Anda di halaman 1dari 17

MANAJEMEN LINTAS BUDAYA

“RPS 8: Perbedaan Aspek Budaya Antar Negara, Negosiasi dan Pengambilan


Keputusan di Lingkungan Multi Budaya”

Dosen Pengampu: Drs. I Komang Ardana, M.M.

Oleh Kelompok 6:

Ni Luh Renia Sasti Devi (1807521237)

Ni Komang Darmayanti (1807521240)

Luchia Jenifer Chircia Bana (1807521243)

Ni Wayan Yarsini (1807521245)

Desak Agung Sri Prabawati Gayatri (1807521249)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
KATA PENGANTAR

Pertama kami panjatkan puja dan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat beliau sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Perbedaan Aspek Budaya antar Negara, Negosiasi dan Pengambilan Keputusan di
Lingkungan Multi Budaya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini, untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah tentang Perbedaan Aspek Budaya antar Negara dan Melaksanakan Negosiasi dan
Pengambilan Keputusan di Lingkungan Multi Budaya ini dapat bermanfaat di lingkungan
masyarakat.

Denpasar, 07 April 2021

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................
2.1 Pengertian Negosiasi dan Proses Negosiasi..............................................................................
2.2 Perbedaan Budaya dan Perbedaan Gaya Negosiasi di Lingkungan Global..............................
2.3 Gaya Negosiasi : China, Amerika, dan Timur Tengah.............................................................
2.4 Pengertian dan Proses Pengambilan Keputusan.......................................................................
2.5 Pengaruh Budaya dalam Pengambilan Keputusan di Lingkungan Multi Budaya....................
2.6 Negosiasi dan Pengambilan Keputusan Gaya Eropa................................................................
2.7 Negosiasi dan Pengambilan Keputusan Gaya Jepang..............................................................
2.8 Negosiasi dan Pengambilan Keputusan Gaya Timur Tengah...................................................
2.9 Dampak Toleran Ambiguity dan Risk Avoidance Terhadap Negosiasi...................................
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................................
3.2 Saran.........................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Negosiasi dan Proses Negosiasi

2.2 Perbedaan Budaya dan Perbedaan Gaya Negosiasi di Lingkungan Global

2.3 Gaya Negosiasi: China, Amerika dan Timur Tengah


Manajer global bisa mendapatkan keuntungan dari mempelajari perbedaan dalam
perilaku negosiasi hal tersebut dapat membantu mereka mengenali apa yang terjadi dalam
proses negosiasi. Terdapat beberapa contoh perbedaan negosiasi antara gaya China, Amerika
Utara, Jepang, dan Amerika Latin. Orang Brazil, misalnya, umumnya memiliki gaya yang
spontan, bergairah, dan dinamis. Mereka sangat cerewet dan terutama menggunakan kata
tidak secara ekstensif lebih dari 40 kali per setengah jam, dibandingkan dengan 4,7 kali
untuk orang Amerika dan hanya 1,9 kali untuk orang Jepang.
Mereka juga sangat berbeda dari orang Amerika dan Jepang dengan penggunaan
kontak fisik yang ekstensif Orang Jepang biasanya adalah negosiator yang terampil. Mereka
telah menghabiskan lebih banyak waktu dan usaha untuk mempelajari budaya dan praktik
bisnis AS daripada yang dihabiskan orang Amerika untuk mempelajari praktik Jepang, dan
banyak yang pernah bersekolah di sekolah bisnis di Amerika Serikat. Namun, perbedaan
filosofi dan gaya antara kedua negara mencerminkan perasaan pengkhianatan di masa lalu
dalam negosiasi perdagangan. John Graham, seorang profesor California yang telah
mempelajari gaya negosiasi internasional, mengatakan bahwa perbedaan antara gaya China,
Amerika Serikat dan Jepang diilustrasikan dengan baik oleh peribahasa masing-masing;
orang Amerika percaya bahwa "Roda yang berdecit mendapatkan minyak," dan orang Jepang
mengatakan bahwa "Burung pegar tidak akan ditembak tetapi karena teriakannya." 24 Orang
Jepang adalah negosiator yang tenang, pendiam, dan sabar; mereka terbiasa dengan sesi
negosiasi yang panjang dan terperinci. Sementara orang Amerika sering terjun langsung ke
masalah yang sedang dihadapi, orang Jepang malah lebih suka mengembangkan hubungan
pribadi jangka panjang. Orang Jepang ingin mengenal orang-orang di sisi lain dan akan
meluangkan waktu untuk bersuara tanpa tugas
1. Negosiator Sukses di Seluruh Dunia
Berikut ini adalah profil-profil terpilih tentang apa yang diperlukan untuk
menjadi negosiator yang sukses seperti yang dipersepsikan oleh orang-orang di
negara asal mereka. Ini adalah profil negosiator China, Amerika, India, Arab,
Swedia, dan Italia, berdasarkan pilihan dari karya Pierre Casse, dan memberikan
beberapa wawasan tentang apa yang diharapkan dari negosiator yang berbeda dan
apa yang mereka harapkan dari orang lain.
1) Negosiator China
Adapun budaya negosiasi di China (yang dalam hal ini direpresentasikan oleh Mr. Wang)
adalah sebagai berikut:
 Sesuai dengan adat ketimuran dalam penyambutan tamu, maka rekan bisnis
juga adalah tamu yang harus disambut dengan kehangatan dan tidak perlu
terburu-buru dengan pembicaraan kontrak bisnis
 Orang China lebih menyukai pembahasan prinsip-prinsip umum (general
principles) yang akan menjadi tata nilai dalam semua kesepakatan bisnis,
adapun rincian kontrak kerja bisa dibicarakan setelah selesai pembahasan
prinsip-prinsip umum tersebut
 Mitra bisnis adalah teman yang hubungannya bisa berlanjut setelah kontrak
kerja selesai, dan diperlukan pembicaraan masalah keluarga atau pribadi
sebagai selingan pembicaraan bisnis agar timbul keakraban
 Kesepakatan bisnis adalah kesepakatan antara orang dengan orang, bukan
benda mati, jadi adalah penting untuk memperlakukan rekan bisnis sebagai
seorang manusia yang harus diketahui sifat-sifatnya. Perlakuan tersebut perlu
waktu, tidak bisa dilakukan sesingkat mungkin
 Negara China dikuasai sepenuhnya oleh partai komunis, sehingga semua
keputusan bisnis harus melewati birokrasi partai
 Dalam pergaulan sehari-hari, kejujuran adalah penting, namun dalam urusan
bisnis ada hal-hal yang harus dikemukakan dan ada yang tidak perlu
diungkapkan secara rinci, dan itulah yang disebut strategi bisnis
 Jika terjadi kesalahan yang melanggar kesepakatan bisnis yang tercantum di
dalam kontrak, maka harus dicari arbitrase dengan memanggil pihak ketiga
sebagai penengah dan bukan langsung ke pengadilan
 Dalam bisnis, ada yang dinamakan jaringan bisnis (guanxi) dimana orang-
orang yang berada dalam jaringan tersebut bis saling mendukung dan
mendapatkan kemudahan, dan itu bukanlah nepotisme atau korupsi
 Urusan yang menyangkut negara atau budaya tidak perlu diukur oleh budaya
lain, sehingga dengan mudah bisa mengkritik aspek-aspek kehidupan di
China.
 Semua keputusan bisnis, harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan atasan
(superiors).
2) Negosiator Amerika Menurut Casse
Seorang negosiator Amerika yang sukses bertindak sebagai berikut:
 Mereka menghormati, sopan, dan jujur dalam negosiasi tetapi beroperasi dari
pendirian yang tegas sejak awal, tanpa mengungkapkan pilihan yang terbuka
untuk negosiasi.
 Mereka umumnya berpengalaman dalam masalah yang dihadapi dan
bagaimana mengatur waktu interaksi dan menunggu pihak lain untuk
mengambil langkah pertama dalam negosiasi.
 Mereka secara eksplisit tentang posisi mereka dan hanya akan
mengungkapkan kompromi mereka ketika negosiasi menemui jalan buntu.
3) Negosiator India
Orang India secara tradisional mengikuti pendekatan Gandhi dalam negosiasi, yang
disebut Gandhi sebagai saty-agraha, "keteguhan untuk tujuan yang baik." Ini
menggabungkan kekuatan dengan cinta kebenaran. Oleh karena itu, negosiator India
yang berhasil bertindak sebagai berikut:
 Mereka rendah hati dan jujur serta bertindak dengan niat baik, pada saat yang
sama percaya bahwa lawan akan bertindak serupa.
 Mereka bertindak dengan pengendalian diri dan berusaha mencapai hasil yang
sama-sama menguntungkan bagi semua pihak, dalam semangat satyagraha,
sehingga menempatkan proses negosiasi pada tingkat spiritual.
 Mereka menghormati pihak lain, sangat sabar dalam menjelaskan dan
bernegosiasi, tidak menghina orang lain, dan mengingat gambaran besarnya.
 Mereka akan bermeditasi dan memercayai naluri mereka untuk
mempertimbangkan sudut pandang lawan, tidak menyimpan rahasia, dan
bersedia berubah pikiran.
4) Negosiator Arab
Banyak negosiator Arab, mengikuti tradisi Islam, menggunakan mediator untuk
menyelesaikan perselisihan. Mediator Arab yang berhasil bertindak sebagai berikut:
 Mereka memiliki tingkat rasa hormat, kepercayaan, dan prestise untuk
menjadi mediator.
 Mereka mempertahankan 'wajah' untuk semua pihak dengan menghormati
martabat mereka, meminimalkan konflik di antara lawan, dan menghindari
situasi yang akan membuat pihak mana pun merasa rendah diri.
 Mereka menggunakan teknik persuasif seperti merujuk pada orang lain yang
dihormati dan apa yang diinginkan orang tersebut, dan menggunakan
konferensi untuk menengahi masalah.
 Mereka mempertahankan ketidakberpihakan mereka dan mencari solusi yang
terhormat untuk semua pihak.
5) Negosiator Swedia
Negosiator Swedia adalah:
 Sopan, tepat waktu, serius, dan bijaksana, meskipun cenderung terlalu berhati-
hati.
 Mereka menjalankan rapat secara efisien dengan sedikit emosi yang terlihat,
dan suka langsung terjun ke bisnis.
 Mereka bisa sangat fleksibel, tetapi waspada terhadap konfrontasi dan
membutuhkan waktu untuk bereaksi terhadap ide-ide baru dari pihak lain
dalam negosiasi.
6) Negosiator Italia
Orang Italia menghargai negosiator yang bertindak sebagai berikut:
 Mereka dramatis, tidak menyembunyikan emosi, dan menggunakan serta
membaca gerakan nonverbal - khas budaya Italia.
 Mereka menggunakan pujian dalam komunikasi negosiasi dan - selalu berhati-
hati dalam menciptakan kesan yang baik (the bella figura) - sangat membantu
dan simpatik untuk menjaga reputasi mereka.
 Mereka bijaksana dalam menangani konfrontasi dan cenderung tidak beropini,
tetapi mereka juga kreatif dalam menemukan cara untuk keluar dari lawan
dalam negosiasi

2. Membandingkan Profil
Membandingkan profil semacam itu berguna. Negosiator India, misalnya,
rendah hati, sabar, menghormati pihak lain, dan sangat bersedia berkompromi
dibandingkan dengan orang Amerika, yang lebih tegas dalam mengambil sikap.
Perbedaan penting antara negosiator Arab dan negosiator dari kebanyakan negara
lain adalah bahwa negosiator adalah mediator, bukan para pihak itu sendiri;
karenanya, konfrontasi langsung tidak mungkin dilakukan. Negosiator Swedia yang
berhasil adalah konservatif dan hati-hati, berurusan dengan informasi faktual dan
rinci. Profil ini kontras dengan negosiator Italia, yang ekspresif dan bersemangat
tetapi kurang terus terang dibandingkan rekan-rekan Swedia mereka.
3. Mengelola Negosiasi
Manajer global yang terampil harus menilai banyak faktor saat mengelola
negosiasi. Mereka harus memahami posisi pihak lain terkait dengan tujuan mereka
baik nasional maupun korporat dan apakah tujuan ini diwakili oleh prinsip atau
detail spesifik. Mereka harus memiliki kemampuan untuk mengenali kepentingan
relatif yang melekat pada penyelesaian tugas versus mengembangkan hubungan
antarpribadi. Manajer juga harus mengetahui komposisi tim yang terlibat,
kekuasaan yang dialokasikan untuk anggota, dan sejauh mana persiapan tim.
4. Menggunakan internet untuk Mendukung Negosiasi
Teknologi modern dapat memberikan dukungan untuk proses negosiasi,
meskipun tidak dapat menggantikan bahan tatap muka yang penting dalam banyak
kasus. Komponen yang berkembang untuk perdagangan elektronik adalah
pengembangan aplikasi untuk mendukung negosiasi kontrak dan penyelesaian
perselisihan. Aplikasi web dapat memberikan dukungan untuk berbagai fase dan
dimensi, seperti “Transaksi bisnis multi-masalah, banyak pihak yang bersifat jual-
beli; penyelesaian sengketa internasional (sengketa bisnis, sengketa politik); dan
negosiasi dan komunikasi internal perusahaan, antara lain. Sistem pendukung
negosiasi (NSS) dapat memberikan dukungan untuk proses negosiasi dengan cara-
cara berikut:
 Meningkatkan kemungkinan tercapainya kesepakatan ketika ada zona kesepakatan
(solusi yang akan diterima kedua belah pihak)
 Mengurangi biaya langsung dan tidak langsung dari negosiasi, seperti biaya yang
disebabkan oleh penundaan waktu (pemogokan, kekerasan), dan biaya pengacara,
antara lain
 Memaksimalkan peluang untuk hasil yang optima Satu sistem pendukung berbasis
web disebut INSPIRE dikembangkan di Carleton University di Ottawa, Kanada,
menyediakan aplikasi untuk mempersiapkan dan melaksanakan negosiasi dan
untuk meregosiasikan opsi setelah penyelesaian. Pengguna dapat menentukan
preferensi dan menilai penawaran; situs tersebut juga memiliki tampilan grafis
dari proses negosiasi
5. E-Negosiasi
Keuntungan komunikasi elektronik sudah banyak diketahui: kecepatan,
sedikit perjalanan, dan kemampuan untuk memberikan banyak informasi yang
obyektif untuk dipertimbangkan oleh pihak lain dari waktu ke waktu. Kerugiannya,
bagaimanapun, mungkin mematikan kesepakatan sebelum dimulai oleh
ketidakmampuan untuk membangun kepercayaan dan hubungan interpersonal dari
waktu ke waktu sebelum turun ke bisnis. Selain itu, nuansa nonverbal hilang,
meskipun konferensi video merupakan kompromi untuk tujuan itu. Rosette dkk.
mencatat bahwa “penawaran pembukaan mungkin sangat agresif dalam email
dibandingkan dengan negosiasi tatap muka karena komunikasi yang dimediasi
komputer, seperti email, melonggarkan hambatan dan menyebabkan negosiator
menjadi lebih kompetitif dan lebih banyak mencari risiko. Peningkatan dalam
persaingan dan perilaku berisiko terjadi karena email tidak mengkomunikasikan
isyarat konteks sosial dengan cara yang sama seperti kehadiran orang lain.
6. Mengelola Resolusi Konflik
Sebagian besar proses negosiasi penuh dengan konflik eksplisit atau implisit
dan konflik semacam itu sering kali mengarah pada kebuntuan, atau situasi kalah-
kalah. Hal ini disesalkan, bukan hanya karena situasi yang dihadapi, tetapi juga
karena kemungkinan akan menutup peluang masa depan untuk kesepakatan antara
para pihak. Sebagian besar penyebab konflik tersebut dapat ditemukan dalam
perbedaan budaya antara pihak-pihak tersebut dalam ekspektasi mereka, dalam
perilaku mereka, dan khususnya dalam gaya komunikasi mereka seperti yang
diilustrasikan dalam Manajemen Komparatif dalam Fokus, Bernegosiasi dengan ciri
Tionghoa.
7. Konteks dalam Negosiasi
Seperti dibahas dalam Bab sebelumnya, banyak perbedaan dalam gaya
komunikasi disebabkan apakah Anda termasuk dalam budaya konteks tinggi atau
konteks rendah (atau di antara keduanya, seperti yang ditunjukkan pada gambar
dibawah. Dalam budaya konteks rendah seperti di Amerika Serikat, konflik
ditangani secara langsung dan eksplisit. Ia juga dianggap terpisah dari orang yang
bernegosiasi yaitu, negosiator membuat perbedaan antara orang yang terlibat dan
informasi atau opini yang mereka wakili. Mereka juga cenderung bernegosiasi
berdasarkan informasi faktual dan analisis logis. Pendekatan konflik tersebut
disebut konflik berorientasi instrumental. Dalam budaya konteks tinggi, seperti di
Timur Tengah, pendekatan konflik disebut konflik berorientasi ekspresif artinya,
situasi ditangani secara tidak langsung dan implisit, tanpa penggambaran yang jelas.
situasi oleh orang yang menanganinya. Negosiator seperti itu tidak ingin masuk ke
dalam situasi konfrontatif karena dianggap menghina dan akan menimbulkan
kehilangan muka, sehingga mereka cenderung menggunakan penghindaran dan
penghindaran jika tidak dapat mencapai kesepakatan melalui imbauan emosional.
Penghindaran dan tindakan mereka bertentangan dengan harapan negosiator
konteks rendah yang ingin bergerak maju dengan masalah ini dan sampai pada
solusi.

