Anda di halaman 1dari 22

Mata Kuliah : Hukum dan Etika Bisnis

Dosen : Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala Hubeis

ETHICS OF SALES AND MARKETING


ETIKA PERIKLANAN DI INDONESIA

OLEH:
KELOMPOK 4
IMELDA P056121881.50
JAUHAR SAMUDERA N. P056121891.50
LESSYANA DESTIN P056121921.50
WINDA PUSPITA SARI P056122041.50
WISSA HARRY PAMUDJI P056122061.50

PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

a
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i


I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan................................................................................ 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2
2.1. Etika Pemasaran ................................................................................. 2
2.2. Isu Etika Pemasaran ........................................................................... 4
2.3. Periklanan .......................................................................................... 5
2.4. Kegiatan Promosi Beretika Bisnis ..................................................... 6
III. PEMBAHASAN ........................................................................................ 9
3.1. Etika Pariwara Indonesia ................................................................... 9
3.2. Tata Krama Iklan di Indonesia......................................................... 10
3.3. Kondisi Dunia Periklanan Indonesia ............................................... 15
3.4. Pelanggaran Etika Periklanan Indonesia.......................................... 16
IV. KESIMPULAN ........................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

i
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagaimana kita ketahui bahwa orientasi ilmu pemasaran adalah pasar.
Sebab pasar merupakan mitra sasaran dan sumber penghasilan yang dapat
menghidupi dan mendukung pertubuhan perusahaan. Oleh karena itu segala upaya
dalam bidang pemasaran selalu berorientasi pada kepuasan pasar. Dan jika pasar
dilayani oleh perusahaan, kemudian pasar merasa puas, maka hal ini membuat
pasar tetap loyal terhadap produk perusahaan dalam jangka waktu yang panjang.
Untuk itu kita dituntut bukan saja mempercanggih teknik pemasaran kita tetapi
juga memperhatikan tanggung jawab terhadap konsumen dan masyarakat.
Dalam kenyataannya tidak pernah ada hubungan yang langgeng dari
pelanggan terhadap pemasar kalau pembeli tidak untung. Ujungnya, ini
kemungkinan besar merugikan pemasar juga. Dulu kita memahami kata bijak ini:
satu konsumen yang tidak puas akan bercerita pada sembilan orang lainnya.
Namun di zaman informasi saat ini, ternyata satu konsumen bisa cerita kemana-
mana melalui blogs, facebook ataupun media lainnya. Tentu saja sebagai
entrepreneurs yang etis, kita akan berkomitmen menjadi pemasar yang baik,
sungguh pun bisa tidak ketahuan kalau menjadi pencuri.
Industri periklanan merupakan suatu tuntutan kebutuhan komunikasi dan
pemasaran dunia. Usaha periklanan akan berperan dalam menentukan
pembangunan sesuai cita-cita dan falsafah bangsa. Oleh karena itu periklanan di
Indonesia harus senantiasa aktif, positif dan kreatif. Itu sebagai pemicu
pembangunan di Indonesia. Periklanan harus beretika dan sesuai nilai luhur
bangsa ini. Periklanan di Indonesia seharusnya tidak hanya memperoleh manfaat
dari perkembangan ekonomi dunia. Tetapi, iklan harus mengimbangi pengaruh
negatif dalam iklan tersebut yang mungkin saja akan timbul. Antara iklan satu
sama lain harus saling menghormati agar tercipta periklanan yang sehat, jujur dan
bertanggung jawab.

1.2. Tujuan Penulisan


Menganalisa etika pemasaran terutama etika periklanan di Indonesia.

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etika Pemasaran


Etika pemasaran atau etika promosi adalah bagian dari etika bisnis. Etika
bisnis menunjuk kepada studi tentang aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi
dan bisnis (Bertens 2000). Etika sebagai studi atau kajian adalah etika filosofis
atau bagian dari ilmu falsafah. Sedangkan etika sebagai praksis adalah etika
terapan yang merupakan pedoman berperilaku bagi komunitas moral tertentu.
Etika pemasaran adalah standar etika yang berkaitan dengan pemasaran.
Pemasaran adalah bidang yang sering dipandang sebagai inheren tidak etis, tetapi
sebenarnya diatur oleh hukum dan standar perilaku sama seperti bidang lainnya.
Orang-orang yang aktif bekerja di bidang pemasaran diharapkan untuk
mempelajari dan mematuhi standar etika industri, dan akademisi tertarik dalam
studi pemasaran juga melihat bagaimana etika diterapkan. Kesadaran standar etika
yang sangat dipromosikan di banyak perguruan tinggi dan universitas yang
mengajarkan praktik pemasaran, dan beberapa lembaga bahkan memiliki asosiasi
mahasiswa yang didedikasikan untuk pengembangan dan promosi praktek etis
dalam bisnis, termasuk bidang pemasaran.
Ada sejumlah bidang yang menjadi perhatian etis dalam pemasaran.
Tujuan pemasaran adalah untuk menjual produk, jasa, dan ide kepada orang-
orang, dan ini dapat dilakukan dalam berbagai cara, tidak semua yang etis.
Pemasar harus berhati-hati tentang bagaimana mereka menjalankan kampanye
untuk menghindari berbenturan dengan hukum, dan untuk menangani wilayah
abu-abu etika yang tidak dapat dilindungi oleh hukum. Etika pemasaran
berdasarkan konteksnya meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Etika pemasaran dalam konteks produk
a. Produk yang dibuat berguna dan dibutuhkan masyarakat.
b. Produk yang dibuat berpotensi ekonomi atau benefit
c. Produk yang dibuat bernilai tambah tinggi
d. Produk yang dapat memuaskan masyarakat
2. Etika pemasaran dalam konteks harga
a. Harga diukur dengan kemampuan daya beli masyarakat.

2
b. Perusahaan mencari margin laba yang layak.
c. Harga dibebani cost produksi yang layak
3. Etika pemasaran dalam konteks tempat / distribusi:
a. Barang dijamin keamanannya dan keutuhannya
b. Konsumen mendapat pelayanan cepat dan tepat.
4. Etika Pemasaran dalam konteks promosi :
a. Sebagai sarana menyampaikan informasi yang benar dan obyektif.
b. Sabagai sarana untuk membangun image positif.
c. Tidak ada unsur memanipulasi atau memberdaya konsumen.
d. Selalu berpedoman pada prinsip2 kejujuran.
e. Tidak mengecewakan konsumen.

Menurut Martin dan Smith (2008) menjelaskan bahwa salah satu


pedomen yang dapat digunakan untuk menilai permasalahan etika dalam praktek
pemasaran adalah American Marketing Associationss (AMAs) Statement of
Ethics. Nilai-nilai etis yang terdapat dalam AMAs Statement of Ethics yaitu
honesty, fairness, dan openness.
1. Honesty mengenai kejujuran dalam berhubungan dengan para pelanggan
dan stakeholder. Pemasar diharapkan untuk menceritakan kebenaran
dalam setiap situasi dan waktu dalam memasarkan produknya.
2. Fairness mengenai mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan pembeli
dengan kepentingan penjual. Pemasar diharapkan melakukan penjualan
dan periklanan produk dengan cara yang jelas, termasuk menghindari
promosi yang bohong, menyesatkan dan menipu.
3. Openness mengenai menciptakan keterbukaan dalam praktek-praktek
pemasaran. Pemasar diharapkan melakukan komunikasi pemasaran
secara jelas atau tidak sembunyi-sembunyi kepada seluruh masyarakat.

3
2.2. Isu Etika Pemasaran
Etika bisnis diaplikasikan dalam pembuatan keputusan pemasaran, tingkah
laku dan institusi. Pada hakekatnya, etika pemasaran diuji dengan isu moral yang
dihadapi oleh manajer pemasaran dan perusahaan. Etika pemasaran yang umum
yaitu mengenai: Keamanan dan kelemahan produk, kejujuran periklanan, keadilan
harga, kekuatan saluran distribusi, keamanan dalam database pemasaran dan
internet, dan kejujuran penjualan.
Beberapa pengusaha memiliki pandangan yang keliru mengenai etika
bisnis, sehingga menghalalkan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan, baik
melalui informasi yang kurang benar dan tidak bisa dipertanggung jawabkan
maupun promosi yang berlebihan yang menyangkut kebenaran dalam promosi dan
iklan (Rodhiyah 2011). Hal tersebut menyebabkan ketidakadilan konsumen.
Konsumen memiliki enam hak seperti: (1) hak atas keamanan, (2) hak atas
informasi, (3) hak untuk memilih, (4) hak untuk didengarkan, (5) hak untuk
lingkungan hidup, dan (6) hak konsumen untuk pendidikan (Bertens 2000).
Banyaknya kasus yang menyebabkan ketidakadilan konsumen,
menunjukkan bahwa etika bisnis belum dilakukan secara maksimal. Tindakan
tersebut dapat membuat kerugian pelaku bisnis yang tidak melakukan etika bisnis
yang benar seperti dijelaskan Mahmoedin (1996) diacu dalam Rodhiyah (2011)
yaitu:
1. Perusahaan yang rusak namanya karena tidak menggunakan etika dalam
berbisnis akan dimusuhi mitra usahanya.
2. Bisnis yang tidak menghiraukan etika akan hancur karena konsumen
bukan benda mati yang mudah dibohongi
3. Jika bisnis itu merusak lingkungan, maka masyarakat akan menghukum
bahkan mengucilkan perusahaan sebagai perusak alam.
4. Kekuasaan yang terlalu besar dari bisnis, jika tidak diimbangi dengan
tanggung jawab sosial sebanding akan menyebabkan bisnis tersebut
menjadi kekuatan yang merusak masyarakat.

4
2.3. Periklanan
Kotler dan Amtsrong mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai
proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun
hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari
pelanggan sebagai imbalannya. Ada tiga kata kunci yang kuat dari konsep Kotler
dan Amstrong mengenai pemasaran:
1. Pemasar harus memahami dan memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen.
2. Menciptakan hubungan yang kuat dengan pelanggannya.
3. Akhirnya mendapatkan imbalan dari pelanggan sebagai gantinya.

Dalam kenyataannya tidak pernah ada hubungan yang langgeng dari


pelanggan terhadap pemasar kalau pembeli tidak untung. Ujungnya, ini
kemungkinan besar merugikan pemasar juga. Dulu kita memahami kata bijak ini:
satu konsumen yang tidak puas akan bercerita pada sembilan orang lainnya.
Namun di zaman informasi saat ini, ternyata satu konsumen bisa cerita kemana-
mana melalui blogs, facebook ataupun media lainnya.
Salah satu kegiatan pemasaran adalah melakukan promosi. Promosi adalah
upaya untuk memberitahukan atau menawarkan produk dan jasa yang bertujuan
untuk menarik konsumen. Tujuan promosi diantaranya adalah:
1. Menyebarkan informasi produk kepada target pasar potential.
2. Meningkatkan penjualan produk sehingga keuntungan produsen
meningkat.
3. Menjaga loyalitas pelanggan.
4. Mendapatkan pelanggan baru.
5. Menjaga kestabilan penjualan ketika pasar lesu.
6. Menampilkan keunggulan produk dibandingkan dengan pesaingnya.
7. Menampilkan dan membentuk citra produk di mata konsumen.

Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern.
Produksi industri modern yang menghasilkan produk-produk dalam kuantitas
besar dan persaingan antar industri yang semakin ketat membuat para produsen

5
saling bersaing dalam merebut konsumen. Dalam perkembangan periklanan,
media komunikasi modern, baik cetak maupun elektronik memegang peranan
yang dominan. Ada beberapa cara yang dilakukan produsen dalam melakukan
promosi, yaitu melalui email, sms, iklan di televisi, iklan di radio dan sebagainya.
Dalam setiap produk harus dilakukan promosi untuk memberitahukan atau
menawarkan produk atau jasa agar mudah dan cepat dikenali oleh masyarakat
dengan harapan kenaikan pada tingkat pemasarannya. Promosi sangat diperlukan
untuk dapat membuat barang yang produksi menjadi diketahui oleh publik dalam
berpromosi diperlukan etika-etika yang mengatur bagaimana cara berpromosi
yang baik dan benar serta tidak melanggar peraturan yang berlaku, etika ini juga
diperlukan agar dalam berpromosi tidak ada pihak-pihak yang dirugikan oleh
tekhnik promosi.

2.4. Kegiatan Promosi Beretika Bisnis


Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) dalam Utrinsafitri
(2012) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengendalian Diri, artinya pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan
diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun
dan dalam bentuk apapun.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi.
3. Mempertahankan Jati Diri, dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha
menciptakan etika bisnis.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan
sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya
perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap

6
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu
ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat
sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa
datang.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan
Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin
tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi
dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai
kasus yang mencemarkan nama bangsa dan Negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima
kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan
"kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang
terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling
percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan
pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang
bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat
terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan
etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati,
sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain
mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas
semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.

7
10. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha
menciptakan etika bisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang
menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin
kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap
pengusaha lemah.

8
III. PEMBAHASAN

3.1. Etika Pariwara Indonesia


Dalam rangka mengatur etika periklanan di Indonesia, saat ini telah
disepakati Etika Pariwara Indonesia (EPI). EPI menjadi induk yang memayungi
semua standar etika periklanan intern yang terdapat pada kode etik masing-masing
asosiasi atau lembaga pengemban dan pendukungnya (DPI 2007). Dokumen-
dokumen kode etik dimaksud antara lain:
1. Pedoman Prilaku Televisi Indonesia ATVSI
2. Standar Profesional Radio Siaran PRSSNI
3. Standar Usaha Periklanan Indonesia PPPI
4. Kode Etik Periklanan Suratkabar SPS

EPI pun telah diratifikasi dan disepakati oleh lembaga-lembaga terkait,


seperti :
1. AMLI (Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia)
2. APPINA (Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia)
3. ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia)
4. ATVLI (Asosiasi Televisi Lokal Indonesia)
5. ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia)
6. GPBSI (Gabungan Perusahaan Bioskop Indonesia)
7. PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia)
8. PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia)
9. SPS (Serikat Penerbit Suratkabar)
10. Yayasan TVRI (Yayasan Televisi Republik Indonesia)

Selain asosiasi atau lembaga pengemban tersebut, EPI juga mendapat


masukan dari Komisi Penyiaran Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan,
International Advertising Association, serta sumber dari dalam dan luar negeri
yang terkait. EPI ini juga terbuka bagi pihak-pihak lain yang ingin secara resmi
melalui pernyataan tertulis menjadi pengemban, atau pendukungnya.

9
Kitab EPI muncul dilatarbelakangi oleh adanya globalisasi yang
mendorong sikap individualis atau perilaku materialis. Karena itu, tatanan etika
yang terkandung dalam EPI ini bukan sekadar harus menjadi tatanan moral
ataupun pelengkap tatanan hukum, namun haruslah juga benar-benar mampu
menjadi tatanan kehidupan. Di samping itu, dari pengalaman di banyak negara
disimpulkan bahwa upaya untuk melindungi budaya akan jauh lebih efektif jika
dilakukan dengan juga memberdayakan pelaku dan industri periklanan sendiri,
dibandingkan dengan hanya menangkis serangan ataupun memberi perlindungan.

3.2. Tata Krama Iklan di Indonesia


Dalam kitab EPI telah diatur beberapa tata krama yang harus ditaati oleh
insan periklanan di Indonesia. Tata krama tersebut antara lain:
1. Tata Krama Isi Iklan
1) Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas
ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2) Bahasa: (a) Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami
oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian
(enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang
dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut. (b) Tidak boleh
menggunakan kata-kata superlatif seperti paling, nomor satu,
top, atau kata-kata berawalan ter. (c) Penggunaan kata 100%,
murni, asli untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat
dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber
yang otentik. (d) Penggunaan kata halal dalam iklan hanya dapat
dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat
resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3) Tanda Asteris (*): (a) Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk
menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi
khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk
yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk.
(b) Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan

10
lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda
tersebut.
4) Penggunaan Kata Satu-satunya: Iklan tidak boleh menggunakan
kata-kata satusatunya atau yang bermakna sama, tanpa secara khas
menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-
satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan
dipertanggungjawabkan.
5) Pemakaian Kata Gratis: Kata gratis atau kata lain yang
bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata
konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang
dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
6) Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam
iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen
mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7) Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas
mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat
dipertanggung- jawabkan.
8) Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat
pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan
lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin,
dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b) Pengiklan wajib
mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9) Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau
mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan
orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10) Kekerasan: Iklan tidak boleh langsung maupun tidak langsung -
menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan
membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11) Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang
mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan
dengan produk yang diiklankan.

11
12) Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau
melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan
dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat
massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut
tidak merugikan yang bersangkutan.
13) Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata
dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat
jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan
salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14) Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan
hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu,
harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15) Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan,
pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan
atau minuman.
16) Penampilan Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang
dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam
pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang
berlebihan. (b) Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa
sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara
yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan
uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-
putih. (d) Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan
tanda specimen yang dapat terlihat Jelas.
17) Kesaksian Konsumen (testimony): (a) Pemberian kesaksian hanya
dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga,
kelompok, golongan, atau masyarakat luas. (b) Kesaksian konsumen
harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud
untuk melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat
dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh
konsumen tersebut. (d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika
diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara

12
lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan
jam kantor biasa.
18) Anjuran (endorsement): (a) Pernyataan, klaim atau janji yang
diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh
penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh
individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok,
golongan, atau masyarakat luas.
19) Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun
hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang
tepat sama. (b) Jika perbandingan langsung menampilkan data riset,
maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan
secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh
persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset
tersebut. (c) Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria
yang tidak menyesatkan khalayak.
20) Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan
kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan
atau penalaran yang memadai.
21) Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara
langsung maupun tidak langsung.
22) Peniruan: (a) Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk
pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk
pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak.
Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita,
setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian
eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau
subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik
melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b)
Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu
digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan
hingga kurun dua tahun terakhir.

13
23) Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan
istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau
menciptakan kesan yang berlebihan.
24) Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada
kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25) Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan selama
persediaan masih ada atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26) Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi
erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau
alasan apa pun.
27) Khalayak Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak
anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu
atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan
kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (b)
Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu
siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan,
aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit
wajib mencantumkan kata-kata Bimbingan Orangtua atau simbol
yang bermakna sama.
2. Tata Krama Ragam Iklan
Misalnya: Iklan minuman keras maupun gerainya hanya boleh disiarkan di
media nonmassa; Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan
yang sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun; dll.
3. Tata Krama Pemeran Iklan
Misalnya: Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-
adegan yang berbahaya ; Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi,
mengobyekkan, atau mengornamenkan perempuansehingga memberi
kesan yang merendahkan kodrat, harkat, dan martabat mereka; dll.
4. Tata Krama Wahana Iklan
Misalnya: Iklan untuk berlangganan apa pun melalui SMS harus juga
mencantumkan cara untuk berhenti berlangganan secara jelas, mudah dan

14
cepat; Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa hanya boleh disiarkan
mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat, dll.

3.3. Kondisi Dunia Periklanan Indonesia


Iklan merupakan bentuk komunikasi antara produsen dan konsumen. Iklan
bertujuan untuk menggunakan produk yang ditawarkan produsen. Iklan atau
periklanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bisnis modern. Dulu, iklan
hanya mulut ke mulut saja, namun seiring perkembangan jaman, iklan di
Indonesia juga berkembang. Sekarang penayangan iklan sangat beraneka ragam,
baik dari media cetak maupun elektronik seperti koran, televisi, radio, baliho dan
lain-lain. Dibalik banyaknya iklan yang ditawarkan ternyata menyimpan suatu
persoalan yaitu etika dalam beriklan. Iklan di Indonesia banyak kasus penipuan
terhadap konsumen bahkan pembodohan. Semakin berkembangnya iklan di
Indonesia maka semakin banyak permasalahannya.
Dalam periklanan, etika dan persaingan yang sehat sangat diperlukan
untuk menarik konsumen. Karena dunia periklanan yang sehat sangat berpengaruh
terhadap kondisi ekonomi suatu negara. Sudah saatnya iklan di Indonesia
bermoral dan beretika. Berkurangnya etika dalam beriklan membuat keprihatinan
banyak orang. Tidak adanya etika dalam beriklan akan sangat merugikan bagi
masyarakat, selain itu juga bagi ekonomi suatu negara. Secara tidak sadar iklan
yang tidak beretika akan menghancurkan nama mereka sendiri bahkan negaranya
sendiri. Saat ini banyak kita jumpai iklan-iklan di media cetak dan media
elektronik menyindir dan menjelek-jelekkan produk lain. Memang iklan tersebut
menarik, namun sangat tidak pantas karena merendahkan produk saingannya.
Di Indonesia iklan-iklan yang dibuat seharusnya sesuai dengan
kebudayaan kita dan bisa memberikan pendidikan bagi banyak orang. Banyak
sekali iklan yang tidak beretika dan tidak sepantasnya untuk di iklankan. Makin
tingginya tingkat persaingan menyebabkan produsen lupa atau bahkan pura-pura
lupa bahwa iklan itu harus beretika. Banyak sekali yang melupakan etika dalam
beriklan. Iklan sangat penting dalam menentukan posisi sebuah produk. Sekarang
ini banyak ditemukan iklan yang terlalu vulgar dan liar dalam memberikan
informasi kepada masyarakat.

15
Iklan yang ditawarkan kepada masyarakat umumnya tidak mendidik.
Dalam iklan terdapat sifat yang menunjukan sifat materialisme, konsumerisme
dan hedonisme. Iklan yang disampaikan seharusnya mengutamakan prinsip
kebenaran. Sesuatu yang disampaikan seharusnya memang benar-benar terjadi.
Banyak produk yang memiliki kelemahan-kelemahan tertentu, namun dalam
pengiklanan terhadap masyarakat di manipulasi sehingga terlihat sempurna di
mata konsumen. Tindakan manipulasi iklan sangat merugikan konsumen.

3.4. Pelanggaran Etika Periklanan Indonesia


Pelanggaran ketentuan hukum positif dan etika periklanan yang saat ini
banyak dilanggar oleh pelaku usaha periklanan di Indonesia adalah sebagai
berikut :
1. Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999, Pasal 17
Ayat (1) a yang berbunyi: "Pelaku usaha periklanan dilarang
memproduksi iklan yang mengelabui konsumen mengenai kualitas,
kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta
ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa".
2. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia Bab II C No. 2 yang
berbunyi: "Dokter, ahli farmasi, tenaga medis dan paramedis lain atau
atribut-atribut profesinya tidak boleh digunakan untuk mengiklankan
produk obat-obatan, alat kesehatan maupun kosmetika.
3. SK Menkes 368, Pedoman Periklanan Obat Bebas Bagian A No. 9 yang
berbunyi : "Iklan obat tidak boleh diperankan oleh tenaga profesi
kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan dan atau
menggunakan "setting" yang beratribut profesi kesehatan dan
laboratorium".
4. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia Bab II C No. 10 ayat g
yang berbunyi: "Iklan tidak boleh memanipulasi rasa takut seseorang
terhadap sesuatu penyakit karena tidak menggunakan obat yang
diiklankan".
5. Tata Krama dan tata Cara Periklanan Indonesia Bab II B No. 1 Ayat a
yang berbunyi: "Iklan tidak boleh menyesatkan, antara lain dengan

16
memberikan keterangan yang tidak benar, mengelabui dan memberikan
janji yang berlebihan".
6. SK Menkes No. 368, Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman
Bagian A No. 8 yang berbunyi: "Iklan tidak boleh dimuat dengan
ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan, sehingga dapat
menyesatkan konsumen".
7. SK Menkes No. 368, Pedoman Periklanan Obat Bebas, Bagian B No. 103
yang berbunyi: "Iklan obat harus mencantumkan spot peringatan
perhatian seperti pada ketentuan umum"
8. Tata Krama dan tata Cara Periklanan Indonesia Bab B II B No. 3 Ayat a
yang berbunyi: "Iklan tidak boleh mengunakan kata-kata "ter", "paling",
"nomor satu" dan atau sejenisnya tanpa menjelaskan dalam hal apa
keunggulannya itu dan harus dapat membuktikan sumber-sumber otentik
pernyataan tersebut.
9. SK Menkes No. 368, Pedoman Periklanan Obat Bebas No. 8 yang
berbunyi "Iklan obat tidak boleh ditujukan untuk khalayak anak-anak
atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi orang dewasa atau
memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat.
Iklan tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat
diambil oleh anak-anak".
10. Tata Krama dan tata Cara Periklanan Indonesia Bab II B No. 3 Ayat b
yang berbunyi: "Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat.
Perbandingan tidak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak
menyesatkan konsumen".
11. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia Bab II B Ayat c yang
berbunyi "Iklan tidak boleh secara langsung ataupun tidak langsung
merendahkan produk-produk lain".
12. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, bab II B No. 1 Ayat a
yang berbunyi: "Iklan tidak boleh menyesatkan, antara lain dengan
memberikan keterangan yang tidak benar, mengelabui dan memberikan
janji yang berlebihan". Contoh Iklan yang melanggar ketentuan ini
adalah iklan TV "Jeruk Minum Jeruk" Nutrisari.

17
13. Undang-Undang No. 40 tahun 1999, Paal 13 Ayat (1) b yang berbunyi:
"Perusahaan Pers dilarang memuat iklan minuman keras, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku".
14. Peraturan pemerintah No. 69 tahun 1999 Pasal 58 Ayat 1 yang berbunyi
:"Setiap orang dilarang mengiklankan minuman beralkohol dalam media
massa manapun". Sebagai contoh yang melanggar, tercatat iklan media
cetak Bir Bintang.
15. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia Bab II A Ayat 1 yang
berbunyi : "Iklan harus jujur, bratanggung jawab dan tidak bertentangan
dengan hokum yang berlaku".
16. Peringatan "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung,
impotensi dan gangguan kehamilan dan janin" harus ditayangkan dengan
durasi yang cukup.

18
IV. KESIMPULAN

Iklan yang dibuat oleh perusahaan periklanan harus beretika agar tidak
merugikan masyarakat atau pihak lain, bahkan lebih baik bisa memberikan nilai
edukasi dan manfaat bagi pembaca iklan. Banyak sekali ditemui iklan yang
seharusnya tidak pantas diiklankan dan tidak jarang ditemui iklan yang
membodohi masyarakat. Untuk menyikapi hal ini, kita sebagai masyarakat
seharusnya lebih berhati-hati dalam membaca iklan, jangan mudah terpengaruh
terhadap iklan yang membodohi kita. Produsen juga memperhatikan nilai edukasi
dan nilai manfaat bagi masyarakat, bukan sebagai keuntungan saja.
Selain itu pemerintah juga turut memperhatikan perkembangan periklanan
di Indonesia agar tidak terlalu membawa dampak negatif bagi konsumen atau
masyarakat. Iklan dari luar negeri yang masuk ke Indonesia seharusnya bisa
disaring mana yang memberikan dampak baik dan mana yang memberikan
dampak buruk. Iklan juga harus dapat melindungi dan menghargai khalayak, tidak
merendahkan agama, budaya, negara dan golongan, serta tidak bertentangan
dengan hukum yang berlaku.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bertens K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.


[DPI] Dewan Periklanan Indonesia. 2007. Etika Pariwara Indonesia (Tata Krama
dan Tata Cara Periklan Indonesia. Jakarta : Indonesia Advertising Council
Natsir ADSR. 2010. Pengaruh Dimensi Etika Terhadap Sikap Konsumen pada
Viral STEALTH Marketing. Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 9 No. 2.
Hal. 226-243.
Rodhiyah. 2011. Etika Bisnis dan Keadilan Konsumen dalam http://www.e-
journal.undip.ac.id. [Diakses pada 25 Januari 2014]
Utrinsafitri. 2012. Promosi dan Pemasaran yang Beretika dalam
http://utrinsafitri1.wordpress.com [Diakses pada 23 Januari 2014]

20

Anda mungkin juga menyukai