Anda di halaman 1dari 23

1

Tugas Metode Kuantitatif Manajemen

EVALUASI OUTPUT ANALISIS REGRESI BERGANDA


(Studi Kasus Tesis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Fleksibilitas
Keuangan (Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012))

Disusun Oleh :

Andrea Gloria Ivana Caroline


(P056163921.56)
Marina Nova Sari
(P056164081.56)
Putri Claristha Violetta
(P056164141.56)
Rezwan Rizki Muhamad
(P056164171.56)

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS


SEKOLAH BISNIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah yang telah
memberi Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul Evaluasi Output Analisis Berganda dengan
tepat waktu dan tanpa halangan yang berarti.
Makalah ini disusun sebagai sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan mata kuliah Metode Manajemen Kuantitatif (MKM). Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu,
kritik dan saran diperlukan untuk kesempurnaan atas makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dalam memperkaya ilmu dan
menjadi bekal bagi hidup sekarang maupun di masa mendatang.

Bogor, Februari 2016

Penulis
3

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Struktur Modal dan Fleksibilitas Keuangan 3
Financial distress 3
Arus kas bebas (free cash flow) dan fleksibilitas keuangan 4
Cash Holding dan fleksibilitas keuangan 4
Kebijakan Dividen 4
METODE PENELITIAN 5
Variabel 5
Variabel Dependen 5
Variabel Independen ( Variabel Bebas) 5
Uji Asumsi Klasik 5
Uji Normalitas 5
Uji Multikolinearitas 6
Uji Auto Korelasi 6
Uji Heteroskedastisitas 6
Uji Hipotesis 7
Uji Koefisien Determinasi ( 7
Uji F dan Uji T 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Uji Asumsi Klasik 8
Uji Normalitas 8
Uji Multikolinearitas 8
Uji Heteroskedastisitas 10
Uji Autokorelasi 11
Uji Hipotesis 12
Uji Koefisien Determinasi 12
Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji T) 13
Uji Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F) 15
KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 19
4

DAFTAR TABEL

Bond Rating dan Default Rate 5


Hasil Uji Normalitas 8
Hasil Uji Multikolineritas 9
Tabel Hasil Uji Heteroskedastisitas 10
Hasil Uji Autokorelasi 11
Hasil Runs Test 12
Hasil Uji R-square 13
Hasil Uji T 13
Hasil Uji-F 16
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Analisis regresi merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika
yang seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa variabel dan
meramalkan suatu variabel. Istilah regresi pertama kali dikemukakan oleh Sir
Francis Galton (1822-1911), seorang antropolog dan ahli meteorologi terkenal
dari Inggris. Analisis regresi digunakan untuk menggambarkan hubungan antara
peubah respon Y dengan peubah prediktor X dalam suatu model regresi. Pada
analisis regresi dibutuhkan data yang bersifat kuantitatif sehingga dapat
didefinisikan hubungan antar peubah respon dan peubah prediktor. Dalam
mengkaji hubungan antara beberapa variabel menggunakan analisis regresi,
terlebih dahulu peneliti menentukan satu variabel yang disebut dengan variabel
tidak bebas (dependen) dan satu atau lebih variabel bebas (independen).
Jika ingin dikaji hubungan atau pengaruh satu variabel bebas terhadap
variabel tidak bebas, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi
linier sederhana. Kemudian, jika ingin dikaji hubungan atau pengaruh dua atau
lebih variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, maka model regresi yang
digunakan adalah model regresi linier berganda (multiple linear regression
model). Kemudian untuk mendapatkan model regresi linier sederhana maupun
model regresi linier berganda dapat diperoleh dengan melakukan estimasi
terhadap parameter-parameternya menggunakan metode tertentu. Pada tulisan ini
akan dikaji analisis regresi linier berganda atau sering juga disebut dengan regresi
klasik. Kajian meliputi kajian teori dan aplikasinya pada studi kasus tesis yang
berjudul Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Fleksibilitas Keuangan (SK Bursa
Efek Indonesia Periode 2008-2012) disertai dengan teknik analisis dan
pengolahan datanya dengan bantuan software SPSS.
Fleksibilitas keuangan merupakan salah satu tema yang menarik akhir-akhir
ini. Hal ini terjadi karena adanya survey yang dilakukan oleh Graham dan Harvey
(2001), dan mendapatkan hasil bahwa 392 cheif finance officer (CFO) dari
berbagai perusahaan di Amerika mengatakan bahwa fleksibilitas keuangan
merupakan faktor penentu yang paling penting dalam penentuan komposisi
struktur modal. Dalam beberapa penelitian fleksibilitas keuangan didefinisikan
sebagai berikut: menurut Byoun (2007) berpendapat bahwa fleksibilitas keuangan
adalah tingkat kapasitas dan kecepatan perusahaan untuk dapat memobilisasi
sumber daya keuangannya atau mengambil tindakan secara preventif, reaktif, dan
eksploitatif agar dapat memaksimalkan nilai perusahaan.
Selanjutnya Byoun (2008) menyatakan dalan studi literaturnya variabel-
variabel yang perlu diperhatikan agar fleksibelitas keuangan suatu perusahaan
dapat terjaga ialah arus kas, kemampuan untuk berhutang yang tidak terpakai, aset
yang likuid, akan tetapi ada dua variabel lain yang tidak berhubungan dengan
2

