“Perbedaan Aspek Budaya Antar Negara dan Dampak Perbedaan Budaya pada
Komunikasi Manajerial”
Dosen Pengampu :
KELOMPOK 7 :
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmatNya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Lintas Budaya,
dengan materi Kepemimpinan Organisasi Multi Budaya
Kami membuat makalah ini dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh Prof. Dr. I Made Wardana, SE., M.P. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dengan menyediakan dokumen atau sumber sumber
informasi, serta memberikan masukan pemikiran.
Kami menyadari, dalam tugas ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini
disebabkan karena terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan tugas ini diwaktu yang akan datang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami dan pembaca pada umumnya.
1
(Kelompok 7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 5
2.1 Proses Komunikasi dan variabel komunikasi dalam komunikasi multi budaya...... 5
2.2 Noise dalam komunikasi multi budaya.................................................................... 9
2.3 Peran Bahasa, Budaya , Adat, Kebiasaan dan Etika dalam komunikasi Multi Budaya 10
2.4 Prinsip dasar Komunikasi efektif di lingkungan Multi Budaya............................. 13
2.5 Gaya komunikasi: Arab, Italia, India dan China.................................................... 15
BAB III PENUTUP................................................................................................ 17
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 18
2
BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi diperlukan untuk mengenal budaya yang satu dengan budaya yang
lainnya. Dengan berkomunikasi seseorang dapat memahami perbedaan antar budaya yang
satu dengan yang lainnya. Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik.
Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan komunikasi pun selalu menentukan
budaya. Komunikasi antar budaya terjadi jika bagian yang terlibat dalam kegiatan
komunikasi membawa latar belakang budaya pengalaman yang berbeda dan
mencerminkan nilai yang dianut oleh kelompoknya.
Berkomunikasi merupakan kebutuhan yang fundamental bagi seseorang yang hidup
bermasyarakat, tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat, maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup manusia selalu
berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik
dalam kelompok besar maupun kelompok kecil.
3
1.3 Tujuan
1. Mampu mengidentifikasi perbedaan aspek budaya antar negara dan menjelaskan
dampak perbedaan
budaya pada Komunikasi manajerial
2. ketepatan mengidentifikasi dan menjelaskan proses komunikasi multi budaya
,noise dalam komunikasi lintas budaya, elemen budaya yang mempengaruhi proses
komunikasi, prinsip dasar komunikasi efektif dalam lingkungan lintas budaya,
3. kelengkapan, ketepatan mengidentifikasi dan menjelaskan perbedaan dan
persamaan gaya komunikasi berdasarkan budaya timur tengah, Italia, India dan
China.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
a. Unsur-Unsur Proses Komunikasi Antarbudaya
1) Komunikator
Komunikator dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang memprakarsai
komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan tertentu kepada pihak lain yang
disebut komunikan. Dalam komunikasi antarbudaya seorang komunikator berasal dari
latar belakang kebudayaan tertentu, misalnya kebudayaan A yang berbeda dengan
komunikan yang berkebudayaan B.
Komunikator A Komunikan B
Kebudayaan A Kebudayaan B
2) Komunikan
Komunikan dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang menerima pesan
tertentu, dia menjadi tujuan / sasaran komunikasi dari pihak lain (komunikator).
Dalam komunikasi antarbudaya, seorang komunikan berasal dari latar belakang
sebuah kebudayaan tertentu, misalnya kebudayaan B.35
3) Pesan/ Simbol
Dalam proses komunikasi, pesan berisi pikiran, ide atau gagasan, perasaan yang
dikirim komunikator kepada komunikan dalam bentuk simbol. Simbol adalah sesuatu
yang digunakan untuk mewakili suatu maksud tertentu.
4) Media
Dalam proses komunikasi antarbudaya, media merupakan tempat, saluran yang dilalui
oleh pesan atau simbol yang dikirim melalui media tertulis. Akan tetapi kadang-
kadang pesan itu dikirim tidak melalui media, terutama dalam komunikasi
antarbudaya tatap muka.
5) Efek atau Umpan Balik
Tujuan dan fungsi komunikasi, termasuk komunikasi antarbudaya, antara lain
memberikan informasi,menjelaskan/menguraikan tentang sesuatu, memberikan
hiburan, memaksakan pendapat atau mengubah sikap komunikan. Dalam proses
seperti itu, kita umumnya menghendaki reaksi balikan dari komunikan kepada
komunikator atas pesan-pesan yang telah disampaikan. Tanpa umpan balik atas
pesan-pesan dalam komunikasi antarbudaya maka komunikator dan komunikan tidak
bisa memahami ide, pikiran dan perasaan yang terkandung dalam pesan tersebut.
6) Suasana (Setting dan Context)
Satu faktor penting dalam komunikasi antarbudaya adalah suasana yang kadang-
kadang disebut setting of communication, yakni tempat (ruang, space) dan waktu
6
(time) serta suasana (sosial, psikologis) ketika komunikasi antarbudaya berlangsung.
Suasana itu berkaitan dengan waktu (jangka pendek/ panjang, jam/ hari/ minggu/
bulan/ tahun) yang tepat untuk bertemu/ berkomunikasi, sedangkan tempat (rumah,
kantor, rumah ibadah) untuk berkomunikasi, kualitas relasi (formalitas, informalitas)
yang berpengaruh terhadap komunikasi antarbudaya.
7) Gangguan (Noise atau Interference)
Gangguan dalam komunikasi antarbudaya adalah segala sesuatu yang menjadi
penghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dengan komunikan, atau
paling fatal adalah mengurangi makna pesan antarbudaya.
De Vito menggolongkan tiga macam gangguan, (1) fisik berupa interfensi dengan
transmisi fisik isyarat atau pesan lain, misalnya desingan mobil yang lewat,
dengungan komputer, kacamata; (2) psikologis-interfensi kognitif atau mental,
misalnya prasangka dan bias pada sumber-penerima-pikiran yang sempit; dan (3)
semantik-berupa pembicara dan pendengar memberi arti yang berlainan, misalnya
orang berbicara dengan bahasa yang berbeda, menggunakan jargon atau istilah yang
terlalu rumit yang tidak dipahami pendengar.
Berikut adalah hubungan antara lima variabel (report type, age, context, ethnic group,
and study design) dalam kaitannya dengan kompetensi dan keefektifan komunikasi
antarbudaya.
Report Type
Para peneliti telah banyak melakukan diskusi untuk menjawab pertanyaan mengenai
bagaimana kompetensi komunikasi antarbudaya dapat diukur. Biasanya data self-
report dikumpulkan, tetapi para ahli juga menganjurkan penggunaan metode laporan lain atau
kombinasi self-report dan metode laporan lainnya (Chen, 1990). Ide tentang pengukuran
menggunakan penilaian lain atau kombinasi dari dua metode tersebut muncul dari pengakuan
para ahli yang berasalan bahwa tingkat kelayakan harus dinilai untuk menentukan
kompetensi. Perspektif kelayakan dinilai tidak hanya dari perspektif target tetapi juga dari sisi
peserta atau pengamat komunikasi yang terlibat saat interaksi. Selain itu, beberapa pakar
menyarankan pengumpulan data relasional sebagai lawan dari data tingkat individu untuk
secara lebih valid menangani operasionalisasi kompetensi komunikasi antarbudaya (Imahori
7
& Lanigan, 1989).
Age
Kebanyakan studi tentang kompetensi komunikasi antarbudaya atau keefektifan
komunikasi antarbudaya melibatkan responden penelitian dari remaja usia kuliah, baik yang
pernah belajar atau bekerja di luar negeri ataupun belum pernah sama sekali. Responden
lainnya adalah mereka yang pernah tinggal atau bekerja di luar negeri, mereka yang pernah
mengikuti pelatihan setelah tamat kuliah atau mereka yang memiliki pengalaman di dunia
bisnis. Ada kecenderungan pendapat yang menyebutkan jika subyek lebih tua mungkin
pengalaman interpersonal dan antarbudaya yang dimilikinya lebih banyak. Hal itu akan
berkontribusi pada perbedaan dalam persepsi kompetensi.
Context
Kritik terhadap penelitian kompetensi komunikasi antarbudaya di masa lalu sering
membahas mengenai kurangnya usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menjelaskan
peran konteks dalam analisis mereka tentang kompetensi komunikasi antarbudaya. Lebih
lanjut, hubungan komunikasi dan konteks menjadi sangat penting bagi para ahli antarbudaya.
Chen (1990), menunjukkan bahwa salah satu perbedaan utama antara pakar komunikasi
antarbudaya dan pakar interpersonal (intracultural) komunikasi adalah para pakar komunikasi
antarbudaya memberi penekanan pada faktor lingkungan. Kurangnya pertimbangan terhadap
konteks dan jenis konteks yang diukur dapat membuat perbedaan dalam persepsi kekuatan
hubungan antara kompetensi komunikasi antarbudaya dan efektivitas komunikasi
antarbudaya.
