulai ikut berperan dalam hal ini. Awalnya peran
psikolog sebagai asisten saja dan utamanya di grup psikoterapi (Trull &
Preinstein, 2013; Wiramihardja, 2012). Kemudian psikolog mulai melakukan
psikoterapi individu, yang berhasil dalam tujuan jangka pendek (mengembalikan
orang ke medan perang) dan tujuan jangka panjang seperti rehabilitasi (Trull &
Preinstein, 2013). Situasi ini membuat psikolog semakin diterima sebagai
profesional kesehatan mental. Psikolog pun mulai merasakan adanya tanggung
jawab lebih di bidang kesehatan mental ini dan mulai fokus ke psikoterapi.
Hal lain yang berkontribusi dalam hal ini adalah tekanan Nazi (1930) yang
membuat psikolog dan psikiater Eropa pindah ke Amerika. Melalui pertemuan,
diskusi, seminar, terutama ide-ide dari gerakan Freudian ikut memeriahkan
kegiatan akademis di bidang kesehatan mental dan meningkatkan kepercayaan
kepada psikologi. Psikolog klinis yang sebelum tahun 1970 fokusnya kepada
asesmen kecerdasan, tes kemampuan dan pengukuran disfungsi kognitif, setelah
1970-an menjadi lebih tertarik pada bidang terapi seperti perkembangan
kepribadian dan deskripsinya (Trull & Preinstein, 2013; Wiramihardja, 2012).
Psikoterapi dan teori kepribadian mulai muncul, terutama di area
psikoanalisis. Pada 1946, Alexander dan French menerbitkan buku yang
menjelaskan secara singkat mengenai intervensi psikoanalitik. John Dollard dan
Neal Miller (1950) juga menerbitkan buku ​Personality and Psychotherapy​, yang
berusaha menerjemahkan Psikoanalisis Freud ke bahasa teori belajar. Kemudian
Carl Rogers menawarkan alternatif terapi psikoanalisis yang tertuang dalam
bukunya ​Client-centered therapy​ di 1951.
Bentuk-bentuk terapi yang lebih “kecil” kemudian bermunculan, seperti
Gestalt therapy oleh Perls (Perls, Hefferline & Goodman, 1951), Frankl (1953)
mengenalkan Logotherapy dan hubungannya dengan teori eksistensial, terapi
keluarga oleh Ackerman (1958) dan di 1962 Ellis menjelaskan tentang
Rational-emotive therapy (RET), yang menjadi dasar dari ​cognitive-behavioral
therapy; ​serta Transactional analysisnya (TA) Berne (1961). Lahirnya berbagai
macam terapi “kecil” menimbulkan juga reaksi negatif, seperti yang dilakukan
Eysenck (1952) yaitu mengkritik terapi, terutama perihal ketidakefektifan terapi
(dalam bukunya “T​he effectness of psychotherapy”) ,​ yang menginspirasi orang
lain untuk melakukan penelitian dengan tujuan membuktikan bahwa Eysenck
salah.
Tidak hanya psikoterapi, behavioris ​pun mulai berkembang,
memperkenalkan diri mereka sebagai “​hardheaded brand of therapy”. Andrew
Salter (1949) menulis ​conditioned reflex therapy, pionir dari metode
desensitization (​ Trull & Preinstein, 2013; Wiramihardja, 2012). Tahun 1953, B.F
Skinner mengembangkan terapi perilaku berdasarkan prinsip operan untuk terapi
dan intervensi sosial (Wiramihardja, 2012). Kemudian di tahun 1958, Josep
Wolpe mengenalkan sistem desensitization, sebuah teknik yang berdasarkan
prinsip ​conditioning.
Behavior terapi mulai banyak diminati oleh psikolog klinis karena fokus
kepada perilaku yang dapat diobservasi dan diukur, membutuhkan waktu
treatment yang lebih singkat, dan menekankan evaluasi empirik dari hasil
treatment (Trull & Preinstein, 2013). Namun banyak yang setuju bahwa treatment
ini terbatas karena hanya berfokus pada perilaku dan mengesampingkan kognisi
pasien. Kemudian Ellis mengembangkan RET dan Aaron Beck mulai
mengembangkan salah satu treatment psikologi yang paling efektif untuk masalah
psikologis, yaitu terapi kognitif yang dijelaskan di dalam bukunya ​Depression:
Causes and Treatment​. Tidak hanya depresi, fokus terapi kognitif ini luas
Beberapa ciri setelah Perang Dunia II adalah sebagai berikut. Pertama,
jumlah treatment yang dilakukan psikolog klinis telah berkembang pesat.
