KELOMPOK 2
Kelas B
Fakultas Psikologi
Universitas Padjadjaran
Sumedang
2019
SEJARAH PSIKOLOGI KLINIS
1. Historical Roots
Sebelum tahun 1890, sangat sedikit yang membedakan sejarah psikologi klinis
dengan sejarah psikologi abnormal. Menurut Reisman (1976), untuk mencari akar dari
psikologi klinis modern lebih baik mengacu pada gerakan reformasi abad ke-19, yang
pada akhirnya menghasilkan peningkatan perawatan yang lebih baik untuk orang yang
sakit secara mental (mentally ill). Salah satu tokoh utama dalam pergerakan ini adalah
Philippe Pinel, seorang dokter Perancis. Pinel diangkat menjadi kepala rumah sakit jiwa
di Bicêtre dan, kemudian, Salpêtrière. Pekerjaan-pekerjaannya menjadi tonggak sejarah
perkembangan psikiatri, pendekatan kesehatan mental, dan terutama, psikologi klinis.
Pada saat yang sama, William Tuke, seseorang yang berasal dari Inggris,
mengabdikan dirinya untuk membangun rumah sakit untuk menangani penderita
gangguan kejiwaan dengan mengenalkan metode yang disebut moral treatment. Seorang
psikiatri di Jerman, Emil Kraeplin, mengadakan penelitian neurofisiologis dan
menghasilkan sistem klasifikasi gangguan mental yang sistematis, secara logis konsisten,
berdasarkan symptomatology. Akan, tetapi, usahanya ini belum dapat menjawab usaha
apa yang harus dilakukan untuk menangangi gangguan-gangguan itu. Di Amerika, Eli
Todd membangun The Connecticut Retreat for the Insane atau dikenal juga the Hartford
Retreat for the Insane untuk pengobatan atau treatman orang dengan gangguan mental.
Todd menekankan pada peran kepedulian (human care), penghargaan, dan moralitas.
Berkat usahanya, pemikiran bahwa pasien yang terganggu mentalnya tidak dapat
disembuhkan, menjadi berkurang.
Seorang tokoh dari Amerika lainnya, Dorothea Dix, juga memberikan dampak
pada gerakan kesehatan mental ini. Ia berkampanye agar orang yang sakit mental
mendapatkan fasilitas lebih baik. Pada tahun 1848, New Jersey merespon usaha Dix
dengan membangun sebuah rumah sakit khusus untuk orang dengan gangguan mental.
Selain itu, pada abad ke-19, para filsuf dan penulis gencar menyatakan martabat
dan kesetaraan bagi seluruh manusia, termasuk yang memiliki gangguan mental. Suasana
“pengetahuan melalui eksperimen” pun mulai berlaku. Keyakinan bahwa seseorang dapat
memprediksi, memahami, dan bahkan mengontrol kondisi manusia, mulai mengganti
kebijaksanaan yang lama. Dinamika ini kemudian menghasilkan apa yang disebut
sebagai "kesehatan mental.". Gambaran singkat ini mewakili beberapa akar dari psikologi
klinis.
3. Interventions
a. Awal (1850-1899)
Emil Kraepelin adalah salah seorang tokoh yang pertama kali
menggunakan metode psikologi dalam pemeriksaan psikiatri. Terkenal karena
penggolongan penyakit kejiwaan yang disebut psikosis. Membagi psikosis dalam
dua golongan utama yaitu dimentia praecox(Skizofrenia) dan psikosis manis
depresif (Bipolar). Disaat yang bersamaan, peneliti lain sedang mencari
perawatan yang tepat untuk pasien “neurotik”. Pada saat itu, mulai berkembang
penelitian yang memperkenalkan perawatan pasien menggunakan sugesti dan
hipnotis.
Jean Charcot adalah seorang ahli hipnotis. Memperoleh reputasi tinggi
karena penyelidikannya terhadap pasien dengan histeria yang mengakibatkan
"physical symptoms " (mis. kebutaan, kelumpuhan) yang tidak memiliki penyebab
fisik yang dapat diidentifikasi. Peneliti lain seperti Hippolyte Bernheim dan Pierre
Janet mengkritik pekerjaan Charcot. Bernheim mengatakan bahwa Gejala histeria
mencerminkan tidak lebih dari sugestibilitas, sedangkan Janet mengatakan bahwa
histeria sebagai manifestasi dari "kepribadian ganda" dan juga sebagai semacam
kemerosotan keturunan.