Ethnic Background
Kim (1993) mengungkapkan, „At the heart of the concept of culture is the notion that
people from different cultures develop distinctive interaction styles and preferred
communication strategies.“
Sebagian besar studi yang meneliti tentang kompetensi komunikasi antarbudaya
menitikberatkan pada perbedaan budaya karena hal tersebut dimanifestasikan melalui
perilaku komunikasi. Para peneliti mempertanyakan apakah ada perbedaan pada tingkat
konseptual? Apakah budaya memiliki kesamaan atau perbedaan dalam mempersepsikan
keefektifan (effectiveness) dan kepantasan (appropriateness) kompetensi? Sebagian besar
peneliti menggunakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan untuk mengukur kompetensi
(Lynch & Mosier), tetapi apakah semua budaya mengambil pendekatan yang berorientasi
pada tujuan pada kompetensi konseptualisasi (Martin, 1993)?
8
Design Type
Berbagai jenis desain telah digunakan untuk mengeksplorasi kompetensi dan
efektivitas dalam interaksi antarbudaya. Fokus utama para peneliti adalah mengukur
kompetensi antarbudaya perorangan secara umum (individu) atau interaksi yang ditentukan
untuk menjadi kompeten dalam hal antarbudaya (diad). Beberapa penelitian berfokus pada
individu yang tinggal di luar negeri serta keterampilan atau pengetahuan apa yang mereka
dapatkan terkait dengan performa kompeten atau efektif. Selain itu, para peneliti juga
berusaha memikirkan tentang bagaimana tipe desain dapat mempengaruhi persepsi
kompetensi.
9
Menurut DeVito, setiap kultur itu mempunyai aturan komunikasi sendiri-sendiri.
Aturan ini menetapkan mana yang patut dan mana yang tidak patut. Pada beberapa
kultur, orang menunjukkan rasa hormat dengan menghindari kontak mata langsung
dengan lawan bicaranya. Dalam kultur yang lain, penghindaran kontak mata seperti
ini dianggap mengisyaratkan tidak adanya minat.
Dalam terbentuknya suatu kebudayaan dalam masyarakat, tentu diperlukan bahasa yang
memudahkan setiap orang untuk berkomunikasi, berbagi informasi, nilai, dan kepercayaan.
Bahasa mempengaruhi proses kognitif manusia, serta memudahkan kelompok untuk
melakukan ritual agama dan adat bersama-sama.
Kita bisa mengetahui latar belakang seseorang melalui bahasa yang digunakan sehari-hari.
Karena dalam suatu kelompok kemungkinan besar akan menggunakan bahasa yang sama.
Inilah yang dimaksud dengan bahasa sebagai identitas dan dapat melambangkan asal negara
maupun suku seseorang.
10
Bahasa mempengaruhi kognitif individu
Hal ini dapat dimungkinkan apabila kita memerhatikan bahwa individu-individu yang
memiliki kesamaan bahasa juga memiliki pola pikir yang sama. Ini mungkin menjadi salah
satu alasan mengapa saat seseorang ingin mempelajari suatu bahasa asing, dia juga perlu
mengenal budaya asal bahasa tersebut. Tidak cukup hanya mempelajari bahasa, karena
makna dan pemahaman yang akan kita tangkap bisa berbeda dengan makna yang sebenarnya.
Salah satu peran bahasa dalam komunikasi adalah sebagai gambaran bagaimana budaya yang
dimiliki daerah tertentu. Apabila dua daerah memiliki perbedaan bahasa terlalu mencolok,
maka semakin besar pula perbedaan budaya yang dimiliki keduanya. Akhirnya, komunikasi
akan semakin sulit untuk dilakukan.
Dengan perbedaan budaya yang terlalu besar tentu berhubungan dengan nilai-nilai dan
pemahaman individu di dalamnya. Karena kita tahu bahwa komunikasi akan berjalan dengan
baik apabila komunikan dapat menangkap pesan secara tepat sesuai yang diharapkan oleh
komunikator. Apalagi jika budaya tersebut memiliki nilai-nilai yang saling berlainan, maka
akan semakin besar kemungkinan terjadi kesalahpahaman.
Biasanya, semakin mencolok perbedaan budaya, maka makin besar pula ambiguitas dalam
komunikasi. Artinya, pihak yang satu sulit untuk mengartikan perilaku pihak lain. Dengan
kesamaan bahasa diharapkan dapat mengurangi ketidakpastian, sehingga dapat membantu
seseorang menguraikan dan memprediksi perilaku orang lain.
b. Peran Budaya
Cerminan Kehidupan Masyarakat
11
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas
seperti macam-macam komunikasi kelompok .Budaya mencerminkan bagaimana masyarakat
tersebut hidup di lingkungannya. Sehingga tentunya budaya akan berpengaruh pada pila
komunikasi yang dilakukan.Biasanya amsyarakat akan lebih dekat berkomunikasi dengan
mereka yang memiliki sistem budaya yang sama. Sebab mereka tidak terlalu banyak
mengalami kendala terutama dalam hal bahasa.
Menghasilkan Pembaharuan
Budaya merupakan sesuatu yang sudah melekat, namun bukan berarti budaya menjadi
sesuatu yang tidak bisa mengikuti perkembangan jaman. Justru dalam hal ini budaya
memiliki peran krusial dalam menciptakan pembaharuan dalam sistem informasi yang
digunakan.
Pembaharuan ini tentunya dapat anda rasakan bagaimana budaya kemudian berasimilasi
dengan perkembangan zaman dan teknologi. Begitu juga dengan sistem komunikasi yang
juga ikut mengalami perubahan, dari yang jauh menjadi dekat dari yang dekat bisa menjadi
jauh.
c. Peran Etika
Komunikasi Lebih Berkesan dan Santun
Etika akan membuat pola komunikasi yang berkesan dan santun. Ini adalah strategi juga
dalam komunikasi untuk melakukan pendekatan yang baik dalam lingkup publik yang luas.
Tentunya dengan komunikasi yang berkesan akan menjadikan proses komunikasi tersebut
lebih dihargai.
12
Publik akan menerima informasi dengan lebih baik dengan adanya etika komunikasi.
Perhatian yang lebih akan etika ini bisa memberikan fungsi dari komunikasi multi nasional
menjadi berlangsung lebih baik.
Etika biasanya berhubungan erat dengan nilai dan norma yang ada dalam suatu masyarakat.
Oleh sebab itu, jika komunikasi multi nasional menerapkan etika dengan baik, maka nilai dan
norma yang ada akan dianggap dengan lebih baik. Ini tentu saja menjadikan komunikasi
multi nasional bisa berlangsung dengan lebih lancar.
Tujuan komunikasi akan lebih cepat tercapai dengan adanya etika komunikasi. Ini masih ada
kaitannya pula dengan penerimaan masyarakat. Komunikasi massa yang respek terhadap nilai
dan norma akan lebih cepat diterima.
Menghindari Perselisihan
Etika komunikasi juga bisa mencegah terjadinya perselisihan. Kesalahpahaman biasa terjadi
jika komunikasi tidak menggunakan etika di dalamnya.
Karena etika komunikasi dapat menghindarkan perselisihan dan perpecahan, maka situasi
akan tetap kondusif walaupun ada paparan informasi baru. Perbedaan pendapat mungkin saja
akan ada, tetapi tentu diselesaikan dengan baik karena adanya etika dalam komunikasi.
Relativitas Bahasa
13
bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang
dunia.
Mengurangi Ketidak-pastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dan ambiguitas dalam
komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga
kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain.
Karena letidak-pasrtian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu
dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi secara lebih
bermakna.
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para
partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya,
kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-
hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu
berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
14
Dalam komunikasi antarbudaya - seperti dalam semua komunikasi - kita berusaha
memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989)
mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang
akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif.
Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin menghindarinya. Dengan demikian,
misalnya anda akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya
dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda.
Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan
komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi
komunikasi.
Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan hasil positif.
Dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisisi
yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda tunjukkan, dan sebagainya
Komunikasi lintas budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu
budaya yang satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya, dan hal ini bisa antar dua
kebudayaan yang terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling memengaruhi satu sama
lainnya,baik itu untuk sebuah kebaikan kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu
kebudayaan, atau bisa jadi tahap awal dari proses akulturasi (penggabungan dua kebudayaan
atau lebih yang menghasilkan kebudayaan baru)".
Berkenaan dengan komunikasi lintas budaya yang tepat, dengan mempelajari situasi
di mana orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda saling berinteraksi. Selain
bahasa, komunikasi lintas budaya berfokus pada atribut sosial, pola pikir, dan budaya dari
kelompok-kelompok yang berbeda dari orang-orang. Hal ini juga melibatkan pemahaman
budaya yang berbeda, bahasa, dan adat istiadat orang-orang dari negara-negara lain
Gaya Komunikasi :
India
Seperti negara lain, india sering kali tidak bisa menolak permintaan. Penting untuk
menyelidiki dan memastikan bahwa baik keinginan maupun kemampuan untuk memenuhi
15
permintaan, dan pekerjaan bisa dan akan dilakukan. Indians tidak menganggap menginterupsi
atau diinterupsi sebagai sesuatu yang kasar. Bila diminta untuk tidak menginterupsi, mereka
dapat mengartikannya sebagai tanda bahwa pendapat mereka tidak dihormati, dan mereka
tidak boleh berkontribusi dalam percakapan bahkan ketika pendapat mereka dicari. Perlu
dikenali kemungkinan ini dan dijelaskan di awal dengan jelas, lugas dan sopan, bahwa setiap
orang akan menyelesaikan bagian-nya dalam percakapan dan kemudian mau menerima
tanggapan dan ide dari pihak lain.
Indians cenderung berbicara jauh lebih cepat daripada orang-orang di eropa barat atau
amerika utara. Irama orang india berbahasa inggris berbeda dari bentuk lain dari bahasa
inggris asli. Banyak kosakata bahasa inggris India didapat dari era penjajahan inggris dan
asing bagi mereka, terutama untuk orang amerika. Kata-kata bahasa inggris orang India
aksennya berbeda dengan UK dan US kebingungan. Inggris india lebih formal daripada
bahasa inggris amerika, tapi tidak inggris british
Arab
Secara umum, pola komunikasi orang Arab termasuk tipe komunikasi yang sangat
ekspresif. Tipe ini memadukan bahasa verbal dengan nonverbal sekaligus, seperti berbicara
dengan mimik, gerak tubuh (gesture), dan pendukung nonverbal lainnya untuk meyakinkan
lawan bicaranya. Gaya komunikasi orang arab tidak berbicara apa adanya, kurang jelas, dan
kurang langsung. Umumnya orang Arab Saudi suka berbicara berlebihan dan banyak basa-
basi. Sebagai contoh, jika seorang arab Saudi bertemu dengan temannya utuk sekadar tanya
kabar, tidak cukup dengan satu kali ungkapan, tapi berkali-kali agar tidak terjadi
kesalahpahaman dan meyakinkan.
China
Dan di cina, ada beberapa dialek yang berbeda meskipun tulisannya sama, yang saat
diucapkan belum tentu dapat dimengerti orang china lain. Pelajaran paling penting di sini
untuk manajer global adalah meskipun partner mereka dapat berbicara bahasa inggris,
spanyol, perancis, dan sebagainya, cina tidak menjamin komunikasi yang mudah. Bahkan,
mungkin justru sebaliknya.Yaitu, bahwa partner anda berbicara dalam bahasa anda
memungkinkan adanya banyak asumsi, misinterpretations, dan kebingungan. Terlebih lagi
16
benar saat negosiasi kontrak, mengikat secara hukum dokumen yang dapat menyebabkan
kebingungan dan kerugian jika tidak jelas dipahami oleh semua pihak.
Italia
Berbicara adalah penanda batas sosial di Italia. Pendidikan tinggi dan perkembangan
seseorang berhubungan dengan kemampuan berbicara seseorang. Bahasa dan dialek yang
digunakan dan hal tersebut menunjukkan kelas sosial si pembicara. Orang Italia sangat
tertarik pada kesan pertama, oleh karena itu penting sekali membuat kesan yang baik dan
menunjukkan rasa hormat saat menyapa orang Italia, khususnya pertama kali berkenalan.
Sebagian besar orang Italia mempergunakan kartu nama dalam berhubungan sosial.
Bentuknya lebih lebar dari kartu bisnis tradisional yang didalamnya tercantum nama, alamat,
gelar atau titel akademis dan nomor telepon
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi merupakan aktifitas yang selalu dilakukan oleh manusia selama
masihhidup dan berhubungan dengan manusia lainnya. Dalam proses komunikasi
tersebutmanusia sangat mendambakan komunikasi yang lancar dan efektif, agar tidak
terjadikesalahpahaman yang menjurus pada konflik.
17
Daftar Pustaka
https://sobara.wordpress.com/2018/08/23/variabel-kompetensi-komunikasi-antarbudaya/
Dewi,Sutrisna.2007.Komunikasi Bisnis.Penerbit Andi
https://www.academia.edu/13062634/Komunikasi_Lintas_Budaya
https://www.cheria-travel.com/2012/08/mengenal-budaya-arab-saudi.
http://repository.radenintan.ac.id/1028/3/BAB_II.pdf
18