2.4 Pengertian dan Proses Pengambilan Keputusan


1. Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusan merupakan hasil dari serangkaian keputusan kecil dan besar.
Keputusan tersebut mencakup keputusan yang dibuat oleh masing-masing pihak sebelum
negosiasi sebenarnya dimulai misalnya, dalam menentukan posisi perusahaan dan
penggunaan proposal yang mungkin disarankan atau diterima. Keputusan juga mencakup
keputusan tambahan, yang dibuat selama proses negosiasi, tentang bagaimana bereaksi dan
melanjutkan, kapan harus menyerah, dan tentang apa yang harus disetujui atau tidak. Dengan
demikian, negosiasi dapat dilihat sebagai serangkaian keputusan eksplisit dan implisit, dan
subjek negosiasi dan pengambilan keputusan menjadi saling bergantung.
2. Pengaruh Budaya pada Pengambilan Keputusan
Sangat penting bagi manajer internasional untuk memahami pengaruh budaya pada
gaya dan proses pengambilan keputusan. Budaya mempengaruhi pengambilan keputusan baik
melalui konteks yang lebih luas dari budaya kelembagaan bangsa, yang menghasilkan pola
pengambilan keputusan kolektif, dan melalui sistem nilai berbasis budaya yang
mempengaruhi persepsi atau interpretasi setiap individu pembuat keputusan terhadap suatu
situasi.

3. Pendekatan Pengambilan Keputusan


Selain memengaruhi berbagai tahapan proses pengambilan keputusan, sistem nilai
memengaruhi pendekatan keseluruhan pembuat keputusan dari berbagai budaya. Tingkat
utilitarianisme relatif versus idealisme moral dalam masyarakat mana pun memengaruhi
pendekatan keseluruhannya terhadap masalah. Secara umum, utilitarianisme sangat memandu
perilaku di dunia Barat. Penelitian telah menunjukkan bahwa eksekutif Kanada lebih
dipengaruhi oleh pendekatan biaya-manfaat jangka pendek untuk pengambilan keputusan
daripada rekan mereka di Hong Kong. Variabel penting lainnya dalam pendekatan
keseluruhan perusahaan untuk pengambilan keputusan adalah kepemimpinan otokratis versus
kepemimpinan partisipatif. Dengan kata lain, siapa yang memiliki kewenangan untuk
membuat keputusan seperti apa, Orientasi masyarakat apakah itu individualistis atau
kolektivis yang mempengaruhi tingkat pengambilan keputusan.
Di banyak negara dengan budaya hierarkis Jerman, Turki, dan India, antara lain
otorisasi tindakan harus diteruskan ke atas melalui eselon manajemen sebelum keputusan
akhir dapat dibuat. Sebagian besar karyawan di negara-negara ini hanya mengharapkan
otokrat bos untuk melakukan sebagian besar pengambilan keputusan dan sebaliknya tidak
akan merasa nyaman. Bahkan di Cina, yang merupakan masyarakat yang sangat kolektivis,
karyawan mengharapkan kepemimpinan otokratis karena sistem nilai mereka mengandaikan
bahwa sang bos secara otomatis menjadi yang paling bijak. Sebagai perbandingan, otoritas
pengambilan keputusan di Swedia sangat terdesentralisasi. Orang Amerika berbicara banyak
tentang kelayakan kepemimpinan partisipatif seperti itu, tetapi dalam praktiknya, mereka
mungkin berada di tengah-tengah antara gaya manajemen otokratis dan partisipatif.
Manajer Arab memiliki tradisi panjang dalam pengambilan keputusan konsultatif,
didukung oleh Al-Qur'an dan ucapan Muhammad. Namun, konsultasi semacam itu terjadi
lebih banyak atas dasar orang-ke-orang daripada selama pertemuan kelompok dan dengan
demikian meredakan potensi oposisi. Meskipun bisnis di Timur Tengah cenderung
ditransaksikan dengan cara yang sangat pribadi, para pemimpin puncak membuat keputusan
dan perasaan akhir. bahwa mereka harus memaksakan keinginan mereka agar perusahaan
berhasil. Sebagai perbandingan, dalam budaya yang menekankan keharmonisan kolektif,
seperti Jepang, pengambilan keputusan partisipatif atau kelompok mendominasi, dan
konsensus itu penting. Contoh yang paling terkenal adalah proses pengambilan keputusan
dari bawah ke atas (bukan dari atas ke bawah) yang digunakan di sebagian besar perusahaan
Jepang, dijelaskan lebih rinci dalam bagian Comparative Management di bagian Fokus.

4. Pengambilan Keputusan China


Cara pengambilan keputusan orang China dimulai dengan sosialisasi dan inisiasi
guanxi pribadi daripada diskusi bisnis. Fokusnya bukanlah riset pasar, analisis statistik, fakta,
presentasi Power-Point, atau diskusi bisnis langsung. Fokus saya haruslah mengembangkan
guanxi. Sunny Zhou, Manajer Umum Produk Kayu dan Bambu Kunming Lida Dengan
meningkatnya bisnis yang dilakukan di China (lihat gambar dibawah) atau dengan sekutu
China atau perusahaan lain, praktik bisnis di sana sekarang menunjukkan lebih banyak
kesamaan dengan yang ada di Barat. Namun, ketika orang Barat memulai negosiasi bisnis
dengan perwakilan dari Republik Rakyat China, hambatan budaya menghadang kedua belah
pihak. Pada saat yang sama, kita harus menyadari bahwa ada perbedaan budaya daerah serta
perbedaan ekonomi daerah yang dapat mempengaruhi negosiasi; beberapa contoh perbedaan
regional dicatat di bawah seperti yang diteliti oleh Tung et al. Selain itu, ada perbedaan
generasi yang cukup besar, khususnya dengan orang-orang yang lebih muda yang telah
dididik di Barat dan lebih akrab dengan cara dan bahasa Barat, berbeda dengan generasi yang
lebih tua, yang lebih memegang budaya tradisional dan strategi negosiasi.
 Beijing (ibu kota) "Politik, birokrasi, berpendidikan, beragam, orientasi hubungan tinggi,
lebih langsung, 'wajah' tinggi."
 Shanghai (pusat komersial) "Cerdas bisnis, fokus pada detail, garis bawah, orang muda
yang berorientasi pada karier, materialistis, percaya diri."
 Guangzhou / Shenzhen (selatan, dekat Hong Kong) "Pusat wirausaha, pekerja keras,
pabrikan, di luar norma, lebih banyak mengambil risiko, seperti Hong Kong, lebih
informal."
 Mentalitas 'Rakyat' China Barat (Chengdu / Chongqing), kurang pengalaman dengan
bisnis / negosiasi internasional, pentingnya sosialisasi.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Deresky, Helen. 2017. International Management: Managing Across Borders and Cultures,
Text and Cases, Global edition, 9th edition. England: Pearson Education Limited.
Budaya Negosiasi Bisnis.Available at: http://kerangkapustaka.blogspot.com/2017/06/budaya-
negosiasi-bisnis-studi-kasus.html?m=1. Diakses Pada Sabtu, 10 April 2020.

Anda mungkin juga menyukai