Anda di halaman 1dari 18

Resume

Etika Bisnis dan Profesi

Keadilan dan Sistem Ekonomi


Resume ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi kelas CA
Dosen Pengajar
Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA.

Disusun oleh:
Bilal Andre Agassi
135020301111086
Atiya Fitriani
145020304111001
Gery Fajar Cahyadi
145020304111008

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
MALANG
2015

A. EKONOMI DAN KEADILAN


Terdapat keterkaitan erat antara keadilan dan ekonomi, yaitu adanya kesamaan sumber berupa
masalah kelangkaan. Ekonomi tercipta dari masalah sumber daya yang terbatas, sehingga kita mencari
cara yang terbaik untuk membagikan dan mendistribusikannya. Bila suatu sumber daya tersedia dalam
jumlah yang melimpah, maka masalah ekonomi tidak mungkin muncul. Suatu sumber daya memiliki
nilai ekonomis, saat jumlahnya tidak cukup untuk semua orang yang mencarinya.
Menurut Mark Eykens, ilmu ekonomi adalah refleksi tentang cara manusia bisa menggunakan
dengan optimal sarana-sarana yang langka untuk memenuhi kebutuhannya. Tanpa kelangkaan tidak
akan ada ekonomi, dan tanpa kelangkaan pula tidak perlu keadilan juga. Keadilan akan menjadi
sekedar kata apabila tidak ada sumber daya yang cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan
masyarakat.
1. Hakikat Keadilan
Apa itu keadilan? Mungkin tidak ada yang dengan segera bisa mendefiniskan keadilan itu
sendiri dengan cepat. Suatu definisi sederhana sebagai titik tolak untuk refleksi masalah keadilan
adalah menurut Pengarang Roma, Ulpianus, mengutip Celcus, yang mendeskripsikan keadilan dengan
singkat yaitu: tribuere cuiqe suum atau dalam bahasa Inggris: to give everybody his own, yang
dalam bahasa Indonesia: memberikan pada setiap orang apa yang menjadi miliknya. Sehingga titik
tolak untuk refleksi masalah keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
haknya.
Tiga ciri khas yang menandai keadilan:
1. Keadilan tertuju pada orang lain. Keadilan selalu ditandai other-directedness (J.Finnis).
Masalah keadilan dan ketidakadilan hanya bisa timbul dalam konteks antar-manusia. Bila
hanya ada satu manusia, maka masalah keadilan dan ketidakadilan sudah tidak
berperanan lagi.
2. Keadilan harus ditegakkan. Keadilan tidak sekedar diharapkan atau dianjurkan, tapi harus
mengikat dan menimbulkan kewajiban karena menyangkut hak yang harus dipenuhi. Bila
kita memberikan sesuatu dengan alasan keadilan, maka kita harus atau wajib
memberikannya.
3. Keadilan menuntut persamaan (equality). Atas dasar keadilan, kita harus memberikan
setiap orang apa yang menjadi haknya, tnapa kecuali. Dewi Iustitia dalam mitologi
Romawi digambarkan membawa timbangan dan matanya tertutup kain, artinya keadilan
harus dilaksanakan pada semua orang tampa memandang siapa orang itu.
2. Pembagian Keadilan
Beberapa jenis keadilan yang dibagi menjadi beberapa cara, yaitu:

1. Pembagian klasik
Pembagian ini ditemukan oleh filsuf dan teolog besar, Thomas Aquinas (1225-1274)
yang umumnya mendasarkan pandangan filosofinya pada Aristoteles (384-322 SM).
Keadilan dibagi menjadi tiga berdasar tiga kewajiban/hak yang berbeda yaitu:
a. Keadilan umum (general justice): yang menyajikan landasan bagi paham common
good, dimana kita harus menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.
Hal ini menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar karena menyangkut keadilan.
Contohnya adalah kewajiban membayar pajak, membela negara, wajib militer, masa
bakti dokter di daerah, dsb.
b. Keadilan distributif (distibutive justice): dalam kaitan keadilan pemerintah membagi
segalanya secara sama kepada anggota masyarakat. Contohnya adalah perlindungan
hukum, tanda kehormatan, tunjangan bulanan untuk veteran, dsb. Serta ada juga
contoh lain berupa kewajiban kerja bakti, kewajiban pajak, dsb. Nepotisme
merupakan salah satu cara utnuk melanggar keadilan distributif.
c. Keadilan komutatif (commutative justice): keadilan dimana setiap orang harus
memberikan pada orang lain apa yang menjadi haknya. Keadilan ini menjadi dasar
apabila orang mengadakan perjanjian atau kontrak. Keadilan komutatif ini dilanggar
apabila ada hal-hal seperti mencuri, tidak mengembalikan sesuatu yang dipinjam,
menjelekkan orang lain, melukai dan membunuh orang lain. Karena hal-hal tersebut
dilakukan dengan mengambil hak orang lain.
2. Pembagian pengarang modern
Dikemukakan oleh beberapa pengarang modern tentang etika bisnis, khususnya John
Boatright dan Manuel Velasquez, yang keduanya sama-sama melanjutkan pemikiran
Aristoteles juga, sehingga pembagian ini cenderung tumpang tindih dengan pembagian
sebelumya.
a. Keadilan distributif (distributive justice): benefits and burdens, artinya hal-hal yang
baik didapat maupun yang menuntut pengorbanan harus dibagi secara adil.
b. Keadilan retributif (retributive justice): berkaitan dengan adanya kesalahan, yang
menuntut adanya hukuman atau denda yang diberikan kepada pihak yang bersalah
haruslah bersifat adil. Tiga syarat yang harus dipenuhi agar hukuman dapat dinilai
adil, yaitu:
a) Orang atau organisasi yang dihukum harus tahu apa yang dilakukannya dan
harus dilakukannya secara bebas.
b) Harus dipastikan bahwa orang yang dihukum benar-benar melakukan
kesalahan dan harus dibuktikan secara meyakinkan dan nyata.
c) Hukuman harus konsisten dan proporsional dengan pelanggaran yang
dilakukan. Konsisten bila, semua tindakan atas suatu pelanggaran dan semua
pelanggar dihukur secara sama. Proporsional bila, hukuman atau denda yang
ditetapkan tidak melebihi kerugian yang ditimbulkan.

c. Keadilan kompensatoris (compensatory justice): sesorang memiliki kewajiban moral


untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau organisasi yang
dirugikan. Tiga syarat agar kewajiban kompensasi terpenuhi, yaitu:
a) Tindakan yang menyebabkan kerugian memang salah atau karena kelalaian.
b) Tindakan seseorang harus benar-benar menyebabkan kerugian.
c) Kerugian harus disebabkan oleh orang yang bebas dan sadar.
3. Keadilan individual dan keadilan sosial
Pada teori keadilan. Pengertian keadilan sosial sering dipersoalkan dan diliputi
ketidakjelasan cukup besar. Seorang filsuf dan ekonom Austria-Amerika, F.A. von Hayek,
menolak keras istilah keadilan sosial: Jika diskusi politik mau menjadi jujur, perlulah
orang mengakui bahwa istilah ini secara intelektual tidak terhormat sama sekali, pertanda
demagogi atau jurnalisme murahan dan pemikir yang bertanggung jawab harus merasa
malu untuk menggunakannya, karena sekali kehampaannya diketahui penggunaannya
sudah tidak jujur lagi.
Maka cara paling baik untuk menguraikan keadilan sosial adalah dengan
membedakannya dengan keadilan individual, yang secara pelaksanaannya jelas berbeda.
Pelaksanaan keadilan individual tergantung pada kemauan atau keputusan satu orang saja,
sedangkan pelaksanaan keadilan sosial tergantung struktur-struktur masyarakat di bidang
sosial-ekonomi, politik, budaya, dsb.
Keadilan sosial dapat ditempatkan dalam pengertian keadilan yang menjadi titik tolak
kita. Bila kita memahami bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang yang
menjadi haknya, maka keadilan sosial dapat terwujud bila hak-hak sosial terpenuhi.
Keadilan individual seringkali lebih mudah terlaksana, karena adanya kompleksitas
masyarakat modern yang menjadikan keadilan sosial menjadi sulit terlaksana dengan
sempurna.
3. Keadilan Distributif pada Khususnya
Sulit untuk mengatakan keadilan mana yang harus dianggap penting atau tidak. Namun, entah
dianggap paling penting atau tidak, jenis keadilan yang mengakibatkan paling banyak kesulitan adala
keadilan distributif. Karena keadilan ini menyangkut masalah pembagian. Bila harus membagi, maka
akan tibul pertanyaan: bagaimana baiknya membagi hal itu, karena tiap orang akan mengingkan
paling banyak, sedangkan hal yang dibagi tidak cukup untuk memenuhi semua keinginan itu. Lalu
bagaimana agar dapat membagi dengan adil? Maka kita harus membuat keputusan yang beralasan
yang berdasar prinsip-prinsip tertentu. Terdapat dua prinsip dalam keadilan distributif yaitu:
a. Prinsip formal
Yang dirumuskan dalam bahasa Inggris: equals ought to be treated equally and unequals
may be treated unequally. Jadi, dapat diartikan bahwa keadaan/kondisi yang sama harus
diperlakukan dengan cara yang sama, sedangkan keadaan/kondisi yang tidak sama boleh
diperlakukan secara tidak sama. Namun prinsip ini disebut formal karena hanya menyajikan

bentuk dan tidak mempunyai isi. Tidak ada penjelasan tentang artian keadaan/kondisi yang
sama.
b. Prinsip material
Menunjuk pada satu aspek relevan yang bisa menjadi dasar untuk membagi dengan adil hal
yang dicari banyak orang. Ada beberapa prinsip material seperti yang dijelaskan oleh
Beauchamp dan Bowie yang menyatakan bahwa keadilan distributif terwujud bila diberikan:
a. Kepada setiap orang bagian yang sama
Kita membagi dengan adil, apabila bagian tersebut sama rata, setiap orang yang
berkepentingan mendapat bagian yang sama.
b. Kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhan individualnya
Kita berlaku adil, apabila membagi sesuatu sesuai dengan kebutuhannya.
c. Kepada setiap orang sesuai haknya
Hak menjadi hal yang penting bagi keadilan pada umumnya, karena seseorang dapat
dikatakan telah diperlakukan adil apabila hak-hak yang dijanjikan padanya telah
diperoleh sebagai kompensasi dari ditunaikannya kewajiban.
d. Kepada setiap orang sesuai dengan usaha individualnya
Mereka yang telah melakukan banyak usaha dan tenaga untuk mencapai tujuan, layak
diperlakukan dengan cara yang lebih baik daripada mereka yang tidak berusaha.
e. Kepada setiap orang sesuai dengan kontribusinya kepada masyarakat
Orang yang berkontribusi lebih kepada masyarakat boleh mendapat perlakuan berbeda.
Tapi kondisi ini harus dilakukan secara hati-hati, karena sangat mudah disalahgunakan
f.

oleh orang-orang yang terlalu menganggap dirinya penting.


Kepada setiap orang sesuai dengan jasanya (merit)
Jasa dapat menjadi alasan untuk memberikan kepada satu orang yang tidak diberikan
kepada orang lain.

Berdasarkan prinsip-prinsip material diatas dapat dibentuk teori keadilan distributif, yaitu:
1. Teori egalitarianisme
Teori ini menekankan pada prinsip pertama, yaitu pembagian yang adil adalah bila
semua orang mendapat bagian yang sama (equal). Sama rata, sama rasa merupakan
semboyan egalitarian yang khas. Di Amerika Serikat dalam The Declaration of Independence
(1776) diungkapkan bahwa All men are created equal. Jika kita mengatakan bahwa semua
manusia sama, yang utama dimaksudkan adalam martabatnya. Hal ini menjadi konsekuensi
besar di beberapa bidang, contohnya hukum. Di hadapan hukum semua orang harus
diperlakukan sama tidak peduli dengan status sosialnya. Karena hukum hanya memandang
semua orang sebagai manusia dan martabat manusia adalah sama. Contoh lainnya adalah
dalam pemilu, yang berdasar prinsip one person one vote.
Walaupun martabat manusia sama, tapi dalam banyak hal manusia bisa berbeda.
Misalnya dalam hal intelegensi dan keterampilan, serta kemampuannya untuk menghasilkan
nilai ekonomis. Oleh karena itu, sulit untuk menerapkan egalitarianisme dalam bidang
penggajian. Prinsip pemerataan pendapatan dipengaruhi oleh pemikiran egalitarian. Supaya

masyarakat dapat diatur dengan adil, perbedaan pendapatan tidak boleh terlalu besar,
walaupun tidak mungkin semua orang memperoleh pendapatan yang sama.
2. Teori sosialistis
Masyarakat dapat diatur dengan adil apabila keburuhan semua warga telah terpenuhi,
contonhnya kebutuhan sandang, pangan, papan. Teori sosialisme tentang keadilan yang
terkenal adalah prinsip yang oleh Karl Marx (1818-1883) diambil dari sosialis Prancis, Louis
Blanc (1811-1882): From each according to his ability, to each according to his needs. Halhal berat harus dibagi sesuai kemampuan dan hal-hal yang baik harus diberikan sesuai dengan
kebutuhan.
Kebutuhan dan kemampuan memang penting dalam pelaksanaan keadilan distributif,
namun tidak semata menjadi satu-satunya pertimbangan. Karena jika kebutuhan dijadikan
satu-satunya kriteria dalam penggajian misalnya, maka pekerja tidak akan termotivasi untuk
bekerja keras. Bekerja keras atau bermalas-malasan tidak akan mengubah pendapatannya.
Bila menyangkut kemampuan sebagai satu-satunya alasan untuk membagi pekerjaan, maka
orang yang berkemampuan harus menerima saja bila negara membagi pekerjaan kepadanya,
walaupun itu bukan menjadi pilihannya.
3. Teori liberalistis
Liberalisme menyatakan bahwa manusia adalah makhluk bebas, sehingga harus membagi
menurut usaha bebas dari individu bersangkutan. Yang tidak berusaha tidak berhak untuk
memperoleh sesuatu. Dalam liberalisme tentang keadilan distributif digarisbawahi pentingnya
dari prinsip 3 (hak), prinsip 4 (usaha) tapi secara khusus prinsip 6 (jasa atau prestasi).
Kesulitan pokok dari teori ini adalah bagaimana orang yang tidak bisa berprestasi karena
cacat mental atau fisik, atau orang yang menganggur di luar kemampuannya. Mereka tidak
mendapat apa-apa. Apakah cara ini bisa disebut adil?
4. John Rawls tentang Keadilan Distributif
John Rawls merupakan profesor filsafat kelahiran 1921 dari Baltimore, AS. Beliau pernah
mengajar di Universitas Princeton, Universitas Cornell, Institute Teknologi Massachussets serta
Universitas Harvard. Rawls menulis buku A Theory of Justice (1971) yang terkenal dan mendapat
banyak tanggapan dari berbagai kalangan filsafat, ekonomi dan politik. Buku keduanya yaitu Political
Liberalism terbit pada 1993 merevisi pandangan pada buku pertamanya dan mengakui bahwa
masyarakat modern sangat heterogen, karena itu toleransi harus menjadi ciri masyarakat yang adil.
Rawls berpendapat bahwa kita harus membagi secara adil dan rata dalam masyarakat, kecuali
ada alasan lain untuk membagi dengan cara lain. Sehingga pandangan Rawls sering dikaitkan dengan
egalitarianisme. Menurut Rawls, masalah keadilan hanya muncul berkaitan dengan apa yang
tergantung dengan kemauan manusia. Keadilan mulai berperan setelah lotere alamiah lewat. Yang
harus dibagi dengan adil dalam masyarakat adalah the social primary goods (nilai-nilai sosial yang

primer), artinya hal-hal yang sangat kita butuhkan untuk bisa hidup layak sebagai manusia dan warga
masyarakat, yang termasuk nilai-nilai sosial primer adalah:
a. Kebebasan-kebebasan dasar, seperti kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan hati
nurani dan kebebasan berkumpul, integritas pribadi, dan kebebasan politik;
b. Kebebasan bergerak dan kebebasan memilih profesi;
c. Kuasa dan keuntungan yang berkaitan dengan jabatan-jabatan dan posisi-posisi penuh
tanggung jawab;
d. Pendapatan dan milik;
e. Dasar-dasar sosial dari harga-diri (self-respect).
Daftar ini disusun berdasar kepentingannya, namun kemudian Rawls merevisi bahwa
masyarakat dan kebudayaan lain mungkin memilih urutan yang berbeda atau daftar berbeda. Menurut
Rawls, keadilan harus dapat dimengerti sebagai fairness. Dalam artikel yang ditulisnya yaitu Justice
as fairness, menjelaskan perbedaan artian adil dalam kata just dan fair. Just berarti adil menurut
isinya sedangkan fair berarti adil menurut prosedurnya. Fairness berarti keadilan yang didasarkan
prosedur yang wajar.
Guna menentukan prinsip-prinsip keadilan distributif, kita harus memasuki the original
position atau posisi asal, seolah-olah kita keluar dari masyarakat dimana kita hidup dan memasuki
situasi khayalan dimana masuarakat belum terbentuk. Kita berada dalam the veil of ignorance atau
selubung ketidaktahuan, dimana kita tidak tahu akan dilahirkan di golongan mana, memiliki bakat apa
dan dalam keadaan fisik seperti apa. Dalam posisi asal ini kita akan dapat menyetujui prinsip-prinsip
berikut:
a. Prinsip pertama: setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan-kebebasan dasar
yang paling luas yang dapat dicocokkan dengan kebebasan-kebebasan yang sejenis untuk
semua orang, dan
b. Prinsip kedua: ketidaksamaan sosial dan ekonomis diatur sedemikian rupa sehingga
1. Menguntungkan terutama orang-orang yang minimal beruntung dan juga
2. Melekat pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang dalam
keadaan yang menjamin persamaan peluang yang fair.
Prinsip 1 diatas disebut dengan kebebasan yang sedapat mungkin sama. Kebebasankebebasan itu harus seluas mungkin tapi juga ada batasnya. Batas kebebasan itu adalah kebebasan
semua orang lain. Prinsip 2 bagian (1) disebut prinsip perbedaan (difference principle). Supaya
masyarakat dapat adil tidak perlu semua orang mendapat hal-hal yang sama. Boleh ada perbedaan
dalam apa yang dibagi dalam masyarakat, namun perbedaan harus sedemikian rupa sehingga
menguntungkan mereka yang minimal beruntung. Prinsip 2 bagian (2) disebut prinsip persamaan
peluang yang fair. Jabatan dan posisi penting mengakibatkan ketidaksamaan dalam masyarakat,
namun asalkan jabatan dan posisi ini sifatnya terbuka untuk semua orang, maka tidak bisa dikatakan
tidak adil.

5. Robert Nozick tentang Keadilan Distributif


Robert Nozick terkenal melalui bukunya yang berjudul Anarchy, State and Utopia (1974)
yang memuat pemikiran liberalistisnya tentang keadilan. Teori keadilan distributif disebutnya
entitlement theory. Menurutnya, kita memiliki sesuatu dengan adil apabila pemilikannya berasal
dari keputusan bebas yang mempunyai landasan hak. Terdapat tiga kemungkinan yang menelurkan
prinsip:
a. Prinsip

original

acquisition:

kita

memperoleh

sesuatu

pertama

kali

dengan

menciptakan/menghasilkan hal tersebut.


b. Prinsip transfer: kita memiliki sesuatu yang diberikan oleh orang lain.
c. Prinsip rectification of injustice: kita mendapat sesuatu kembali yang sebelumnya dicuri
dari kita.
Ketiga prinsip diatas adalah prinsip historis yang artinya mereka tidak melihat hasil
pembagian tapi juga mempertanggungjawabkan proses yang melandaskan pembagian atau pemilikan.
Dalam prinsip tradisional sifatnya tidak memperhatikan bagaimana pembagian itu sampai terjadi.
Prinsip tradisional juga menerapkan pada pembagian barang pada suatu pola yang telah ditentukan
sebelumnya. Kesimpulannya, keadilan dapat ditegakkan apabila ada pengakuan bakat-bakat dan sifatsifat pribadi serta segala konsekuensinya (seperti hasil kerja) sebagai satu-satunya landasan hak
(entitlement). Nozick juga berpendapat bahwa tidak akan adil bila memerangi kemiskinan dengan
memaksakan perubahan struktural dalam masyarakat. Walaupun membantu orang miskin adalah
kewajiban solidaritas, namun kewajiban itu merupakan etika pribadi dan hanya boleh dijalankan
dengan keputusan-keputusan bebas.
6. Keadilan Ekonomis
Dalam perspektif sejarah, keadilan ekonomis tidak selalu mendapat perhatian yang sama.
Sejarawan ide sosial dan politik berkebangsaan Kanada, C.B, MacPherson, berpendapat bahwa
keadilan sosial mengalami gerak pasang surut yang cukup mencolok dalam sejarah. Berbicara tentang
keadilan ekonomis sebenarnya lebih cenderung membicarakan tentang ketidakadilan ekonomis,
karena kenyataannya yang kita soroti adalah keadaan atau aspek-aspek masyarakat yang tidak adil.
Perhatian untuk keadilan mengambil bentuk untuk mengusahakan perbaikan dari keadaan tidak adil.
Ketidakadilan disebabkan oleh manusia dan karena itu harus diperbaiki oleh manusia juga.
Keadilan ekonomis harus diwujudkan dalam masyarakat, namun keadilan merupakan
keuatamaan yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis secara pribadi. Pebisnis juga tidak hanya
mementingkan kebutuhan ekonomis dan memperhatikan hanya nilai-nilai ekonomis, untuk dapat
hidup dengan baik, pebisnis perlu nilai-nilai moral juga. Salah satu nilai moral terpenting adalah
keadilan.

B. Liberalisme dan Sosialisme Sebagai Perjuangan Moral


Melanjutkan bahasan dari bab sebelumnya, liberalismen dan sosialisme memiliki pandangan
yang berbeda atas keadilan dalam hal milik. Liberalisme menekankan milik pribadi sebagai salah
satu hak manusia yang terpenting. Sementara sosialisme berpendapat bahwa milik tidak boleh
dibatasi pada kepentingan individu saja, melainkan mempunyai fungsi sosial.
1. Tinjauan historis
a. John Locke dan milik pribadi
Menurut Locke, manusia memiliki tiga hak kodrat, yaitu life, freedom, dan property.
Hak yang paling penting diantara ketiganya adalah property, hak milik, karena kehidupan
dan kebebasan dimiliki juga. Hak milik menyediakan pola untuk memahami kedua hak
lain juga.
Pada awalnya belum ada hak milik, karena Tuhan menyerahkan dunia kepada
manusia untuk dikelola secara bersama-sama. Hak milik timbul karena pekerjaan yang
dilakukan manusia untuk membuat atau memperoleh sesuatu dari alam atau dari bahan
tidak bertuan. Tetapi ada batasan dalam hal kepemilikan ini, dimana seseorang hanya
boleh mengambil sebanyak yang dapat dikonsumsi orang tersebut.
Pembatasan ini berubah setelah timbulnya uang. Karena uang tidak dapat membusuk
maka milik dapat diakumulasi. Kelebihan barang milik seseorang dapat ditukar dengan
uang (menjual) dan kelebihan uang dapat ditukar dengan barang (membeli).

b. Adam Smith dan pasar bebas


Seperti Locke, Smith pun memandang pekerjaan sebagai sumber hak milik. Manusia
memiliki produktivitas dari pekerjaannya. Produktivitas kerja lah yang menghasilkan
kemakmuran. Karena makmur maka ekonomi dapat tumbuh. Dalam konteks ini, Smith
menggarisbawahi pentingnya pembagian kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja.
Dengan adanya pembagian kerja, proses produksi dibagi atas pelbagai tindakan kerja
yang dilakukan masing-masing karyawan. Aspek negatifnya adalah karyawan yang hanya
menjalankan satu macam tindakan kerja saja dapat merasa pekerjaannya monoton dan
membosankan.
Pemikiran Adam Smith tentang pasar bebas dan etika berkisar tentang motivasi
seseorang untuk mengambil bagian dalam kegiatan tukar menukar di pasar adalah karena
kepentingan diri. Pada dasarnya semua orang ingin bisa maju dalam kehidupannya.

Dengan demikian kita tertuju pada kepentingan diri. Hal ini bukan berarti bahwa sikap
dasar semua orang tidak etis. Kepentingan diri terletak di antara egoisme dan altruisme.
Kepentingan diri merupakan motivasi utama yang mendorong kita untuk mengadakan
kegiatan ekonomis. Seorang pembeli membeli sebuah produk karena produk itu adalah
kepentingannya. Pedagang menjual barang karena membutuhkan uang, uang itu adalah
kepentingan pedagang. Di pasar, kepentingan dua individu ini bertemu bertemu dan
terjadi hubungan timbal balik.
Tetapi dalam kegiatan ekonomis, mengejar kepentingan diri harus tetap
memperhatikan kepentingan orang lain. Pedagang tidak boleh egois dengan merugikan
pembeli dan begitu pula sebaliknya. Dalam kegiatan ekonomis, kita tidak mempraktekan
egoisme tetapi juga tidak mempraktekan altruisme. Altruisme adalah sikap berbuat baik.
Masing-masing dari pembeli dan penjual yang terlibat kegiatan ekonomi melakukannya
karena ingin memcarai kepentingan diri bukan atas dasar kebaikan hati. Kebaikan hati
sebagai sikap etis lebih cocok untuk kegiatan beramal tetapi kurang relevan untuk
kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi di pasar tidak hanya menguntungkan pihak-pihak yang langsung
terlibat tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat secara keseluruhan meskipun para
pembeli dan penjual melakukannya dengan mengejar kepentingan masing-masing.
c. Marxisme dan kritiknya atas milik pribadi
Menurut Karl Marx manusia merealisasikan diri dalam pekerjaannya. Seseorang
menjadi menusia sesungguhnya dengan bekerja, ia dihumanisasikan dengan mengolah
alam melalui pekerjaannya dan di lain pihak menghumanisasikan alam dengan
pekerjaannya. Tetapi sebagai akibat suatu proses historis, manusia dipisahkan dari
kodratnya karena ia terpaksa menjual pekerjaannya sebagai suatu komoditas. Manusia
tidak lagi dapat merealisasikan diri dalam pekerjaannya, antara lain karena produk
kerjanya menjadi milik majikan. Si pekerja menjual tenaga kerjanya dan sebagai ganti ia
memperoleh upah. Masalah yang timbul apakah upah yang ia terima sesuai dengan tenaga
kerja yang ia korbankan. Ada orang yang mendapat terlalu banyak, sedangkan orang lain
mendapat kurang.
Kritik Karl Marx tidak memaksudnkan dihapuskannya milik pribadi yang diperoleh
dengan bekerja keras, tetapi kapitalisme sendirilah yang menghindarkan orang-orang
kecil menikmati buah hasil dari kerja keras mereka. Tujuan kritik Marxisme
dihapuskannya milik pribadi borjuis. Marxisme menentang penindasan atau eksploitasi

yang berasal dari pemilikan eksklusif atas sarana-sarana produksi diganti dengan sistem
milik kolektif.
2. Pertentangan dan perdamaian antara liberalisme dan sosialisme
a. Liberalisme
Inti pemikiran liberalisme adalah tekanannya pada kebebasan individual. Di bidang
politik peranan negara harus seminimal mungkin supaya diberikan kesempatan sebesarbesarnya kepada kebebasan para warga negara. Tugas pokok negara hanya pada
perlindungan dan pengamanan para warga negara.
Di bidang ekonomi, liberalisme menolak segala intervensi negara dalam urusan
ekonomi yang diwujudkan dalam perekonomian pasar bebas. Keadaan ekonomi paling
baik akan tercapai bila mekanisme pasar bisa menentukan sendiri harga jual, besarnya
gaji, kesempatan kerja, volume produksi, dan lain-lain. Selanjutnya maka akan tercipta
keseimbangan ekonomi yang paling bagus. Liberalisme juga menolak proteksionisme dan
monopoli karena hal tersebut merupakan buah hasil intervensi.
b. Sosialisme
Liberalisme menempatkan individu di atas masyarakat, sedangkan sosialisme
menempatkan masyaratkan di atas individu. Sosialisme memandang manusia sebagai
makhluk sosial atau sebagai sesama yang hidup bersama orang lain. Sedangkan
liberalisme melihat manusia mempunyai kebebasan masing-masing. Liberalisme
menekankan hak atas milik pribadi, maka sosialisme ingin mengatur lembaga milik
demikian rupa sehingga dapat dinimakti oleh seluruh masyarakat.

i.

Sosialisme komunistis
Sosialisme komunistis atau lebih dikenal komunisme menolak pribadi dengan
membedakan antara kepemilikan barang konsumsi dan kepemilikan sarana-sarana
produksi. Barang konsumsi adalah barang yang dipakai oleh seseorang bersama
dengan keluarganya. Sarana-sarana produksi menurut kodratnya teruntuk kepentingan
seluruh masyarakat tetapi pada kenyataannya menjadi milik pribadi segelintir orang.
Contoh dari sarana-sarana produksi adalah pabrik, tanah dalam kuantitas besar dan
kapital atau modal sebab yang memiliki modal dapat juga menjadi pemilik pabrik
atau tanah.
Dengan amat tepat sistem ekonomi komunis sering disebut ekonomi berencana.
Di negara-negara komunis ekonomi direncanakan dengan ketat dari atas. Harga jual,
besarnya gaji atau upah, volume produksi dan semua faktor ekonomi lain dikomando

oleh pemerintah. Dapat disimpulkan ekonomi komunistis merupakan kebalikan dari


sistem ekonomi pasar bebas.
ii.

Sosialisme demokratis
Sosialisme demokratis juga menempatkan masyarakat di atas individu tetapi
dengan tidak mengorbankan sistem pemerintahan demokratis. Salah satu program
pokok bagi pemerintahan sosialisme demokratis adalah nasionalisasi industri-industri
yang dibutuhkan oleh industri lain dan industri-industri yang menguasai hajat orang
banyak. Nasionalisasi adalah proses pengalihan perusahaan yang tadinya milik swasta
dijadikan milik negara dengan harapan jika ditangani negara pastilah manfaatnya
paling besar untuk masyarakat umum. Usaha sosialisme demokratis lain ialah
memperbaiki kesejahteraan kaum pekerja melalui perundang-undangan sosial.

c. Kekuatan dan kelemahan


Kekuatan liberalisme adalah bahwa milik pribadi diakui sebagai cara penting untuk
mewujudkan kebebasan pribadi. Dengan hak kepemilikan, sesorang dapat menjalankan
dan menghayati kebebasan. Sementara kelemahan yang utama adalah bahwa mereka
kurang memperhatikan nasib kaum miskin dan orang kurang beruntung dalam perjuangan
hidup.
Kekuatan sosialisme adalah merekan menemukan dimensi transindividual dari milik.
Milik menjadi suatu fungsi sosial dan tidak boleh dibatasi pada kepentingan pribadi saja.
Kelemahan pertama dari sosialisme adalah ekonomi yang direncanakan dengan ketat dari
atas ternyata tidak berhasil. Kelemahan yang kedua adalah jika suatu barang dimiliki
bersama makan tanggung jawab akan kurang dirasakan.
d. Menuju perdamaian
Liberalisme dan sosialisme dapat dilihat sebagai dua ideologi yang saling berebut
dalam bidang politik-ekonomi selama kira-kira satu setengah abad. Pada saat sekarang
dua ideologi ini mencapai titik perdamaian. Sebagai kesimpulan situasi kedua ideologi ini
bersifat paradoks pada awal abad ke-21. Negara yang awalnya menganut paham
sosialisme lalu berhasil maka akan menjadi welfare state, sementara yang gagal akan
menerapkan sistem ekonomi pasar bebas. Negara yang awalnya menerapkan liberalisme
lalu berhasil akan menerapkan sistem ekonomi pasar bebas, sementara yang gagal akana
menerapan welfare state.
3. Kapitalisme dan demokratisasi
Kapitalisme merupakan praktek ekonomi dan sistem sosial yang ditandai oleh adanya
kelas, yaitu kelas kapitalis dan kelas proletar. Ideologi ini dilatarbelakangi liberalisme yang

dapat menjelaskan tiga unsur dasarnya, yaitu lembaga milik pribadi, pencarian untung, dan
kompetisi dalam sistem pasar bebas. Pada akhir tahun 1980-an bukan saja kapitalisme
menang dengan sistem ekonomi pasar bebasnya, yang ikut menang adalah demokrasi sebagai
sistem politik yang melatarbelakangi ekonomi pasar bebas.
Dengan runtuhnya sistem ekonomi komunistis, negara-negara bekas Uni Soviet langsung
memeluk sistem politik demokrasi. Demokrasi dapat berfungsi sebagai koreksian atas segisegi negatif dari kuasa ekonomi kapitalis. Dalam konteks demokratis, semua warga negara
dianggap sederajat. Keputusan demokratis adalah keputusan rata-rata semua warga negara.
Demokratisasi dalam ekonomi kapitalis memunculkan beberapa fenomena-fenomena
menarik. Pertama, sistem pemerintahan demokratis berhasil mengoreksi beberapa ekses
kapitalisme. Contohnya adalah terbentuknya welfare state, undang-undang antikartel dan anti
monopoli, dihilangkannya perbedaan sosial melalui perpajakan progresif dan perlindungan
lingkungan hidup.
Kedua, antagonisme antara kelas-kelas dalam sistem pemerintahan demokratis cukup
teratasi. Di Indonesia terdapat perundingan tripartit di mana terlibat unsur pemerintah, unsur
pengusaha, dan unsur pekerja.
Ketiga, adalah pemilikan sarana produksi yang semakin merata melalui saham. Melalui
saham, perusahaan publik dimiliki oleh semakin banyak orang.
4. Etika pasar bebas
David Gauthier berpendapat bahwa pasar yang sempurna tidak membutuhkan moralitas
karena kepentingan pribadi masing-masing orang secara sempurna sesuai dengan kepentingan
sosial seluruh masyarakat. Pada kenyataannya kompetisi dalam pasar tidak pernah sempurna
karena aneka macam alasan. Alasan yang paling penting adalah alasana eksternal. Sebagai
contoh sumber daya alam selalu terbatas dan akan habis, dampak atas lingkungan hidup, dan
tidak semua orang menduduki tingkatan yang sama agar dapat menjalankan peranannya
masing-masing di pasaran.
Namun demikian, sistem pasar bebas yang bisa dijalankan sekarang tetap merupakan
sistem ekonomi yang paling unggul karena menjamin eifisiensi. Pentingnya etika dalam hal
ini pertama dari segi keadilan sosial, supaya kepada semua peserta dalam kompetisi di pasar
diberikan kesempatan yang sama. Kedua sebagai jaminan agar kompetisi berjalan dengan
baik dari sudut moral. Tuntutan moral ini bisa dirumuskan dengan cara positif atau negatif.
Secara positif berarti kompetisi harus berjalan dengan fair. Hal ini berarti kejujuran
merupakan tuntutan etis yang sangat penting. Dalam konteks bisnis terdapat situasi win-win,

yaitu dua pihak atau lebih dalam menang sekaligus. Karena itu dalam konteks bisnis
kompetisi tidak bertentangan dengan kerja sama. Kompetisi dalam bisnis malah menuntut
adanya kerja sama.
Dirumuskan secara negatif artinya kompetisi dalam bisnis tidak boleh merugikan orang
lain. Mengakibatkan kerugian dimaksudkan melakukan sesuatu terhadap seseorang atau
mengambil sesuatu dari seseorang, melawan kehendaknya.
5. Masalah etika sekitar krisis perbankan
a. Permulaan krisis
Terjadi krisis besar dalam industri perbankan pada tahun 2008 yang dimulai di
Amerik Serikat dan dalam waktu singkat menyebar ke seluruh dunia. Krisis ini berbeda
dengan krisis di bidang perbankan sebelumnya karena mulai berkembang di tengah
perekonomian paling besar di dunia.
Krisis mulai terasa dengan kebangkrutan bank terkemuka Lehman Brothers pada 15
September 2008. Dalam waktu singkat dialami kesulitan besar oleh dua institusi finansial
yang menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Freddy Mae dan Fanny Mae.
Utang mereka lalu diambil alih oleh Pemerintah Amerika. Kemudian dengan bail-out
lebih dari 180 milyar dollar Pemerintah Amerika harus menyelamatkan lagi AIG,
perusahaan asuransi terbesar di Amerika Serikat.
b. Mengapa krisis ini sampai terjadi?
Di Amerika Serikat harga rumah naik terus sampai mencapai nilai yang tidak realistis
lagi. Banyak nasabah bank tidak mampu lagi membayar kembali KPR-nya, karena kredit
itu sudah menjadi lebih besar daripada harga rumahnya. Jika rumah tersebut disita oleh
bank untuk menebus utangnya, bank tetap rugi karena harga rumah lebih rendah daripada
kredit yang pernah diberikan.
Bank-bank terpenting di Amerika Serikat dan Eropa Barat sudah menjadi begitu besar
sehingga seandainya bank itu gagal, mereka akan turut menyeret sebagian besar
perekonomian negara dalam kejatuhannya. Pemerintah pun tidak ada pilihan lain selain
memberi dana talangan dengan mengambil alih hutangnya. Bank diselamatkan dengan
memakai dana yang berasal dari pembayar pajak.
c. Aspek-aspek etis
Kebaikan bersama
Unsur etika terpenting yang perlu diperhatikan oleh dunia perbankan adalah
kebaikan bersama. Kebaikan bersama menunjuk kepada apa yang baik untuk seluruh
masyarakat dan tidak untuk beberapa individu atau kelompok saja. Menjelang krisis

perbankan 2008, bank-bank besar di Amerika dan Eropa Barat terlalu terarah pada
tujuan meraih untung sebesar-besarnya dengan mengambil resiko di luar batas yang
akhirnya dibebankan pada masyarakat, sambil mengandalkan jaminan implisit dari
pemerintah.

Dunia perbankan harus patut dipercaya


Kepercayaan merupakan tuntutan etis penting untuk bisnis perbankan. Jika kita
menitip uang kepada bank, pihak bank akan meminjamkan lagi uang itu kepada pihak
ketiga yang membutuhkannya untuk usaha produktif, dengan memasang bunga lebih
besar daripada yang diberikan kepada nasabah. Di sini timbul risiko pinjaman kepada
pihak ketiga tidak dikembalikan pada waktunya. Pada akhir abad ke-20 perbankan
mengambil risiko terlalu besar. Krisis perbankan 2008 menyebabkan juga suatu krisis
kepercayaan pada sistem perbankan secara keseluruhan.

Dunia perbankan tidak boleh berlaku serakah


Aspek etis yang ketiga adalah pelaku di dunia perbankan tidak boleh dimotivasi
oleh keserakahan. Sesudah krisis perbankan mulai terasa, dalam masyarakat sering
terdengar reaksi bahwa keserakahan para bankir menjadi sebab utamanya.

d. Masalah LIBOR sebagai ilustrasi


Pada tahun 2012 suatu skandal besar kembali muncul, yang timbul dari perilaku tidak
etis para bankir. Masalah ini menyangkut LIBOR (London InterBank Offered State),
yaitu suku bunga antar bank yang setiap hari ditentukan di London oleh panel 18 bank
besar dari Eropa, Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang dan berlaku untuk meminjamkan
kepada bank lain dollar Amerika dan sembilan mata uang lain lagi. Beberapa karyawan
Bank Barclays dari Inggris terlibat dalam manipulasi LIBOR.
e. Regulasi dan etika
Bila terjadi krisis di bidang perekonomian makan pemerintah negara bersangkutan
harus menanggapi dengan membuat peraturan efektif untuk menangani krisis agar tidak
terulang.

Perlu dibentuk sebuah komisi yang kuat dan independen untuk mengawasi produkproduk keuangan agar masyarakat terlindungi terhadap penyalahgunaan dalam sektor

jasa keuangan.
Perlu regulator sistemik yang melihat sistem perbankan sebagai suatu keseluruhan.
Pengambilan risiko terlalu besar harus dibatasi.
Derivatif-derivatif dibatasi.
Pemerintah diberi wewenang lebih besar untuk menangani bank-bank yang gagal.

C. KEUNTUNGAN SEBAGAI TUJUAN PERUSAHAAN


Keuntungan termasuk definisi bisnis. Apa itu bisnis? Bisnis sering dilukiskan sebagai
menyediakan jasa atau produk untuk keuntungan. Menyediakan suatu produk atau jasa secara
percuma tidak merupakan bisnis. Itulah sebabnya bisnis selalu berbeda dengan karya amal.
Menawarkan sesuatu dengan percuma masih bisa dianggap bisnis, selama terjadi dalam rangka
promosi, untuk memperkenalkan sebuah produk baru atau untuk mengiming imingi publik.
Tetaplah, tujuan utamanya mencari calon pembeli dan karena itu tidak terlepas dari pencarian
keuntungan. Dalam rangka bisnis, pemberian dengan gratis hanya dilakukan untuk kemudian menjual
barang itu dengan cara besar besaran.
I.

Maksimalisasi keuntungan sebagai cita cita kapitalisme liberal


Kalau memaksimalkan keuntungan menjadi satu satunya tujuan perusahaan, dengan

sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis. Mengapa begitu? Sekurang kurangnya karena
alasan bahwa dalam keadaan semacam itu karyawan diperalat begitu saja. Jika keuntungan menjadi
satu satunya tujuan, semuanya dikerahkan dan dimanfaatkan demi tercapainya tujuan itu, termasuk
juga karyawan yang bekerja dalam perusahaan. Akan tetapi, memperalat karyawan karena alasan apa
saja berarti tidak menghormati mereka sebagai manusia. Dengan itu dilanggar suatu prinsip etis yang
paling mendasar: kita selalu harus menghormati martabat manusia. Dalam macam macam situasi,
seorang manusia dipakai demi tercapainya tujuan orang lain. Direktur mempergunakan sekretarisnya
demi tujuannya. Dan semua karyawan dalam perusahaan diperkerjakan untuk merealisasikan tujuan
perusahaan. Tetapi disamping membantu untuk mewujudkan tujuan perusahaan, para karyawan harus
diperlakukan juga sebagai tujuan sendiri. Mereka tidak boleh dipergunakan sebagai sarana belaka.
Mereka tidak boleh dimanfaatkan semata mata untuk mencapai tujuan. Misalnya, mereka harus
dipekerjakan dalam kondisi kerja yang aman serta sehat dan harus diberikan gaji yang pantas.
II.

Masalah pekerja anak


Yang dimaksud disini adalah pekerjaan yang dilakukan oleh anak dibawah umur demi

pembayaran uang yang digunakan untuk membantu keluarganya. Logisnya, dibawah umur harus
disamakan dengan batas umur wajib belajar. Tidak praktis sama sekali, kalau anak sudah tidak wajib
belajar lagi, tetapi belum boleh bekerja. Anak yang dalam lingkungan keluarga menjalankan tugas
tugas pekerjaan, tidak selalu bisa dikatakan mempraktekan pekerjaan anak.
Betapa pun banyaknya upaya menetapkan batas minimum usia pekerja, di banyak negara
khususnya di dunia ketiga anak anak harus bekerja pada umur terlalu muda. Di negara negara
berkembang masih ada 250 juta anak di bawah umur 14 tahun yang bekerja. Di antaranya 120 juta
anak bekerja purna waktu, sedangkan 130 juta anak bekerja penggal waktu. Anak anak yang

dipelajari dalam laporan tersebut berumur anatara 5 dan 14 tahun dan kebanyakannya bekerja 9 jam
sehari selama enam atau malah tujuh hari seminggu, khususnya didaerah pertanian. Dihitung secara
absolut paling banyak anak bekerja di Asia, tetapi secara proporsional paling banyak di Afrika, yaitu
40% dari semua anak disana. India dianggap sebagai negara dimana keadaannya paling jelek. Sekitar
100 juta anak dibawah umur 14 tahun disitu bekerja secara ilegal dalam pabrik atau tempat kerja lain,
sering kali dalam kondisi penuh risiko.
Mempekerjakan anak merupakan cara berbisnis yang tidak fair. Sebab, dengan cara pebisnis
berusaha menekan biaya produksi dan dengan demikian melibatkan diri dalam kompetisi kurang fair
terhadap rekan rekan pebisnis yang tidak mau menggunakan tenaga anak, karena menganggap hal
itu cara berproduksi tidak etis. Lagi pula, pekerja anak bisa memperparah lagi masalah pengangguran.
Pekerjaan ini tidak dipraktekan karena tenaga kerja dewasa tidak tersedia. Pekerjaan mereka justru
diadakan di negara negara berkembang, dimana malah terdapat kelebihan tenaga kerja dewasa (tapi
kurang trampil) dan banyak orang menganggur. Dengan mempekerjakan anak anak, penganggur
penganggur dewasa dirugikan, karena tenaga kerja mereka disingkirkan. Seandainya anak tidak
dipekerjakan, lebih banyak orang dewasa bisa bekerja dan menjamin nafkah untuk keluarga mereka.
Dalam undang undang no. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan (yang sudah beberapa
kali ditunda berlakunya) ditentukan 15 tahun sebagai umur batas minimum pekerja Indonesia. Semua
pengusaha dilarang untuk mempekerjakan anak yang berumur kurang dari 15 tahun. Tetapi larangan
ini tidak berlaku bagi anak yang terpaksa bekerja. Disini jelas dimaksudkan alasan ekonomi dari
keluarga bersangkutan.
III.

Relativitas keuntungan
Bisnis menjadi tidak etis, kalau perolehan untung dimutlakkan dan segi moral

dikesampingkan. Manajemen modern sering disifatkan sebagai management by objectives.


Manajemen yang ingin berhasil harus menentukan dengan jelas tujuan tujuan yang mau dicapai.
Dan dalam manajemen ekonomi salah satu unsur penting adalah cost benefit analysis. Supaya dapat
mencapai sukses, hasil dalam suatu usaha bisnis harus melibihi biaya yang dikeluarkan. Usaha
ekonomis baru bisa dianggap berhasil bila memungkinkan laba. Semuanya ini bisa diterima, asalkan
tetap disertai pertimbangan etis. Bisnis menjadi tidak etis, jika keuntungan dijadikan satu satunya
objective atau benefit dimengerti sebagai laba belaka dengan mengorbankan semua faktor lain.
IV.

Manfaat bagi stakeholders


Yang dimaksud dengan stakeholders adalah orang atau instansi yang berkepentingan dengan

suatu bisnis atau perusahaan. Stakeholders sebagai individu individu dan kelompok kelompok
yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan tujuan organisasi dan pada gilirannya dapat

mempengaruhi tercapainya tujuan tujuan tersebut. Para pemegang saham sebagai pemilik
perusahaan pasti berkepentingan dengan sepak terjang sebuah perusahaan. Kalau perusahaan
memperoleh laba, para pemegang saham mendapat dividen. Kalau tidak, mereka tidak mendapat apa
apa. Mereka jelas membeli saham dengan harapan memperoleh untung banyak.

Anda mungkin juga menyukai