Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PEMAHAMAN LINTAS BUDAYA


KERAGAMAN DAN KOMPETENSI TRANSKULTURAL DALAM ORGANISASI
DOSEN PENGAJAR : Dr. Drs. A. A. Gede Putra Pemayun M.Si

KELOMPOK 4 :
Ni Putu Fiona Hilda Indiartha ( 121211805 )
Ni Putu Suryawati ( 121211864 )
Santhi Mitha Tridorade Geot ( 121211897 )
Putu Riska Indah Mentari ( 121211847 )
Iftitahul Izza ( 121211857 )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL


DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Pemahaman
Lintas Budaya yang berjudul “Keragaman dan Kompetensi Transkultural dalam Organisasi”
dengan tepat waktu. Pemahaman Lintas Budaya merupakan salah satu mata kuliah yang
wajib di tempuh di Undiknas University. Tugas ini disusun berdasarkan sumber media
internet dan berbagai sumber lainnya.
Pada proses penyusunan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak untuk
mendukung terselesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Oleh karena itu kami mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan
Tugas Pemahaman Lintas Budaya ini.
Mengingat kemampuan serta pengalaman kami yang masih terbatas, kami menyadari
sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun untuk mengoreksi tugas kami sangat diharapkan agar tugas yang
telah kami susun dapat berguna bagi pembaca.

Denpasar, 11 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
2.1 Pengertian Transkultural.............................................................................
2.2 Pengertian Keragaman Transkultural......................................................... 3
2.3 Unsur Unsur Keragaman Transkultural dalam Organisasi......................... 4
2.4 Pengertian Kompetensi Transkultural...........................
BAB III SIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 6
3.1 Simpulan..................................................................................................... 6
3.2 Saran........................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keragaman dari budaya, suku bangsa,
agama, hingga aliran-aliran kepercayaan. Semua keragaman tersebut tumbuh di dalam kehidupan
masyarakat Indonesia yang akhirnya membentuk masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang
plural. Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai budaya, karena adanya kegiatan dan
pranata khusus. Perbedaan ini justru berfungsi mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi
sosial masyarakat tersebut. Pluralisme masyarakat dalam tatanan sosial, agama dan suku bangsa telah
ada sejak nenek moyang. Kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan merupakan kekayaan
dalam khasanah budaya Nasional. Keanekaragaman kebudayaan Indonesia dapat dikatakan
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya, Indonesia mempunyai potret
kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Tidak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik
masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai
sejak dulu. Keragaman budaya adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya
di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Konteks pemahaman
masyarakat majemuk, 2 selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri
dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai
kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut. Jumlah penduduk lebih dari 200 juta
orang di mana mereka tinggal tersebar di pulau-pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami wilayah
dengan kondisi geografis yang bervariasi, mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran
rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Pertemuan, interaksi, dan komunikasi antarorang yang berbeda
latar belakang budaya terjadi setiap detik pada era ini. Mobilitas orang makin mudah dan sering, tidak
hanya untuk berlibur tetapi juga untuk bekerja di negara lain dan berbisnis dengan mitra asing. Sering
kali kegagalan transaksi bisnis terjadi hanya karena kegagalan dalam berkomunikasi antarbudaya.
Artikel ini menyoroti pentingnya kesadaran antarbudaya dan perlunya pelatihan kompetensi
komunikasi antarbudaya bagi semua pimpinan dan perusahaan lokal dan multinasional. Oleh karena
itu, kerja sama dan sinergi antarbudaya tidak dapat dihindari dan menjadi aspek penting pada era
global ini. Perusahaan yang memiliki kompetensi antarbudaya akan mampu sukses dan
mempertahankan kesuksesan dalam bisnis global.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian tentang Keragaman dan Kompetensi Transkultural


dalam Organisasi, maka bisa dirumuskan masalah tentang “Bagaimana Pemahaman
Keragaman dan Kompetensi Transkultural dalam Organisasi”.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan di buat nya laporan makalah ini adalah untuk memaparkan penjelasan tentang
Keragaman dan Kompetensi Transkultural dalam Organisasi.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Secara Teoritis


Untuk menambah pengetahuan penulis tentang pendidikan karakter serta
menjadi bahan referensi bagi penulis lainnya dalam menyusun makalah.

1.4.2 Secara Praktis


Diharapkan makalah ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran untuk
dunia pendidikan dan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
tentang pendidikan karakter.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Transkultural
Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture. Trans
berarti alur perpindahan , jalan lintas atau penghubung. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia;
trans berarti melintang, melintas , menembus , melalui.
Cultur berarti budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti :
-    kebudayaan , cara pemeliharaan , pembudidayaan.
-    Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok
dan diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti : Sesuatu yang
berkaitan dengan kebudayaan.
Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat.
Dan kebudayaan berarti :
-    Hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan ,
kesenian dan adat istiadat.
-    Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
menjadi pedoman tingkah lakunya.
Jadi , transkultural dapat diartikan sebagai :
-    Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya
yang lain
-    Pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial

2.2 Pengertian Keragaman Transkultural


Keragaman Transkultural adalah sutau kondisi masyarakat yang mempunyai suatu
budaya yang berbeda / lintas budaya yang terjadi karena interaksi social. Globalisasi telah
memberikan efek pada budaya dan perilaku manusia dalam berbagai setting dan konteks.
Interaksi manusia dari berbagai belahan dunia saat ini sangatlah mudah dengan kemajuan
teknologi informasi yang sangat pesat. Setiap detik selama 24 jam setiap hari manusia
berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lain dari berbagai belahan dunia lain melalui
media atau pertemuan langsung. Pertemuan antarbudaya makin mudah dan sering serta makin
banyak orang yang bepergian ke negara lain, apakah itu untuk urusan bisnis, pekerjaan, belajar
atau liburan. Pada era global dan era perdagangan bebas ini makin banyak perusahaan
multinasional di berbagai negara, juga perusahaan-perusahaan lokal yang mengembangkan bisnis
ke negara-negara lain. Konsekuensinya adalah makin banyaknya keberadaan pekerja dan
profesional asing di suatu negara atau orang bekerja di negara lain. Jumlah tenaga kerja asing di
berbagai perusahaan lokal maupun multinasional makin hari semakin meningkat. Sayangnya,
kemampuan dan keterampilan berkomunikasi antarbudaya untuk kelancaran hubungan dan bisnis
tidak semua disadari oleh para pelaku bisnis. Hal itu ditambah lagi dengan sangat minimnya
pelatihan komunikasi antarbudaya untuk mengatasi beragam hambatan antarbudaya. Banyak
kegagalan transaksi bisnis terjadi hanya karena kegagalan dalam berkomunikasi antarbudaya.
Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi berkomunikasi antarbudaya dan untuk meningkatkan
kesadaran antarbudaya menjadi suatu keharusan bagi perusahaan global maupun lokal.
Kurangnya kesadaran antarbudaya dan kurang cakapnya dalam berkomunikasi antarbudaya
sering kali menciptakan kesalahpahaman. Kesalahpahaman ini dapat menimbulkan rasa
tersinggung dan ketidakpercayaan dari kedua belah pihak. Bahkan kesalahpahaman dapat terjadi
hanya karena perbedaan dalam gaya berkomunikasi (Yoshida, 2002).