Pada waktu yang hampir bersamaan, kolaborasi terjadi antara Josef Breuer
dan Sigmund Freud. Pada awal 1880-an, Breuer merawat seorang pasien muda
bernama "Anna O," yang didiagnosis menderita histeria. Perawatan Anna O
menghadirkan banyak tantangan tetapi juga mengarah pada terobosan teoritis
yang akan mempengaruhi praktik psikoterapi selama bertahun-tahun yang akan
datang. Breuer membahas kasus ini secara luas dengan Freud, yang menjadi
sangat tertarik sehingga ia pergi ke Paris untuk mempelajari semua yang dapat
diajarkan Charcot tentang histeria. Singkat cerita, pada tahun 1895, Breuer dan
Freud menerbitkan Studies on Hysteria. Karena berbagai alasan, hubungan antara
keduanya kemudian menjadi cukup tegang. Tetapi kolaborasi mereka berfungsi
sebagai landasan untuk psikoanalisis, satu-satunya pengembangan teori dan
perawatan yang paling berpengaruh dalam sejarah psikiatri dan psikologi klinis.
b. Masuknya Era Modern (1900-1919)
Pembaruan dalam intervensi pun semakin berkembang seperti Clifford
Beers menjadi salah satu pembaruan penting dalam sejarah psikologi klinis. Beers
dirawat di rumah sakit setelah beberapa depresi yang parah. Saat dirawat di rumah
sakit, ia melewati fase manik dan mulai merekam pengalamannya di rumah sakit.
Ketika dia bebas dari gejala manik-depresifnya, dia dibebaskan dari rumah sakit.
Namun, hal ini tidak melemahkan tekadnya untuk menulis sebuah buku yang
mengungkap pelanggaran di rumah sakit orang sakit mental. Dia sangat ingin
menghasilkan gerakan publik untuk memperbaiki pelanggaran tersebut. Pada
tahun 1908, A Mind That Found Itself diterbitkan, dan gerakan mental hygiene d i
Amerika diluncurkan.
Pada 1900, tak lama sebelum Beers memasuki rumah sakit, Freud
menerbitkan The Interpretation of Dreams. Dengan peristiwa ini, gerakan
psikoanalisis berada dalam ayunan penuh. Konsep-konsep seperti alam bawah
sadar, Oedipus complex, dan ego menjadi bagian dari arus utama bahasan
psikologis, dan seksualitas menjadi fokus dalam ranah psikologis. Ide-ide Freud
tidak begitu saja mencapai keberhasilan. Pengakuan lambat laun datang, tetapi
penelitian lain mulai menggoncang penelitiannya, seperti Alfred Adler, Carl Jung,
dan yang lainnya mulai menaruh perhatian.
Pada bab sebelumnya, dijelaskan tentang pendirian Lightner Witmer yang
menjadi klinik psikologis pertama. Selain klinik tersebut, pendirian William
Healy menjadi salah satu yang penting, sebuah klinik bimbingan anak di Chicago
pada tahun 1909. Klinik ini menggunakan pendekatan tim yang melibatkan
psikiater, pekerja sosial, dan psikolog. Mereka mengarahkan upaya mereka pada
yang sekarang sering disebut sebagai juvenile offenders (anak atau orang muda
yang telah dinyatakan bersalah atas suatu pelanggaran, tindakan vandalisme, atau
perilaku antisosial di hadapan pengadilan remaja) a lih-alih terhadap masalah
belajar anak-anak yang sebelumnya menarik perhatian Witmer. Pendekatan Healy
sangat dipengaruhi oleh konsep dan metode Freudian. Pendekatan semacam itu
pada akhirnya memiliki efek menggeser pekerjaan psikologi klinis dengan
anak-anak ke arah dinamis Freud daripada menjadi kerangka kerja pendidikan.
Pada tahun 1905, Joseph Pratt, seorang internis, dan Elwood Worcester,
seorang psikolog, mulai menggunakan metode diskusi suportif di antara
pasien-pasien mental yang dirawat di rumah sakit. Ini adalah cikal bakal dari
berbagai metode terapi kelompok yang menjadi terkenal pada 1920-an dan
1930-an.
c. Di Tengah Peperangan (1920-1939)
Psikoanalisis awal abad ke-20 sebagian besar dikhususkan untuk
perawatan orang dewasa dan dipraktekkan hampir secara eksklusif oleh para
analis yang pelatihan dasarnya di bidang kedokteran. Namun Freud berpendapat
bahwa psikoanalis tidak memerlukan pelatihan medis. Meskipun Freud protes
(Freud, 1926/1959), profesi medis mengklaim hak eksklusif untuk terapi
psikoanalitik dan dengan demikian membuat masuknya psikolog ke dalam
lingkup terapi cukup sulit. Pada akhirnya yang membuat masuknya psikolog ke
dalam kegiatan terapi karena hasil alami dari pekerjaan awal psikolog dengan
anak-anak di berbagai klinik bimbingan. Pada awalnya, pekerjaan itu sebagian
besar terbatas pada evaluasi kemampuan intelektual anak-anak, dan hal ini tentu
saja, melibatkan konsultasi dengan orang tua dan guru. Namun, sulit untuk
memisahkan fungsi intelektual dan keberhasilan sekolah dari aspek perilaku
psikologis yang lebih besar. Akibatnya, wajar jika para psikolog mulai
menawarkan saran dan membuat rekomendasi kepada orang tua dan guru tentang
mengelola perilaku anak-anak.