Disamping ada terapi yang memiliki bukti empiris kuat (seperti ​cognitive
behavior therapy), banyak juga terapi yang tidak memiliki dukungan empiris.
​ menggunakan banyak
Muncullah sikap mencari yang termudah, yaitu ​ecletic—
teknik yang didasarkan pada banyak orientasi, mendasarkan pemilihannya pada
permasalahan khusus yang dikemukakan klien atau pasien (Wiramihardja, 2012).
Selain itu psikolog klinis tertarik dalam mengintegrasikan bermacam-macam
pendekatan ke dalam satu modalitas terapeutik, juga mengidentifikasi
faktor-faktor umum yang mendasari pendekatan-pendekatan berbeda untuk
penanganan (J.D. Frank, 1971)
Kedua, ​brief or time-effective therapy (​ Budman & Gurman, 1988) lebih
diminati karena banyak individual tidak mampu mengikuti psikoterapi
bertahun-tahun. Juga karena ditemukan bahwa terapi yang lebih singkat sama
efektifnya dengan psikoterapi tradisional. Seiring dengan hal tersebut,
penanganan bermanual, diperkenalkan pada ​clinicians (​ Beck, Rush, Shaw &
Emery, 1979; Strupp & Binder, 1984) dan sangat berguna karena mengoutline
tujuan treatment tiap sesi serta teknik yang digunakan dan paket treatment yang
dapat diimplementasikan dan diselesaikan dalam 10-15 sesi. Manual ini juga
membantu penelitian yang menyasar pada menentukan efficacy atau efektifitas
dari intervensi psikologi. Manual ini semakin luas berkembang melalui berbagai
penelitian dan dapat digunakan untuk berbagai masalah psikologis.
Ketiga, psikolog klinis lebih berfokus pada pendekatan preventif, yang
memunculkan community psychology pada 1960-an dan ​health psychology di
1980an. Terakhir, mulai tahun 1995, daftar “​treatment ​yang ditunjang secara
empirik” berkembang di antara psikolog klinis, seperti ​Task Force on Promotion
and Dissemination of Psychological Procedures, 199 (​ Wiramihardja, 2012).
Sekarang ini, beberapa psikolog mulai berfokus pada legislatif negara
bagian yang memperbolehkan psikolog dengan pelatihan khusus, berwenang
untuk menulis resep untuk pengobatan psikoterapi (Trull & Preinstein, 2013). Di
tahun 2002 New Mexico menjadi negara pertama yang memberikan psikolog hak
menulis resep (Trull & Preinstein, 2013). Berikut ini timeline sejarah dari
intervensi psikologi
4. Research
a. Awal (1850-1899)
Terdapat dua orang yang mengawali penelitian di bidang psikologi klinis.
Diawali oleh Wilhelm Wundt pada tahun 1879 di Leipzig, Jerman. Beliau
mendirikan laboratorium psikologi resmi pertama. Lalu di Amerika pada dekade
yang sama, William James juga mendirikan laboratorium yang sama, dan pada
tahun 1890, William James menerbitkan teks klasik yang berjudul ​Principle of
Psychology​. Keduanya menjadi model bagi ilmuwan-praktisi yang telah melayani
bidang psikologi klinis selama bertahun-tahun.
b. Masuknya Era Modern (1900-1919)
Pada era ini, muncul istilah ​conditioning ​yang diperkenalkan oleh Ivan
Pavlov. Gagasan mengenai ​Conditioning i​ ni menjadi warisan bagi bidang
psikologi klinis. Gagasannya mengenai ​classical ​conditioning menjadi pusat dari
teori dan penelitian serta berperan penting bagi berbagai metode terapi.
Perkembangan penelitian lainnya adalah perkembangan penelitian tes intelegensi.
Pada tahun 1905, Binet dan Simon menunjukkan beberapa bukti validitas dari tes
baru mereka. Dan pada 1916, munculnya penelitian Terman atas tes Binet-Simon.
Pada era ini juga, mulai berkembangnya tes Army Alpha dan Beta.
c. Di Tengah Peperangan (1920-1939)
Pada era ini, psikologi klinis masih dalam masa pertumbuhan. Pada tahun
1939, munculnya tes Wechsler-Bellevue dan tes-tes kepribadian pada 1930-an.
Dalam bidang penelitian akademik, behaviorisme dan psikologi Gestalt yang
paling menonjol.
Behaviorisme mengajarkan klinisian mengenai kekuatan ​conditioning
dalam pengembangan dan ​treatment dari gangguan perilaku. Psikologi Gestalt
menekankan pada pentingnya memahami persepsi unik pasien yang berkontribusi
terhadap masalah mereka.
d. Perang Dunia II dan Setelahnya (1940-Sekarang)
Pada pertengahan 1960-an, diagnosis dan asesmen menjadi kurang penting
bagi psikologi klinis. Namun, pada 1950-an, banyaknya jurnal dengan studi
mengenai tes intelegensi dan asesmen kepribadian. Studi-studi ini digunakan
untuk keperluan psikoterapi maupun untuk bidang psikologi lainnya, seperti
bidang pendidikan dan industri-organisasi. Penelitian demi penelitian
berhubungan dengan aspek skala Stanford-Binet dan Wechsler. Demikian juga
dengan tes proyektif. Ratusan penelitian yang berhubungan dengan Rorschach
dan TAT diterbitkan. Penelitian ini banyak yang berfokus pada masalah
reliabilitas dan validitas.
Perkembangan penelitian lain yang sangat penting selama tahun-tahun ini
adalah munculnya studi tentang proses dan efektivitas psikoterapi. Seperti
disebutkan sebelumnya, kritik Eysenck membuat klinisian bergegas untuk
meningkatkan citra psikoterapi melalui bukti penelitian yang kuat. Salah satu
pelopor yang sesungguhnya dalam penelitian terapi (​therapy research) adalah
Carl Rogers (1951). Rogers dan Dymond (1954) melaporkan temuan mereka
mengenai efektivitas proses konseling.
Peristiwa penting pada era ini adalah publikasi ​social learning ​Julian
Rotter dan terciptanya Psikologi Klinis pada tahun 1954. Tidak hanya teori ​social
learning tetapi juga landasan empiris untuk teori tersebut. Penelitian tentang
implikasi teori untuk asesmen dan terapi juga dimasukkan.
Tahun 1950-an juga awal dari bentuk intervensi yang lebih berorientasi
kepada ​behavior.​ B.F. Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry Solomon membuat
proyek penelitian terapi perilaku pada tahun 1953. Joseph Wolpe
mengembangkan metode ​systematic desensitization (Wolpe, 1958). Metode
perilaku ini tidak bergantung pada wawasan (​insightI)​ , yang dianggap perlu oleh
para psikoanalis, atau pada potensi pertumbuhan (​growth​), yang dianggap sama
pentingnya oleh sekolah terapi yang berpusat pada klien. Arnold Lazarus dan
Stanley Rachman juga membantu memfasilitasi gerakan ini. Tokoh berpengaruh
lain dalam gerakan penelitian perilaku adalah Hans Eysenck, beliau juga
memperkenalkan banyak klinisian tentang ​behavior therapy melalui buku
pentingnya tentang topik pada tahun 1960.
Pada tahun 1977, Mary Smith dan Gene Glass menerbitkan survei yang
mendukung keefektivan terapi. Serangkaian studi telah membantu dalam
memahami metode terapi yang mempengaruhi pasien. Seperti disebutkan
sebelumnya, bidang penelitian psikoterapi terus berkembang hingga saat ini.
Bidang penelitian lain yang telah berkembang pesat adalah diagnosis dan
klasifikasi serta pengujian dan pengukuran psikologis. Publikasi DSM-III
(American Psychiatric Association, 1980) mendorong ledakan penelitian yang
bertujuan mengevaluasi reabilitas, validitas, dan kegunaan kriteria spesifik
gangguan mental yang termasuk dalam manual ini. Jurnal psikiatri dan psikologi
menerbitkan banyak penelitian tentang kriteria DSM-III untuk sindrom seperti
skizofrenia, depresi berat, dan gangguan kepribadian antisosial. Selain itu, lebih
banyak psikolog klinis mulai melakukan penelitian yang bertujuan
mengidentifikasi faktor etiologis (kausal) yang terkait dengan perkembangan
berbagai gangguan mental. Faktor-faktor yang diselidiki berkisar dari
kecenderungan genetik sampai peristiwa masa kecil yang traumatis seperti
pelecehan fisik atau seksual.
Penelitian yang dipublikasikan tentang inventaris psikologis, interview,
dan ​rating scale juga meningkat. Dengan proliferasi instrumen psikologis yang
tersedia untuk peneliti dan klinisian, reliabilitas dan validitas dari
langkah-langkah ini perlu dievaluasi secara empiris. Gejala dari pertumbuhan area
penelitian ini adalah "pemisahan" dari jurnal psikologi klinis utama, ​Journal of
Consulting and Clinical Psychology (JCCP),​ menjadi dua. Sekarang, selain
JCCP, terdapat ​journal Psychological Assessment​, outlet utama untuk penelitian
mengenai tes psikologis dan pengukuran yang digunakan oleh psikolog klinis.
Selain kedua jurnal di atas, berikut daftar berbagai jurnal yang menerbitkan
penelitian penting dalam bidang ini, yaitu:
● Journal of Consulting and Clinical Psychology
● Development and Psychopathology
● Psychological Assessment
● Clinical Psychology: Science and Practice
● Journal of Clinical Child and Adolescent Psychology
● Journal of Abnormal Psychology
● Journal of Abnormal Child Psychology
● Psychological Bulletin
● Behavior Therapy
● Psychological Science
● American Journal of Psychiatry
● Archives of General Psychiatry
● Professional Psychology: Research and Practice
● Clinical Psychology Review
Pada beberapa dekade terakhir telah adanya peningkatan jumlah minat di
antara para psikolog klinis di bidang genetika perilaku dan ​brain imaging.​
Genetika perilaku adalah spesialisasi penelitian di mana faktor genetik dan
lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan perilaku. Ahli genetika perilaku
telah menyelidiki pengaruh-pengaruh ini dalam berbagai perilaku dan perbedaan
individu, termasuk kecerdasan, kepribadian, dan psikopatologi. ​Brain imaging
memungkinkan pandangan tentang struktur dan fungsi otak menjadi komponen
penting dalam penelitian tentang psikopatologi. Temuan-temuan dari bidang
penelitian yang relatif baru ini kemungkinan akan memengaruhi teori dan
treatment​ terhadap berbagai gangguan psikologis.
5. The Profession
a. Awal (1850-1899)
Terdapat dua kejadian yang menandai dimulainya profesi psikologi klinis
sebagai profesi yang mandiri, meskipun banyak melayani kebutuhan profesi lain;
pertama adalah didirikannya ​American Psychological Association ​(APA) pada
tahun 1892, dengan Stanly Hall sebagai presiden pertama. Meskipun jumlah
anggotanya sedikit di bawah 100 orang, profesi psikologi benar-benar berjalan.
Kedua adalah kelahiran psikologi klinis, empat tahun sesudahnya, 1896. Lightner
Witmef merupakan orang pertama yang mendirikan klinis psikologi dalam
lingkungan Universitas Pennsylvania. Banyak orang yang mencatat kelahiran
psikologi klinis dari hari kelahirannya itu. Klinik ini diabdikan untuk memberikan
penanganan terhadap anak-anak yang mengalami masalah belajar atau yang
bermasalah di kelas. Definisi psikologi klinis sendiri, diajukan Witmer dalam
jurnalnya yang terbit pada tahun 1912 sehingga ada juga sebagian orang yang
menganggap kelahiran psikologi klinis itu pada tahun tersebut.
Nama Witmer lebih sebagai figur sejarah daripada tokoh substantif. Ia
tidak mengajukan teori atau metode apapun namun dialah yang memberi nama
“psikologi klinis” dan yang mulai memberi kuliah untuk mata kuliah tersebut.
