Anda di halaman 1dari 14

Nama : Annisa

NIM : 2007101130034

Mata Kuliah : Psikodiagnostika

Dosen Pengampu : Wida Yulia Viridanda, M.Psi., Psikolog.

Tugas : Ringkasan Prinsip-prinsip Inteligensi ( pengantar dan sejarah )

Prinsip-prinsip Inteligensi ( Sejarah dan Pengantar Inteligensi )

 Sejarah Tes Inteligensi


Pada awalnya, tes inteligensi telah dipraktekkan oleh negara Cina sejak sebelum
dinasti Han, yang dilakukan oleh jenderal Cina untuk menguji rakyat sipil yang ingin
menjadi legislatif berdasarkan pengetahuan menulis klasik, persoalan administratif dan
manajerial.
Kemudian dilanjutkan sampai pada masa dinasti Han (200 SM- 200 M).Namun
seleksi ini tidak lagi untuk legislatif saja, tetapi mulai merambah pada bidang militer,
perpajakan, pertanian, dan geografi. Meskipun diawali dengan sedikit mencontoh pada
seleksi militer perancis dan Inggris. Sistem ujian telah disusun dan berisi aktivitas yang
berbeda, seperti tinggal dalam sehari semalam dalam kabin untuk menulis artikel atau
puisi, hanya 1 % sampai dengan 7 % yang diizinkan ikut ambil bagian pada ujian tahap
kedua yang berakhir dalam tiga hari tiga malam. Menurut Gregory (1992), seleksi ini
keras namun dapat memilih orang yang mewakili karakter orang Cina yang kompleks.
Tugas-tugas militer yang berat cukup dapat dilakukan dengan baik oleh para pegawai
yang diterima dalam seleksi fisik dan psikologi yang intensif.
Tokoh-tokoh yang berperan antara lain adalah Wundt. Beliau merupakan psikolog
pertama yang menggunakan laboratorium dengan penelitiannya mengukur kecepatan
berpikir. Wundt mengembangkan sebuah alat untuk menilai perbedaan dalam
kecepatan berpikir. Sedangkan Cattel (1890) menemukan tes mental pertama kali. Yang
memfokuskan pada tidak dapatnya membedakan antara energi mental dan energi
jasmani. Meskipun Pada dasarnya tes mental temuan Cattel ini hampir sama dengan
temuan Galton.
Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah Alfred Binet. Selain kontribusi nyata
pribadi beliau dengan menciptakan tes intelegensi, beliau juga bekerja sama dengan
Simon (1904) untuk membuat instrumen pengukur intelegensi dengan skala
pengukuran level umum pada soal- soal mengenai kehidupan sehari- hari.
Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini mengembangkan penggunaan tes intelegensi
dengan tiga puluh items berfungsi mengidentifikasikan kemampuan sekolah anak.
Tahun 1912, Stres membagi mental age dengan cronological age sehingga muncul
konsep IQ.
Tokoh selanjutnya yang cukup berperan adalah Spearman dan Persun, dengan
menemukan perhitungan korelasi statistik. Perkembangan selanjutnya dibuatlah suatu
standar internasional yang dibuat di Amerika Serikat berjudul “Standards for
Psychological and Educational Test” yang digunakan sampai sekarang. Kini tes
psikologi semakin mudah, praktis, dan matematis dengan berbagai macam variasinya
namun tanpa meninggalkan pedoman klasiknya. Psikodiagnostik adalah sejarah utama
dari tes psikologi atau yang juga disebut psikometri.