keuangan yaitu organisasi dan lingkungan, hal ini disebabkan oleh dinamika
perekonomian dunia yang semakin banyak ketidakpastian. Makalah ini akan
membahas berbagai faktor yang mempengaruhi fleksibilitas keuangan diantaranya
Cash Holding, Leverage Ratio, Free Cash Flow, Cash Flow Adequacy, Deviden
Payout Ratio, dan Krisis.

Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk melakukan analisis regresi terhadap
suatu data pada tesis dan mengetahui pengaruh variabel-variabel independent
terhadap variabel dependent. Selain itu, akan dilakukan juga interpretasi untuk
membandingkan hasil output regresi dari software SPSS dengan hasil output
regresi pada studi kasus tesis yang dipilih.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Modal dan Fleksibilitas Keuangan


Menurut Hidayat (2009) dan Dandri (2011) suatu nilai perusahaan yang
memiliki hutang lebih tinggi akan lebih tinggi bilai dibandingkan dengan nilai
perusahaan tanpa hutang. Kenaikan nilai tersebut dikarenakan adanya
penghematan pajak dari penggunaan hutang atau dengan kata lain biaya hutang
adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak (tax shield). Brigham dan
Houston (2001), Kusumajaya (2011), dan Widjaja (2013) menyatakan bahwa
struktur modal yang optimal pada suatu perushaan adalah kombinasi dari hutang
dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Berdasarkan
penelitian terdahulu, pada kenyataannya terdapat perushaan yang tidak
memaksimalkan utangnya. Hasil penelitian Hotchmuth (2010) menunjukan bahwa
pada saat terjadi krisis pada tahun 2008 perusahaan-perusahaan yang memiliki
low lavarage akan memiliki daya survabilitas yang lebih besar dibandingkan
dengan perusahaan perusaahn yang memiliki high leverage, hal ini menunjukkan
bahwa menjaga fleksibilitas keuangan merupakan sesuatu yang penting.

Financial distress
Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress merupakan suatu
kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau sedang
krisis. Dengan kata lain financial distress merupakan suatu kondisi dimana
perusahaan mengalami kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-
kewajibannya. Sedangkan kesulitan keuangan merupakan kesulitan likuiditas
sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan kegiatan operasinya dengan baik
(Trijadi, 1999). Kesulitan keuangan dapat diartikan dalam beberapa kategori yaitu
sebagai berikut :
1. Economic Failure, yaitu kegagalan ekonomi yang berarti bahwa
pendapatan perusahaan tidak dapat menutup biayanya sendiri. Ini berarti
tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal.
2. Bussines Failure, didefenisikan sebagai usaha yang menghentikan
operasinya dengan akibat kerugian bagi kreditur, dan kemudian dikatakan
dengan akibat kerugian bagi kreditur, dan kemudian dikatakan gagal
meskipun tidak melalui kebangkrutan secara normal.
3. Technical insolvency, sebuah perusahaan dapat dinilai mengalami
kesulitan Keuangan apabila tidak memenuhi kewajibannya yang jatuh
tempo. Technical insolvency ini menunjukkan kekurangan likuiditas yang
sifatnya sementara dimana pada suatu waktu perusahaan dapat
mengumpulkan uang untuk memenuhi kewajibannya dan tetap beroperasi.
4. Insolvency in bankcrupy, sebuah perusahaan dapat dikatakan mengalami
kesulitan keuangan bilamana nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai
pasar dari asset perusahaan.
4

5. Legal Bankcrupy, sebuah perusahaan dikatakan sebagai bangkrut secara


hukum, kecuali diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.

Arus kas bebas (free cash flow) dan fleksibilitas keuangan


McClelland dan Priest (2007) mendefinisikan free cash flow sebagai jumlah
arus kas untuk semua pemegang klaim dalam perusahaan, yaitu pemegang saham,
kreditur, dan pemegang saham preferensi. Sedangkan menurut Khan, Mozaffar,
dan Ross (2009) free cash flow atau aliran kas bebas adalah kas yang dapat
didistribusikan atau tidak diperlukan untuk modal kerja operasional dan dapat
menjasi sumber fleksibilitas keuangan perusahaan. Namun, arus kas bebas
seringkali menimbulkan perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan
manajer. Ketika arus kas bebas tersedia, manajer sering dipandang memanfaatkan
secara tdak efisien dana yang ada. Semakin besar arus kas yang ada dan semakin
besar fleksibilitas manajemen maka semakin besar pula konflik kepentingan atas
pemanfaatan aliran kas bebas tersebut, dan pada akhirnya akan mempengaruhi
komposisi struktur modal dan fleksibilitas keuangan pada perusahaan
bersangkutan.

Cash Holding dan fleksibilitas keuangan


Cash holding yang tinggi dapat memberikan fleksibilitas secara keuangan
bagi sebuah perusahaan. Cash holding adalah kas dan setara kas, yang ada dalam
neraca suatu perusahaan, kas ini digunakan untuk kebutuhan transaksi juga untuk
berjaga-jaga. Menurut Keynes (1936) terdapat tiga motivasi orang atau
perusahaan memiliki kas, yaitu: 1. Untuk transaksi dengan tujuan pembayaran
barang, 2. Untuk berjaga-jaga dengan tujuan kas akan digunakan untuk menjaga
kebutuhan yang akan datang dengan menjaga kas pada tingkat tertentu, 3. Untuk
spekulasi. Dengan tujuan untuk mencari keuntungan dimasa mendatang yang
melebihi keuntungan pasar, sedangkan menurut Ross (2009) ada dua alasan
perusahaan perlu mempertahankan kas perusahaan, yaitu:
1. Untuk transaksi
2. Untuk kompensasi keseimbangan

Kebijakan Dividen
Menurut Mahendra (2011) dividen adalah pembagian keuntungan dari laba
bersih yang dihasilkan oleh perusahaan dalam periode tertentu kepada para
pemegang saham. Bulan dan Subramanian (2008) suatu perusahaan dapat
menunda pembayaran dividen dengan beberapa alasan, yaitu: buruknya kinerja
keuangan perusahaan, adanya investasi yang besar dan financial infleksibility.
Jika dilikat dari ketiga alasan tersebut, maka penundaan pembayaran dividen
dapat menjadi salah satu sumber fleksibilitas perusahaan.
5

METODE PENELITIAN

Variabel

Makalah ini bertujuan untuk membandingkan hasil regresi yang dilakukan


oleh peneliti dan penyusun makalah. Variable-variabel yang digunakan pada
makalah ini dibedakan menjadi 2, yaitu variable dependen (variable terikat) dan
variable independen (variable bebas).

Variabel Dependen
Variable dependen pada makalah ini ialah di default rate yang merupakan
ukuran untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk membayar hutang,
default rate ini diperoleh dari penilaian perusahaan dengan menggunakan
synthetic rating dan kemudian dibandingkan dengan benchmark yang dikeluarkan
dari S & P 500 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1 Bond Rating dan Default Rate


Bond Rating Default Rate (%)
D 100
C 80
CC 65
CCC 46.61
B- 32.5
B 26.36
B+ 19.28
BB 12.2
EEBBB 2.3
A- 1.41
A 0.53
A+ 0.4
AA 0.28
AAA 0.01

Variabel Independen ( Variabel Bebas)


Variabel independen pada makalah ini antara lain : cash holding, ratio
leverage, free cash flow, cash flow adiquence dan dividend pay out ratio.

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi, variable
dependen dan variable independen mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal/ mendekati
6

normal. Uji normalitas hanya digunakan jika jumlah observasi adalah kurang dari
30, untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal. Jika jumlah
observasi lebih dari 30, maka tidak perlu dilakukan uji normalitas. Sebab
distribusi sample error term telah mendekati normal ( Ajija etall;2011).

Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variable independen. Pada model regresi yang
baik antar variable independen seharusnya tidak terjadi korelasi. Ada atau
tidaknya multikolinearitas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien korelasi
masing-masing variable bebas. Jika koefisien korelasi di antara masing-masing
variable bebas lebih besar dari 0.8, maka terjadi multikolinearitas (Ajija
etall;2011).

Uji Auto Korelasi


Uji auto korelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi
liniear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
periode t-1. Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem auto korelasi.
Model regresi yang baik adalah yang bebas auto korelasi. Untuk mendeteksi auto
korelasi, dapat dilakukan uji statistic melalui uji Durbin-Watson (DW Tes). DW
Tes sebagai bagian dari statistic non parametric dapat digunakan untuk menguji
korelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept dalam model regresi dan
tidak ada variable lagi diantara variable independen. Nachrowi dan Usman (2006)
mengatakan :
a. Jika statistic DW bernilai 2, maka P akan bernilai 0 yang berarti tidak ada
auto korelasi.
b. Jika statistic DW bernilai 0, maka P akan bernilai 1 yang berarti ada auto
korelasi positif.
c. Jika statistic DW bernilai 4, maka P akan bernilai -1 yang berarti ada auto
korelasi negative.

Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas maka perlu
dilakukan uji white heteroskedasticity. Hasil yang diperhatikan dari uji ini adalah
nilai F dan Obs*R-squared. Jika nilai Obs*R-squared lebih kecil dari X2 tabel,
maka tidak terjadi heteroskedastisitas dan sebaliknya.
7

Uji Hipotesis

Uji Koefisien Determinasi (


Analisis koefisien determinasi (R2) di gunakan untuk mengetahui seberapa
besar presentase sumbangan pengaruh variabel independen secara serentak
terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel Model
Summary (hasil output olah data) R2 (Adjusted R Square). Nilai R2 adalah
sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen sedangkan
dan biasa sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak di teliti.

Uji F dan Uji T


Uji F dikenal dengan Uji serentak atau uji Model/Uji Anova, yaitu uji untuk
melihat bagaimanakah pengaruh semua variabel bebasnya secara bersama-sama
terhadap variabel terikatnya. Atau untuk menguji apakah model regresi yang kita
buat baik/signifikan atau tidak baik/non signifikan.
Jika model signifikan maka model bisa digunakan untuk
prediksi/peramalan, sebaliknya jika non/tidak signifikan maka model regresi tidak
bisa digunakan untuk peramalan.
Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel, jika
F hitung > dari F tabel, (Ho di tolak Ha diterima) maka model signifikan atau bisa
dilihat dalam kolom signifikansi pada Anova (Olahan dengan SPSS, Gunakan Uji
Regresi dengan Metode Enter/Full Model). Model signifikan selama kolom
signifikansi (%) < Alpha (kesiapan berbuat salah tipe 1, yang menentukan peneliti
sendiri, ilmu sosial biasanya paling besar alpha 10%, atau 5% atau 1%). Dan
sebaliknya jika F hitung < F tabel, maka model tidak signifikan, hal ini juga
ditandai nilai kolom signifikansi (%) akan lebih besar dari alpha.
Uji t dikenal dengan uji parsial, yaitu untuk menguji bagaimana pengaruh
masing-masing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri terhadap variabel
terikatnya. Uji ini dapat dilakukan dengan mambandingkan t hitung dengan t
tabel atau dengan melihat kolom signifikansi pada masing-masing t hitung, proses
uji t identik dengan Uji F (lihat perhitungan SPSS pada Coefficient Regression
Full Model/Enter). Atau bisa diganti dengan Uji metode Stepwise.
8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Asumsi Klasik


Uji Normalitas
Pengujian normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah nilai residual yang
dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Hasil dari Uji
Normalitas dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2 Hasil Uji Normalitas


Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Manajemen Laba (LnY) ,068 42 ,200* ,977 42 ,554


Aset Pajak Tangguhan ,117 42 ,163 ,951 42 ,070
(LnX1)
Beban Pajak Tangguhan ,080 42 ,200* ,975 42 ,464

(LnX2)

*. This is a lower bound of the true significance.


Lilliefors Significance Correction
(Sumber: Output SPSS 21, 2016, data diolah penulis)

Menurut Ajija et al (2011), uji normalitas hanya perlu dilakukan bilamana


jumlah observasi kurang dari 30, jika jumlah observasi sudah melebihi 30 maka
tidak perlu lagi dilakukan uji normalitas, karena distribusi sampling error term
telah mendekati normal. Pada penelitian ini, data cross section yang digunakan
berjumlah 45, sedangkan data time series berjumlah 5, sehingga total observasi
yang diamati berjumlah 225, sehingga tanpa melakukan uji normalitas data pada
penelitian ini dapat dikatakan error termnya terdistribusi normal.

Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang
harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan linear antar variabel independen dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
9

Tabel 3 Hasil Uji Multikolineritas


Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics

B Std. Beta Tolerance VIF


Error

(Constant) 3,334 ,585 5,695 ,000

Cash Holding (X1) -7,997 2,850 -,144 -2,806 ,005 ,963 1,038

Laverage Rasio (X2) 1,610 ,132 ,642 12,191 ,000 ,914 1,094

Free Cash Flow (X3) -1,138E-007 ,000 -,094 -1,788 ,075 ,918 1,089
1
Cash Flow Adequacy ,013 ,061 ,011 ,217 ,828 ,976 1,025
(X4)

Deviden Payout -,001 ,008 -,005 -,104 ,917 ,993 1,007


Rasio (X5)

Dependent Variable: Default Rate (Y)

(Sumber: Output SPSS 21, 2016, data diolah penulis)

Hasil dari uji multikolineritas pada tabel di atas, jika batas tolerance value
adalah 0,1 dan batas VIF adalah 10. Apabila tolerance value < 0,1 atau VIF > 10 =
terjadi multikolinearitas. Apabila tolerance value > 0,1 atau VIF < 10 = tidak
terjadi multikolinearitas. Dari data tersebut Cash Holding (X1) diperoleh VIF
sebesar 1,038 10 dan nilai Tolerance 0,963 0,1 maka tidak terjadi masalah
multikolinearitas pada model regresi ini. Laverage Rasio (X2) diperoleh VIF
sebesar 1,094 10 dan nilai Tolerance 0,914 0,1 maka tidak terjadi masalah
multikolinearitas pada model regresi ini. Free Cash Flow (X3) diperoleh VIF
sebesar 1,089 10 dan nilai Tolerance 0,918 0,1 maka tidak terjadi masalah
multikolinearitas pada model regresi ini. Cash Flow Adequacy (X4) diperoleh
VIF sebesar 1,025 10 dan nilai Tolerance 0,976 0,1 maka tidak terjadi
masalah multikolinearitas pada model regresi ini. Deviden Payout Rasio (X5)
diperoleh VIF sebesar 1,007 10 dan nilai Tolerance 0,993 0,1 maka tidak
terjadi masalah multikolinearitas pada model regresi ini. Dari hasil ini maka dapat
disimpulkan bahwa semua variabel bebas yang dipakai dalam penelitian ini lolos
uji multikolinearitas.
Hasil yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan Aditya (2011) juga
menunjukkan hal yang serupa dimana data yang ada menunjukkan tidak terjadi
masalah multikolinearitas. Namun terdapat perbedaan hasil angka pada VIF yang
dilakukan apabila dibandingkan nilai angka yang dihasilkan oleh peneliti, hal ini
disebabkan karena alat hitung yang digunakan berbeda, selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Aditya (2011) menghitung hubungan antara setiap variabel
10

sedangkan pada makalah ini hanya dihitung hubungan antara variabel dependen
dengan masing-masing variabel independennya.

Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi.
Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas menyebabkan penaksiran atau estimator menjadi tidak efisien
dan nilai koefisien determinasi akan menjadi sangat tinggi. Untuk mengetahui ada
atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi ini dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 4 Tabel Hasil Uji Heteroskedastisitas
a
Coefficients

Model Unstandardized Standardized T Sig.


Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 3,334 ,585 5,695 ,000

Cash Holding (X1) -7,997 2,850 -,144 -2,806 ,005

Laverage Rasio (X2) 1,610 ,132 ,642 12,191 ,000

-1,138E- ,000 -,094 -1,788 ,075


Free Cash Flow (X3)
1 007

Cash Flow Adequacy ,013 ,061 ,011 ,217 ,828


(X4)

Deviden Payout Rasio -,001 ,008 -,005 -,104 ,917


(X5)

Dependent Variable: Default Rate (Y)


(Sumber: Output SPSS 21, 2016, data diolah penulis)
Dari output tabel 16 di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi Cash
Holding (X1) sebesar ,005, Free Cash Flow (X3) sebesar ,075, Cash Flow
Adequacy (X4) sebesar ,828, Deviden Payout Rasio (X5) sebesar ,917 dengan
demikian nilai signifikansi ketiga variabel independen tersebut miliki nilai lebih
dari 0,05. Berarti dapat disimpulkan bahwa variabel Cash Holding (X1), Free
Cash Flow (X3), Cash Flow Adequacy (X4), dan Deviden Payout Rasio (X5)tidak
terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi ini. Akan tetapi variabel
Laverage Rasio (X2) nilai signifikannya sebesar ,000 hal tersebut menunjukan
bahwa variabel Laverage Rasio (X2) terjadi masalah masalah heteroskedastisitas.
Hasil yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan Aditya (2011) juga
menunjukkan hal yang serupa dimana data yang ada menunjukkan tidak terjadi
masalah heteroskedastisitas. Namun terdapat perbedaan hasil angka yang
11

dilakukan apabila dibandingkan nilai angka yang dihasilkan oleh peneliti, hal ini
disebabkan karena alat hitung yang digunakan berbeda sehingga outputnya pun
berbeda, selain itu penelitian yang dilakukan oleh Aditya (2011) menggunakan
parameter uji yang berbeda dimana pada makalah ini penulis menggunakan nilai
.sig, sedangkan peneliti menggunakan Obs*R-Square.

Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada t-1
sebelumnya. Prasyarat yang harus yang harus digunakan dalam pengujian
autokorelasi adalah tidak terdapatnya masalah outokorelasi. Metode pengujian
yaitu menggunakan uji Durbin-Watson (DW test). Hasil pengujian bisa dilihat
pada tabel dibawah ini:

Tabel 5 Hasil Uji Autokorelasi


b
Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate
a
1 ,667 ,445 ,432 4,80539 1,859

a. Predictors: (Constant), Deviden Payout Rasio (X5), Free Cash Flow (X3), Cash Holding (X1),
Cash Flow Adequacy (X4), Laverage Rasio (X2)
b. Dependent Variable: Default Rate (Y)
(Sumber: Output SPSS 21, 2016, data diolah penulis)

Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa nilai Durbin-Watson (DW)


sebesar 1,859. Sementara dari tabel Durbin-Watson (DW) dengan nilai
signifikansi 0,05 dan jumlah n = 225, serta k= 5 (jumlah variabel independen)
diperoleh nilai dL tidak di ketahui hasilnya karena dalam tabel DU hanya sampai
N=200 oleh sebab itu nilai auto korelasi belum bisa diketahui. Karena nilai auto
korelasi tidak diketahui dengan menggunakan tabel DU, maka perlu dilakukannya
pengujian lain dengan pengujian statistic nonparametric yaitu Runs Test sebagai
pengujian alternative dari Uji Durbin Watson. Adapun hasil pengujian Runs Test
sebagai berikut:
12

Tabel 6 Hasil Runs Test

Runs Test

Unstandardized Residual
a
Test Value -1,64367
Cases < Test Value 112
Cases >= Test Value 113
Total Cases 225
Number of Runs 124
Z 1,403
Asymp. Sig. (2-tailed) ,160

(Sumber: Output SPSS 21, 2016, data diolah penulis)

Berdasarkan hasil Runs Test pada tabel 18 di atas, di peroleh nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) > 0,05 yaitu (0,160 > 0,05) dengan demikian data yang
dipergunakan cukup random sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi pada
data yang diuji.
Berdasarkan ke empat uji data di atas, data yang digunakan dalam model
regresi memenuhi syarat dalam kelayakan pengujian data, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil estimasi model regresi variabel independen aset pajak
tangguhan dan beban pajak tangguhan terhadap variabel dependen manajemen
laba memenuhi syarat BLUE (Best Linier Unbias Estimation). Dengan demikian
kesimpulan yang dapat diperoleh dari model regresi dapat dianggap sudah
menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Aditya (2011) dimana model regresi dianggap sudah
menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Uji Hipotesis

Uji Koefisien Determinasi


Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar
prosentase sumbangan pengaruh variabel independen secara serentak terhadap
variabel dependen. Hasil pengukuran koefisien determinasi dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut:
13

Tabel 7 Hasil Uji R-square


b
Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate
a
1 ,667 ,445 ,432 4,80539 1,859

a. Predictors: (Constant), Deviden Payout Rasio (X5), Free Cash Flow (X3), Cash Holding (X1),
Cash Flow Adequacy (X4), Laverage Rasio (X2)
b. Dependent Variable: Default Rate (Y)
(Sumber: Output SPSS 21, 2016, data diolah penulis)
Koefisien determinasi dari perhitungan tabel di atas diperoleh angka
sebesar 0,445. Hal ini menunjukkan bahwa besar sumbangan pengaruh aset pajak
tangguhan dan beban pajak tangguhan yaitu 44,5% sedangkan sisanya sebesar
55,5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji T)


Uji koefisien regresi secara parsial atau Uji T digunakan untuk mengetahui
apakah variabel independen (aset pajak tangguhan dan beban pajak tangguhan)
mempunyai pengaruh secara parsial atau tidak terhadap variabel dependen
(manajemen laba). Uji hitopesis parsial untuk menguji hubungan antara masing-
masing variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial atau per variabel
dengan kriteria pengujian, Jika t tabel t hitung tabel maka H0 diterima dan
jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel maka H0 ditolak.

Tabel 8 Hasil Uji T


a
Coefficients

Model Unstandardized Standardized T Sig.


Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 3,334 ,585 5,695 ,000

Cash Holding (X1) -7,997 2,850 -,144 -2,806 ,005

Laverage Rasio (X2) 1,610 ,132 ,642 12,191 ,000

-1,138E- ,000 -,094 -1,788 ,075


Free Cash Flow (X3)
1 007

Cash Flow Adequacy ,013 ,061 ,011 ,217 ,828


(X4)

Deviden Payout Rasio -,001 ,008 -,005 -,104 ,917


(X5)

Dependent Variable: Default Rate (Y)


(Sumber: Output SPSS 21, 2016, data diolah penulis)
14

Berdasarkan tabel 21 di atas, diperoleh t hitung untuk Cash Holding (X1)


sebesar -2,806 dengan signifikansi (sig) 0,005. Laverage Rasio (X2) memiliki t
hitung sebesar 12,191 dengan signifikansi (sig) 0,000. Free Cash Flow (X3)
memiliki t hitung sebesar -1,788 dengan signifikansi (sig) 0,075. Cash Flow
Adequacy (X4) memiliki t hitung sebesar 0,217 dengan signifikansi (sig) 0,828.
Deviden Payout Rasio (X5) memiliki t hitung sebesar -0,104 dengan signifikansi
(sig) 0,917. Untuk mencari ttabel dicari menggunakan uji 2 (dua) sisi pada tingkat
signifikansi yaitu 0,05/2 =0,025 dengan derajat kebebasan (df) n-2 atau 225-5 =
220 (n adalah jumlah sampel perusahaan) maka diperoleh t tabel sebesar 1,971.
Sehingga hasil pengujian dapat ditunjukan sebagai berikut:
1. Pengaruh Cash Holding (X1) Terhadap Default Rate (Y)
Untuk nilai thitung dan ttabel pada variabel Cash Holding (X1) mempunyai thitung
sebesar -2,806 maka diperoleh hasil thitung < ttabel atau -2,806 < 1,197 maka H0
diterima yang berarti Laverage Rasio (X2) secara parsial berpengaruh
terhadap Default Rate (Y). Untuk nilai signifikan Cash Holding (X1)
terhadap Default Rate (Y) adalah sebesar 0,005 lebih kecil dari 0,05 (0,005 <
0,05) maka H0 diterima. Artinya Cash Holding (X1) secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap Default Rate (Y).

2. Pengaruh Laverage Rasio (X2) Terhadap Default Rate (Y)


Untuk nilai thitung dan ttabel pada variabel Laverage Rasio (X2) mempunyai
thitung sebesar 12,191 maka diperoleh hasil thitung > ttabel atau 12,191 > 1,197
maka H0 ditolak yang berarti Laverage Rasio (X2) secara parsial berpengaruh
terhadap Default Rate (Y). Untuk nilai signifikan Laverage Rasio (X2)
terhadap Default Rate (Y) adalah sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (0,000 <
0,05) maka H0 ditolak. Artinya Cash Holding (X1) secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap Default Rate (Y).

3. Pengaruh Free Cash Flow (X3) Terhadap Default Rate (Y)


Untuk nilai thitung dan ttabel pada variabel Free Cash Flow (X3) mempunyai
thitung sebesar -1,788 maka diperoleh hasil thitung < ttabel atau -1,788 < 1,197
maka H0 diterima yang berarti Free Cash Flow (X3) secara parsial tidak
berpengaruh terhadap Default Rate (Y). Untuk nilai signifikan Free Cash
Flow (X3) terhadap Default Rate (Y) adalah sebesar 0,075 lebih kecil dari
0,05 (0,075 < 0,05) maka H0 diterima. Artinya Free Cash Flow (X3) secara
parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Default Rate (Y).

4. Pengaruh Cash Flow Adequacy (X4) Terhadap Default Rate (Y)


Untuk nilai thitung dan ttabel pada variabel Cash Flow Adequacy (X4)
mempunyai thitung sebesar -0,217 maka diperoleh hasil thitung < ttabel atau 0,217
< 1,197 maka H0 diterima yang berarti Cash Flow Adequacy (X4) secara
parsial tidak berpengaruh terhadap Default Rate (Y). Untuk nilai signifikan
15

Cash Flow Adequacy (X4) terhadap Default Rate (Y) adalah sebesar
0,828lebih kecil dari 0,05 (0,828< 0,05) maka H0 diterima. Artinya Cash
Flow Adequacy (X4) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap
Default Rate (Y).

5. Pengaruh Deviden Payout Rasio (X5) Terhadap Default Rate (Y)


Untuk nilai thitung dan ttabel pada variabel Deviden Payout Rasio (X5)
mempunyai thitung sebesar -0,104 maka diperoleh hasil thitung < ttabel atau -
0,104 < 1,197 maka H0 diterima yang berarti Deviden Payout Rasio (X5)
secara parsial tidak berpengaruh terhadap Default Rate (Y). Untuk nilai
signifikan Deviden Payout Rasio (X5) terhadap Default Rate (Y) adalah
sebesar 0,917 lebih kecil dari 0,05 (0,917< 0,05) maka H0 diterima. Artinya
Deviden Payout Rasio (X5) secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap Default Rate (Y).

Uji Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F)


Uji koefisien regresi secara bersama-sama atau Uji F digunakan untuk
mengetahui bersama-sama apakah secara simultan variabel independen yaitu Cash
Holding (X1), Laverage Rasio (X2), Free Cash Flow (X3), Cash Flow Adequacy
(X4), dan Deviden Payout Rasio (X5) berpengaruh secara serentak terhadap
variabel dependent yaitu Default Rate (Y). Untuk melakukan uji f tahap yang
harus dilakukan, sebagai berikut:

1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif


H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = 0
Artinya Cash Holding (X1), Laverage Rasio (X2), Free Cash Flow (X3),
Cash Flow Adequacy (X4), dan Deviden Payout Rasio (X5) secara serentak
tidak berpengaruh terhadap variabel dependent yaitu Default Rate (Y).
Ha : b1 b2 b3 b4 0
Artinya Cash Holding (X1), Laverage Rasio (X2), Free Cash Flow (X3),
Cash Flow Adequacy (X4), dan Deviden Payout Rasio (X5) secara serentak
berpengaruh terhadap variabel dependent yaitu Default Rate (Y).
2. Pengambilan keputusan
Fh Ftabel artinya H0 ditrima
Fh > Ftabel artinya H0 ditolak
16

Tabel 9 Hasil Uji-F


a
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


b
Regression 4051,079 5 810,216 35,087 ,000

1 Residual 5057,094 219 23,092

Total 9108,173 224

a. Dependent Variable: Default Rate (Y)


b. Predictors: (Constant), Deviden Payout Rasio (X5), Free Cash Flow (X3), Cash Holding (X1),
Cash Flow Adequacy (X4), Laverage Rasio (X2)
(Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 21, Tahun 2015)

Berdasarkan tabel 21 di atas, menunjukkan bahwa nilai F Hitung adalah


35,087, F kritis dapat dicari pada tabel statistik pada signifikan 0,05 df1 = K-1
atau 5-1=4, dan df2 = n-k atau 225-5=220 (k adalah jumlah variabel. Di dapat F
kritis adalah 2,41 dengan demikian 35,087 > 2,41 atau Fhitung > Ftabel Cash
Holding (X1), Laverage Rasio (X2), Free Cash Flow (X3), Cash Flow Adequacy
(X4), dan Deviden Payout Rasio (X5) secara serentak berpengaruh terhadap
variabel dependent yaitu Default Rate (Y).
17

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh penulis, diperoleh hasil
bahwa variabel independen yang terdiri dari cash holding dan laverage rasio
berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen (default rate). Sedangkan
variabel independen yang terdiri dari free cash flow, cash flow adequacy, dan
deviden payout tidak berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen
(default rate). Secara keseluruhan, interpretasi dari hasil perhitungan yang
dilakukan penulis sama dengan hasil interpretasi yang dilakukan oleh peneliti
pada tesis yang dipilih. Namun, angkat yang dihasilkan tidak persis sama antara
hasil penulis dengan peneliti, hal tersebut dapat disebabkan karena beberapa
faktor. Pertama, alat dan model perhitungan yang digunakan penulis dengan
peneliti berbeda. Kedua, data yang digunakan oleh penulis hanya terbatas pada
data yang dilampirkan oleh peneliti pada tesis dan ada kemungkinan data yang
dilampirkan tidak lengkap sehingga menimbulkan hasil angka yang sedikit
berbeda.
18

DAFTAR PUSTAKA

Aditya. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas keuangan (studi


kasus bursa efek indonesia periode 2008-2012). [tesis]. Bogor(ID): Institut
Pertanian Bogor.
Bulan L, Subramanian N. 2008. A closer look at dividend omissions: payout
policy, invesment, and financial fleksibility. International Business School,
Brandeis University, siap edit.
Dadri PT. 2011. Pengaruh invesment opportunity set dan struktur modal terhadap
return saham pada perusahaan farmasi di bursa efek Indonesia. [tesis].
Bali(ID): Universitas Udayana.
Hidayat T. 2009. Pengaruh rasio keuangan terhadap return saham pada
perusahaan di bursa efek Indonesia. [tesis]. Medan(ID): Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Hochmuth D. 2010. Sources of financil flexibility and their economic significance
empirikal evidence from the financial crisis 2007-2009. [tesis].
Aarhus(DK): University of Aarhus
Keynes JM. 1936. The general theory of employment intrest and money.
[internet][diakses pada 2016 11 Februari]. Terdapat pada:
www.Marxists.org.
Khan, Mozaffar, Ross. 2009. Estimation and empirical properties of a firm-year
measure of accounting conserservatism. Journal of Accounting and
Economics. 48(2-3): 132-150
Kusumajaya DKO. 2011. Pengaruh struktur modal dan pertumbuhan perusahaan
terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di
bursa efek indonesia. [tesis]. Bali(ID): Universitas Udayan
Mahendra A. 2011. Pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan
(kebijakan deviden sebagai variabel moderating) pada perusahaan
manufaktur di bursa efek indonesia. [tesis]. Bali(ID): Universitas Udayana.
McClelland LH, Priest WW. 2007. Free cash Flow and Shareholder Yeild: New
Priorities for Global Investor. London(GB): John Wiley & Sons, Inc.
Platt H, Platt MB. 1991. A linier programming approach to bond portfolio
selection. Journal of Economic and Financial Computing 1(3): 71-84.
Widjaja ND. 2013. Determinan struktur modal pada perusahaan manufaktur di
Indonesia. [tesis]. Yogyakarta(ID): Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
19

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai