Oleh :
Kelompok 11
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, taufiq dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Issue Etik dalam
Perspektif Lintas Budaya Dalam Pengembangan Pribadi Konselor ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Pengembangan Pribadi Konselor. Kami mengucapkan terima kasih kepada
Ikke Yuliani Dhian Puspitarini, M.pd selaku dosen pengampu mata kuliah Pengembangan
Pribadi Konselor yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan dapat menambah
wawasan untuk kita semua.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
JUDUL......................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya keragaman budaya merupakan realitas hidup, yang tidak dapat dipungkiri
mempengaruhi perilaku individu dan seluruh aktivitas manusia, yang termasuk di dalamnya
adalah aktivitas konseling. Karena itu, dalam melakukan konseling, sangat penting untuk
mempertimbangkan budaya yang ada. Namun, dalam kenyataannya, kesadaran budaya dalam
praktek konseling masih sangat kurang. Hal ini sangat berbahaya, konseling yang tidak
mempertimbangkan budaya klien yang berbeda akan merugikan klien. Menurut Freize,
pendidikan yang tidak melihat budaya klien adalah pendidikan yang menindas. Kesadaran
budaya harus menjadi tujuan pendidikan, termasuk konseling yang lebih mengena.
Dalam bidang konseling dan psikologi, pendekatan lintas budaya dipandang sebagai
kekuatan keempat setelah pendekatan psikodinamik, behavioral dan humanistik ( Paul
Pedersen, 1991 ). Suatu masalah yang berkaitan dengan lintas budaya adalah bahwa orang
mengartikannya secara berlain - lainan atau berbeda, yang mempersulit untuk mengetahui
maknanya secara pasti atau benar. Dapat dinyatakan, bahwa konseling lintas budaya telah
diartikan secara beragam dan berbeda - beda; sebagaimana keragaman dan perbedaan budaya
yang memberi artinya.
Definisi - definisi awal tentang lintas budaya cenderung untuk menekankan pada ras,
etnisitas, dan sebagainya; sedangkan para teoritis mutakhir cenderung untuk mendefinisikan
lintas budaya terbatas pada varibel - variabelnya ( Sue dan Sue, 1990 ). Namun, argumen -
argumen yang lain menyatakan, bahwa lintas budaya harus melingkupi pola seluruh bidang
dari kelompok - kelompok yang tertindas, bukan hanya orang kulit berwarna, dikarenakan
4
yang tertindas itu dapat berupa gender, kelas, agama, keterbelakangan, bahasa, orientasi
seksual, dan usia ( Triclett, Watts, dan Birman, 1994 ).
Konseling lintas budaya melibatkan konselor dan klien yang berasal dari latar
belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya
bias - bias budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif.
Agar berjalan efektif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan
melepaskan diri dari bias - bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya,
dan memiliki ketrampilan - ketrampilan yang responsif secara kultural. Dengan demikian,
maka konseling dipandang sebagai " Perjumpaan Budaya " ( Cultural Encounter ) antara
konselor dan konseli ( Dedi Supriadi, 2001:6 ).
B. Rumusan Masalah
5
1. Bagaimana pribadi konselor dan keterkaitannya dengan konseling sadar budaya ?
2. Bagaimana pemusatan pada faktor individu dan faktor lingkungan dalam konseling ?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
6
A. Pribadi Konselor dan Keterkaitannya Dengan Konseling Sadar Budaya.
Kesadaran, konselor lintas budaya harus benar - benar mengetahui perbedaan yang
mendasar antara konselor dengan klien yang akan dibantunya. Selain itu, konselor harus
menyadari benar akan timbulnya konflik jika konselor memberikan layanan konseling kepada
klien yang berbeda latar belakang sosial budayanya.
Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa konselor lintas budaya harus mengerti dan
memahami budaya di indonesia, terutama nilai - nilai budaya yang dimilikinya. Sebab bukan
tidak mungkin macetnya proses konseling hanya karena konselor tidak mengetahui dengan
pasti nilai - nilai apa yang dianutnya. Dengan demikian, kesadaran akan nilai - nilai yang
dimiliki oleh konselor dan nilai - nilai yang dimiliki oleh klien, akan dapat dijadikan landasan
untuk melaksanakan konseling.