 Pengantar Tes Inteligensi


Tes inteligensi merupakan salah satu alat yang digunakan dalam mengasesmen
individu (Cohen & Swerdlik, 2009). Definisi dari tes inteligensi terbagi menjadi dua,
yaitu definisi tes dan inteligensi. Tes dalam konteks tes psikologi merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur atribut psikologi pada individu. Contoh atribut psikologi
seperti kepribadian, ketertarikan, nilai-nilai, sikap dan inteligensi (Cohen & Swerdlik,
2009).
Inteligensi diartikan sebagai macam-macam kemampuan yang dimiliki oleh
individu yang sesuai dengan rentang usianya (Cohen & Swerdlik, 2009). Definisi
tersebut memberikan gambaran bahwa inteligensi terdiri dari banyak jenis kemampuan
dan berbeda tingkat kemampuan pada masing-masing usia.
Banyak pandangan dari tokoh-tokoh psikologi yang berupaya mendefinisikan arti
dari inteligensi, antara lain :
Menurut Alfred Binet (1857-1911) & Theodore Simon, inteligensi terdiri dari tiga
komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan
untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah dilaksanakan, dan kemampuan
untuk mengritik diri sendiri (autocriticism).

Francis Galton sebagai tokoh pertama yang mengusulkan teori adanya pengaruh
keturunan dan genetik dalam inteligensi manusia. Dengan kata lain, Inteligensi yang
dimiliki oleh individu dipengaruhi oleh orang tua atau nenek moyang individu tersebut.
Teori Galton ini, pada akhirnya menciptakan perdebatan mengenai asal-usul inteligensi
antara unsur nature yang berarti alami, organik dan keturunan atau nurture yang berarti
berasal dari lingkungan atau hal yang dipelajari.

Lewis Madison Terman pada tahun 1916 mendefinisikan inteligensi sebagai


kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak.
H. H. Goddard pada tahun 1946 mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat
kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang.
V.A.C. Henmon mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua faktor, yaitu
kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.
Baldwin pada tahun 1901 mendefinisikan inteligensi sebagai daya atau kemampuan
untuk memahami.
Edward Lee Thorndike (1874-1949) pada tahun 1913 mendefinisikan inteligensi
sebagai kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran
atau fakta.
George D. Stoddard pada tahun 1941 mendefinisikan inteligensi sebagai
kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan mengandung
kesukaran, kompleks, abstrak, ekonomis, diarahkan pada suatu tujuan, mempunyai nilai
sosial, dan berasal dari sumbernya.
Walters dan Gardber pada tahun 1986 mendefinisikan inteligensi sebagai suatu
kemampuan atau serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu
memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya
tertentu.
Flynn pada tahun 1987 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk
berpikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar adari pengalaman.
David Wechsler, intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah,
berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang
melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat
diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata
yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
 Pengukuran Intelegensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog Perancis
merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa
yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu
dinamakan Tes Binnet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak
perbaikan dari Tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks
numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age
dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti
ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh psikolog Jerman yang bernama William Stern,
yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford_Binet ini
banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak samapai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas Tes Binet-Simon atau Tes Stanford-Binet adalah bahwa tes
itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Spearman mengemukakan
bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja, tetapi juga terdiri
dari faktor-faktor yang lebih spesifik.
Teori ini disebut teori faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang
dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence
Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk
anak-anak.
Hasil tes inteligensi umumnya berupa skor IQ (Intelligence Quotient). Meski
begitu, ada pula tes inteligensi yang menghasilkan tingkatan atau grade. Pertama kali
seorang ahli psikologi berkebangsaan Jerman yaitu William Stern mengemukakan
istilah IQ. Kemudian istilah IQ digunakan secara resmi oleh Lewis Madison untuk hasil
tes inteligensi Stanford Binet Intelligence Scale di Amerika Serikat pada tahun 1916.
Jika dalam perhitungannya, menurut William Stern menggunakan rasio antara MA
dan CA dengan rumus IQ = (MA/CA) x 100. MA mengacu pada mental age,
sedangkan CA mengacu pada chronological age yang memiliki angka konstan sebesar
100.