Ketika para psikolog mencari prinsip-prinsip psikologis, karya Freud dan
Alfred Adler mengambil alih perhatian. Secara khusus, orang-orang terkesan
dengan karya Adler, yang memiliki ide lebih masuk akal daripada Freud. Selain
itu, penekanan Freud tampaknya terletak pada orang dewasa dan dengan
anteseden seksual dari masalah mereka, sedangkan penindasan Adler tentang
peran seksualitas, dan penekanannya yang bersamaan pada struktur hubungan
keluarga, tampak jauh lebih menyenangkan bagi para profesional kesehatan
mental Amerika di lapangan. Pada awal 1930-an, ide-ide Adler (1930) dengan
kuat berlindung di klinik-klinik Amerika yang menangani masalah anak-anak.
Tren kedua yang memengaruhi pekerjaan awal dengan anak-anak — Play
therapy— berasal dari prinsip-prinsip tradisional Freudian. Terapi bermain pada
dasarnya adalah teknik yang mengandalkan kekuatan kuratif dari pelepasan
kecemasan atau permusuhan melalui permainan ekspresif. Pada tahun 1928, Anna
Freud, putri terkemuka Sigmund Freud, menggambarkan metode terapi bermain
yang berasal dari prinsip-prinsip psikoanalitik.
Terapi kelompok juga mulai menarik perhatian. Pada awal 1930-an,
karya-karya dari J. L. Moreno dan S. R. Slavson memiliki dampak. Prekursor lain
adalah teknik "passive therapy" yang dikenalkan oleh Frederick Allen (1934).
Dalam pendekatan ini, orang dapat melihat beberapa gerakan pertama dari apa
yang akan menjadi client-centered therapy. Pada 1920, John Watson
memperkenalkan cara lain dengan kasusnya yang terkenal yaitu Albert dan tikus
putih, di mana seorang anak laki-laki dikondisikan untuk mengembangkan rasa
takut neurotik seperti benda putih, berbulu (Watson & Rayner, 1920). Beberapa
tahun kemudian, Mary Cover Jones (1924) menunjukkan bagaimana ketakutan
seperti itu dapat dihilangkan melalui pengkondisian. Masih kemudian, J. Levy
(1938) menggambarkan "relationship therapy" Tiga peristiwa terakhir ini
menandai dimulainya terapi perilaku, kelompok metode terapi yang sangat
populer dan berpengaruh yang digunakan saat ini.
d. Perang Dunia II dan Setelahnya (1940-Sekarang)
Perang Dunia II menghasilkan banyak masalah emosional pada manusia.
Jumlah dokter dan psikiater militer terlalu sedikit untuk mengatasi masalah
epidemik ini sehingga psikolog mulai ikut berperan dalam hal ini. Awalnya peran
psikolog sebagai asisten saja dan utamanya di grup psikoterapi (Trull &
Preinstein, 2013; Wiramihardja, 2012). Kemudian psikolog mulai melakukan
psikoterapi individu, yang berhasil dalam tujuan jangka pendek (mengembalikan
orang ke medan perang) dan tujuan jangka panjang seperti rehabilitasi (Trull &
Preinstein, 2013). Situasi ini membuat psikolog semakin diterima sebagai
profesional kesehatan mental. Psikolog pun mulai merasakan adanya tanggung
jawab lebih di bidang kesehatan mental ini dan mulai fokus ke psikoterapi.
Hal lain yang berkontribusi dalam hal ini adalah tekanan Nazi (1930) yang
membuat psikolog dan psikiater Eropa pindah ke Amerika. Melalui pertemuan,
diskusi, seminar, terutama ide-ide dari gerakan Freudian ikut memeriahkan
kegiatan akademis di bidang kesehatan mental dan meningkatkan kepercayaan
kepada psikologi. Psikolog klinis yang sebelum tahun 1970 fokusnya kepada
asesmen kecerdasan, tes kemampuan dan pengukuran disfungsi kognitif, setelah
1970-an menjadi lebih tertarik pada bidang terapi seperti perkembangan
kepribadian dan deskripsinya (Trull & Preinstein, 2013; Wiramihardja, 2012).