7
sebagaimana orang jawa. Jika konselor sering berhubungan dengan orang minangkabau,
maka konselor akan belajar bagaimana orang miangkabau berperilaku.
Tiga kompetensi diatas wajib dimiliki oleh konselor lintas budaya. Sebab dengan
dimilikinya ketiga kemampuan itu, akan semakin mempermudah konselor untuk bisa
berhubungan dengan klien yang berbeda latar belakang budaya. Sementara itu menurut
konseling indonesia 2012 kompentensi lintas budaya meliputi:
Dalam pengkajian issue tentang budaya, locke dalam brown (1988), mengemukakan 3
issue pokok dalam konseling lintas budaya.
c. Klien yang datang menemui konselor juga membawa seperangkat nilai dan sikap
yang mencerminkan budayanya.
Dari paparan diatas dapat dianalisis bahwa unsur - unsur pokok yang perlu
diperhatikan dalam konseling lintas budaya adalah:
1. Klien sebagai individu yang unik, yang memiliki unsur - unsur budaya tertentu yang
berpengaruh pada sikap, bahasa, nilai - nilai, pandangan hidup, dan sebagainya.
2. Konselor sebagai individu yang unik juga tidak terlepas dari pengaruh unsur budaya
seperti halnya klien yang dilayani.
8
3. Dalam hubungan konseling, konselor harus menyadari unsur - unsur tersebut dan
menyadari bahwa unsur - unsur budaya itu akan mempengaruhi keberhasilan proses
konseling.
Perbedaan etik melibatkan penelitian yang berasal dari budaya tertentu. Pendekatan
etnik mengacu pada pandangan bahwa data penelitian konseling lintas budaya harus dilihat
dari sudut pandang budaya subjek yang diteliti, atau budaya asli dan unik.
Ketika konselor dan klien secara bersama dalam budaya yang sama, konselor
mempercayakan intuitievely atas penerimaan secara bersama – sama untuk menyempurnakan
diluar tujuan klien, dan atas pemahaman pribadinya untuk memenuhi jurang pemisah dalam
latar belakang diri klie. Ketika participant budaya konseling dibedakan, konselor sering
kurang menyimpulkan secara implicit untuk menciptakan image coherent pada diri klien.
Seperti aspek – aspek yang signifikan pada persepsi, ingatan, dan sisa sejarah yang membisu.
Waktu yang mengiris pada sesi konseling akan memperluas horyzontally yang meliputu
sejarah dan masa depan klien, serta ketegak lurusan ke penggabungan makna budaya itu.
Interaksi antar konselor dan klien mungkin dapat dilihat dari intervensi disengaja
dalam aktivitas klien, konstruk wawasan dan pemahamannya,serta kebaikannya untuk
memuaskan klien atas efektivitas yang diperbaiki. Para partisipan semestinya menciptakan
setiap interface akan menompang hubungan konselingan dan menompang manfaat
penerimaan interface klien yang begitu luas adalah dibutuhkan dengan sungguh – sungguh
dan kehangatan, serta membangkitkan rasa empatinya. Konsep akhirnya adalah mengkritisi
komunikasi antar budaya, semenjak di sarankan empati ketentuan pertalian dan hubungan
10
berdasarkan atas kesamaan antar kedua partisipan konseling antar budaya, kita selalu melihat
kebutuhan yang serupa untuk menompang empati.
BAB III
11
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Kesadaran konselor lintas budaya harus benar - benar mengetahui adanya perbedaan
yang mendasar antara konselor dengan klien yang akan dibantunya. Selain itu, konselor harus
menyadari benar akan timbulnya konflik jika konselor memberikan layanan konseling kepada
klien yang berbeda latar belakang sosial budayanya.
Dalam pengkajian issue tentang budaya, locke dalam brown (1988), mengemukakan 3
issue pokok dalam konseling lintas budaya.
Landasan sosial budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seseorang individu pada dasarnya merupakan
produk lingkungan sosial budaya dimana ia hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu. 1986. Antropologi Budaya: mengenal kebudayaan dan suku - suku bangsa di
Indonesia. Surabaya: Pelangi.
Carter. RT. 1991. Cultural Values: a review of empirical research and implications for
counseling. Journal of Counseling & Development. 70: 164 - 173.
12