Kata 'keberagaman' bersifat ambigu, terutama bila dikaitkan dengan istilah 'organisasi'.
Sebuah organisasi bisa menjadi organisasi domestik, dengan banyak karyawannya yang berasal
dari luar negeri - yang mencerminkan keragaman sosial negara yang bersangkutan. Itu juga bisa
menjadi organisasi antar-nasional yang keragaman budayanya tercermin di anak perusahaan
asingnya. Pada saat yang sama, keberagaman dapat merujuk pada kumpulan kelompok yang
membentuk organisasi: kelompok yang dibedakan dalam hal jenis kelamin, bahasa ibu,
pendidikan, serta posisi atau gaji mereka. Moore (1999: 212) menganalisis sikap organisasi
terhadap keragaman secara umum dan mengidentifikasi empat perspektif berbeda:

1. Kebutaan keanekaragaman: tidak ada ketentuan yang dibuat dalam organisasi untuk
mengatasi masalah dan / atau peluang yang berkaitan dengan keanekaragaman.
2. Keragaman permusuhan: organisasi mencoba untuk 'menyeragamkan' karyawannya
dan secara aktif menekan ekspresi keberagaman.
3. Kenaifan keragaman: organisasi memandang keragaman secara positif dan
mendorong kesadaran keragaman, tetapi mungkin tidak mampu mengatasi masalah
apa pun yang mungkin disebabkan oleh keragaman.
4. Integrasi keragaman: organisasi menangani keragaman dengan cara yang pragmatis.
Ini membantu karyawannya untuk mengembangkan keterampilan dalam manajemen
keragaman dan menciptakan prasyarat yang diperlukan untuk komunikasi yang
efektif antara berbagai kelompok dalam tenaga kerja.

2.3 Unsur-Unsur Keberagaman Transkultural dalam Organisasi

2.4 Pengertian Kompetensi Lintas Budaya dalam Organisasi

Mengelola keragaman dalam jenis organisasi dan lingkungannya menuntut, di semua


tingkat manajemen, kompetensi yang sering disebut sebagai 'transkultural'. Untuk
mengembangkan kapasitas untuk bertindak secara efektif di tingkat internasional,
perusahaan harus memilih pengelolaan antar budaya, dengan kata lain manajemen yang
menyesuaikan cara berkomunikasi, bernegosiasi, dan mengarah pada konteks budaya negara
yang bersangkutan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan)


untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Kompetensi dalam Bahasa Inggris adalah
competency atau competence merupakan kata benda, Menurut William D. Powell dalam
aplikasi linguist Version 1.0 (1997) diartikan : 1). Kecakapan, kemampuan , kompetensi ; 2).
Wewenang. Kata sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap, mampu dan
tangkas.

Kata competence adalah state of being capable atau dapat diartikan sebagai suatu keadaan
yang menunjukkan kapabilitas atau kemampuan seseorang, sehingga ia dapat berfungsi
dalam cara-cara yang mendesak dan penting. Misalnya kompetensi komunikator adalah
sebuah kompetensi yang dimiliki oleh seorang komunikator atau kemampuan tertentu,
kemampuan yang cukup dari seorang komunikator dalam menghindari perangkap atau
hambatan komunikasi, seperti meminimalisir kesalahpahaman, kekurang mengertian, dan
memahami perbedaan sikap dan persepsi orang lain.
Dari defenisi diatas kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk
melaksanakan tugas dan peran, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-
keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi dan kemampuan untuk membangun
pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang
dilakukan.

Oleh karena itu, yang dimaksud dengan kompetensi lintas budaya adalah kompetensi
yang dimiliki oleh seseorang (baik secara pribadi, berkelompok organisasi atau dalam etnik
dan ras) untuk meningkatkan kapasitas, keterampilan, pengetahuan yang berkaitan dengan
kebutuhan utama dari orang-orang lain yang berbeda kebudayaannya. Kompetensi lintas
budaya merupakan suatu perilaku yang sikap, struktur, juga kebijakan yang datang
bersamaan atau menghasilkan kerja sama dalam situasi lintas budaya.

Setiap kompetensi lintas budaya dari seorang individu tergantung pada institusi social,
organisasi kelompok kerja, dan tempat individu berada (secara fisik maupun social) Semua
faktor itu membentuk sebuah sistem yang mempengaruhi kompetensi lintas budaya individu
yang efektif. Jadi secara makro dapat dikatakan bahwa kompetensi lintas budaya merupakan
tanggungjawab atas total sistem sebuah kebudayaan. Kompetensi lintas budaya berkaitan
dengan suatu keadaan dan kesiapan individu sehingga kapasitasnya dapat berfungsi efektif
dalam situasi perbedaan budaya.

Ada beberapa faktor yang mendorong kita mempelajari kompetensi antarbudaya, yaitu:

1. Adanya perbedaan nilai antarbudaya,


2. Tata aturan budaya cenderung mengatur dirinya sendiri,
3. Kesadaran untuk mengelola dinamika perbedaan,
4. Pengetahuan kebudayaan yang sudah institusionalisasi, dan
5. Mengadaptasikan kekuatan semangat layanan dalam keragaman budaya demi
melayani orang lain.

Dengan kata lain, kompetensi antarbudaya itu tergantung pada konteks, demikian kata
Gudykunst. Konteks tersebut itu adalah ;

1. konteks verbal, misalnya berkaitan dengan pembentukan kata-kata, dalam sebuah


pernyataan dan topik;
2. konteks relasi, yang menggambarkan penyusunan, tipe, dan gagasan pesan dalam
berkomunikasi dengan orang lain;
3. konteks lingkungan fisik maupun sosial suatu masyarakat yang menggambarkan
bentuk penerimaan dan penolakan tanda, simbol, ataupun pesan dalam komunikasi.

Pada suatu waktu, seseorang mengundang Anda untuk memberikan ceramah, orang itu
bilang bahwa Anda memiliki kompetensi. Pernyataan itu adalah kesan. Kompetensi adalah
sebuah kesan (Spitzberg & Cupach, 1984, h1m. 115). la mengatakan bahwa pandangan
menyeluruh tentang kompetensi komunikasi tidak boleh tidak harus disamakan dengan
kesan dari seseorang yang menjadi lawan bicara kita. Meskipun begitu, umumnya
pembicaraan tentang kompetensi jelas menghendaki adanya suatu ketrampilan atau
kecakapan yang dimiliki, di saat berkomunikasi dengan orang lain, dan ketepatan itu
ditentukan pula oleh lawan bicara kita. Dalam contoh, jika orang Jepang mengawali
perkenalan dengan Anda, dan bertanya: ‘Berapa usia Anda?’ maka ungkapan itu sama
dengan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang di Amerika Utara. Orang Jepang yang
lain mengamati percakapan demikian sebagai evaluasi yang tepat terhadap lawan bicara,
atau mungkin sekadar basa-basi semata-mata. Mungkin sekali, orang Amerika Utara akan
melihat pertanyaan itu sebagai sesuatu yang kurang tepat diawal perkenalan antarpribadi.
Dengan demikian maka banyak orang menggunakan standar yang berbeda atau bervariasi
berdasarkan budaya masing-masing.

2.5 Pengaruh Keberagaman Budaya Dalam Kepemimpinan Suatu Organisasi

Budaya yang beragam dan perilaku kepemimpinan dalam suatu organisasi dapat
berdampak pada efektivitas organisasi. Efektivitas organisasi menjadi sasaran yang dicapai
berdasarkan usaha bersama (Gibson et al., 1997).  Nilai-nilai dan tradisi budaya yang melekat
pada diri seorang pemimpin dapat memengaruhi sikap dan perilaku pemimpin. Sehingga
diperlukan pemahaman mengenai perbedaan budaya untuk memudahkan serta memfasilitasi
upaya individu dan kolektif dalam mencapai tujuan bersama.  Selain itu, perilaku kepemimpinan
dapat dipengaruhi oleh jenis organisasi, jenis industri, dan karakteristik posisi manajerial. Dalam
konteks perkantoran, budaya kerja yang diimplementasikan pada suatu organisasi merefleksikan
kepemimpinan di dalamnya. Sebagai contoh, di perkantoran pemerintah memiliki budaya kerja
‘Budaya Tepat Waktu, Tepat Kinerja’.  Maksud dari budaya kerja tersebut telah memberikan
kebebasan kepada pegawai untuk mengembangkan ide dan gagasan secara bertanggung jawab,
bersifat fleksibel, serta mempertahankan stabilitas kantor dengan orientasi pada pencapaian
target yang telah ditetapkan.  Penerapan budaya kerja tersebut menggunakan metode sebagai
berikut: a) pendekatan kekeluargaan; b) pembinaan pegawai; c) pelatihan pegawai; d)
pengawasan dan evaluasi.  Metode lain yang digunakan dalam penerapan budaya kerja adalah
pelatihan bagi pegawai. Pelatihan meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja agar mencapai
sasaran yang telah ditetapkan. Pelatihan dilaksanakan bagi organisasi yang ingin
mengembangkan dan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (Nickson, 2007). 
Selanjutnya metode pengawasan dan evaluasi dapat dilakukan oleh pemimpin untuk menerapkan
budaya kerja. Pengawasan dilakukan pemimpin sebagai bentuk evaluasi terhadap kinerja
pegawai. Pemimpin menilai perilaku dan hasil pekerjaan yang dituntaskan pegawai sebagai
kinerja (Armstrong, 2006). Implementasi budaya kerja dapat memiliki hambatan yang dapat
berdampak pada berjalannya organisasi. Beberapa hambatan yang diidentifikasi terdapat dalam
impelementasi budaya kerja perkantoran pemerintah, antara lain: a) perbedaan karakter individu;
b) adanya pekerjaan yang tidak dapat selesai tepat waktu; c) ketidakpahaman terhadap
instrumen;  d) rasa sungkan memberi teguran pada pegawai senior.Adanya perbedaan latar
belakang budaya seperti suku, agama, dan ras yang sering dicampuradukan dalam urusan
pekerjaan menjadi hal yang paling dirasakan di perkantoran. Hal yang sering dikaitkan seperti
sikap dan tingkah individu dalam pekerjaan dilihat sebagai cerminan dirinya sebagai kelompok
tertentu. Penulis menekankan perlu adanya kepemimpinan lintas budaya dan keragaman yang
dapat berkomunikasi dengan baik sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara suku atau
agama. Kepemimpinan yang bijaksana didukung dengan keterampilan berperilaku secara
efektif.  Pemimpin harus memahami nilai-nilai budaya, memiliki keterampilan berkomunikasi,
memiliki kreativitas, dan dapat menyesuaikan diri serta mengambil pelajaran dalam setiap
kondisi (Luthans, 2006). Pemimpin yang dapat merangkul perbedaan latar belakang budaya juga
diminta adaptif dalam memahami perbedaan karakter setiap pegawai sehingga bersikap dengan
mempertimbangkan dua sisi ketika memandang suatu masalah.Kepemimpinan lintas budaya
memerlukan cara pandang yang melihat perbedaan sebagai potensi untuk memajukan organisasi.
Dalam menyikapi permasalahan kesalahpahaman komunikasi suku Batak dan Jawa, pemimpin
harus memiliki kemampuan komunikasi interpersonal.  Pemimpin lintas budaya membangun
komunikasi yang konstruktif sehingga langsung dapat mengidentifikasi pokok permasalahan
yang dihadapi dan mengetahui tindak lanjut penyelesaiannya.  Pada akhirnya, interaksi dan
komunikasi harmonis yang dibina oleh kepemimpinan dapat menjadi potensi untuk efektivitas
organisasi. Kepemimpinan berperan penting untuk meningkatkan kesadaran bagi seluruh sumber
daya manusia di dalam organisasi mencapai sasaran berdasarkan usaha bersama (Gibson et al.,
1997).  Beberapa upaya yang dapat dilakukan pemimpin untuk mencapai kinerja efektif seperti
pendekatan kekeluargaan, pembinaan pegawai, pelatihan pegawai, hingga pengawasan dan
evaluasi. Selain itu, kepemimpinan lintas budaya penting untuk menghadapi keberagaman nilai-
nilai budaya yang terdapat di perkantoran.  Kepemimpinan lintas budaya menghadirkan interaksi
yang konstruktif sehingga berdampak pada produktivitas kinerja pegawai (Luthans, 2006). Peran
kepemimpinan lintas budaya dapat menjembatani kesalahpahaman yang terjadi dari dua suku
berbeda berkat pemahaman pemimpin mengenai perbedaan nilai-nilai budaya.

2.5 Cara Pemimpin Menyikapi Keberagaman Transkultural Dalam Suatu Organisasi

Keberagaman budaya merupakan sebuah hal yang pasti akan kita jumpai dalam hidup
bermasyarakat, terkhusunya dalam sebuah lingkungan kerja. Tak jarang keberagaman budaya ini
dapat menjadi hambatan dalam sebuah lingkungan kerja di suatu organisasi. Pastinya dengan
hambatan ini akan menjadikan karyawan yang terdampak menjadi tertekan dan tidak nyaman
dalam lingkungannya. Namun keberagaman budaya juga dapat menjadi sebuah keunggulan
dalam suatu organisasi. Sebagai seorang pemimpin kita harus dapat menyikapi hal tersebut agar
semua karyawan merasakan kenyamanan dalam lingkungan kerja mereka dengan keberagaman
yang ada, seorang pemimpin juga harus dapat menjadikan keberagaman budaya ini merupakan
sebuah keunggulan. Dengan keberagaman budaya yang ada pada suatu organisasi, akan dapat
membuat organisasi tersebut tidak monoton dan menjadi beragam karyawannya. Sebagai seorang
pemimpin kita juga harus bersikap adil dan tidak meninggikan rasa tau suku tertentu
dibandingkan dengan rasa tau suku lainnya.

Sebagai seorang pemimpin pada sebuah organisasi yang memiliki keberagaman budaya,
kita dituntut untuk selalu bersikap professional terhadap semua karyawan, kita tidak boleh
menjadi pemimpin yang subyektif, karena apabila seorang pemimpin sudah memiliki sifat
subyektif maka akan cenderung menjadi pemimpin yang bertindak secara tidak adil karena hanya
menyukai kelompok tertentu. Kita sebagai pemimpin juga perlu untuk memahami karyawan kita
yang memiliki kebudayaan yang beragam, kita harus bersikap obyektif, jangan sampai kita
memperlakukan semua karyawan dengan cara yang sama, dalam artian memukul rata semua
karyawan dengan metode yang sama. Padahal masing-masing karyawan memiliki kepribadian
yang beragam, sehingga apabila kita menyamaratakan sikap kita kepada karyawan, karyawan
akan memiliki perasaan yang beragam, ada yang setuju dan juga ada yang tidak setuju. Untuk
itulah kita sebagai seorang pemimpin harus memahami bagaimana watak dan pembawaan dari
karyawan kita sehingga mereka akan merasakan bahwa mereka juga dianggap dan tidak
diperlakukan secara semena-mena oleh pemimpinnya.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia Lutfia. 2014. Pentignya Kesadaran Antar budaya dan komunikasi

https://media.neliti.com/media/publications/167325-ID-pentingnya-kesadaran-antarbudaya-dan-
kom.pdf
( Diakses pada 17 November 2021 )
Hilman Shopi Amarullah. 2021. Kepemimpinan Lintas Budaya dan Keberagaman
https://mediaindonesia.com/opini/413857/kepemimpinan-lintas-budaya-dan-keberagaman.
Diakses pada tanggal 26 November 2021
Lanang Andhika, 2021. Keberagaman Budaya Dalam Suatu Organisasi, Bagimana Pemimpin
Menyikapi hal tersebut?.
https://www.kompasiana.com/lanangandhika2588/61138d9301019053764bb7b5/keberagaman-
budaya-dalam-sebuah-organisasi-bagaimanakah-cara-pemimpin-menyikapi-hal-tersebut. Diakses
pada tanggal 26 November 2021

Anda mungkin juga menyukai