Psikoterapi dan teori kepribadian mulai muncul, terutama di area
psikoanalisis. Pada 1946, Alexander dan French menerbitkan buku yang
menjelaskan secara singkat mengenai intervensi psikoanalitik. John Dollard dan
Neal Miller (1950) juga menerbitkan buku Personality and Psychotherapy, yang
berusaha menerjemahkan Psikoanalisis Freud ke bahasa teori belajar. Kemudian
Carl Rogers menawarkan alternatif terapi psikoanalisis yang tertuang dalam
bukunya Client-centered therapy di 1951.
Bentuk-bentuk terapi yang lebih “kecil” kemudian bermunculan, seperti
Gestalt therapy oleh Perls (Perls, Hefferline & Goodman, 1951), Frankl (1953)
mengenalkan Logotherapy dan hubungannya dengan teori eksistensial, terapi
keluarga oleh Ackerman (1958) dan di 1962 Ellis menjelaskan tentang
Rational-emotive therapy (RET), yang menjadi dasar dari cognitive-behavioral
therapy; serta Transactional analysisnya (TA) Berne (1961). Lahirnya berbagai
macam terapi “kecil” menimbulkan juga reaksi negatif, seperti yang dilakukan
Eysenck (1952) yaitu mengkritik terapi, terutama perihal ketidakefektifan terapi
(dalam bukunya “The effectness of psychotherapy”) , yang menginspirasi orang
lain untuk melakukan penelitian dengan tujuan membuktikan bahwa Eysenck
salah.
Tidak hanya psikoterapi, behavioris pun mulai berkembang,
memperkenalkan diri mereka sebagai “hardheaded brand of therapy”. Andrew
Salter (1949) menulis conditioned reflex therapy, pionir dari metode
desensitization ( Trull & Preinstein, 2013; Wiramihardja, 2012). Tahun 1953, B.F
Skinner mengembangkan terapi perilaku berdasarkan prinsip operan untuk terapi
dan intervensi sosial (Wiramihardja, 2012). Kemudian di tahun 1958, Josep
Wolpe mengenalkan sistem desensitization, sebuah teknik yang berdasarkan
prinsip conditioning.
Behavior terapi mulai banyak diminati oleh psikolog klinis karena fokus
kepada perilaku yang dapat diobservasi dan diukur, membutuhkan waktu
treatment yang lebih singkat, dan menekankan evaluasi empirik dari hasil
treatment (Trull & Preinstein, 2013). Namun banyak yang setuju bahwa treatment
ini terbatas karena hanya berfokus pada perilaku dan mengesampingkan kognisi
pasien. Kemudian Ellis mengembangkan RET dan Aaron Beck mulai
mengembangkan salah satu treatment psikologi yang paling efektif untuk masalah
psikologis, yaitu terapi kognitif yang dijelaskan di dalam bukunya Depression:
Causes and Treatment. Tidak hanya depresi, fokus terapi kognitif ini luas
Beberapa ciri setelah Perang Dunia II adalah sebagai berikut. Pertama,
jumlah treatment yang dilakukan psikolog klinis telah berkembang pesat.
Disamping ada terapi yang memiliki bukti empiris kuat (seperti cognitive
behavior therapy), banyak juga terapi yang tidak memiliki dukungan empiris.
menggunakan banyak
Muncullah sikap mencari yang termudah, yaitu ecletic—
teknik yang didasarkan pada banyak orientasi, mendasarkan pemilihannya pada
permasalahan khusus yang dikemukakan klien atau pasien (Wiramihardja, 2012).
Selain itu psikolog klinis tertarik dalam mengintegrasikan bermacam-macam
pendekatan ke dalam satu modalitas terapeutik, juga mengidentifikasi
faktor-faktor umum yang mendasari pendekatan-pendekatan berbeda untuk
penanganan (J.D. Frank, 1971)
Kedua, brief or time-effective therapy ( Budman & Gurman, 1988) lebih
diminati karena banyak individual tidak mampu mengikuti psikoterapi
bertahun-tahun. Juga karena ditemukan bahwa terapi yang lebih singkat sama
efektifnya dengan psikoterapi tradisional. Seiring dengan hal tersebut,
penanganan bermanual, diperkenalkan pada clinicians ( Beck, Rush, Shaw &
Emery, 1979; Strupp & Binder, 1984) dan sangat berguna karena mengoutline
tujuan treatment tiap sesi serta teknik yang digunakan dan paket treatment yang
dapat diimplementasikan dan diselesaikan dalam 10-15 sesi. Manual ini juga
membantu penelitian yang menyasar pada menentukan efficacy atau efektifitas
dari intervensi psikologi. Manual ini semakin luas berkembang melalui berbagai
penelitian dan dapat digunakan untuk berbagai masalah psikologis.
Ketiga, psikolog klinis lebih berfokus pada pendekatan preventif, yang
memunculkan community psychology pada 1960-an dan health psychology di
1980an. Terakhir, mulai tahun 1995, daftar “treatment yang ditunjang secara
empirik” berkembang di antara psikolog klinis, seperti Task Force on Promotion
and Dissemination of Psychological Procedures, 199 ( Wiramihardja, 2012).
Sekarang ini, beberapa psikolog mulai berfokus pada legislatif negara
bagian yang memperbolehkan psikolog dengan pelatihan khusus, berwenang
untuk menulis resep untuk pengobatan psikoterapi (Trull & Preinstein, 2013). Di
tahun 2002 New Mexico menjadi negara pertama yang memberikan psikolog hak
menulis resep (Trull & Preinstein, 2013). Berikut ini timeline sejarah dari
intervensi psikologi
4. Research
a. Awal (1850-1899)
Terdapat dua orang yang mengawali penelitian di bidang psikologi klinis.
Diawali oleh Wilhelm Wundt pada tahun 1879 di Leipzig, Jerman. Beliau
mendirikan laboratorium psikologi resmi pertama. Lalu di Amerika pada dekade
yang sama, William James juga mendirikan laboratorium yang sama, dan pada
tahun 1890, William James menerbitkan teks klasik yang berjudul Principle of
Psychology. Keduanya menjadi model bagi ilmuwan-praktisi yang telah melayani
bidang psikologi klinis selama bertahun-tahun.
b. Masuknya Era Modern (1900-1919)
Pada era ini, muncul istilah conditioning yang diperkenalkan oleh Ivan
Pavlov. Gagasan mengenai Conditioning i ni menjadi warisan bagi bidang
psikologi klinis. Gagasannya mengenai classical conditioning menjadi pusat dari
teori dan penelitian serta berperan penting bagi berbagai metode terapi.
Perkembangan penelitian lainnya adalah perkembangan penelitian tes intelegensi.
Pada tahun 1905, Binet dan Simon menunjukkan beberapa bukti validitas dari tes
baru mereka. Dan pada 1916, munculnya penelitian Terman atas tes Binet-Simon.
Pada era ini juga, mulai berkembangnya tes Army Alpha dan Beta.
c. Di Tengah Peperangan (1920-1939)
Pada era ini, psikologi klinis masih dalam masa pertumbuhan. Pada tahun
1939, munculnya tes Wechsler-Bellevue dan tes-tes kepribadian pada 1930-an.
Dalam bidang penelitian akademik, behaviorisme dan psikologi Gestalt yang
paling menonjol.
Behaviorisme mengajarkan klinisian mengenai kekuatan conditioning
dalam pengembangan dan treatment dari gangguan perilaku. Psikologi Gestalt
menekankan pada pentingnya memahami persepsi unik pasien yang berkontribusi
terhadap masalah mereka.
d. Perang Dunia II dan Setelahnya (1940-Sekarang)
Pada pertengahan 1960-an, diagnosis dan asesmen menjadi kurang penting
bagi psikologi klinis. Namun, pada 1950-an, banyaknya jurnal dengan studi
mengenai tes intelegensi dan asesmen kepribadian. Studi-studi ini digunakan
untuk keperluan psikoterapi maupun untuk bidang psikologi lainnya, seperti
bidang pendidikan dan industri-organisasi. Penelitian demi penelitian
berhubungan dengan aspek skala Stanford-Binet dan Wechsler. Demikian juga
dengan tes proyektif. Ratusan penelitian yang berhubungan dengan Rorschach
dan TAT diterbitkan. Penelitian ini banyak yang berfokus pada masalah
reliabilitas dan validitas.
Perkembangan penelitian lain yang sangat penting selama tahun-tahun ini
adalah munculnya studi tentang proses dan efektivitas psikoterapi. Seperti
disebutkan sebelumnya, kritik Eysenck membuat klinisian bergegas untuk
meningkatkan citra psikoterapi melalui bukti penelitian yang kuat. Salah satu
pelopor yang sesungguhnya dalam penelitian terapi (therapy research) adalah
Carl Rogers (1951). Rogers dan Dymond (1954) melaporkan temuan mereka
mengenai efektivitas proses konseling.
Peristiwa penting pada era ini adalah publikasi social learning Julian
Rotter dan terciptanya Psikologi Klinis pada tahun 1954. Tidak hanya teori social
learning tetapi juga landasan empiris untuk teori tersebut. Penelitian tentang
implikasi teori untuk asesmen dan terapi juga dimasukkan.
Tahun 1950-an juga awal dari bentuk intervensi yang lebih berorientasi
kepada behavior. B.F. Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry Solomon membuat
proyek penelitian terapi perilaku pada tahun 1953. Joseph Wolpe
mengembangkan metode systematic desensitization (Wolpe, 1958). Metode
perilaku ini tidak bergantung pada wawasan (insightI) , yang dianggap perlu oleh
para psikoanalis, atau pada potensi pertumbuhan (growth), yang dianggap sama
pentingnya oleh sekolah terapi yang berpusat pada klien. Arnold Lazarus dan
Stanley Rachman juga membantu memfasilitasi gerakan ini. Tokoh berpengaruh
lain dalam gerakan penelitian perilaku adalah Hans Eysenck, beliau juga
memperkenalkan banyak klinisian tentang behavior therapy melalui buku
pentingnya tentang topik pada tahun 1960.
Pada tahun 1977, Mary Smith dan Gene Glass menerbitkan survei yang
mendukung keefektivan terapi. Serangkaian studi telah membantu dalam
memahami metode terapi yang mempengaruhi pasien. Seperti disebutkan
sebelumnya, bidang penelitian psikoterapi terus berkembang hingga saat ini.
Bidang penelitian lain yang telah berkembang pesat adalah diagnosis dan
klasifikasi serta pengujian dan pengukuran psikologis. Publikasi DSM-III
(American Psychiatric Association, 1980) mendorong ledakan penelitian yang
bertujuan mengevaluasi reabilitas, validitas, dan kegunaan kriteria spesifik
gangguan mental yang termasuk dalam manual ini. Jurnal psikiatri dan psikologi
menerbitkan banyak penelitian tentang kriteria DSM-III untuk sindrom seperti
skizofrenia, depresi berat, dan gangguan kepribadian antisosial. Selain itu, lebih
banyak psikolog klinis mulai melakukan penelitian yang bertujuan
mengidentifikasi faktor etiologis (kausal) yang terkait dengan perkembangan
berbagai gangguan mental. Faktor-faktor yang diselidiki berkisar dari
kecenderungan genetik sampai peristiwa masa kecil yang traumatis seperti
pelecehan fisik atau seksual.
Penelitian yang dipublikasikan tentang inventaris psikologis, interview,
dan rating scale juga meningkat. Dengan proliferasi instrumen psikologis yang
tersedia untuk peneliti dan klinisian, reliabilitas dan validitas dari
langkah-langkah ini perlu dievaluasi secara empiris. Gejala dari pertumbuhan area
penelitian ini adalah "pemisahan" dari jurnal psikologi klinis utama, Journal of
Consulting and Clinical Psychology (JCCP), menjadi dua. Sekarang, selain
JCCP, terdapat journal Psychological Assessment, outlet utama untuk penelitian
mengenai tes psikologis dan pengukuran yang digunakan oleh psikolog klinis.
Selain kedua jurnal di atas, berikut daftar berbagai jurnal yang menerbitkan
penelitian penting dalam bidang ini, yaitu:
● Journal of Consulting and Clinical Psychology
● Development and Psychopathology
● Psychological Assessment
● Clinical Psychology: Science and Practice
● Journal of Clinical Child and Adolescent Psychology
● Journal of Abnormal Psychology
● Journal of Abnormal Child Psychology
● Psychological Bulletin
● Behavior Therapy
● Psychological Science
● American Journal of Psychiatry
● Archives of General Psychiatry
● Professional Psychology: Research and Practice
● Clinical Psychology Review
Pada beberapa dekade terakhir telah adanya peningkatan jumlah minat di
antara para psikolog klinis di bidang genetika perilaku dan brain imaging.
Genetika perilaku adalah spesialisasi penelitian di mana faktor genetik dan
lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan perilaku. Ahli genetika perilaku
telah menyelidiki pengaruh-pengaruh ini dalam berbagai perilaku dan perbedaan
individu, termasuk kecerdasan, kepribadian, dan psikopatologi. Brain imaging
memungkinkan pandangan tentang struktur dan fungsi otak menjadi komponen
penting dalam penelitian tentang psikopatologi. Temuan-temuan dari bidang
penelitian yang relatif baru ini kemungkinan akan memengaruhi teori dan
treatment terhadap berbagai gangguan psikologis.
5. The Profession
a. Awal (1850-1899)
Terdapat dua kejadian yang menandai dimulainya profesi psikologi klinis
sebagai profesi yang mandiri, meskipun banyak melayani kebutuhan profesi lain;
pertama adalah didirikannya American Psychological Association (APA) pada
tahun 1892, dengan Stanly Hall sebagai presiden pertama. Meskipun jumlah
anggotanya sedikit di bawah 100 orang, profesi psikologi benar-benar berjalan.
Kedua adalah kelahiran psikologi klinis, empat tahun sesudahnya, 1896. Lightner
Witmef merupakan orang pertama yang mendirikan klinis psikologi dalam
lingkungan Universitas Pennsylvania. Banyak orang yang mencatat kelahiran
psikologi klinis dari hari kelahirannya itu. Klinik ini diabdikan untuk memberikan
penanganan terhadap anak-anak yang mengalami masalah belajar atau yang
bermasalah di kelas. Definisi psikologi klinis sendiri, diajukan Witmer dalam
jurnalnya yang terbit pada tahun 1912 sehingga ada juga sebagian orang yang
menganggap kelahiran psikologi klinis itu pada tahun tersebut.
Nama Witmer lebih sebagai figur sejarah daripada tokoh substantif. Ia
tidak mengajukan teori atau metode apapun namun dialah yang memberi nama
“psikologi klinis” dan yang mulai memberi kuliah untuk mata kuliah tersebut.
Juga jurnal psikologi klinis yang pertama diterbitkan oleh Witmer, The
Psychological Clinic, yang terbit sampai tahun 1935.
b. Kedatangan Era Modern (1900-1919)
Pada awal abad ke-20 hanya ditandai oleh sedikit psikolog yang bekerja di
luar universitas. Tetapi pada tahun 1906. Morton Prince menerbitkan Journal of
Abnormal Psychology, dan pada tahun 1907, Witmer menerbitkan The
Psychological Clinic. Meskipun hanya dua itu saja, psikologi klinis dapat
menampilkan identitasnya, yang dikukuhkan pada 1909 oleh Healy yang
menerbitkan Juvenile Psychopathic Institute di Chicago. The lowa Psychological
Clinic d imulai tahun 1908, waktu yang sama Goddard, menawarkan kegiatan
magang (internship) di Vineland Training School New Jersey. Dengan jurnal,
klinik dan pemagangan profesi psikologi klinis mulai menampakkan bentuknya.
Pada 1910 ada 222 anggota APA, membayar untuk iuran tahunan $1.
Tahun 2003, iuran tahun anggota menjadi $236, tidak termasuk $110 biaya
asesmen khusus untuk psikolog-psikolog pemeliharaan kesehatan. Perhatian APA
masih lebih banyak ke psikologi sebagai ilmu, bukan sebagai profesi. Pada saat
yang sama pelayanan pengetesan mulai marak, dan universitas-universitas
berespons dengan menyelenggarakan kursus dan telaahan dengan
keterbatasan-keterbatasan kognitif. Akhirnya, pada tahun 1919 Seksi pertama
Psikologi Klinis dibangun dalam lingkungan APA. Perang Dunia II mendorong
tumbuhnya gerakan pemeriksaan psikologi, yang bagaimanapun melahirkan
profesi baru.
c. Diantara Perang Dunia I dan II (1920-1939)
APA menyatakan untuk mengembangkan psikologi sebagai ilmu. Pada
akhir 1920-an psikolog yang berorientasi pada klinis menjadi gelisah dan secara
meningkat melihat untuk mendapatkan pengakuan atas peran dan minat uniknya
dari APA. Pada tahun 1931, APA membangun suatu komite untuk standar
training, pada tahun 1935, yang bertujuan untuk mendefinisikan psikologi klinis
sebagai seni dan teknologi yang bersangkutan dengan masalah-masalah
penyesuaian manusia (Reisman, 1976). Ini meragukan dan masih banyak
psikologi klinis yang menolak definisi itu.
Pada tahun 1936, Loutfit menerbitkan buku psikologi klinis pertama dan
pada tahun 1937, menerbitkan Journal of Consulting Psychology and Clinical
Psychology (JCCP), yang banyak memuat hasil riset pada psikologi klinis.
Kejadian-kejadian itu mendorong timbulnya psikologi klinis sebagai profesi.
Kecendrungan lain terjadi dalam bidang perkembangan. Tes psikologi
ternyata menjadi kegiatan yang bernilai finansial. James McKeen Cattell
mendirikan Korporasi Psikologi pada tahun 1921 untuk mengembangkan dan
memasarkan tes-tes psikologis (terutama untuk mereka yang berminat pada
bidang industri).
Bukti lanjut dari perkembangan profesi psikologi adalah adanya publikasi
pertama American Psychologist d i tahun 1946. Di tahun 1945 Connecticut
menjadi negara bagian pertama yang memunculkan hukum sertifikasi bagi
psikolog. Pada tahun yang sama American Boards of Examiners in Professional
Psychology (ABEPP) terbentuk untuk memberikan sertifikasi bagi psikolog
klinis. Di tahun 1949 pelayanan untuk pengetesan untuk edukasi dimulai. APA
mulai secara aktif mengembangkan dirinya dengan membuat pelatihan bagi
psikolog klinis dan membuat program sertifikasi bagi psikolog klinis. Pada tahun
1953, dirilislah Ethical Standards yang mengatur pengaturan etis psikolog.
Pada tahun 1949, dibuatlah The Boulder Conference yang di dalamnya
menjelaskan mengenai model praktisi ilmuwan untuk pelatihan psikolog klinis
yang kemudian digunakan sebagai dasar pada tahun-tahun selanjutnya. Model ini
menegaskan mengenai:
a. Psikolog klinis harus mengejar pelatihan mereka di universitas
b. Psikologis klinis harus dilatih menjadi psikolog terlebih dahulu sebelum
menjadi clinicians.
c. Mereka harus magang terlebih dahulu dalam pelayanan klinis.
d. Calon psikolog klinis harus memiliki kompetensi dalam ranah diagnosis,
psikoterapi, dan penelitian.
e. Terakhir, puncak dari pelatihan mereka adalah gelar Ph.D.
d. Perkembangan Profesi (1970-Sekarang)
Pada tahun 1960an psikologi klinis sudah terpengaruh dan condong ke
ranah behavioral. Baik dari segi asesmen, intervensi, maupun penelitian. Jalan
untuk mengubah perilaku berbelok dari psikoterapi ke penggunaan conditioning
dan reinforcement. Jurnal-jurnal penelitian pun mulai penuh dengan topik-topik
mengenai behaviorism. Kemudian pada tahun 1970-an dunia psikologi mulai
beralih ke metode cognitive behavior. Disaat yang bersamaan cabang psikologi
komunitas yang pada tahun 1960-an padam, di tahun 1980-an prinsip yang fokus
pada langkah preventif muncul kembali dengan bentuk health psychology,
Pada tahun yang sama, yaitu 1970-an dan 1980-an, terjadi peningkatan
yang besar dari segi profesi. Peningkatan ini dapat dilihat dalam grafik dibawah
Sekarang, APA sudah mencapai lebih dari 150.00 anggota dengan
pendanaan melebihi 100 juta dolar. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat
juga telah memberikan lisensi dan sertifikat bagi seorang psikolog.
e. 1988 Schism
APA sudah sedari dulu memiliki konflik di dalamnya, terutama antara
praktisi psikolog dan rekan-rekan yang berfokus pada akademik-ilmiah. Pada
tahun 1988, sayap akademik-ilmiah dari APA tampaknya menyimpulkan bahwa
APA berada dibawah kontrol dari praktisi psikologis. Mantan presiden APA,
Janet Spence juga menyatakan bahwa bahasan dari pertemuan-pertemuan dewan
APA 90% berisi permasalahan profesi dari praktisi klinis. Isu-isu seperti
pembuatan resep obat, hak istimewa di rumah sakit, perizinan, dll.
Walaupun terdapat usaha untuk menyelesaikan perselisihan antara praktisi
dan sayap akademik-ilmiah, usaha tersebut gagal. Akhirnya peristiwa ini berujung
pada terbentuknya American Psychological Society (APS) yang dibentuk pada
tahun 1988 oleh 22 mantan member presiden APA. Adapun tujuan dari APS
yang sekarang berganti nama menjadi Association for Psychological Science
adalah:
- Memajukan disiplin psikologi
- Membentuk basis ilmiah dari psikologi
- Meningkatkan pemahaman publik atas ilmu psikologi dan
penggunaannya,
- Meningkatkan kualitas edukasi
- Mendorong penggunaan psikologi untuk kepentingan umum.
Perpisahan antara APA dan APS memunculkan pro dan kontranya sendiri,
tetapi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana keduanya harus tetap fokus pada
tujuan awal dari munculnya psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
Juveline Offender. (n.d.) In Collins English Dictionary. Retrieved 24 Februari 2019 from
https://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/juvenile-offender
Sarwono, S. (2002). Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi. Jakarta: Bulan
Bintang.
Trull, T. J. & Prinstein, M. J. (2013). Clinical Psychology (8th ed.). USA: Wadsworth Cengage
Learning.
Wiramihardja, S. A. (2012). Pengantar Psikologi Klinis (3rd ed.). Bandung: Refika Aditama