Anda di halaman 1dari 20

IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA

1. GUSTI AGUNG NARENDRA ISWARA (1515251058)


2. I KOMANG LINGGAR YOGI (1515251065)
3. IDA BAGUS GEDE BAYU KRESNADANA (1515251074)

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis


Universitas Udayana
Program Ekstensi
Semester Ganjil
2017/2018
Bagaimana Fungsi dari Iklan ?

Apa saja yang menjadi Persoalan Etis Dalam Iklan ?

Apakah Makna Etis Menipu Dalam Iklan ?

Bagaimana Kebebasan Konsumen Tersebut ?


1. Fungsi iklan
Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya adalah promosi barang, jasa, perusahaan dan ide yang
harus dibayar oleh sebuah sponsor. Pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari strategi promosi
secara keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas, relasi publik, penjualan, dan
promosi penjualan.

Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-


aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan
kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau
memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang
diproduksi

Model iklan yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing:


1. Iklan sebagai pemberi informasi
2. Pembentuk pendapat umum
1. Iklan sebagai pemberi informasi

Pendapat pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan


merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya
kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkan
dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa iklan berfungsi untuk
membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci
mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen
dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya memutuskan
untuk membeli produk itu.

Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada


konsumen, ada tiga pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral
atas informasi yang disampaikan sebuah iklan. Pertama, produsen yang
memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang mengemas iklan dalam
segala dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan sebagainya. Ketiga,
bintang iklan.
2. Iklan sebagai pendapat umum

Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha
mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk
menarik massa konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan
menampilkan model iklan yang manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan
maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut. Karena itu,
model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif

Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-
benar memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat
demi tujuan tertentu di luar diri manusia. Iklan persuasif sangat beragam
sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya iklan
semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-terangan dan persuasi
kadang-kadang sulit ditentukan.
2. Iklan sebagai pendapat umum

Untuk bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada
baiknya kita bedakan dua macam persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-
rasional. Persuasi rasional tetap mengahargai otonomi atau kebebasan individu
dalam membeli sebuah produk, sedangkan persuasi non-rasional tidak
menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.

Berbeda dengan persuasi rasional, non-rasional umumnya hanya memanfaatkan


aspek (kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau,
tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diiklankan itu. Daya
persuasinya tidak pada argumen yang berifat rasional, melainkan pada cara
penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan yang ditampilkan dengan
memanfaatkan efek suara mimik, lampu, gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga
logikaiklan tidak diperhatikan dengan baik.
2. Beberapa Persoalan Etis Dalam Iklan

Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif
dan persuasif non-rasional.

1. Iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia


2. iklan manipulatif dan persuasif non-rasional menciptakan kebutuhan
manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif.
3. iklan manipulatif dan persuasif non-rasional malah membentuk dan
menentukan identitas atau citra memiliki barang sebagaimana
ditawarkan iklan.
4. bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan
sosial yang tinggi, iklan merongrong rasa keadilan sosial
masyarakat
1.Iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia

Pertama, iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak


kasus ini jelas sekali terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai
kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk membeli produk tertentu. Banyak
pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilihan iklan.
Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan, khususnya iklan
manupulatif dan persuasif yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan dengan
imperatif moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat
demi kepentingan lain di luar dirinya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan manipulatif, manusia benar-benar
menjadi objek untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar di
beri informasi untuk membantunya memilih produk tertentu.
2. iklan manipulatif dan persuasif non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan
akibat manusia modern menjadi konsumtif

Kedua,secara ekonomis hal ini tidak baik karena dengan demikian


akan menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli masyarakat.
Bahkan, dapat memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi
kebutuhan hidupnya yang bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak
lain muncul masyarakat konsumtif, di mana banyak dari apa yang
dianggap manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar
kebutuhan.
3. bahwa iklan manipulatif dan persuasif non-rasional malah membentuk dan
menentukan identitas atau citra memiliki barang sebagaimana ditawarkan iklan

Ketiga, yang menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan
manipulatif dan persuasif non-rasional malah membentuk dan menentukan
identitas atau citra memiliki barang sebagaimana ditawarkan iklan. Ia belum
merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut seperti diiklankan
bintang film terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia modern lalu hanyalah
identitas massal, serba sama, serba tiruan, serba polesan, serba instan.
4. iklan merongrong rasa keadilan sosial masyarakat

Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan


sosial yang tinggi, iklan merongrong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang
menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial di mana
banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sadar hidup. Iklan yang mewah
tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesamanya yang miskin
Kendati dalam kenyataan praktis sulit menilai secara umum etis tidaknya iklan tertentu, ada baiknya
kami paparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan.

 Pertama, iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan


maksud memperdaya konsumen. Masyarakat dan konsumen tidak boleh
diperdaya oleh iklan untuk membeli produk tertentu. Mereka juga tidak boleh
dirugikan hanya karena telah diperdaya oleh iklan tertentu.
 Kedua, iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu,
khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia
 Ketiga, iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara
kasar dan terang-terangan.
 Keempat, iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan
dengan moralitas: tindak kekerasan, penipuan, pelecehan seksual,
diskriminasi, perendahan martabat manusia dan sebagainya.
3. Makna Etis Menipu dalam Iklan
Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan hal yang
benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang, melainkan juga
pada akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang dan karena itu secara moral dikutuk
adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan
kenyataan dengan maksud menipu atau yang menampilkan pernyataan yang bisa
menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak konsumen yang sesungguhnya berhak
mendapatkan informasi yang benar apa adanya tentang produk yang ditawarkan dalam
pasar.

Jadi, paling tidak ada tiga kondisi yang bias dikategorikan sebagai menipu :
1. Pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud memperdaya orang lain
2. Pertanyataan yang salah itu berkaitan dengsn janji kepada pihak yang dituju untuk
mengatakan apa adanya
3. Pernyataan salah itu diberikan kepada orang yang berhak mengetahui kebenarannya
4. Kebebasan Konsumen
Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan, dan makna etis dari menipu dalam iklan,
ada baiknya kita singgung sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar. Iklan
merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dan
konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara
produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.

Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi,
perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga konsumen), ahli
hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus berarti merampas
kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi
periklanan perlu benar-benar punya komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat.
Namun, kalau ini pun tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis, dalam bentuk aturan
perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah, melalui
departemen terkait, untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat. bertentangan
Ditinjau dari segi fungsi atau model iklan, kita bisa langsung menyimpulkan bahwa iklan
yang disajikan dalam bentuk persuasi non-rasional bertntangan dengan prinsip kebebasan
konsumen. Namun, kita juga bisa mempertanyakan, apakah iklan yang menggunakan kebebasan
individu? Betapa pun rasionalnya persuasi itu, sulit sekali mempertanyakan bahwa iklan akan
tetap netral dan tetap menghargai kebebasan konsumen.
Iklan informatif pun belum tentu netral dan tidak merongrong kebebasan konsumen dalam
menentukan pilihan barang dan jasa tertentu. Ditinjau dari sudut pandang Galbraith, iklan yang
informatif tidak lagi netral karena informasi yang disampaikan telah menciptakan kebutuhan atau
paling kurang keinginan dalam diri konsumen.
5. Studi kasus
Contoh kasus produk shampoo Pantene, Dove dan Sunsilk pada
media iklan televisi :

A. Iklan shampoo Pantene


Shampoo pantene mempromosikan produknya dengan menampilkan penyanyi ternama
seperti Anggun. Pada iklan tersebut Anggun memperlihatkan rambutnya yang semula rontok
dan berketombe, tetapi setelah menggunakan shampoo Pantene dia menyatakan bahwa
rambutnya tidak rontok bahkan ketombe hilang setelah menggunakan shampoo tersebut.
Anggun juga menyatakan pantene sebagai shampoo terbaik dan tidak menjadi duta shampoo
lain.
Contoh kasus produk shampoo Pantene, Dove dan Sunsilk pada
media iklan televisi :

B. Iklan shampoo Sunsilk dan Dove


Kedua produk shampoo ini sama-sama berasal dari PT Unilever Tbk. Shampoo Sunsilk lebih
dulu diperkenalkan dibandingkan shampoo dove. Tidak jauh berbeda dengan iklan yang
ditayangkan keduanya. Kedua shampoo tersebut mempromosikan produknya dengan
menampilkan artis dan penyanyi yang sama-sama terkenal, yang menampilkan rambut indah
setelah menggunakan shampoo tersebut. Pada shampoo Sunsilk selain menampilkan artis
terkenal mereka juga lebih meyakinkan konsumen dengan bekerja sama oleh para pakar rambut
di dunia. Sunsilk juga menampilkan performance Ariel bagi wanita yang beruntung
menggunakan shampoo sunsilk.

Pada shampoo Dove mereka juga menampilkan model dan penyanyi terkenal, mereka juga
menyatakan bahwa Dove adalah shampoo terbaik dan para artis tersebut menampilkan rambut
indah setelah menggunakan shampoo tersebut. Selain menampilkan rambut indah para artis juga
menyatakan bahwa shampoo Dove lebih baik dan mereka berkata Dove I Love It.
Contoh kasus produk shampoo Pantene, Dove dan Sunsilk pada
media iklan televisi :
C. Analisis dari segi Etika Bisnis :
Jadi, menurut kelompok kami dapat disimpulkan bahwa produk-produk shampoo yang mempromosikan
shampoonya melalui media iklan televisi masih kurang baik. Hal ini disebabkan produk yang
ditayangkan saling menjatuhkan satu sama lain, dan juga belum terbukti kenyataannya seperti yang
diperlihatkan oleh artis-artis pada produk shampoo tersebut. Konsumen juga merasa dibuat bingung
untuk memutuskan produk shampoo mana yang sesuai dengan jenis rambut para konsumen.
Etika secara moral para produsen juga harus menjalankan kewajibannya untuk bertanggung jawab atas
iklan yang ditayangkan. Bertanggung jawab atas memberikan informasi yang jelas agar para konsumen
tidak merasa kecewa telah menggunakan produknya. Dan memberikan fakta bukan janji-janji palsu atas
penayangan iklan produk mereka.

Berdasarkan sudut pandang keadilan konsumen, kenyataannya masih banyak konsumen yang belum
mendapat keadilan penuh setelah menggunakan produk shampoo. Hal ini dikarenakan produsen
shampoo memasang iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Kenyataan bahwa tidak semua warga
Indonesia yang memiliki rambut lurus dan indah, tetapi iklan-iklan shampoo yang ditampilkan dimedia
televisi menampilkan artis-artis yang setelah menggunakan shampoo tersebut akan memiliki rambut
lurus, indah dan tidak rontok, kenyataannnya tidak semua orang yang memakai shampoo akan memiliki
rambut lurus dan tidak rontok.
Contoh kasus produk shampoo Pantene, Dove dan Sunsilk pada
media iklan televisi :

D.Solusi:

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi non-pemerintah


dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei1973. Tujuan berdirinya YLKI
adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya
sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya..
Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok ibu-ibu akan
kegemaran konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengonsumsi produk luar negeri.
Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat
Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis
hasil industri dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai