NIM : 2007101130034
Francis Galton sebagai tokoh pertama yang mengusulkan teori adanya pengaruh
keturunan dan genetik dalam inteligensi manusia. Dengan kata lain, Inteligensi yang
dimiliki oleh individu dipengaruhi oleh orang tua atau nenek moyang individu tersebut.
Teori Galton ini, pada akhirnya menciptakan perdebatan mengenai asal-usul inteligensi
antara unsur nature yang berarti alami, organik dan keturunan atau nurture yang berarti
berasal dari lingkungan atau hal yang dipelajari.
Standard Proggressive Matrices (SPM) adalah tes inteligensi yang dirancang oleh
J.C Raven pada tahun 1936 serta diterbitkan pertama kali di tahun 1938. SPM yang
dijumpai di Indonesia yaitu hasil revisi pada tahun 1960. Tes SPM mengukur
kecerdasan orang dewasa. Tes ini mengungkapkan faktor general (G faktor) atau
kemampuan umum seseorang.
tes SPM tidak memberikan skor berupa suatu angka IQ seseorang, melainkan dengan
tingkatan (grade) inteligensi menurut besarnya skor total dan usia subjek. Tingkat
inteligensi subjek dikelompokkan berdasarkan atas nilai persentil sebagai berikut:
1. Grade I yaitu Intellectually superior ditujukan bagi subjek yang memiliki nilai persentil
95 ke atas.
2. Grade II yaitu Difenitelly above the avarage in intellectual capacity ditujukan bagi
subjek yang memiliki nilai terletak diantara persentil 75 sampai dengan persentil 95.
3. Grade III yaitu Intellectually avarage ditujukan bagi subjek yang memiliki nilai terletak
diantara persentil 25 sampai dengan 75.
4. Grade IV yaitu Difenitelly below the avarage in intellectual capacity ditujukan bagi
subjek yang memiliki nilai terletak diantara persentil 5 sampai dengan persentil 25.
5. Grade V yaitu Intellectually defective ditujukan bagi subjek yang memiliki nilai yang
terletak pada dan di bawah persentil 5.
Pertama kali Tes inteligensi CFIT ini dikembangkan oleh Raymond B. Cattell pada
tahun 1940. Menurut Cattell inteligensi terbagi menjadi 2 komponen, yaitu fluid dan
crystallized intelligence. Fluid intelligence merupakan kecerdasan yang berasal dari
sifat bawaan lahir atau hereditas. Sedangkan crystallized intelligence adalah kecerdasan
yang sudah dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya kecerdasan yang didapat melalui
proses pembelajaran di sekolah. Tes ini dikembangkan sebagai tes non verbal untuk
mengukur fluid intelligence (Gf).
WAIS-R terdiri dari skala verbal dan skala performansi. Skala Verbal terdiri dari:
1. Informasi
2. Rentang Angka
Berupa rangkaian angka antara 3 sampai 9 angka yang disebutkan secara lisan dan
subjek diminta untuk mengulangnya dengan urutan yang benar.
3. Kosa Kata
Berisi 40 kata-kata yang disajikan dari yang paling mudah didefinisikan sampai
kepada yang paling sulit.
4. Hitungan
Berupa problem hitungan yang setaraf dengan soal hitungan di sekolah dasar.
5. Pemahaman
6. Kesamaan
Berupa 13 soal yang menghendaki subjek untuk menyatakan pada hal apakah dua
benda memiliki kesamaan.
Untuk skala performansi adalah sebagai berikut:
1. Kelengkapan Gambar
Subjek diminta menyebutkan bagian yang hilang dari gambar dalam kartu yang
jumlahnya 21 kartu.
2. Susunan Gambar
Berupa delapan seri gambar yang masing-masing terdiri dari beberapa kartu yang
disajikan dalam urutan yang tidak teratur.
3. Rancangan Balok
Terdiri atas suatu seri pola yang masing-masing tersusun atas pola merah-putih.
Setiap macam pola diberikan di atas kartu sebagai soal.
4. Perakitan Objek
5. Simbol Angka
Bentuk tes CPM ada dua macam yaitu berbentuk cetakan buku dan yang lainnya
berbentuk papan dan gamabr-gambarnya tidak berbeda dengan yang di buku cetak.
Materi tes terdiri dari 36 item/gambar. Item ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok
atau 3 set yaitu set A, set Ab dan set B. item disusun bertingkat dari item yang mudah
ke item yang sukar. Tiap item terdiri dari sebuah gambar besar yang berlubang dan
dibawahnya terdapat 6 gambar penutup. Tugas testi adalah memilih salah satu diantara
gambar ini yang tepat untuk menutupi kekosongan pada gambar besar. Pada dasarnya
kedua bentuk tersebut dalam pelaksanaan tes memberikan hasil yang sama.
Kedua bentuk tes CPM dicetak berwarna, dimaksudkan untuk menarik dan memikat
perhatian anak-anak kecil
1. berpikir logis
3. kemampuan untuk mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan bagian-
bagian, jadi termasuk kemampuan analisa dan kemampuan integrasi
Tes CPM dapat digunakan untuk mengungkap taraf kecerdasan bagi anak-anak yang berusia 5
samapai 1 tahun. Di samping itu juga digunakan untuk orang-orang yang lanjut usia dan
bahkan utnuk anak-anak defective.
SON
SON merupakan akronim dari Snijders Oomen Non Verbal Scale. SON merupakan
salah satu tes inteligensi non verbal digunakan untuk individu dengan rentan usia 3 – 16
tahun. Alat tes ini juga tidak hanya sebatas untuk individu dalam kondisi normal namun
juga dapat digunakan untuk individu dengan disabilitas seperti tunarungu. Alat tes ini
dapat digunakan oleh individu dengan tunarungu dikarenakan tes SON berbentuk
puzzle dan rangkaian gambar yang perlu dicocokan dan peserta tidak dituntut untuk
menjawab perintah yang diberikan. SON sendiri dirancang mulai pada tahun 1939 –
1942, di Amsterdam dan kemudian dalam perkembangannya banyak dilakukan revisi-
revisi pada item alat tes ini
KETERBATASAN TES INTELIGENSI
Skor tes IQ sering dijadikan sebagai ukuran kecerdasan seorang anak di Indonesia.
Padahal skor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling berhubungan dengan pola
asuh, interaksi antara anak dengan orang tua, pola belajar, dan faktor lingkungan.
Intelegensi meurut para ahli adalah kemampuan mental dalam berpikir logis dengan
melibatkan rasio.
Yang patut dicemaskan saat ini adalah banyak lembaga pendidikan yang
mewajibkan calon siswanya untuk mengikuti tes IQ terlebih dahulu sebagai persyaratan
mutlak penerimaan siswa baru. Bahkan ada beberapa sekolah yang mensyaratkan tes IQ
minimal 120 skala Weschler. Bahkan ada beberapa anak yang disarankan untuk masuk
ke Sekolah Luar Biasa karena skor mereka kurang dari 120 skala Weschler tanpa
mempertimbangkan latar belakang anak terlebih dahulu.
3. Standarisasi, yaitu apakah alat yang dipakai sesuai dengan norma masyarakat sekitars
Oleh karena itu penggunaan tes IQ harus dilakukan dengan bijaksana. Tes IQ jangan
dijadikan sebagai tolak ukur satu-satunya dalam menentukan potensi seseorang. Hasil
tes inteligensi yang tinggi sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang
oleh faktor-faktor lain yang kondusif, begitu juga sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, R. J., & Swerdlik, M. (2009). An Introduction to Tests and Measurement (7th Edition).
McGraw−Hill.