Anda di halaman 1dari 11

KOPERASI, ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Oleh : KELOMPOK 4 Ni Putu Seri Wahyuni Ni Putu Ayu Suryantini Ni Kadek Ari Purwati (0906305005) (0906305006) (0906305037)

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS UDAYANA 2011

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Mendengar kata koperasi, masyarakat awam akan membayangkan tempat dimana mereka bisa menabung dan meminjam uang, atau tempat membeli kebutuhan sehari-hari. Apabila koperasi disinggung di pedesaan, maka akan terpikirkan KUD, yaitu tempat membali pupuk dan bibit, atau menjual hasil pertanian. Pemikiran tersebut menggambarkan bahwa sebagian masyarakat sudah mengetahui apa itu koperasi dan mungkin beberapa cukup mengenal dekat lembaga tersebut dan mendapatkan manfaat dari koperasi. Di Indonesia sendiri, koperasi memang dibentuk dan diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah (Tambunan, 2008). Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, karena diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan tolong-menolong, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sejak Indonesia merdeka, koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah. Sebagai soko guru perekonomian, ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Oleh karena itu, keberadaan koperasi mutlak diperlukan oleh masyarakat Indonesia terutama saat keadaan ekonomi sedang tidak stabil atau dalam keadaan krisis. Dalam keadaan yang demikian, dua pilar penyangga utama perekonomian Indonesia yang lain, yaitu BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan BUMS (Badan Usaha Milik Swasta) kemungkinan akan terkena dampak yang cukup signifikan karena bentuk organisasi yang demikian menguasai hampir seluruh perekonomian Indonesia beserta pangsa pasarnya. Sehingga apabila terjadi krisis, maka yang akan cukup terpuruk oleh dampaknya adalah perusahaan-perusahaan sejenis BUMN dan BUMS 2

khususnya yang memiliki pengaruh serta kapasitas yang besar. Maka, di saat seperti itulah koperasi memperlihatkan kekuatannya. Dampak krisis ekonomi memang juga berimbas pada kehidupan koperasi, namun tidak signifikan mengingat proporsinya yang relative lebih kecil dibandingkan BUMN dan BUMS dalam kegiatan ekonomi. Rendahnya nilai tukar rupiah misalnya, hanya akan berdampak pada perusahaan yang berorientasi ekspor. Koperasi yang notabene ruang lingkupnya kecil tentu tidak akan menanggung dampak yang berlebihan. Sehingga koperasi pun akan menjadi lembaga yang bisa bangkit dan membawa masyarakat untuk membangun kembali perekonomian. Memang fungsi dari koperasi tersebut sangat penting bagi perekonomian Indonesia, dan seperti itulah harapan yang diinginkan bangsa Indonesia sehingga manfaat dari koperasi pun bisa dinikmati bersama. Namun, apakah harapan mulia tersebut dapat tercapai dengan baik? Menurut Widiyanto (1998), walau disebut sebagai soko guru perekonomian, perkembangan koperasi ternyata sangat tertinggal dari dua pilar utama lainnya, yaitu BUMN dan BUMS. Contohnya saja masih banyak koperasi di Bali yang tidak aktif, yaitu sekitar 374 koperasi dari total 3.678 koperasi (Bali Post, 2010). Mungkin jumlah tersebut masih rendah untuk menjadi ancaman, namun ditengah persaingan antar lembaga keuangan serta organisasi laba lainnya, jumlah tersebut diindikasikan akan bertambah apabila tidak ada tindakan preventif dari pihak-pihak yang bersangkutan. Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan program pencanangan Bali sebagai Provinsi Koperasi oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang bergulir tahun 2009 dan ditargetkan tercapai tahun 2012 (www.cybertokoh.com,2011). Maka kajian yang lebih mendalam diperlukan untuk dapat mewujudkan harapan dari koperasi tersebut. Oleh karena itu, terlebih dahulu penulis akan menelaah bagaimana sebenarnya harapan yang terkandung dalam didirikannya koperasi serta membandingkannya dengan kenyataan saat ini. Sebesar apa perbedaan yang terjadi tentu perlu dicari solusinya, agar koperasi pun dapat berkembang sesuai dengan apa yang diharapkan di masa depan.

2.

Rumusan Masalah dan Tujuan Penulisan Masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah bagaimana harapan yang terkandung dalam koperasi dan seperti apa pengimlementasiannya dalam beberapa tahun terakhir serta solusi yang dapat diambil dalam penanggulangan masalah tersebut. Tujuan dari penulisan ini adalah agar pembaca dapat mengetahui permasalahan apa yang dialami koperasi saat ini sehingga dapat menindaklanjutinya dengan bijaksana.

II. 1.

PEMBAHASAN Peranan serta Harapan Koperasi di Masa Depan Sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional, koperasi memiliki misi sebagai stabilisator ekonomi disamping sebagai agen pembangunan. Peran koperasi sebagai pilar penyangga perekonomian harus terus ditingkatkan sehingga koperasi benar-benar mampu menjalankan peranannya dalam menggerakkan ekonomi rakyat. Koperasi dapat tumbuh dan berkembang secara baik jika dijiwai oleh akar budaya nasional yang telah disarikan dalam falsafah negara yakni, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945 yang terjalin erat dalam bentuk azas kekeluargaan. Oleh karena itu, Koperasi merupakan soko guru perekonomian Nasional. (Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Per-Koperasian). Kehidupan bersama saling bahu-membahu dengan prinsip berat sama dipikul, dan ringan sama dijinjing merupakan pola pemikiran masyarakat Indonesia secara umum. Azas kekeluargaan yang merupakan dasar dari Koperasi tentu berbanding lurus dengan pola pemikiran masyarakat Indonesia tersebut. Masyarakat Indonesia yang sebagian besar menengah kebawah memerlukan kekuatan bersama agar dapat menjalin kehidupan. Sifat gotong royong sangat berakar dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya koperasi yang ternyata memiliki sifat yang senada dengan masyarakat Indonesia, maka diharapkan koperasi akan dengan mudah berbaur di masyarakat dan memberikan banyak manfaat bagi mereka. Selama ini koperasi dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. KUD sebagai koperasi program yang didukung 4

dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (Soetrisno, 2003). Dalam konteks yang lebih besar koperasi dapat dilihat sebagai wahana koreksi oleh masyarakat pelaku ekonomi, baik produsen maupun konsumen, dalam memecahkan kegagalan pasar dan mengatasi inefisiensi karena ketidaksempurnaan pasar (Soetrisno, 2003). Apabila dilihat dari fungsi koperasi yang tertuang dalam UndangUndang No.25 Tahun 1992 Pasal 4 tentang Perkoperasian, yaitu : a) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; b) Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; c) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya; d) Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Koperasi ternyata memiliki banyak peran penting dalam pembangunan. Keempat fungsi koperasi diatas apabila diterapkan dengan baik tentu akan memberikan umpan balik yang sangat positif bagi kehidupan bangsa Indonesia. Berdasarkan fungsi diatas, adanya koperasi dapat mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Begitu besar harapan yang terkandung dalam mekanisme koperasi bagi masa depan bangsa Indonesia. Implementasi keempat fungsi koperasi diatas dengan benar dan terarah merupakan bentuk dari harapan masyarakat terhadap koperasi dimasa depan. Maka koperasi harus dijalankan sesuai dengan fungsinya disertai kendali dari peraturan pemerintah agar harapan tersebut dapat tercapai. 5

2.

Keadaan Koperasi Beberapa Tahun Terakhir Secara teoritis koperasi memang sangat bermanfaat bagi masyarakat apabila keseluruhan fungsinya dapat dijalankan dengan benar melalui mekanisme yang terarah. Namun apakah hal tersebut sudah terwujud dalam beberapa tahun terakhir ? perkembangan koperasi selama babarapa tahun perlu dikaji lagi untuk mengetahui jawabannya. Berikut adalah data perkembangan koperasi di Indonesia Tabel 1 : Rekapitulasi Data Koperasi Seluruh Indonesia 2006 2010
N O 1 URAIAN Jumlah Koperasi Aktif Tidak Aktif Total Anggota RAT Satuan unit unit unit orang unit 2006 2007 2008 2009 2010 123,807 51,295 175,102 29,124,067 52,856 30,656,010.06 31,409,431.75 77,514,341.36 5,653,745.35

98,944 104,999 108,930 120,473 42,382 44,794 46,034 49,938 141,326 149,793 154,964 170,411 2 2 7.776.133 28,888,067 27,318,619 29,240,271 3 46,057 48,262 47,150 58,534 16,790,860.5 20,231,699.4 22,560,380.0 28,348,727.7 4 Modal sendiri Rp juta 3 5 3 8 22,062,212.0 23,324,032.1 27,271,935.2 31,503,882.1 5 Modal luar Rp juta 0 4 3 7 62,718,499.7 63,080,595.8 68,446,249.3 82,098,587.1 6 Volume usaha Rp juta 8 1 9 9 7 SHU Rp juta 3,216,817.65 3,470,459.45 3,964,818.55 5,303,813.94 Sumber : Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (http://www.smecda.com/deputi7/)

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa secara eksplisit, jumlah koperasi di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahunnya, baik secara keseluruhan maupun berdasrkan jumlah koperasi yang aktif. Jumlah koperasi yang mengadakan RAT juga bertambah serta SHU yang dihasilkan mengalami peningkatan. Namun apabila diperhatikan dengan lebih teliti, ternyata peningkatan jumlah serta nominal dalam table diatas, tidak diikuti dengan peningkatan persentasenya. Hal tersebut dapat dilihat dalam table dibawah ini. Tabel 2 : Persentase Koperasi yang Tidak Aktif, Koperasi yang Mengadakan RAT, dan Peningkatan SHU
N O 1 2 3 URAIAN Persentase koperasi yang tidak aktif dari total keseluruhan koperasi Persentase jumlah koperasi yang mengadakan RAT dari jumlah koperasi yang aktif Persentase peningkatan SHU dibandingkan tahun sebelumnya 2006 29.99% 46.55% 41.15% 2007 29.90% 45.96% 7.88% 2008 29.71% 43.28% 14.24% 2009 29.30% 48.59% 33.77% 2010 29.29% 42.69% 6.60%

Persentase modal sendiri terhadap total modal

43.22%

46.45%

45.27%

47.36%

49.39%

Berdasarkan perhitungan persentase yang dilakukan oleh penulis, dapat dilihat bahwa besar persentase koperasi yang tidak aktif dibandingkan total keseluruhan koperasi dari tahun ke tahun adalah stabil. Memang tidak terlalu ekstrem, namun apa yang diharapkan, yaitu persentase jumlah koperasi tidak aktif yang semakin menurun, belum begitu terlihat Tentu hal tersebut tidak diinginkan, karena koperasi diharapkan dapat terus beroperasi sehingga dapat memberi manfaat khususnya bagi anggota. Banyaknya koperasi yang tidak aktif tersebut disebabkan oleh banyak factor, antara lain permodalan yang sulit. Dapat dilihat bahwa persentase modal sendiri yang berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah (UU No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian), tidak mencapai 50% dari keseluruhan modal. Itu berarti lebih banyak dana pinjaman yang dimiliki, seadangkan dana tersebut menimbulkan beban bunga. Seharusnya koperasi memiliki modal sendiri yang lebih besar untuk kegiatan operasionalnya. Namun masalahnya disini, pengumpulan modal sendiri tersebut mengalami banyak rintangan. Anggota koperasi di Indonesia pada umumnya adalah masyarakat menengah ke bawah yang tidak bisa menyisihkan terlalu banyak uang untuk disimpan di koperasi. Selain itu adanya tingkat bunga bank yang lebih menarik menyebabkan anggota lebih berminat untuk menabung di bank dibandingkan di koperasi. Hal ini mempengaruhi kemauan dari anggota sendiri untuk menyimpan uangnya di koperasi menjadi semakin rendah sehingga jumlah simpanan pun hanya sedikit yang bertambah. Selain permodalan, masalah lain yang menyebabkan banyak koperasi yang memiliki sumber daya manusia yang kurang memadai, baik dari pengurus maupun pengawas. Manajemen koperasi umumnya menggunakan tenaga yang kurang memiliki pendidikan di bidangnya dan masih menggunakan pemikiran tradisional dalam mengatur koperasi. Manajemen kurang berkompeten dalam mengelola koperasi sehingga banyak koperasi yang bermasalah dan akhirnya ditutup. Ketidaktahuan manajemen mengenai keuangan dan peraturan pemerintah juga mengakibatkan banyak koperasi bangkrut atau ditutup paksa. Seperti kasus Koperasi Karangasem Membangun (KKM) di Karangasem yang 7

melakukan praktik penggandaan uang layaknya sistem multi level marketing (MLM). Padahal hal tersebut dilarang oleh pemerintah karena KKM melanggar UU Perbankan yaitu tidak mempunyai izin sebagai usaha menghimpun dana investasi (http://www.beritabali.com/?s=news&reg=krm&kat=pstw&id=200902 210001). Berdasarkan persentase koperasi yang mengadakan RAT, terlihat bahwa jumlahnya di bawah 50% dan cenderung menurun. Padahal RAT Rapat Anggota koperasi merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi Indonesia yang Rapat oleh anggota koperasi dan pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar. Ketentuan ini sebenarnya menjadi bagian integral dari koperasi indonesia yang berlaku untuk seluruh koperasi Indonesia. RAT adalah agenda pokok koperasi tempat diputuskannya berbagai macam hal seperti SHU, pengawasan, pengurus, rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, pengesahan laporan keuangan dan lain-lain (UU No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian). Apabila dari jumlah koperasi yang aktif, hanya kurang dari sebagian yang melakukan RAT, maka dapat dipastikan bahwa sebagian besar koperasi tidak melaksanakan mekanismenya dengan baik. Dalam persentase peningkatan SHU dibandingkan tahun sebelumnya, besarnya persentase dari tahun ke tahun sangat bervariasi, dimana dapat terjadi penurunan maupun peningkatan. Seharusnya besarnya SHU diharapkan meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan SHU menggambarkan peningkatan kinerja koperasi dan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup koperasi. Pada akhirnya, persaingan antara perusahaan lain serta lembaga keuangan yang ada di Indonesia membuat koperasi harus bisa meningkatkan kinerjanya dalam pasar. Namun hal tersebut terbentur dengan berbagai permasalahan yang telah dipaparkan di atas sehingga perlu dipikirkan solusi yang layak agar masa depan koperasi dapat terjamin. 3. Langkah-langkah yang Bisa Diambil dalam Upaya Memenuhi Harapan Koperasi Langkah-langkah yang dapat diambil dalam mengatasi permasalahn yang dialami koperasi adalah antara lain dalam masalah modal. Dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi sering mengalami kesulitan untuk memperoleh modal. Yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah 8

permodalan ini adalah dengan memberikan keleluasaan bagi koperasi dalam akses memperoleh modal. Sehingga koperasi dapat belajar menjadi efisien dan selanjutnya dapat bertahan dalam kompetisi. Kerja sama dari lembaga keuangan lain dalam membantuk permodalan koperasi juga sangat dibutuhkan, serta kesadaran dari angota koperasi untuk menyimpan uangnya di koperasi dapat meningkatkan nilai dari modal sendiri koperasi. Apabila dilihat dari segi kualitas output, koperasi dalam menentukan output tidak didahului riset perihal sumber daya dan permintaan potensial (potential demand) daerah tempat usahanya. Sehingga, dalam banyak kasus, output koperasi (dan UKM) tidak memiliki keunggulan komparatif sehingga sulit untuk dipasarkan. Oleh karena itu sebaiknya dari segi sumber daya manusia lebih ditingkatkan lagi karena sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat riskan dan signifikan terhadap perkembangan koperasi. Jadi peningkatan dalam pelatihan, perekrutan, pengawasan, serta pengurusan kompensasi para pengurus koperasi merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Dalam pelatihan, peran pemerintah sangat diperlukan dengan memberikan berbagai jenis penyuluhan yang berhubungan dengan koperasi. Dalam perekrutan pengurus, diusahakan merekrut pengurus yang berpendidikan dan memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam menjalankan koperasi. Pengawasan kinerja koperasi harus dilakukan oleh pihak-pihak independen yang sangat mengerti dengan seluk beluk koperasi. Sedangkan dalam hal pengurusan kompensasi juga sangat penting, karena salah satu bentuk pengendalian internal yang sangat bermanfaat. Dalam menghadapi persaingan, koperasi harus melakukan strategistrategi yang umum dilakukan oleh perusahaan-perusahaan modern (nonkoperasi) atau bahkan seperti penggabungan dua (lebih) koperasi, akuisisi, diversifikasi produksi, spesialisasi, penerapan teknologi informasi. Teknologi informasi disini sangat penting karena rata-rata koperasi masih bersifat konvensional seperti KUD di desa-desa sehingga dalam kegiatan operasional dan pemasaran belum terlalu memanfaatkan teknologi informasi. Pemasaran melalui internet merupakan salah satu cara yang sangat efektif, cepat dan murah dan sangat dianjurkan agar koperasi bisa memasarkan produknya dengan bantuan internet. Penggunaan teknologi komunikasi juga lebih diperluas untuk memudahkan kegiatan operasional koperasi. Sistem yang terkomputersisasi 9

akan membantu koperasi dalam mengelola data produk, pelanggan, nasabah, pemasaran, serta keuangan sehingga dapat menghemat waktu dan tenaga.Pemerintah bisa memfasilitasi upaya-upaya tersebut. III. PENUTUP Berdasarkan pembahasan masalah yang sudah dipaparkan diatas, kesimpulan yang bisa ditarik adalah yang pertama, harapan koperasi tercermin dalam fungsi-fungsi koperasi itu sendiri, yaitu membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan social masyarakat, berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya, dan berusaha mewujudkan serta mengembangkan perekonomian nasional. Yang kedua, dalam kenyataannya, koperasi banyak mengalami masalah, seperti permodalan yang sulit, SDM yang kurang berkualitas, distribusi dan pemasaran produk yang sering terhambat, hingga mengakibatkan banyak koperasi yang tidak mengadakan RAT serta banyak koperasi yang tidak aktif. Hal itu terutama berpengaruh pada persaingan koperasi dengan lembaga lainnya di Indonesia. Yang ketiga adalah langkah-langkah yang dapat diambil dalam menyingkapi permasalahan koperasi, seperti member kemudahan bagi koperasi untuk memperoleh akses modal, peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan, perekrutan yang selektif, pengawasan, serta pemberian kompensasi yang layak. Peningkatan penggunaan teknologi, akses informasi yang cepat, system yang terkomputerasi adalah hal-hal yang sangat diperlukan dalam memperlancar distribusi dan pemasaran produk koperasi. Saran yang dapat diberikan adalah bagi pengurus koperasi hendaknya tidak memandang permasalahan ini dengan sebelah mata. Solusi yang ada harus dilaksanakan secara serius sehingga manfaatnya pun akan terasa di kemudian hari. Bagi pemerintah harus melaksanakan semua kebijakan yang telah ada secara bertanggung jawab dan mulai melaksanakan program-program baru dalam rangka pengembangan koperasi sehingga berbagai kebijakan tersebut dapat tepat sasaran dan tidak dikatakan menghambur-hamburkan uang.

10

DAFTAR PUSTAKA TAMBUNAN, TULUS (2008) Prospek Perkembangan Koperasi di Indonesia Ke Depan: Masih Relevankah Koperasi Di Dalam Era Modernisasi Ekonomi? [WWW] Universitas Trisakti. Available from: http://www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-98-292716062008.pdf [Accessed 01/06/11]. WIDIYANTO, IBNU (1998) Koperasi sebagai Pelaksana Distribusi Barang: Realita dan Tantangan (Sebuah Pendekatan Pragmatis), dalam: NETSeminar, Merancang dan Memelihara Jaringan Distribusi Barang Yang Tangguh Dan Efisien Di Indonesia, 1-5 September 1998. Semarang: Forum TI-ITS. ANONIM (2010) Ratusan Koperasi di Bali Nonaktif [WWW] Bali Post. Available from: http://www.balipost.com [Accessed 01/06/11]. ANONIM (2011) Bali Provinsi Koperasi Tahun 2012 [WWW] Tokoh. Available from: http://www.cybertokoh.com/index2.php?option=com_content&do _pdf=1&id=1848 [Accessed 01/06/11]. Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Per-Koperasian SOETRISNO, NOER (2003) Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan. Jurnal Ekonomi Rakyat, II(5), (Agustus). DEPUTI BIDANG PENGKAJIAN SUMBERDAYA UKMK. Rekapitulasi Data Koperasi Seluruh Indonesia 2006 2010 [Table]. Available from: http://www.smecda.com/deputi7/file_makalah/PAS.SURUT.PERK.KOPE RASI-Yog.htm [Accessed 01/06/11].

11

Anda mungkin juga menyukai