 Macam-macam Tes Inteligensi


 Stanford-Binet Intelligence Scale
Alfred Binet (1875-1911) memulai suatu usaha pengukuran intelligensi dengan
mengikuti metoda Paul Broca yang saat itu sangat popular di kalangan ilmuwan.
Pengukuran intelligensi termaksud dilakukan dengan cara mengukur lingkaran
tempurung kepala anak-anak (kraniometri).
Tes Binet dengan skala Stanford–Binet berisi materi berupa sebuah kotak yang
berisi berbagai macam mainan yang akan diperlihatkan pada anak-anak, dua buah buku
kecil yang berisi cetakan kartu-kartu, sebuah buku catatan yang berfungsi untuk
mencatat jawaban beserta skornya, dan sebuah petunjuk pelaksanaan dalam pemberian
tes. Pengelommpokkan tes-tes dalam skala Stanford–Binet dilakukan menurut berbagai
level usia, dimulai dari usia 2 tahun sampai dengan usia dewasa.
Meski begitu, dari masing-masing tes yang berisi soal-soal tersebut memiliki taraf
kesukaran yang tidak jauh berbeda untuk setiap level usianya. Skala Stanford–Binet
dikenakan secara individual dan pemberi tes memberikan soal-soalnya secara lisan.
Meski begitu, skala ini tidak cocok untuk dikenakan pada orang dewasa, sekalipun
terdapat level usia dewasa dalam tesnya. Skala Stanford-Binet versi terbaru diterbitkan
pada tahun 1986. Konsep inteligensi dikelompokkan menjadi empat tipe penalaran
dalam revisi terakhir ini dan masing-masing diwakili oleh beberapa tes.

 WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children)


Wechsler Intelligence Scale for Children dikembangkan oleh David Wechsler yang
mempublikasikannya pada tahun 1939, dimana tes ini mengukur fungsi intelektual yang
lebih global. Tes inteligensi WISC digunakan untuk tes inteligensi pada anak usia 8-15
tahun. Tes WISC terdiri atas tes verbal dan tes performance. Tes verbal terdiri atas
materi perbendaharaan kata, pengertian, informasi, hitungan, persamaan, rentangan
angka. Sedangkan tes performance terdiri atas mengatur gambar, melengkapi gambar,
rancangan balok, merakit objek, mazes dan simbol.
Beberapa penelitian juga telah menggunakan WISC untuk mengungkap gejala-
gejala gangguan klinis pada anak, diantaranya seperti main brain disfunction/brain
damage, emotional disturbance, learning disabilities, anxiety, delinquency, dan lain-
lain

 WPPSI (Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence)


Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI) dikembangkan oleh
Weschler. Sesuai dengan namanya, alat tes ini dirancang dan ditujukan untuk anak-
anak pada usia sebelum masuk sekolah atau anak-anak yang ada pada tingkat taman
kanak-kanak, perkiraan usia dimulai dari 2 tahun atau saat anak mulai masuk ke taman
kanak-kanak hingga umur 6 tahun saat anak mulai masuk ke sekolah dasar. Alat tes ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan anak secara keseluruhan serta dapat
juga digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keterlambatan atau kesulitan anak
tersebut.
Atribut psikologis dan kemampuan-kemampuan yang diukur oleh alat tes ini terdiri
dari 2 penilaian besar, yaitu tes verbal yang mencangkup atas tes kemampuan
menerima informasi, kemampuan pemahaman, kemampuan berhitung, kemampuan
melihat persamaan dan pengertian; serta tes prestasi yang terdiri atas rumah binatang
dengan mencocokan nama binatang dan tempat tinggalnya, penyelesaian gambar
dengan melengkapi gambar yang kosong, mencari jejak, bentuk geomteris, labirin dan
puzzle balok (Siswina et al., 2016).

 IST (Intelligenz Struktur Test)


Intelligenz Struktur Test (IST) merupakan alat tes inteligensi yang telah diadaptasi
di Indonesia. Tes ini dikembangkan oleh Rudolf Amthaeur di Frankfrurt Main Jerman
pada tahun 1953. Intelligenz Struktur Test (IST) terdiri dari 9 subtes antara lain
Satzerganzung (SE) yaitu melengkapi kalimat, Wortauswahl (WA) yaitu melengkapi
kata-kata, Analogien (AN) yaitu persamaan kata, Gemeinsamkeiten (GE) yaitu sifat
yang dimiliki bersama, Rechhenaufgaben (RA) yaitu kemampuan berhitung,
Zahlenreihen (SR) yaitu deret angka, Figurenauswahl (FA) yaitu memilih bentuk,
Wurfelaufgaben (WU) yaitu latihan balok, dan Merkaufgaben (ME) yaitu latihan
simbol. Tes IST terdiri dari 9 sub tes terdiri dari 176 aitem soal. Waktu pengerjaan yang
dibutuhkan dalam penyajian tes IST ini kurang lebih selama 90 menit dengan instruksi
yang berbeda-beda pada setiap sub tesnya.

 SPM (Standard Progressive Matrices)

Standard Proggressive Matrices (SPM) adalah tes inteligensi yang dirancang oleh
J.C Raven pada tahun 1936 serta diterbitkan pertama kali di tahun 1938. SPM yang
dijumpai di Indonesia yaitu hasil revisi pada tahun 1960. Tes SPM mengukur
kecerdasan orang dewasa. Tes ini mengungkapkan faktor general (G faktor) atau
kemampuan umum seseorang.

tes SPM tidak memberikan skor berupa suatu angka IQ seseorang, melainkan dengan
tingkatan (grade) inteligensi menurut besarnya skor total dan usia subjek. Tingkat
inteligensi subjek dikelompokkan berdasarkan atas nilai persentil sebagai berikut:

1. Grade I yaitu Intellectually superior ditujukan bagi subjek yang memiliki nilai persentil
95 ke atas.
2. Grade II yaitu Difenitelly above the avarage in intellectual capacity ditujukan bagi
subjek yang memiliki nilai terletak diantara persentil 75 sampai dengan persentil 95.
3. Grade III yaitu Intellectually avarage ditujukan bagi subjek yang memiliki nilai terletak
diantara persentil 25 sampai dengan 75.
4. Grade IV yaitu Difenitelly below the avarage in intellectual capacity ditujukan bagi
subjek yang memiliki nilai terletak diantara persentil 5 sampai dengan persentil 25.
5. Grade V yaitu Intellectually defective ditujukan bagi subjek yang memiliki nilai yang
terletak pada dan di bawah persentil 5.

 APM (Advanced Progressive Matrices)

Tes Advanced Progressive Matrices (APM) dikembangkan oleh Raven yang


merupakan tipe tes kedua dari tes yang ia kembangkan. Tes Advanced Progressive
Matrices mengukur kinerja intelektual dari mereka yang memiliki inteligensi di atas
rata-rata. Selain itu, tes ini juga mampu membedakan secara tajam antara mereka yang
tergolong memiliki inteligensi unggul dari yang lainnya.

 CFIT (Culture Fair Intelligence Test)

Pertama kali Tes inteligensi CFIT ini dikembangkan oleh Raymond B. Cattell pada
tahun 1940. Menurut Cattell inteligensi terbagi menjadi 2 komponen, yaitu fluid dan
crystallized intelligence. Fluid intelligence merupakan kecerdasan yang berasal dari
sifat bawaan lahir atau hereditas. Sedangkan crystallized intelligence adalah kecerdasan
yang sudah dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya kecerdasan yang didapat melalui
proses pembelajaran di sekolah. Tes ini dikembangkan sebagai tes non verbal untuk
mengukur fluid intelligence (Gf).

 Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)

Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) dikembangkan oleh David Wechsler.


Akibat rasa ketidakpuasan dengan batasan dari teori Stanford-Binet dalam
penggunaannya, khususnya dalam pengukuran kecerdasan untuk orang dewasa
sehingga dikembangkanlah tes ini. David Wechsler kemudian meluncurkan tes
kecerdasan baru yang dikenal sebagai Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) pada
1955. Tes ini digunakan oleh orang dewasa usia 16-75 tahun atau lebih. Pelaksanaan tes
ini dilakukan secara individu. WAIS menjadi alat tes yang paling populer karena paling
banyak digunakan di dunia saat ini. Tes ini semula bernama Wechsler Bellevue
Intellegence Scale (WBIS).

WAIS-R terdiri dari skala verbal dan skala performansi. Skala Verbal terdiri dari:

1.      Informasi

Berisi 29 pertanyaan mengenai pengetahuan umum yang dianggap dapat diperoleh


oleh setiap orang dari lingkungan sosial dan budaya sehari-hari dimana ia berada.

2.      Rentang Angka

Berupa rangkaian angka antara 3 sampai 9 angka yang disebutkan secara lisan dan
subjek diminta untuk mengulangnya dengan urutan yang benar.

3.      Kosa Kata

Berisi 40 kata-kata yang disajikan dari yang paling mudah didefinisikan sampai
kepada yang paling sulit.

4.      Hitungan

Berupa problem hitungan yang setaraf dengan soal hitungan di sekolah dasar.

5.      Pemahaman

Isi subtes ini dirancang untuk mengungkap pemahaman umum.

6.      Kesamaan

Berupa 13 soal yang menghendaki subjek untuk menyatakan pada hal apakah dua
benda memiliki kesamaan.
Untuk skala performansi adalah sebagai berikut:

1.      Kelengkapan Gambar

Subjek diminta menyebutkan bagian yang hilang dari gambar dalam kartu yang
jumlahnya 21 kartu.

2.      Susunan Gambar

Berupa delapan seri gambar yang masing-masing terdiri dari beberapa kartu yang
disajikan dalam urutan yang tidak teratur.

3.      Rancangan Balok

Terdiri atas suatu seri pola yang masing-masing tersusun atas pola merah-putih.
Setiap macam pola diberikan di atas kartu sebagai soal.

4.      Perakitan Objek

Terdiri dari potongan-potongan langkap bentuk benda yang dikenal sehari-


hariyang disajikan dalam susunan tertentu.

5.      Simbol Angka

Berupa Sembilan angka yang masing-masing mempunyai simbolnya sendiri-


sendiri. Subjek diminta menulis symbol untuk masing-masing angka di bawah deretan
angka yang tersedia sebanyak yang dapat dia lakukan selama 90 detik.

 Colours Progressive Matrices

Bentuk tes CPM ada dua macam yaitu berbentuk cetakan buku dan yang lainnya
berbentuk papan dan gamabr-gambarnya tidak berbeda dengan yang di buku cetak.
Materi tes terdiri dari 36 item/gambar. Item ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok
atau 3 set yaitu set A, set Ab dan set B. item disusun bertingkat dari item yang mudah
ke item yang sukar. Tiap item terdiri dari sebuah gambar besar yang berlubang dan
dibawahnya terdapat 6 gambar penutup. Tugas testi adalah memilih salah satu diantara
gambar ini yang tepat untuk menutupi kekosongan pada gambar besar. Pada dasarnya
kedua bentuk tersebut dalam pelaksanaan tes memberikan hasil yang sama.

Kedua bentuk tes CPM dicetak berwarna, dimaksudkan untuk menarik dan memikat
perhatian anak-anak kecil

Tes CPM dimaksudkan untuk mengungkap aspek:

1.      berpikir logis

2.      kecakapan pengamatan ruang

3.      kemampuan untuk mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan bagian-
bagian, jadi termasuk kemampuan analisa dan kemampuan integrasi

4.      kemapuan berpikir secara analogi. 

Tes CPM dapat digunakan untuk mengungkap taraf kecerdasan bagi anak-anak yang berusia 5
samapai 1 tahun. Di samping itu juga digunakan untuk orang-orang yang lanjut usia dan
bahkan utnuk anak-anak defective.

 SON
SON merupakan akronim dari Snijders Oomen Non Verbal Scale. SON merupakan
salah satu tes inteligensi non verbal digunakan untuk individu dengan rentan usia 3 – 16
tahun. Alat tes ini juga tidak hanya sebatas untuk individu dalam kondisi normal namun
juga dapat digunakan untuk individu dengan disabilitas seperti tunarungu. Alat tes ini
dapat digunakan oleh individu dengan tunarungu dikarenakan tes SON berbentuk
puzzle dan rangkaian gambar yang perlu dicocokan dan peserta tidak dituntut untuk
menjawab perintah yang diberikan. SON sendiri dirancang mulai pada tahun 1939 –
1942, di Amsterdam dan kemudian dalam perkembangannya banyak dilakukan revisi-
revisi pada item alat tes ini
 KETERBATASAN TES INTELIGENSI

Skor tes IQ sering dijadikan sebagai ukuran kecerdasan seorang anak di Indonesia.
Padahal skor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling berhubungan dengan pola
asuh, interaksi antara anak dengan orang tua, pola belajar, dan faktor lingkungan.
Intelegensi meurut para ahli adalah kemampuan mental dalam berpikir logis dengan
melibatkan rasio.

Pengukuran mental tidaklah dapat dilakukan secermat pengukuran terhadap aspek


fisik atau terhadap materi konkret. Seperti yang kita pahami, intelegensi tidak dapat
diamati secara langsung, namun intelegensi dapat diketahui dengan skor-skor tertentu,
dan untuk memperoleh skor ini kemudian diadakan tes-tes yang berupa sample perilaku
yang merupakan manisfetasi dari proses mental. Tes Intelegensi adalah alat ukur
kecerdasan yang hasilnya berupa skor. Tetapi skor tersebut hanya merupakan bagian
kecil mengenai tingkat kecerdasan seseorang dan merupakan gambaran kecerdasan
secara keseluruhan

Skor bukan satu-satunya hal mutlak untuk memutuskan tingkat kecerdasan


seseorang. Howard Gardner, psikolog pendidikan asal Amerika yang terkenal dengan
teori multiple inttelligencenya menyatakan bahwa kecerdasan intelektual merupakan
satu dari beberapa kecerdasan yang dimiliki seseorang. Kecerdasan-kecerdasan itu
antara lain bahasa, matematis, berpikir logis, musik, visual, dan gerak. Namun alat ukur
kecerdasan ganda tersebut masih dikembangkan oleh Gardner.

Yang patut dicemaskan saat ini adalah banyak lembaga pendidikan yang
mewajibkan calon siswanya untuk mengikuti tes IQ terlebih dahulu sebagai persyaratan
mutlak penerimaan siswa baru. Bahkan ada beberapa sekolah yang mensyaratkan tes IQ
minimal 120 skala Weschler. Bahkan ada beberapa anak yang disarankan untuk masuk
ke Sekolah Luar Biasa karena skor mereka kurang dari 120 skala Weschler tanpa
mempertimbangkan latar belakang anak terlebih dahulu.

Setidaknya ada tiga faktor yang berhubungan dengan tes IQ:

1. Reliabilitas, yaitu sejauh mana hasil tes tersebut dapat dipercaya.


2. Validitas, yaitu sejauh mana alat ini mampu mengukur apa yang hendak diukur

3. Standarisasi, yaitu apakah alat yang dipakai sesuai dengan norma masyarakat sekitars

Oleh karena itu penggunaan tes IQ harus dilakukan dengan bijaksana. Tes IQ jangan
dijadikan sebagai tolak ukur satu-satunya dalam menentukan potensi seseorang. Hasil
tes inteligensi yang tinggi sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang
oleh faktor-faktor lain yang kondusif, begitu juga sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA

Cohen, R. J., & Swerdlik, M. (2009). An Introduction to Tests and Measurement (7th Edition).
McGraw−Hill.

Suharman, Wahid. (2013). Sejarah Tes Inteligensi.


http://konselorindonesia.blogspot.com/2010/10/sejarah-tes-inteligensi.html?m=1 (diakses
tanggal 15 Maret 2021)

Anda mungkin juga menyukai