Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang Iklan dan Dimensi Etisnya yang sengaja penulis pilih karena menarik
perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru / dosen pembimbing yang telah banyak
membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah
ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

wssalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Penulis

i.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI IKLAN …………………………………………… 2

B. FUNGSI IKLAN …………………………………….……. 4

C. BEBERAPA PERSOALAN ETIS……………………………………… 6

D. MAKNA ETIS MENIPU DALAM IKLAN…………………………… 7

E. KEBEBASAN KONSUMEN ………………………………………….. 8

BAB III PENUTUP

A. SIMPULAN ……………………………………………… 9

B. SARAN ………………………………………………. 9

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 10


ii

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu topik dari etika bisnis yang banyak mendapat perhatian sampai sekarang, yaitu mengenai
iklan. Sudah umum diketahui bahwa abad kita ini adalah abad informasi. Iklan memainkan peran yang
sangat penting untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat. Karena
kecenderungan yang berlebihan untuk menarik konsumen agar membeli produk tertentu dengan
memberi kesan dan pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan berbagai norma dan nilai moral, iklan
sering menyebabkan citra bisnis tercemar sebagai kegiatan tipu menipu, dan karena itu seakan antara
bisnis dan etika ada jurang yang tak terjembatani.

Kebudayaan masyarakat modern adalah kebudayaan massa, kebudayaan serba instant dan kebudayaan
serba tiruan. Iklan itu sendiri pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang
bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak di jual kepada konsumen. Dengan ini iklan
berfungsi mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar
barang yang telah dihasilkan bisa di jual kepada konsumen. Pada hakikatnya secara positif iklan adalah
suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang konsumen dapat dijual kepada konsumen.
1

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI IKLAN

Iklan atau dalam bahasa


Indonesia formalnya pariwara adalah promosibarang, jasa, perusahaan dan ide yang harus dibayar oleh
sebuah sponsor.Pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari strategi promosi secara keseluruhan.
Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas, relasi publik, penjualan, dan promosi penjualan.

Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan
visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi
mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan
ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam
iklan tersebut.

Iklan adalah salah satu alat pemasaran yang penting. Dengan iklan perusahaan ingin menarik perhatian
calon konsumen tentang barang atau jasa yang ditawarkannya. Banyak orang memutuskan membeli
suatu barang atau jasa karena pengaruh iklan yang sedemikian atraktif tampilan visualnya. Kecermatan
menimbang dan rasionalitas pemikiran seringkali ‘kalah wibawa’ dengan semangat hedonis yang
ditawarkan iklan. Tapi selalu saja banyak orang yang kemudian kecewa, karena spesifikasi atau manfaat
barang yang dibeli tidak seperti yang ditawarkan.

Iklan mempunyai andil besar dalam menciptakan citra bisnis baik secara positif maupun negatif. Iklan
ikut menentukan penilaian masyarakat mengenai baik buruknya kegiatan bisnis. Sayangnya, lebih
banyak kali iklan justru menciptakan citra negatif tentang bisnis, seakan bisnis adalah kegiatan tipu-
menipu, kegiatan yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, yaitu keuntungan. Ini karena
iklan sering atau lebih banyak kali memberi kesan dan informasi yang berlebihan, kalau bukan palsu atau
terang-terangan menipu, tentang produk tertentu yang dalam kenyataannya hanya akan mengecoh dan
mengecewakan masyarakat konsumen. Karena kecenderungan yang berlebihan untuk menarik
konsumen agar membeli produk tertentu dengan dengan memberi kesan dan pesan yang berlebihan
tanpa memperhatikan berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan citra bisnis tercemar
sebagai kegiatan tipu-menipu, dan karena itu seakan antara bisnis dan etika ada jurang yang tak
terjembatani.

Citra ini semakin mengental dalam sistem pasar bebas yang mengenal kompetisi yang ketat di antara
banyak perusahaan dalam menjual barang dagangan sejenis. Dalam sistem ekonomi di mana belum ada
diversifikasi besar-besaran atas barang dagangan, hampir terdapat monopoli alamiah dari satu atau dua
perusahaan saja jenis barang tertentu sehingga iklan belum sepenuhnya menjadi persoalan etis yang
serius. Dalam pasar bebas di mana terdapat beragam jenis barang dan jasa, semua pihak berusaha
dengan segala cara untuk menarik konsumen atau pembeli.

Iklan komersil kadang didefinisikan sebagai salah satu bentuk “informasi” dan yang memasang iklan
adalah “yang memberi informasi.” Implikasinya fungsi iklan adalah untuk memberikan informasi kepada
konsumen. Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh iklan televisi tidak
memuat informsi tentang produk yang diiklankan dan hanya separuh dari emua iklan di majalah yang
memberikan lebih dari satu informasi. Kita lihat beberapa banyak informasi yang diberikan dari iklan-
iklan berikut ini :

“Connect with style” (handphone Nokia)

“Malboro Country” (rokok Malboro)

“Inside every woman is a glow just waiting to come out” (sabun Dove)

Iklan sering tidak memuat banyak informasi objektif karena alasan yang sederhana, yaitu bahwa fungsi
utamanya bukan untuk memberikan informasi yang tidak bias. Dan fungsi sesungguhnya adalah untuk
menjual sebuah produk kepada para calon pembeli dan apa pun informasi yang dibawa iklan tersebut
sifatnya hanya sebagai tambahan dari fungsi dasar dan biasanya informasi tersebut ditentukan oleh
fungsi dasar.

Salah satu cara lain yang lebih baik untuk mengarakteristikkan iklan komersial adalah dalam kaitannya
dengan hubungan pembeli-penjual. Iklan komersial dapat didefinisikan sebagai jenis komunikasi
tertentu antara penjual dengan calon pembeli. Dan jenis komunikasi ini berbeda dari komunikasi dalam
dua hal. Pertama, iklan ditujukan pada khalayak ramai yang berbeda dari pesan yang disampaikan pada
individu. Karena sifat publik tersebut, iklan bisa dipastikan memiliki pengaruh-pengaruh sosial yang luas.

Kedua, iklan dimaksudkan untuk mendorong sebagian orang yang melihat atau membacanya untuk
membeli produk yang dimaksudkan. Iklan dikatakan berhasil memenuhi tujuan itu dalam dua cara; (a)
dengan menciptakan keinginan dalam diri konsumen untuk membeli produk yang dimaksud dan (b)
dengan menciptakan keyakinan dalam diri konsumen bahwa produk tersebut merupakan sarana untuk
memenuhi keinginan yang telah ada dalam diri konsumen.

Iklan itu sendiri pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk
mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen dengan kata lain mendekatkan konsumen
dengan produsen.

Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada
konsumen.Dengan kata lain,pada hakikatnya secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan
untuk memungkinkan barang konsumen dapat dijual kepada konsumen.

Untuk melihat persoalan iklan dari segi etika bisnis,kami ingin menyoroti empat hal penting, yaitu fungsi
iklan, beberapa persoalan etis sehubungan dengan iklan, arti etis dari menipu dalam iklan dan
kebebasan konsumen

B. Fungsi iklan

Pada umumnya kita menemukan dua pandangan berbeda mengenai fungsi iklan.Keduanya
menampilkan dua model iklan yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing ,yaitu iklan sebagai
pemberi informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat umum.

a. Iklan sebagai Pemberi Informasi

Pendapat pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan media untuk
menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang
ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa iklan berfungsi untuk membeberkan dan
menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan
adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya memutuskan untuk
membeli produk itu. Namun, apakah dalam kenyataannya pembeli membeli produk tersebut atau tidak,
itu merupakan sasaran paling jauh. Sasaran dekat yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu
tentang produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.

Dalam kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk membeli
kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan hanyalahmedia informasi yang netral untuk membantu
pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi kebutuhan
hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur. Namun, ini tidak berarti iklan yang informatif
tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap dapat tampil menarik
tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat.

Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada tiga pihak yang
terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan. Pertama,
produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensi
etisnya: etis, estetik, infomatif, dan sebagainya. Ketiga, bintang iklan.

Dalam perkembangan di masa yang akan datang, iklan informatif akan lebih di gemari. Karena, pertama,
masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau bahkan ditipu oleh iklan-iklan yang tidak
mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Kedua, masyarakat sudah bosan bahkan muak dengan
berbagai iklan hanya melebih-lebihkan suatu produk. Ketiga, peran Lembaga Konsumen yang semakin
gencar memberi informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi
iklan.

b. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum

Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang laik iklan dilihat sebagai
suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk. Dalam hal ini
fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha mempengaruhi massa pemilih.
Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk itu.
Caranya dengan menampilkan model iklan yang manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud
untuk menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut
sebagai iklan manipulatif.

Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi
manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia. Iklan
persuasif sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya iklan
semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-terangan dan persuasi kadang-kadang sulit
ditentukan.

Untuk bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada baiknya kita bedakan
dua macam persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi rasional tetap mengahargai
otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk, sedangkan persuasi non-rasional tidak
menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen itu. Persuasi
rasional bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang penting adalah isi
argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan yang mengandalkan persuasi rasional
lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan .jadi,kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan
dengan demikian konsumen terdorong untuk membeli produk tersebut.maka,iklan semacam
itumemang berisi informasi yang benar,hanya saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam
wujud yang sedemikian menonjol dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk membelinya.dengan
kata lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.

Berbada dengan persuasi rassional, non-rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek (kelemahan)
psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli
produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak pada argumen yang berifat rasional, melainkan pada
cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek
suara (desahan), mimik, lampu, gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga logikaiklan tidak diperhatikan
dengan baik.

Iklan yang menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat non-rasional.
Pertama, karena iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya, melainkan
memanipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan dan penuh bujuk
rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan memilih pada konsumen. Konsumen
dipaksa dan didorong secara halus untuk mengikuti kemauan pengiklan , bukan atas dasar pertimbangan
yang rasional dan terbukti kebenaranya.

B. Beberapa Persoalan Etis

Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan
persuasif non-rasional. Pertama, iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak
kasus ini jelas sekali terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam
menentukan pilihannya untuk membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia
modern sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan,
khususnya iklan manupulatif dan persuasif yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan dengan
imperatif moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain
di luar dirinya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan
manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan
tidak sekedar di beri informasi untuk membantunya memilih produk tertentu.

Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan manipulatif dan persuasif non-rasional menciptakan kebutuhan
manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal ini tidak baik karena
dengan demikian akan menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan, dapat
memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi kebutuhan hidupnya yang bertambah dan meluas
itu. Namun, di pihak lain muncul masyarakat konsumtif, di mana banyak dari apa yang dianggap
manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.

Ketiga, yang menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulatif dan persuasif non-
rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra memiliki barang sebagaimana
ditawarkan iklan. Ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut seperti diiklankan
bintang film terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia modern lalu hanyalah identitas massal, serba
sama, serba tiruan, serba polesan, serba instan.

Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang tinggi, iklan
merongrong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis
dengan kenyataan sosial di mana banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sadar hidup. Iklan
yang mewah tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesamanya yang miskin.

Kendati dalam kenyataan praktis sulit menilai secara umum etis tidaknya iklan tertentu, ada baiknya
kami paaparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan. Pertama, iklan tdak boleh
menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya konsumen. Masyarakat dan
konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk membeli produk tertentu. Mereka juga tidak boleh
dirugikan hanya karenatelah diperdaya oleh iklan tertentu. Kedua, iklan wajib menyampaikan semua
informasi tentang produk tertentu, khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia.
Ketiga, iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan terang-terangan.
Keempat, iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas: tindak
kekerasan, penipuan, pelecehan seksual, diskriminasi, perendahan martabat manusia dan sebagainya.

C. Makna Etis Menipu dalam Iklan

Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk pendapat umum, iklan pada akhirnya
membentuk citra sebuah produk atau bahkan sebuah perusahaan di mata masyarakat. Citra ini
terbentukk bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri, melainkan terutama
terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan apa yang
disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat ataupun tersirat. Karena itu, iklan sering
dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat dan misi sebuah perusahaan atau produk.

Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan hal yang benar
dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang, melainkan juga pada
akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik.
7

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang dan karena itu secara moral dikutuk adalah iklan
yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud
menipu atau yang menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak
konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya tentang produk
yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan
diterima secara moral adalah iklan yang mem beri pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana
adanya.

D. Kebebasan Konsumen

Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan, dan makna etis dari menipu dalam iklan, ada
baiknya kita singgung sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar. Iklan merupakan
suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dan
konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara
produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam
pasar.

Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi,
perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga
konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa
harus berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi
periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar punya komitmen moral untuk
mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, kalau ini pun tidak memadai, kita membutuhkan
perangkat legal politis, dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap
tegas tanpa kompromi dari pemerintah, melalui departemen terkait, untuk menegakkan dan menjamin
iklan yang baik bagi masyarakat.
8

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan uraian bahasan “ Iklan dan Dimensi Etisnya“ dapat disimpulkan bahwa :

Hendaknya menggunakan iklan dengan bijak sehingga tidak menimbulkan kontrofersi di masyarakat.

B. SARAN

Bertolak dari pembahasan Ilkan dan Dimensi Etisnya penyusun memberikan saran sebagai berikut :

Bagi pembaca penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun demi sempurnanya
makalah ini.
9

DAFTAR PUSTAKA

Ruky, Achmad S. 2000, Menjadi Manajer Internasional, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2003, Tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah. Bagian Organisasi Setda Kabupaten Natuna.
Contoh kasus Iklan dan Dimensi Etisnya
Kasus iklan Telkomsel dan XL
Salah satu contoh problem etika bisnis yang marak pada tahun kemarin
adalah perang provider celullar antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali
kita melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling
menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang
2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak
tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang
iklan yang jadi kontroversi itu adalah Sule, pelawak yang sekarang
sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Dengan
kurun waktu yang tidak lama TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan
kartu AS. Kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Dalam
iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat.
Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal,
jujur. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi.
Namun pada perang iklan tersebut, tergolong parah. Biasanya, tidak
ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka
waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan
iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang
“menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang
sama.

Analisis
Dalam kasus ini, kedua provider telah melanggar peraturan-peraturan
dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah
satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip
bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara
langsung maupun tidak langsung.” Pelanggaran yang dilakukan kedua
provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi
perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga
bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua
provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing
dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya
professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari
keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan
moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan
tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat
Tugas Softskil Etika Bisnis
Contoh kasus produk shampoo Pantene, Dove dan Sunsilk pada media iklan televisi :

 Iklan shampoo Pantene


Shampoo pantene mempromosikan produknya dengan menampilkan penyanyi ternama
seperti Anggun. Pada iklan tersebut Anggun memperlihatkan rambutnya yang semula rontok
dan berketombe, tetapi setelah menggunakan shampoo Pantene dia menyatakan bahwa
rambutnya tidak rontok bahkan ketombe hilang setelah menggunakan shampoo tersebut.
Anggun juga menyatakan pantene sebagai shampoo terbaik dan tidak menjadi duta shampoo
lain.

 Iklan shampoo Sunsilk dan Dove


Kedua produk shampoo ini sama-sama berasal dari PT Unilever Tbk. Shampoo Sunsilk lebih
dulu diperkenalkan dibandingkan shampoo dove. Tidak jauh berbeda dengan iklan yang
ditayangkan keduanya. Kedua shampoo tersebut mempromosikan produknya dengan
menampilkan artis dan penyanyi yang sama-sama terkenal, yang menampilkan rambut indah
setelah menggunakan shampoo tersebut. Pada shampoo Sunsilk selain menampilkan artis
terkenal mereka juga lebih meyakinkan konsumen dengan bekerja sama oleh para pakar
rambut di dunia. Sunsilk juga menampilkan performance Ariel bagi wanita yang beruntung
menggunakan shampoo sunsilk.
Pada shampoo Dove mereka juga menampilkan model dan penyanyi terkenal, mereka juga
menyatakan bahwa Dove adalah shampoo terbaik dan para artis tersebut menampilkan
rambut indah setelah menggunakan shampoo tersebut. Selain menampilkan rambut indah para
artis juga menyatakan bahwa shampoo Dove lebih baik dan mereka berkata Dove I Love It.
Analisis :
Jadi, menurut kelompok kami dapat disimpulkan bahwa produk-produk shampoo yang
mempromosikan shampoonya melalui media iklan televisi masih kurang baik. Hal ini
disebabkan produk yang ditayangkan saling menjatuhkan satu sama lain, dan juga belum
terbukti kenyataannya seperti yang diperlihatkan oleh artis-artis pada produk shampoo
tersebut. Konsumen juga merasa dibuat bingung untuk memutuskan produk shampoo mana
yang sesuai dengan jenis rambut para konsumen.
Etika secara moral para produsen juga harus menjalankan kewajibannya untuk bertanggung
jawab atas iklan yang ditayangkan. Bertanggung jawab atas memberikan informasi yang jelas
agar para konsumen tidak merasa kecewa telah menggunakan produknya. Dan memberikan
fakta bukan janji-janji palsu atas penayangan iklan produk mereka.
Berdasarkan sudut pandang keadilan konsumen, kenyataannya masih banyak konsumen yang
belum mendapat keadilan penuh setelah menggunakan produk shampoo. Hal ini dikarenakan
produsen shampoo memasang iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Kenyataan bahwa
tidak semua warga Indonesia yang memiliki rambut lurus dan indah, tetapi iklan-iklan
shampoo yang ditampilkan dimedia televisi menampilkan artis-artis yang setelah
menggunakan shampoo tersebut akan memiliki rambut lurus, indah dan tidak rontok,
kenyataannnya tidak semua orang yang memakai shampoo akan memiliki rambut lurus dan
tidak rontok.
YLKI
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasinon-pemerintah
dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah
untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga
dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya..
Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok ibu-ibu akan
kegemaran konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengonsumsi produk luar negeri.
Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat
Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis
hasil industri dalam negeri.

Contoh Kasus Iklan dan Dimensi Etisnya


Etika hanyalah bagai garis tepi arena, pembatas gerak para pemain yang diwasiti oleh para
pemainnya sendiri. Malahan kadang ditemui, penjaga garis pun tak hadir ketika bola iklan sedang
menggelinding. Karena itu, amatlah penting agar etika berjalan seiring dengan irama permainan
dari para pemilik dan penyalur pesannya, termasuk dari riuh-rendah khalayaknya.

Etika pariwara yang berisi sekumpulan nilai dan pola laku moralitas periklanan ini lebih lagi
memiliki arti penting bagi mereka yang di pasar. Bukankah cukup sering mereka sampai perlu
berdesakan untuk membayar berbagai produk yang kebetulan pernah diiklankan di radio, televisi,
koran, majalah, atau papan iklan. Padahal mereka paham bahwa pesan periklanan bukanlah
perintah untuk melangkah ke kasir toko, namun seni dan strategi berniaga untuk dipilih

lalu muncul pertanyaan adakah etika pariwara atau etika iklan yang kurang etis atau terkesan
menjatuhkan?.
jawab saya "ADA" , kali ini saya akan memberikan contohnya dan analisis singkatnya.

taukah anda iklan provider TELKOMSEL dan XL ? saya rasa mungkin semuanya sudah
mengetahuinya.
betapa sengitnya perang antara provider telkomsel dan xl ini bisa kita lihat pada layar kaca tidak
lebih dari 2 minggu patilah kedua provider telekomunikasi itu sudah berganti iklan , pada awalnya
saya pikir hanya iklan biasa tapi makin lama saya perhatikan , kedua provider telekomunikasi di
indonesia ini bukan hanya menawarkan produkanya saja akan keunggulan produk dari provider
telekomunikasi tetapi kalau kata peapatah "ada udang dibalik batu" yang artinya selain beriklan
mewarkan produk juga mulai membanding-bandingkan provider kompetitornya
pertama dari iklannya lalu artisnya kira kira begini kronologisnya:
1. provider xl dahulu menampilkan iklan dengan artis artis ternama seperti raffi ahmad, baim cilik
hingga sule
disitu diceritakan bahwa baim menipu om yaitu sule.
2. tak lama kemudian munculah iklan dari telkomsel namun yang mnegejutkan artis yang
membintangi iklan tersebut adalah sule yang notabene adalah artis dari xl disitu diceritakan bahwa
sul sebagai artis yang sedang diwawancarai lalu berkata "kapok dibohongi anak kecil"
3. tak mau kalah dari pesaingnnya xl meluncurkan aksinya namun tetap dalam masa kewajaran
dimana di sana menceritakan sulap gelas "ada yang berwana merah dan biru"
4. telkomsel pun kebakran jenggot lalu juga membuat iklan kembali dimana diceritakan ada
kawanan orang yang sedang melihat tv bilang "ini emang benar, gak pake sulap sulapan...."
5. telkomsel dengan jargon sule tampaknya sedang semangat-semangatnyamengejek
kompetitornya dengan membuat iklan baru lagi dimana disitu memunculkan baim palsu dengan
menampilkan bagian belakangnya, xl hingga tampaknya sedikit dewasa karena tidak membalasnya
atau mungkin bisa jadi sedang mempersiapkan serangan balasan.

sebagai informasi .Telkom adalah pemain dominan di layanan telepon tetap dengan penguasaan
pasar 81.24% sementara indosat hanya 2% dan bakrie telecom hanya 16%, sementara telekom
mengusai telepon bergerak seluler dengan menguasai 59,58% dari total pendapatn seluler nasional,
sedangkan indosat 19,96% dan xl di 19,64%.

BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) mengharapkan idealnya tarif ritel


telekomunikasi adalah turun dua kali lipat dari penurunan tarif interkoneksi, karena ada terminasi
dan organisai . Namun sebagian kalangan masih mengeluhkan tarif interkoneski yang baru
ditetapkan kementrian komunikasi dan informatika(kemenkoinfo) karena masih terlalu tinggi
dibandingkan harga pasar.
Tak hanya itu , jika benar terjadi penurunan tarif, Quality of service yang diberikan kepada
pelanggan jangan sampai merosot. Pengalaman yang sudah-sudah, penurunan tarif yang terjadi
berdampak pada menurunnya kualitas layanan operator .

sumber:
http://innasyakusumadewi.blogspot.co.id/2014/01/contoh-kasus-hak-pekerja-contoh-kasus.html

Anda mungkin juga menyukai