Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

PRINSIP PRINSIP ETIS DALAM BISNIS

2.1 Utilitarianisme: Menimbang Biaya dan Keuntungan Sosial


Pendekatan ini kadang disebut pendekatan konsekuensialis dan kadang disebut juga
pendekatan utilitarian. Untuk melihat lebih dekat pada pendekatan ini, mari kita mempelajari
sebuah situasi dimana pendekatan ini menjadi pertimbangan dasar dalam membuat sebuah
keputusan bisnis yang memiliki pengaruh dramastis pada kehidupan banyak orang.
Pada awal tahun 1960-an, posisi Ford di pasar mobil mengalami penurunan besar akibat
persaingan dari produsen mobil luar negeri, khususnya dari perusahaan-perusahaan Jepang yang
memproduksi mobil-mobil kecil dan hemat bahan bakar. Lee Iaccoca, direktur Ford waktu itu,
berusaha mati-matian untuk memperoleh kembali pangsa pasar mobil. Strateginya difokuskan
pada proses desain, pemanufakturan, dan penjualan yang cepat atas mobil baru,Pinto. Pinto
adalah adalah sebuah mobil murah dengan berat kurang dari 2000 pon, dan harganya tidak lebih
dari $2000, serta dipasarkan dalam waktu 2 tahun ( tidak 4 tahun seperti biasanya).
Namun manajer Ford memutuskan untuk tetap memproduksi Pinto karena beberapa
alasan. Pertama, desain mobil ini memenuhi semua standar hukum dan peraturan pemerintah.
Pada saat itu, peraturan pemerintah mensyaratkan agar tangki bahan bakar tetap dalam keadaan
utuh meskipun mobil ditabrak dari belakang dengan kecepatan kurang dari 20 mil per jam.
Kedua, manajer Ford merasa bahwa mobil ini memiliki tingkat keamanan yang sebanding
dengan mobil-mobil yang diproduksi perusahaan lain. Ketiga, menurut studi biaya-keuntungan
internal yang dilakukan oleh Ford, biaya modifikasi Pinto tidak bisa ditutupi oleh keuntungan
yang diraih. Studi tersebut menunjukkan bahwa modifikasi tangki bahan bakar untuk 12,5 juta
mobil yang akan diproduksi adalah $137 juta, dengan biaya $11 per mobil:
Biaya: $ 11 x $ 12,5 juta mobil = $ 137 juta.
Namun demikian, data-data statistik menunjukkan bahwa modifikasi tersebut akan
mampu mencegah 180 kematian akibat terbakar, 180 korban luka berat, dan 2100 kendaraan
yang terbakar. Pada saat itu, pemerintah secara resmi memperkirakan nilai nyawa manusia
sebesar $200.000, perusahaan asuransi memberikan nilai kerugian akibat luka bakar serius
sebesar $67.000, dan nilai rata-rata untuk mobil kecil adalah $700. Jadi, menurut perhitungan,
keuntungan dari modifikasi dalam kaitannya dengan pencegahan kerugian adalah sebesar $49,15
juta:
Keuntungan:
(180 kematian x $200) + (180 korban luka x $67.000) + (2.100 kendaraan x $700) = $49,15 juta
Jadi, modifikasi yang akhirnya membebankan biaya pada konsumen sebesar $137 (karena
biaya modifikasi ditambahkan pada harga mobil) hanya mampu mencegah kerugian konsumen
senilai $49,15 juta. Tidak benar, menurut hasil studi tersebut, bila kita membuang uang
masyarakat sebanyak $ 137 juta untuk memperoleh keuntungan senilai hanya $49,15 juta.
Secara ringkas untuk kasus Ford diatas adalah pada saat posisi penjualan mobil menurun
dibandingkan dengan pesaing lain, maka manajer Ford segera melakukan strategi cepat dengan
memfokuskan pada desain, pemanufakturan, dan penjualan yang cepat. Hal ini dilakukan agar
memperoleh kembali pangsa pasar. Akibat proyek yang dilakukan dengan terburu-buru ini, maka
desain teknis pun tidak diperhatikan seperti apabila terjadi tabrakan maka keselamatan
penumpangpun sangat rawan. Alasan manajer tetap memproduksinya antara lain dikarenakan
desain mobil sudah memenuhi semua standar hukum dan peraturan pemerintah, manajer
beranggapan bahwa mobil telah memiliki tingkat keamanan yang sebanding dengan mobil dari
perusahaan lain, serta dikarenakan studi biaya keuntungan (biaya modifikasi) tidak bisa ditutupi
oleh keuntungan yang diperoleh. Jadi utilitarianisme digunakan untuk semua teori yang
mendukung pemilihan tindakan yang memaksimalkan keuntungan.
Jadi bisa dikatakan utilitarianisme adalah sebuah istilah umum untuk semua pandangan
yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan keuntungan dan
biaya yang dibebankan pada masyarakat. Dalam situasi apapun, tindakan atau kebijakan yang
benar adalah yang memberikan keuntungan dan biaya yang dibebankan pada masyarakat.
Utilitarianisme Tradisional
Pendiri Utilitarianisme adalah Jeremy Bentham, dalam menetapkan sebuah kebijakan dan
peraturan sosial, Bentham selalu membuat keputusan tersebut yang mampu mamberikan norma
yang dapat diterima publik. Secara singkat, prinsip utilitarian menyatakan bahwa:
Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika
jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah
utilitas total yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dapat dilakukan.
Artinya prinsip ini mengasumsikan bahwa keuntungan dan biaya dari suatu tindakan
dapat diukur dengan menggunakan skala numerik biasa, lalu ditambah atau dikurangi dengan
nilai yang diperoleh. Kesalahan anggapan terhadap prinsip Utilitarian antara lain
Untuk memastikan apa yang harus kita lakukan dalam situasi tertentu tersebut, kita perlu
melakukan 3 hal :
1. Kita harus menentukan tindakan tindakan atau kebijakan alternatif apa saja yang
dapat kita lakukan dalam situasi tersebut.
Seperti pada perusahan Ford, secara impisit mempertimbangkan 2 alternatif yaitu
mendesain ulang Pinto dengan menambah pelindung karet di sekeliling tangki bahan
bakar atau memutuskan untuk tanpa menggunakan pelindung.

2. Untuk setiap tindakan alternatif , kita perlu menentukan keuntungan dan biaya
langsung dan tidak langsung yang akan diperoleh dari tindakan tersebut bagi semua
orang yang dipengaruhi oleh tindakan itu di masa yang akan datang.
Misalnya pada perkiraan perhitungan Ford atas biaya dan keuntungan yang akan
diterima oleh semua pihak yang terlibat jika desain Pinto dirubah, serta yang akan
ditanggung jika desainnya tidak berubah.

3. Alternatif yang memberikan jumlah utilitas paling besar wajib dipilih sebagai
tindakan yang secara etis tepat.
Misalnya saat manajer Ford memutuskan bahwa tindakan yang memberikan
utilitas paling besar dan biaya paling rendah adalah dengan tidak mengubah desain
Pinto.

Masalah Pengukuran
Satu rangkaian masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus pada hambatan-
hambatan yang dihadapi saat menilai atau mengukur utilitas. Salah satunya adalah bagaimana
nilai utilitas dari berbagai tindakan yang berbeda pada orang-orang yang berbeda dapat diukur
dan diperbandingkan seperti yang dinyatakan dalam utilitarianisme? Misalkan saya dan Anda
sama-sama menikmati pekerjaan; Bagaimana kita bisa menentukan apakah utilitas yang Anda
peroleh dari suatu pekerjaan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan utilitas yang saya peroleh?
Setiap orang mungkin merasa yakin bahwa dia bisa memperoleh keuntungan paling besar dari
suatu pekerjaan, namun karena kita tidak dapat menjadi orang lain, maka penilaian ini tidak
memiliki dasar objektif.
Kemudian masalah masalah lainnya yakni :
- Sejumlah biaya dan keuntungan tertentu tampak sangat sulit dinilai.
- Karena banyak keuntungan dan biaya dari suatu tindakan tidak dapat diprediksi
dengan baik, maka penilaiannya pun juga tidak dapat dilakukan dengan baik.
- Bahwa sampai saat ini masih belum jelas apa yang bisa dihitung sebagai keuntungan
dan apa yang bisa dihitung sebagai biaya.

Masalah Hak dan Keadilan


Hambatan utama utilitarianisme, menurut beberapa kritikus adalah prinsip tersebut tidak
mampu menghadapi dua jenis permasalahan moral: masalah yang berkaitan dengan hak dan yang
berkaitan dengan keadilan. Ada beberapa contoh yang dapat dipakai untuk menggambarkan
kritik-kritik yang diajukan pada pandangan utilitarian.
Pertama, misalkan saja paman Anda menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan
dan menyakitkan dan dia merasa sangat tidak bahagia namun juga tidak ingin mati.
Kedua, utilitarianisme juga bisa salah, menurut para kritikus, apabila diterapkan pada
situasi-situasi yang berkaitan dengan keadilan sosial. Sebagai contoh, misalkan upah subsistensi
memaksa sekelompokpekerja pendatang untuk tetap melaksanakan pekerjaan yang paling tidak
diinginkan dalam bidang pertanian dalam sebuah perekonomian, namun menghasilkan tingkat
kepuasan yang sangat tinggi bagi mayoritas masyarakat karena kelompak mayoritas tersebut
menikmati barang-barang produksi hasil pertanian yang murah dan memungkinkan mereka
untuk memenuhi keinginan-keinginan lain.
Tanggapan Utilitarian Terhadap Pertimbangan Hak dan Keadilan
Untuk menangani keberatan dalam contoh-contoh yang diajukan oleh para kritikus
utilitarianisme tradisioanl, kaum utilitarian mengajukan satu versi utilitarianisme alternative yang
cukup penting dan berpengaruh, yang disebut rule- utilitarianism (peraturan utilitarianisme).
Strategi dasar dari rule-utilitarian adalah membatasi analisis utilitarian hanya pada evaluasi atas
peraturan-peraturan moral. Menurut rule-utilitarian, saat menentukan apakah suatu tindakan
dianggap etis, kita tidak perlu mempertanyakan apakah tindakan tersebut akan memberikan nilai
utilitas paling besar. Sebaliknya, kita perlu mempertanyakan apakah tindakan tersebut
diwajibkan oleh peraturan moral yang harus dipatuhi oleh semua orang. Jika benar, maka kita
perlu melakukannya.
Jadi, teori rule-utilitarian memiliki dua bagian yang dapat kita ringkas dalam dua prinsip
berikut:
I. Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika tindakan
tersebut dinyatakan dalam peraturan moral yang benar.
II. Sebuah peraturan moral dikatakan benar jika dan hanya jika jumlah utilitas total yang
dihasilkannya; jika semua orang yang mengikuti peraturan tersebut lebih besar dari
jumlah utilitas total yang diperoleh; jika semua orang mengikuti peraturan moral
alternative lainnnya.
2.2 Hak dan Kewajiban
Pada bulan April 2000, para eksekutif Microsoft, perusahaan perangkat lunak terbesar di
dunia, dihadapkan pada sekelompok pemegang saham yang merasa prihatin dengan operasi
perusahaan di Cina dan meminta para pemegang saham lainnya untuk mendesak Microsoft agar
lebih menghormati hak-hak asasi manusia. Pada tahun 1999, U.S. State Departement melaporkan
bahwa catatan HAM Cina semakin memburuk pada tahun 1988 dan bahwa pemerintah terus
menekan hak pekerja dan tenaga kerja paksa tetap menjadi masalah. Sebelumnya, pada tahun
1994, Kementerian Tenaga Kerja Cina mengeluarkan Peraturan Penanganan Tenaga Kerja di
Perusahaan Asing yang mencakup sejumlah hak. Peraturan-peraturan ini mengakui hak pekerja
untuk melakukan tawar menawar secara kolektif, tapi hanya melalui serikat pekerja yang
pembentukannya disetujui oleh pemerintah Cina. Jika lebih dari separuh pemegang saham yang
mendukungnya, maka perusahaan wajib menerapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia berikut
ini:
1. Tidak ada barang atau produk dari fasilitas perusahaan atau pemasok yang dihasilkan
dengan menggunakan tenaga kerja terikat, tenaga kerja paksa di kampong penjara, atau
sebagai bagian dari program pembentukan kembali atau pendidikan kembali melalui
kerja.
2. Fasilitas dan pemasok wajib memberikan upah yang mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasar para pekerja, dan juga jam kerja yang adil dan layak.
3. Fasilitas dan pemasok berkewajiban melarang penggunaan hukuman badan serta
perlakuan kasar secara fisik, verbal, ataupun pelecehan seksual terhadap pekerja.
4. Fasilitas dan pemasok boleh menggunakan metode yang tidak berpengaruh negative
terhadap keamanan kerja dan kesehatan para pekerja.
5. Fasilitas dan pemasok tidak boleh meminta bantuan polisi atau militer untuk mencegah
pekerja melakukan hak-hak mereka.
6. Kita perlu melaksanakan tindakan tindakan untuk menjaga kebebasan para pekerja dan
pekerja dari pemasok : kebebasan berkumpul, termasuk hak untuk membentuk serikat
pekerja dan melakukan tawar menawar kolektif, kebebasan berpendapat, dan kebebasan
terhadap perlakuan semena mena atau penahanan.

Konsep Hak
Secara umum, hak adalah klaim atau kepemilikan individu atau sesuatu. Seseorang
dikatakan memiliki hak jika dia memiliki klaim untuk melakukan tindakan dalam suatu cara
tertentu atau jika orang lain berkewajiban melakukan tindakan dalam suatu cara tertentu
kepadanya.
Hak juga berasal dari sistem standar moral yang tidak bergantung pada sistem hokum
tertentu. Hak untuk bekerja, misalnya, tidak dijamin dalam Konstitusi Amerika, namun banyak
yang menyatakan bahwa ini adalah hak yang dimiliki oleh semua manusia.
Hak merupakan sebuah sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar memungkinkan
Individu untuk memilih dengan bebas apa pun kepentingan atau aktivitas mereka dan melindungi
pilihan-pilihan mereka. Hak moral memiliki 3 karakteristik penting yang memberikan fungsi
pemungkinan dan pelindungan antara lain:
1. Hak moral erat kaitannya dengan kewajiban.
Memiliki hak moral berarti orang lain memiliki kewajiban tertentu terhadap
pemilik hak tersebut. Misalkan hak moral untuk melakukan ibadah sesuai keyakinan
saya, dapat didefinisikan kaitannya dengan kewajiban moral orang lain untuk tidak
mengganggu ibadah yang saya lakukan. Hak moral memberikan kewajiban korelatif pada
orang lain, baik itu kewajiban untuk tidak ikut campur atau kewajiban untuk melakukan
sesuatu yang positif.
2. Hak moral memberikan otonomi dan kesetaraan bagi individu dalam mencari
kepentingan mereka.
Hak menunjukkkan aktivitas yang bebas mereka cari. Misalnya saat akan
melakukan ibadah sesuai keyakinan, maka tidak perlu izin orang lain saat
melaksanakannya. Salah satu aspek dimana kita semua memiliki kedudukan.
3. Hak moral memberikan dasar untuk membenarkan tindakan yang dilakukan seseorang
dan untuk melindungi orang lain.
Jika memiliki hak moral untuk melakukan sesuatu maka otomatis juga akan
memiliki pembenaran moral dalam melakukannya. Misalnya saat kita membenarkan
tindakan dari orang kuat yang sedang membantu orang yang lemah.
Hak Negatif dan Positif
Sejumlah hak yang disebut hak negatif dapat digambarkan dari fakta bahwa hak-hak yang
termasuk di dalamnya dapat didefinisikan sepenuhnya dalam kaitannya dengan kewajiban orang
lain untuk tidak ikut campur dalam aktivitas-aktivitas tertentu dari orang yang memiliki hak
tersebut. Contohnya, jika saya memiliki hak privasi, ini berarti semua orang, termasuk atasan
saya, berkewajiban tidak ikut campur dalam urusan atau aktivitas-aktivitas pribadi saya.
Sebaliknya, hak positif tidak hanya memberikan kewajiban negative, namun juga
mengimplikasikan bahwa pihak lain (tidak selalu jelas siapa mereka) memiliki kewajiban positif
pada si pemilik hak untuk memberikan apa yang dia perlukan untuk dengan bebas mencari atau
mengejar kepentingan-kepentingannya. Contohnya, jika saya punya hak untuk memperoleh
kehidupan yang layak, maka ini tidak hanya berarti orang lain tidak boleh ikut campur namun
juga berarti jika saya tidak bisa memperoleh penghasilan yang layak, maka harus ada pihak lain
(mungkin pemerintah) yang wajib memberikan pekerjaan dengan penghasilan yang layak.
Hak dan Kewajiban Kontraktual
Hak dan Kewajiban kontraktual (kadang disebut juga hak dan kewajiban khusus atau tugas
khusus) adalah hak terbatas dan kewajiban korelatif yang muncul saat seseorang membuat
perjanjian dengan orang lain. Contohnya, jika saya setuju untuk melakukan sesuatu bagi Anda,
maka Anda berhak atas apa yang saya lakukan: Anda memperoleh hak kontraktual atas apapun
yang saya janjikan, dan saya memiliki kewajiban kontraktual untuk melaksanakan sesuatu seperti
yang saya janjikan.
Aturan-aturan etis apa yang membatasi perjanjian kontrak? Sistem peraturan yang mendasari
hak dan kewajiban kontraktual secara umum diinterpretasikan mencakup sejumlah batasan
moral:
1. Kedua belah pihak dalam kontrak harus memahami sepenuhnya sifat dari perjanjian yang
mereka buat.
2. Kedua belah pihak dilarang mengubah fakta paerjanjian kontraktual dengan sengaja.
3. Kedua belah pihak dalam kontrak tidak boleh menandatangani perjanjian karena paksaan
atau ancaman.
4. Perjanjian kontrak tidak boleh mewajibkan kedua belah pihak untuk melakukan tindakan-
tindakan yang amoral.

Dasar Hak Moral : Kant


Dasar yang lebih baik bagi hak moral diberikan oleh teori etis yang dikembangkan
Immanuel Kant (1724-1804). Teori Kant didasarkan pada prinsip moral yang ia sebut perintah
kategoris, dan yang mewajibkan semua orang diperlakukan sebagai makhluk yang bebas dan
sederajat dengan yang lain. Menurut Kant masing-masing hak memerlukan proses kualifikasi,
penyesuaian dengan kepentingan lain dan argumen pendukung.
Rumusan Perintah Kategoris Kant mencakup 2 kriteria dalam menentukan apa yang
benar dan salah secara moral yaitu :
Universalisabilitas
Alasan seseorang melakukan suatu tindakan haruslah alasan yang dapat diterima
semua orang , setidaknya dalam prinsip.
Reversibilitas
Alasan seseorang melakukan suatu tindakan haruslah alasan yang dapat dia terima
jika orang lain menggunakannya, bahkan sebagai dasar dari bagaimana mereka
memerlakukan dirinya.
Masalah pada Pandangan Kant
Berbagai kritikan terhadap teori Kant antara lain :
- Teori Kant tidak cukup tepat untuk bisa selalu bermanfaat.
Misalnya seorang pembunuh haruskah dihukum atau tidak. Tentunya bagi
pembunuh menolaknya, namun di sisi lain mereka sepakat daripada harus dibunuh
oleh orang lain nantinya.
- Batasan hak dan bagaimana hak tersebut diseimbangkan dengan hak yang berkonflik
lainnya.
Misalnya saat sekelompok orang memainkan alat musik dengan sangat keras,
yang mengganggu orang lain.
- Kriteria universalisabilitas dan reversibilitas.
Misalnya saat pimpinan perusahaan yang melakukan diskriminasi pada pekerja
kulit hitam dengan memberikan upah rendah dibandingkan pekerja kulit putih. Hal ini
sangat tidak benar tentunya karena tindakan tersebut tidak bermoral, namun menurut
Kant benar.

2.3 Keadilan dan Kesamaan


Pertentangan antara individu dalam bisnis sering dikaitkan dengan masalah keadilan dan
kewajaran/kesamaan. Penyelesaian masalah ini kerap kali megharuskan membandingkan dan
menimbang klaim-klaim yang saling bertentanganserta mencari keseimbangan. Keadilan dan
kewajaran pada dasarnya bersifat kooperatif. Keduanya berkaitan dengan komparatif yang
dilakukan oleh anggota saat dilakukan distribusi keuntungan, beban, saat perturan-peraturan
diberlakukan. Meskipun istilah keadilan dan kesamaan dalam penggunaanya tidak banyak
berbeda.
Norma keadilan secara umum dianggap lebih penting dibandingkan pertimbangan-
pertimbangan-pertimbangan utilitarian. Jika suatu kelompok masyarakat bersikap tidak adil pada
beberapa anggotanya, maka kita dapat mengecam masayarakat tersebut sekalipun ketidak adilan
itu memberikan keuntungan-keuntungan utilitarian yang lebih besar bagi semua orang. Jika kita
berpikir bahwa perbudakan itu tidak adil.
Norma keadilan secara umum tidak menolak hak-hak moral individu. Sebagai alasannya
adalah : dalam tingkatan tertentu, keadilan didasarkan pada hak-hak moral individu. Hak moral
untuk diperlakukan sebagai individu yang sederajat dan bebas. Namun yang lebih penting adalah
fakta bahwa hak moral menunjukan kepentingan individu yang bersangkutan, di mana usaha
untuk meraih kepentingan atau tujuan tersebut tidak boleh dikesampingkan demi kepentingan
orang lain kecuali dengan alasan-alasan yang khusus. Ini berarti hak moral individu tidak boleh
dikorbanka hanya untuk menjamin distribusi keuntungan yang lebih baik bagi pihak lain.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan keadilan dan kewajiban biasanya, dapat dibagi
ke dalam tiga kategori, keadilan distributif, yang berkatian dengan distribusi yang adil atas
keuntungan dan beban dalam masyarakat, keadilan retributif, yang mengacu pada pemberlakuan
hukuman yang adil pada pihak-pihak yang melakukan kesalahan. Hukuman yang adil adalah
hukuman yang dalam artian tertentu layak diterima oleh pihak yang melakukan kesalahn.
Keadilan kompensasir, yaitu berkaitan dengan cara yang adil dalam memberikan kompensasi
pada seseorang atas kerugian yang meraka alami akibat perubahan orang lain, kompensasi yang
adil adalah kompensasi yang dalam artian tertentu proporsional dengan nilai kerugian yang
diderita.
Keadilan Distributif
Masalah-masalah tentang keadilan distributif muncul bila ada orang-orang tertentu
memiliki perbedaan klaim atas keuntungan dan beban dalam masyarakta, dan semua klaim
mereka tidak bisa dipenuhi. Saat keinginan dan keengganan orang-orang lebih besar dari sumber
daya yang ada, mereka terpaksa menggunakan prinsip-prinsip tertentu untuk mengalokasikan
sumber daya tersebut serta beban masyarakat dalam cara-cara yang adil dan mampu
menyelesaikan konflik dengan baik.
Prinsip dasar keadilan distributif adalah bahwa sederajat harus diperlukukan sederajat dan
yang tidak sama juga harus diperlakukan dengan cara yang yang tidak sama. Lebih tepatnya
sebagai berikut :
Individu-individu yang sederajat dalam segala hal yang berkaitan dengan
perlakuan yang dibicarakan haruslah memperoleh keuntungan dan beban serupa,
sekalipun mereka tida sama dalam aspek-aspek yang tidak relevan lainnya. Dan
individu-individu yang tidak sama dalam suatu aspek yang relevan perlu diperlakukan
secara tidak sama, sesuai dengan ketidak samaan mereka.
Namun demikian, prinsip dasar keadilan distributif sepenuhnya bersifat formal, prinsip
ini didasarkan pada gagasan logis bahwa kita haruslah konsisten dalam menghadapi masalah-
masalah yang serupa. Prinsip ini tidak menjelaskan aspek-aspek relevan yang bisa dipakai
sebagai dasar dalam menentukan kesamaan dan ketidaksamaan perlakuan.
Keadilan Sebagai Kesamaan : Egalitarian
Kaum egalitarian meyakini bahwa tidak ada perbedaan yang relevan di antara semua
orang, yang bisa dipakai sebagai pembenaran atas perlakuan yang tidak adil. Menurut pandangan
egalitarain semua keuntungan dan beban harus sesuai dengan rumusan berikut :
Semua orang harus memperoleh bagian keuntungan dan beban masyarakat atau
kelompok dalam jumlah yang sama.
Pandangan egalitarian didasarkan pada proposisi bahwa semua manusia adalah sama
dalam sejumlah aspek dasar dan bahwa sejalan dengan kesamaan ini, setiap orang juga memiliki
klaim yang sama atas segala sesuatu yang ada dalam masyarakat. Pandangan ini berarti
semuanya harus diberikan pada semua orang dalam jumlah yang sama.
Keadilan berdasarkan kontribusi : Keadilan Kapitalis
Keuntungan masyarakat haruslah didistribusikan sesuai dengan jumlah yang
disumbangkan masing-masing individu pada masyarakat dan atau kelompok. Semakin banyak
yang diberikan seseorang pada masyarakat, semakin banya pula yang akan diperolehnya.
Semakin besar sumbangan yang diberikan seorang pegawai dalam suatu pekerjaan, semakin
besar pula gajinya. Menurut pandangan kapitalis ini, saat orang terlibat dalam pertukaran
ekonomi, apa yang di peroleh seseorang dari pertukaran ini setidaknya haruslah sama nilainya
denan yang dia berikan atau sumbangkan. Jadi keadilan mensyaratkan bahwa keuntungan yang
diperoleh seseorang haruslah proporsional dengan nilai sumbangan yang diberikannya, pendek
kata :
Keuntungan haruslah didistribusikan sesuai dengan nilai sumbangan individu
yang diberikan pada masyarakat, tugas, kelompok, atau pertukaran.
Keadilan Berdasarkan Kebutuhan Dan Kemampuan : Sosialisme
Louis Blanc (1811-1882) selanjutnya Karl Marx (1818-1883) serta Nicolan Lenin (1870-
1924) adalah tokoh yang merepresentasikan pandangan ini, yaitu pandangan sosialis tentang
distribusi. Yaitu dari semua orang sesuai dengan kemampuan mereka, bagi semua orang sesuai
dengan kebutuhan mereka
Beban kerja haruslah didistribusikan sesuai dengan kemampuan orang-orang
dan keuntungan harus didistribusikan dengan kebutuhan mereka
Prinsip sosialis ini pertama kali didasarkan pada gagasan bahwa orang-orang menyadari
potensi mereka dengan menunjukan kemampuan dalam kerja yang produktif. Karena
perwujudan dari potensialitas yang dimiliki seseorang merupakan sesuatu nilai, maka hal ini
mengimplikasikan bentuk distribusi pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dia miliki. Kedua
keuntungan yang dihasilkan dari kerja harus manfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kehidupan manusia.
Keadilan Sebagai Kebebasan : Lebertanisme
Kaum libertanisme menyatakan bahwa tidak ada cara pendistribusian barang yang dapat
dikatakan adil atau tidak adil apabila dipertimbangkan secara terpisah dari pilihan bebas masing-
masing individu, semua jenis distribusi keuntungan dan beban adalah adil jika memungkinkan
individu melakukan pertukaran barang secara bebas.
Keadilan sebagai Kewajaran : Rawls
Teori John Rawl didasarkan pada asumsi bahwa konflik yang melibatkan masalah
keadilan pertama-pertama haruslah ditangani dengan membuat sebuah metode yang tepat dalam
memilih prinsip-prinsip untuk menanganinya. Prinsip keadilan distribusi yang disuslkan Rawls
menyatakan bahwa distribusi keuntungan dan beban dalam masyarakat adalah adil jika, dan
hanya jika :
1. Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar paling ekstensif yang dalam
hal ini mirip dengan kebebasan untuk semua orang.
2. Ketidak adilan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa sehingga keduanya :
a. mampu memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang beruntung,
dan
b. ditangani dalam lembaga dan jabatan yang berbuka bagi semuar orang berdasarkan
prinsip persamaan hak dalam memperoleh kesempatan.
Prinsip 1 disebutkan prinsi kebebasan sederajat. Intinya prinsip ini mengatakan bahwa
kebebasan setiap warga negara haruslah dilindungi dari gangguan orang lain dan haruslah
sederajat antara orang yang satu dengan yang lain. Prinsip 2 point a. Disebut prinsi perbedaan,
prinsip ini mengasumsikan bahwa sebuah masyarakat yang produktif memang haru memasukan
sejumlah ketiaksamaan, namun selanjutnya ditegaskan bahwa kita perlu mengambil langkah-
langkah untu memperbaiki posisi kelompok paling lemah dari masyarakat. Prinsip 2 point b.
Disebut prinsip keamanan hak dalam memperoleh kesempatan. Prinsip ini mengatakan bahwa
setiap orang haruslah memiliki hak yang sama dalam memperoleh jabatan-jabatan penting dalam
berbagai lembaga masayrakat.
Prinsip yang diusulkan Rawls ini tampak cukup komprehensi dan mencakup
pertimbangan utama yang ditekankan oleh pendekatan-pendekatan lain terhadap masalah
keadilan yang telah kita pelajari. Namun Rawls tidak hanya memberikan serangkaian prinsip
keadilan, dia juga mengusulkan sebuah metode umum dalam mengevaluasi kelayakan semua
prinsip moral. Metode yang diusulkannya mencakup penentuan atas prinsip-prinsi apa saja yang
dipilih oleh sekelompok orang yang berpikiran rasional jika mereka tahu bahwa mereka akan
hidup dalam suatu masyarakat yang diatur oleh prinsip-prinsip tersebut, namun mereka belum
tahu bagaimana keadaan dalam masyarakat itu.
Dengan demikian Rawl mengklaim bahwa semua prinsip secara moral dapat diterima
oleh suatu kelompok individu rasional yang mengetahui bahwa mereka akan tinggal dalam
sebuah masyarakat yang diatur oleh prinsip-prinsip yang mereka terima, namun tidak tahu apa
jenis kelaminnya, ras, kemampuan, agama, kepentingan, jabatan sosial, penghasilan, atau
karakteristik-karakteristik khusus lain yang akan mereka miliki dalam masyarakat tersebut.
Keuntungan-keuntungan teori ini lebih besar dibandingkan kekurangannya. Salah satunya
kata mereka teori ini mempertahankan nilai-nilai dasar yang terdapat dalam keyakinan-
keyakinan moral kita: kedua teori ini cocok dengan institusi-institusi ekonomi dasar masyarakat
barat; ketiga, teori ini mencakup unsur-unsur komunitarian dan individualistik yang terdapat
dalam budaya barat. Keempat; teori rawls juga mempertimbangkan kriteria kebutuhan,
kemampuan usaha, dan kontribusi. Kelima, para pendukung teori rawls menyatakan bahwa ada
pembenaran moral yang diberikan oleh posisi awal.
Keadilan Retributif
Keadilan retributif berkaitan dengan keadilan dalam menyalahkan atau menghukum
seseorang yang telah melakukan kesalahan. Bab pertama membahas kondisi di mana seseorang
dianggap tidak dapat dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dia lakukan. Kondisi kedua
dari hukuman yang adil adalah kepastian bahwa orang yang dihukum benar-benar melakukan
apa yang dituduhkan. Kondisi ketiga dari hukuman yang adil adalah hukuman tersebut haruslah
konsisten dan proporsional dengan kesalahan.
Keadilan Kompensasif
Keadilan kompensasif berkaitan dengan keadilan dalam memperbaiki kerugian yang
dialami seseorang akibat perbuatan orang lain. Kaum tradisionalis menyatakan bahwa seseorang
memiliki kewajiban moral untuk memberikan kompensasi pada pihak yang dirugikan jika tiga
syarat berikut terpenuhi :
1. Tindakan yang mengakibatkan kerugian adalah kesalahan atau kelalaian.
2. Tindakan tersebut mrupakan penyebab kerugian sesungguhnya.
3. Pelaku mengakibatkan kerugian secara sengaja.

2.4 Etika Memberi Perhatian


Parsialitas dan Perhatian
Pendekatan-pendekatan etika yang telah kita lihat semuanya mengasumsikan bahwa etika
haruslah imparsial dan dengan demikian semua hubungan khusus antara seseorang dengan
individu tertentu, misalnya anggota keluarga, teman, atau pegawai, harus dikesampingkan saat
menentukan apa yang harus dia lakukan. Dalam hal ini, etika perhatian menekankan pada dua
persyaratan moral:
1. Kita hidup dalam suatu rangkaian hubungan dan wajib mempertahankan serta
mengembangkan hubungan yang konkret dan bernilai dengan orang lain.
2. Kita memberikan perhatian khusus pada orang-orang yang menjalin hubungan baik
dengan kita dengan cara memerhatikan kebutuhan, nilai, keinginan, dan keberadaan
mereka dari perspektif pribadi mereka sendiri, dan dengan memberikan tanggapan secara
positif pada kebutuhan, nilai, keinginan, dan keberadaan orang-orang yang membutuhkan
dan bergantung pada perhatian kita.
.
.
.
Namun penting juga untuk tidak membatasi gagasan tentang hubungan konkret ini hanya
pada hubungan antara dua individu atau antara seseorang dengan kelompok individu tertentu.
Ada dua hal penting yang perlu diketahui. Pertama, tidak semua hubungan memiliki nilai, dan
tidak semuanya menciptakan kewajiban untuk memberi perhatian. Kedua, perlu diketahui bahwa
dalam memberikan perhatian kadang berkonflik. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa tidak
ada aturan tetap yang mampu menyelesaikan semua konflik.
Malden Hills mengalami kebakaran hebat, Feuerstein selaku pemilik Malden Mills
menyatakan bahwa dia akan bangun kembali perusahaannya itu, dan setiap pegawai akan
memperoleh gaji dan perawatan medis dan jaminan memperoleh pekerjaan mereka setelah
perusahaan beroperasi tiga bulan kemudian. Peristiwa Malden Mills menunjukan sebuah
perspektif etika yang tidak mampu ditangkap oleh sepenuhnya pandangan-pandangan moral.
Perspektif imparsial dari teori hak tidak meyatakan baywa Feuerstein kewajiban moral
apa pun pada pegawainya setelah terjadi kebakaran tersebut. Keadilan imparsial tidak
mewajibkan perusahaan untuk memberikan bantuan pada para pegawai pada saat mereka tidak
bekerja ataupun pemiliki harus membangun kembali pabrik baru di tempat yang sama.
Hambatan dalam Etika Perhatian
Pendekatan etika perhatian memperoleh sejumlah kritik berdasarkan beberapa alasan.
Pertama, dikatakan bahwa etika perhatian bisa berubah menjadi favoritisme yang tidak adil atau
bersikap parsial (berat sebelah). Kritik kedua mengklaim bahwa persyaratan etika perhatian bisa
menyebabkan kebosanan. Dalam mewajibkan orang-orang untuk memberikan perhatian pada
anak-anak orang tua, saudara, pasangan, kekasih, teman dan anggota komunitas lain. Etika
perhatian tampak mengharuskan semua orang mengorbankan kebutuhan dan keinginan mereka
demi kesejahteraan orang lain.
Keuntungan etika perhatian adalah mendorong untuk fokus pada nilai moral dari sikap
parsial terhadap orang dekat dan arti penting moral dalam memberikan tanggapan pada mereka
secara khusus yang tidak kita berikan pada orang lain.

Anda mungkin juga menyukai