Juga jurnal psikologi klinis yang pertama diterbitkan oleh Witmer, The
Psychological Clinic, yang terbit sampai tahun 1935.
b. Kedatangan Era Modern (1900-1919)
Pada awal abad ke-20 hanya ditandai oleh sedikit psikolog yang bekerja di
luar universitas. Tetapi pada tahun 1906. Morton Prince menerbitkan ​Journal of
Abnormal Psychology, ​dan pada tahun 1907, Witmer menerbitkan ​The
Psychological Clinic. ​Meskipun hanya dua itu saja, psikologi klinis dapat
menampilkan identitasnya, yang dikukuhkan pada 1909 oleh Healy yang
menerbitkan ​Juvenile Psychopathic Institute di Chicago. ​The lowa Psychological
Clinic d​ imulai tahun 1908, waktu yang sama Goddard, menawarkan kegiatan
magang ​(internship) ​di Vineland Training School New Jersey. Dengan jurnal,
klinik dan pemagangan profesi psikologi klinis mulai menampakkan bentuknya.
Pada 1910 ada 222 anggota APA, membayar untuk iuran tahunan $1.
Tahun 2003, iuran tahun anggota menjadi $236, tidak termasuk $110 biaya
asesmen khusus untuk psikolog-psikolog pemeliharaan kesehatan. Perhatian APA
masih lebih banyak ke psikologi sebagai ilmu, bukan sebagai profesi. Pada saat
yang sama pelayanan pengetesan mulai marak, dan universitas-universitas
berespons dengan menyelenggarakan kursus dan telaahan dengan
keterbatasan-keterbatasan kognitif. Akhirnya, pada tahun 1919 Seksi pertama
Psikologi Klinis dibangun dalam lingkungan APA. Perang Dunia II mendorong
tumbuhnya gerakan pemeriksaan psikologi, yang bagaimanapun melahirkan
profesi baru.
c. Diantara Perang Dunia I dan II (1920-1939)
APA menyatakan untuk mengembangkan psikologi sebagai ilmu. Pada
akhir 1920-an psikolog yang berorientasi pada klinis menjadi gelisah dan secara
meningkat melihat untuk mendapatkan pengakuan atas peran dan minat uniknya
dari APA. Pada tahun 1931, APA membangun suatu komite untuk standar
training, pada tahun 1935, yang bertujuan untuk mendefinisikan psikologi klinis
sebagai seni dan teknologi yang bersangkutan dengan masalah-masalah
penyesuaian manusia ​(Reisman, 1976)​. Ini meragukan dan masih banyak
psikologi klinis yang menolak definisi itu.
Pada tahun 1936, Loutfit menerbitkan buku psikologi klinis pertama dan
pada tahun 1937, menerbitkan ​Journal of Consulting Psychology and Clinical
Psychology ​(JCCP), yang banyak memuat hasil riset pada psikologi klinis.
Kejadian-kejadian itu mendorong timbulnya psikologi klinis sebagai profesi.
Kecendrungan lain terjadi dalam bidang perkembangan. Tes psikologi
ternyata menjadi kegiatan yang bernilai finansial. James McKeen Cattell
mendirikan Korporasi Psikologi pada tahun 1921 untuk mengembangkan dan
memasarkan tes-tes psikologis (terutama untuk mereka yang berminat pada
bidang industri).
Bukti lanjut dari perkembangan profesi psikologi adalah adanya publikasi
pertama ​American Psychologist d​ i tahun 1946. Di tahun 1945 Connecticut
menjadi negara bagian pertama yang memunculkan hukum sertifikasi bagi
psikolog. Pada tahun yang sama ​American Boards of Examiners in Professional
Psychology ​(ABEPP) terbentuk untuk memberikan sertifikasi bagi psikolog
klinis. Di tahun 1949 pelayanan untuk pengetesan untuk edukasi dimulai. APA
mulai secara aktif mengembangkan dirinya dengan membuat pelatihan bagi
psikolog klinis dan membuat program sertifikasi bagi psikolog klinis. Pada tahun
1953, dirilislah ​Ethical Standards​ yang mengatur pengaturan etis psikolog.
Pada tahun 1949, dibuatlah ​The Boulder Conference yang di dalamnya
menjelaskan mengenai model praktisi ilmuwan untuk pelatihan psikolog klinis
yang kemudian digunakan sebagai dasar pada tahun-tahun selanjutnya. Model ini
menegaskan mengenai:
a. Psikolog klinis harus mengejar pelatihan mereka di universitas
b. Psikologis klinis harus dilatih menjadi psikolog terlebih dahulu sebelum
menjadi ​clinicians​.
c. Mereka harus magang terlebih dahulu dalam pelayanan klinis.
d. Calon psikolog klinis harus memiliki kompetensi dalam ranah diagnosis,
psikoterapi, dan penelitian.
e. Terakhir, puncak dari pelatihan mereka adalah gelar Ph.D.
d. Perkembangan Profesi (1970-Sekarang)
Pada tahun 1960an psikologi klinis sudah terpengaruh dan condong ke
ranah behavioral. Baik dari segi asesmen, intervensi, maupun penelitian. Jalan
untuk mengubah perilaku berbelok dari psikoterapi ke penggunaan ​conditioning
dan ​reinforcement.​ Jurnal-jurnal penelitian pun mulai penuh dengan topik-topik
mengenai ​behaviorism.​ Kemudian pada tahun 1970-an dunia psikologi mulai
beralih ke metode ​cognitive behavior​. Disaat yang bersamaan cabang psikologi
komunitas yang pada tahun 1960-an padam, di tahun 1980-an prinsip yang fokus
pada langkah preventif muncul kembali dengan bentuk ​health psychology,​
Pada tahun yang sama, yaitu 1970-an dan 1980-an, terjadi peningkatan
yang besar dari segi profesi. Peningkatan ini dapat dilihat dalam grafik dibawah
Sekarang, APA sudah mencapai lebih dari 150.00 anggota dengan
pendanaan melebihi 100 juta dolar. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat
juga telah memberikan lisensi dan sertifikat bagi seorang psikolog.
e. 1988 Schism
APA sudah sedari dulu memiliki konflik di dalamnya, terutama antara
praktisi psikolog dan rekan-rekan yang berfokus pada akademik-ilmiah. Pada
tahun 1988, sayap akademik-ilmiah dari APA tampaknya menyimpulkan bahwa
APA berada dibawah kontrol dari praktisi psikologis. Mantan presiden APA,
Janet Spence juga menyatakan bahwa bahasan dari pertemuan-pertemuan dewan
APA 90% berisi permasalahan profesi dari praktisi klinis. Isu-isu seperti
pembuatan resep obat, hak istimewa di rumah sakit, perizinan, dll.
Walaupun terdapat usaha untuk menyelesaikan perselisihan antara praktisi
dan sayap akademik-ilmiah, usaha tersebut gagal. Akhirnya peristiwa ini berujung
pada terbentuknya ​American Psychological Society ​(APS) yang dibentuk pada
tahun 1988 oleh 22 mantan member presiden APA. Adapun tujuan dari APS
yang sekarang berganti nama menjadi ​Association for Psychological Science
adalah:
- Memajukan disiplin psikologi
- Membentuk basis ilmiah dari psikologi
- Meningkatkan pemahaman publik atas ilmu psikologi dan
penggunaannya,
- Meningkatkan kualitas edukasi
- Mendorong penggunaan psikologi untuk kepentingan umum.
Perpisahan antara APA dan APS memunculkan pro dan kontranya sendiri,
tetapi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana keduanya harus tetap fokus pada
tujuan awal dari munculnya psikologi.

DAFTAR PUSTAKA
Juveline Offender. (n.d.) In ​Collins English Dictionary.​ Retrieved 24 Februari 2019 from
https://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/juvenile-offender
Sarwono, S. (2002). ​Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi.​ Jakarta: Bulan
Bintang.
Trull, T. J. & Prinstein, M. J. (2013). ​Clinical Psychology (8th ed.). USA: Wadsworth Cengage
Learning.
Wiramihardja, S. A. (2012). ​Pengantar Psikologi Klinis​ (3rd ed.). Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai