Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Giro Wajib
Minimum dan Interest Rate terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Krisis Asia 1998, krisis 2005, dan krisis subprime mortgage 2008
menyebabkan adanya risiko likuiditas, salah satunya disebabkan karena kegagalan
kredit. Penurunan pertumbuhan kredit terjadi di Indonesia setiap tahunnya. Oleh
karena itu, penting untuk menjaga likuiditas melalui kebijakan giro wajib
minimum dan interest rate. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi respon
variabel makroekonomi pada guncangan giro wajib minimum dan interest rate
serta besarnya kontribusi dari keduanya terhadap fluktuasi pada variabel
makroekonomi. Penelitian ini menggunakan metode VECM dengan deret waktu
dari 2005:7 hingga 2016:7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa giro wajib
minimum dan interest rate dapat dijadikan komplemen dalam stabilitas harga,
kontrol kredit, dan kontrol likuiditas. Selain itu, giro wajib minimum memiliki
kontribusi yang lebih besar terhadap kredit dan sektor eksternal, sedangkan
interest rate memiliki kontribusi lebih besar pada inflasi dan spread suku bunga.
ABSTRACT
The Asian crisis in 1998, the crisis of 2005, and the subprime mortgage
crisis in 2008 led to existence of a liquidity risk and one of them was caused due
to the failure of credit. In other side, the decline in loan growth occurred in
Indonesia each year. Therfore, it is important to maintain the liquidity by a reserve
requirement and interest rate policy. This research analyzes the response of the
macroeconomic variables to reserve requirement and interest rate’s shock and also
identifies the magnitude of the influence of reserve requirement and interest rate
against fluctuations in macroeconomic variables. The VECM model used in this
research with data used from 2005:7 to 2016:7. The result showed that reserve
requirement and interest rate can be used as complement in the price stability,
credit control, and control of liquidity. The reserve requirement has a higher
influence on the fluctuations of total credit and external sector than interest rate,
while the interest rate spread and inflation dominated by the interest rate.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Giro Wajib
Minimum dan Interest Rate terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi
ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik, khususnya kepada:
1. Prof Noer Azam Achsani, PhD selaku dosen pembimbing skripsi I dan Salsa
Dilla, SE, MSi sebagai pembimbing skripsi II yang telah memberikan
bimbingan baik secara teknik, teoritis, maupun moril dalam proses
penyusunan skripsi ini.
2. Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS dan Ranti Wiliasih, SP, MSi selaku dosen
penguji.
3. Kedua orang tua tercinta, Bapak Febru Hartono dan Ibu Rima Rokhmaniati
yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dukungan baik
moril maupun material serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4. Sahabat yang selalu memberikan masukan, dukungan dan motivasi, Eka
Susilowati, Widya Subangka, Tri Ayu Septari, dan Adhitya Kusuma
Ardana.
5. Teman satu bimbingan, Dinda Aisyah Najmi, Ermawati, Indana Zulfa Sari,
Jamilailli Dinni Fraditsi, Rizke Dwi Setiyani, serta teman-teman Ilmu
Ekonomi 50 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bantuan,
kebersamaan dan semangat yang telah menguatkan langkah perjalanan
penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, sekian dan terimakasih.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Kebijakan Moneter 5
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Saluran Kredit 7
Interest Rate 7
Kajian Teori Inflasi 8
Nilai Tukar dan Neraca Transaksi Berjalan 9
Penelitian Terdahulu 9
Kerangka Penelitian 11
Hipotesis Penelitian 12
METODE PENELITIAN 12
Jenis Dan Sumber Data 12
Metode Analisis Data 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Perkembangan Giro Wajib Minimum, Interest Rate, dan Variabel
Makroekonomi Lainnya 17
Pengujian Pra Estimasi 23
Analisis Impulse Response Function 24
Analisis Dekomposisi Varian 29
SIMPULAN DAN SARAN 34
Simpulan 34
Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 38
RIWAYAT HIDUP 56
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Bank Indonesia sebagai salah satu otoritas moneter memiliki tujuan utama
yaitu menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut diperlukan adanya stabilitas moneter di suatu negara. Stabilitas
moneter adalah salah satu ukuran untuk melihat stabilitas perekonomian suatu
negara yang tercermin dengan adanya stabilitas sistem keuangan dan stabilitas
harga. Menurut Bank Indonesia (2017), sistem keuangan yang stabil dapat
mendukung pertumbuhan ekonomi dengan mengalokasikan sumber dana dan
risiko secara baik, menjaga fungsi intermediasi perbankan dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Ketidakstabilan pada sistem keuangan akan
menghambat pertumbuhan ekonomi karena adanya kecenderungan rentan
terhadap gejolak yang ada (Bank Indonesia 2017).
persen
Terkait dengan tujuan utama Bank Indonesia melalui stabilitas harga dan
stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia menerapkan sebuah kerangka bernama
Inflation Targeting Framework (ITF). Penerapan kebijakan tersebut menjadikan
Indonesia memiliki target tertentu terkait tingkat inflasi yang diharapkan untuk
tetap menjaga stabilitas moneter. Sejak tahun 2000, Bank Indonesia sudah
menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan
moneter, namun Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan penerapan ITF
pada 1 Juli 2005 (Dilla 2013). Bank Indonesia menggunakan interest rate sebagai
instrumen kebijakan moneter yang digunakan dalam kerangka ITF tersebut.
Padahal jika ditelaah lebih dalam, terkait dengan meningkatkan
perekonomian negara, penguatan disektor yang lebih riil dirasa lebih penting,
yaitu sektor yang lebih mengandalkan kredit perbankan. Hal ini karena kredit
lebih erat kaitannya dengan peningkatan sektor-sektor yang dapat meningkatkan
perekonomian Indonesia. Terkait masalah kredit perbankan, kebijakan moneter
yang dapat digunakan Bank Indonesia adalah giro wajib minimum. Giro wajib
minimum biasanya digunakan sebagai kebijakan penyokong atau additional
policy karena menurut Montoro dan Moreno (2011) penggunaan giro wajib
minimum memiliki beberapa keuntungan. Pertama, penerapan giro wajib
minimum dapat menurunkan kecenderungan adanya peningkatan aliran modal
masuk ke suatu negara. Hal ini terjadi karena giro wajib minimum akan
memengaruhi langsung penawaran uang sebagai pajak implisit yang harus
dibayarkan oleh perbankan (Glocker dan Towbin 2012). Pajak ini akan
meningkatkan pembiayaan perbankan dan meningkatkan spread suku bunga.
Tingginya spread suku bunga menurunkan keinginan investor asing meminjam ke
bank domestik dan pada saat yang sama membuat biaya peminjaman ke bank
lebih mahal. Argumen tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pada giro wajib
minimum dapat menurunkan kredit domestik, tanpa menyebabkan aliran modal
masuk dan apresiasi mata uang domestik.
Kedua, penggunaan giro wajib minimum dapat memiliki pengaruh yang
lebih efektif dibandingkan instrumen lainnya karena dalam pelaksanaannya tidak
memerlukan biaya yang besar untuk mencapai target suku bunga atau jika
perubahan pada suku bunga tidak dapat menjaga stabilitas harga. Ketiga,
penggunaan giro wajib minimum dapat dijadikan sebagai menyokong stabilitas
sistem keuangan. Keempat, menurut Glocker dan Towbin (2012) giro wajib
minimum dapat menstabilisasi inflasi dengan menurunkan penawaran uang
melalui penurunan money multiplier dengan asumsi Bank Sentral menjaga agar
monetary base tetap. Penurunan penawaran uang ini akan meningkatkan tingkat
suku bunga yang menurunkan inflasi.
Penggunaan interest rate juga dapat digunakan untuk memengaruhi kredit.
Hubungan keduanya adalah negatif, saat terjadi kebijakan moneter ekspansif
dengan menurunkan suku bunga, suku bunga kredit akan bergerak dengan arah
yang sama. Penurunan suku bunga kredit ini akan meningkatkan kredit yang
disalurkan perbankan. Hal ini akan meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga
akan meningkatkan inflasi di Indonesia. Perubahan pada suku bunga juga dapat
memengaruhi aliran modal baik masuk maupun keluar Indonesia. Misalkan,
adanya kenaikan suku bunga dapat berdampak pada terjadinya aliran modal
masuk (capital inflow) yang akan menyebabkan rupiah terapresiasi yang juga
3
Perumusan Masalah
interest rate dengan menambahkan variabel eksternal, yaitu nilai tukar dan neraca
transaksi berjalan. Penambahan variabel sektor eksternal digunakan dalam
penelitian ini untuk memperkaya hasil estimasi dari penelitian sebelumnya dengan
mengingat tujuan utama Bank Indonesia adalah menjaga dan memelihara nilai
tukar rupiah. Penelitian ini juga akan mengkaji ulang hubungan giro wajib
minimum dan interest rate dengan inflasi karena mengingat Undang-Undang
No.3 tahun 2004 dalam Simorangkir dan Suseno (2004) menyatakan bahwa
kebijakan nilai tukar ditekankan pada efektivitas kebijakan moneter dengan tujuan
akhir berupa inflasi yang stabil dan rendah. Inflasi yang rendah dan stabil ini akan
mendukung keseimbangan neraca pembayaran dan perekonomian nasional.
Penelitian ini mengambil sampel waktu yang lebih panjang untuk
mengidentifikasi hubungan jangka panjang antar variabel. Sampel waktu yang
digunakan dalam penelitian ini juga merupakan periode Bank Indonesia mulai
menerapkan sistem ITF di Indonesia.
Berdasarkan hal diatas, penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai
berikut
1. Bagaimana respon variabel makroekonomi terhadap perubahan giro wajib
minimum dan interest rate di Indonesia?
2. Seberapa besarkah pengaruh giro wajib minimum dan interest rate terhadap
variabel makroekonomi lainnya?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Penelitian ini terbatas hanya pada analisis perubahan giro wajib minimum
dan interest rate terhadap variabel makroekonomi sehingga penelitan ini masih
bersifat parsial. Variabel makroekonomi yang digunakan adalah indeks harga
5
konsumen, total kredit, rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB, nilai tukar
efektif nominal, dan spread suku bunga. Penggunaan nilai tukar dan neraca
transaksi berjalan dalam penelitian ini digunakan untuk memperkaya penelitian
terdahulu. Penelitian ini juga meneliti untuk periode waktu 2005:07 hingga
2016:07 untuk menganalisis dampak yang dapat ditimbulkan dalam jangka
panjang dibawah kerangka ITF.
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Moneter
Interest Rate
Interest rate adalah salah satu instrumen utama dalam kerangka Inflation
Targeting Framework (ITF). Suku bunga acuan di Indonesia telah mengalami
beberapa perubahan yang dapat dilihat pada Gambar 2. Suku bunga SBI
digantikan dengan suku bunga BI Rate yang mulai berlaku pada bulan Juli 2005.
Bank Indonesia menerapkan suku bunga BI 7-Day yang mulai efektif berlaku
pada 19 Agustus 2016. Perubahan ini dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai
langkah penguatan kerangka operasi moneter.
Suku Bunga SBI BI Rate BI 7-Day
Gambar 2 Perkembangan kebijakan suku bunga
8
Interest rate dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu sebagai tingkat
pengembalian dan juga sebagai biaya peminjaman. Jika dilihat dari sisi tingkat
pengembalian, peningkatan suku bunga dengan asumsi peningkatan tersebut lebih
besar dari suku bunga dunia, berdasarkan teori interest rate parity dapat
menyebabkan aliran modal masuk ke Indonesia. Hal ini diakibatkan karena secara
relatif pengembalian dari penanaman modal di Indonesia lebih tinggi relatif
terhadap suku bunga dunia sehingga menarik investor asing untuk menanamkan
modalnya. Aliran modal ini akan menyebabkan adanya apresiasi nilai tukar
domestik akibat adanya peningkatan jumlah valuta asing. Selain aliran dana dari
luar negeri, aliran dana juga mengalir dari investor dalam negeri. Investor
domestik juga akan memilih untuk menyimpan dananya di dalam negeri sehingga
nilai tukar domestik juga akan mengalami peningkatan atau apresiasi
(Simorangkir dan Suseno 2004). Selain itu perubahan pada interest rate juga akan
memengaruhi tingkat suku bunga kredit dengan arah yang sama. Peningkatan
pada interest rate akan diikuti dengan peningkatan suku bunga kredit sehingga
akan menurunkan keinginan masyarakat untuk meminjam kredit dari perbankan
jika suku bunga dilihat sebagai biaya peminjaman, sehingga akan menurunkan
kredit yang disalurkan oleh perbankan.
MV = PT (2.2)
Keterangan:
M = Penawaran uang
V = Tingkat perputaran uang
P = Tingkat harga barang
T = Transaksi barang
Nilai tukar atau yang sering disebut sebagai kurs merupakan mata uang
domestik yang direlatifkan terhadap mata uang asing atau dapat dikatakan sebagai
harga mata uang domestik terhadap mata uang asing (Simorangkir dan Suseno
2004). Dalam konsep nilai tukar dikenal adanya depresiasi/devaluasi dan
apresiasi/revaluasi. Konsep apresiasi dan depresiasi digunakan untuk negara yang
menganut sistem nilai tukar mengambang, sedangkan revaluasi dan devaluasi
digunakan untuk negara yang menganut sistem nilai tukar tetap.
Depresiasi/devaluasi yang terjadi akan menyebabkan harga barang ekspor menjadi
lebih murah sehingga permintaan ekpor meningkat yang kemudian akan
mendorong kenaikan neraca perdagangan dan meningkatkan neraca transaksi
berjalan. Apresiasi/revaluasi digunakan untuk menunjukkan nilai mata uang
domestik meningkat relatif terhadap mata uang asing. Jika rupiah terapresiasi
menyebabkan harga barang dalam negeri terlihat mahal sehingga akan
menurunkan kecenderungan untuk melakukan ekspor. Hal ini akan menurunkan
neraca transaksi berjalan suatu negara. Jenis nilai tukar sendiri dapat dibagi
sebagai berikut
1. Nilai tukar nominal, adalah mata uang domestik yang direlatifkan terhadap
mata uang asing.
2. Nilai tukar riil, adalah nilai tukar nominal yang telah disesuaikan dengan
tingkat inflasi atau indeks harga konsumen pada tahun tertentu.
3. Nilai tukar efektif nominal, adalah indeks yang digunakan untuk mengukur
nilai mata uang domestik relatif terhadap mata uang mitra dagang.
4. Nilai tukar efektif riil, nilai tukar efektif nominal yang telah disesuaikan
dengan tingkat inflasi atau indeks harga konsumen pada tahun tertentu.
Penelitian Terdahulu
Kerangka Penelitian
Krisis Asia tahun 1998, krisis 2005, dan krisis subprime mortgage 2008
yang melanda Indonesia pada saat itu menjadikan adanya krisis keuangan yang
ditandai dengan adanya krisis likuiditas pada perbankan. Selain likuiditas yang
mengalami krisis, inflasi Indonesia juga mengalami gejolak. Terkait masalah
likuiditas, perbankan masih mengandalkan kredit sebagai pembiyaan utama
(Vidyani 2006). Hal ini menunjukkan bahwa penting untuk tetap meningkatkan
kredit, namun berdasarkan data Bank Indonesia tahun 2016, pertumbuhan kredit
di Indonesia mengalami penurunan. Penurunan ini dapat diatasi dengan penurunan
interest rate dan giro wajib minimum sebagai stimulus agar suku bunga kredit
dapat turun dan meningkatkan kredit. Namun, pada kenyataannya penurunan yang
dilakukan Bank Indonesia tidak memberikan dampak yang signifikan. Penurunan
kedua instrumen ini malah menyebabkan penurunan pada pertumbuhan kredit dan
fluktuasi pada inflasi.
Krisis Asia 1998, krisis 2005 dan krisis
subprime mortgage 2008 menjadikan Pentingnya menjaga
kondisi perekonomian terutama sektor stabilitas sistem keuangan
keuangan mengalami krisis likuiditas dan stabilitas moneter
dan mengganggu stabilitas moneter,
serta adanya penurunan pertumbuhan
kredit yang dikhawatirkan dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi
nasional. Kebijakan Moneter
Inflasi
Hipotesis Penelitian
Tabel 2 Hipotesis penelitian pada guncangan giro wajib minimum dan interest
rate
Guncangan GWM Guncangan INT
LN_IHK - -
CA - -
SPRD + +
LN_TK - -
*)
LN_NEER + +
Keterangan:
(+) : variabel yang bersangkutan memiliki hubungan positif, yaitu saat terjadi perubahan
pada variabel yang diberikan guncangan maka akan memengaruhi variabel lain
dengan arah yang sama
(-) : variabel yang bersangkutan memiliki hubungan negatif, yaitu saat terjadi perubahan
pada variabel yang diberikan guncangan maka akan memengaruhi variabel lain
dengan arah yang berbeda
*)
: positif menunjukkan apresiasi dan negatif menunjukkan depresiasi
METODE PENELITIAN
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
dan merupakan data time series bulanan dengan periode waktu dari 2005:7 hingga
2016:7. Variabel yang digunakan adalah Giro Wajib Minimum (GWM); interest
rate yang menggunakan data central bank policy rate; total kredit yang
merupakan penjumlahan dari kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit
konsumsi; interest rate spread merupakan selisih antara lending rate dan deposit
rate; Indeks Harga Konsumen (IHK); Niai tukar efektif nominal dan Rasio
Current Account terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Penelitian ini
menggunakan software Microsoft Excel dan Eviews 8 sebagai alat bantu dalam
pengolahan data. Sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.
Berikut ini definisi operasional data yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Giro Wajib Minimum (GWM), persentase besarnya giro yang wajib dipelihara
di Bank Indonesia terhadap jumlah dana pihak ketiga. Data yang digunakan
13
masing-masing variabelnya serta nilai saat ini dan masa depan (Firdaus 2011).
Rumus umum VAR(p) dapat ditulis sebagai berikut:
yt = μ + Γ1 yt-1 + εt (3.1)
Keterangan :
yt = vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian
μ = vektor intercept
t = time trend
yt-1 = variabel in-level
Γ1 = matriks koefisien regresi
εt = vektor error term
Menurut Arsana (2004) dalam Anas (2006) menyatakan bahwa model VAR
menyediakan empat alat analisis, yaitu (1) Forecasting, memanfaatkan informasi
masa lalu dari variabel untuk mengekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan, (2)
IRF yang melacak respon saat ini dan masa depan variabel karena adanya
guncangan pada suatu variabel, (3) FEVD digunakan untuk memprediksi
kontribusi varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel, dan (4) untuk
mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel, digunakan granger causality
test. Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap persamaan
simultan (Firdaus 2011), yaitu:
1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu mendasarkan pada agregasi
model keseimangan parsial, tanpa memperhatikan hasil hubungan yang hilang
(omitted interrelation)
2. Struktur dinamis model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan memberikan
restriksi dalam rangka identifikasi dari bentuk struktural.
VAR yang teretriksi disebut sebagai VECM. Restriksi ini ditambahkan
karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner pada level tetapi data tersebut
terkointegrasi. VECM digunakan untuk variabel yang tidak stasioner pada lag
yang sama, namun memiliki peluang untuk terkointegrasi (Firdaus 2011). VECM
juga digunakan untuk mengatasi masalah data yang spurious dan digunakan untuk
melihat pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Alat utama dalam VECM, yaitu ada uji kausalitas
granger, Impulse Response Function (IRF), dan Variance Decomposition (FEVD).
Model umum VECM dapat dtuliskan sebagai berikut:
(3.2)
Keterangan:
yt = vektor variabel endogen
μ0x = vektor intersep
μ1x = vektor koefisien regresi
t = time trend
Πx = αxβ` dengan b` mengandung persamaan kointegrasi
Γix = matriks koefisien regresi
k-1 = ordo VECM dari VAR
yt-1 = vektor in-level
εt = vektor error term
15
Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas digunakan untuk melihat keberadaan akar unit pada suatu
data. Jika model mengandung akar unit, dapat disimpulkan bahwa data tersebut
tidak stasioner. Jika data yang tidak stasioner tersebut diregresikan dapat
menyebabkan fenomena regresi palsu (spurious regression), yaitu regresi yang
menggambarkan dua variabel atau lebih yang signifikan secara statistik namun
padahal tidak demikian (Dilla 2013). Pengujian ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) atau uji Phillips-Perron (PP).
Dalam penelitian ini, pengujian stasioneritas menggunakan uji Phillips-Perron
(PP) dengan statistik ujinya adalah jika nilai Phillips-Perron statistik lebih kecil
dari Mackinnon Critical Value maka hipotesis nol akan ditolak. Hipotesisnya
ditulis sebagai berikut H0 : ada akar unit atau tidak stasioner dan H1 : tidak ada
akar unit atau stasioner.
Pengujian panjang lag yang optimum dilakukan karena suatu variabel selain
dipengaruhi oleh variabel lainnya, juga dipengaruhi oleh variabel itu sendiri (Dilla
2013). Pemilihan panjang lag dilakukan sehingga sisaan tidak lagi mengandung
autokorelasi (Anas 2006). Model klasik mengasumsikan adanya gangguan
terhadap observasi tidak dipengaruhi oleh gangguan yang ada di pengamatan
lainnya. Sehingga tidak akan ada gangguan yang terbawa ke periode berikutnya,
namun jika hal tersebut terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa pengamatan
mengandung autokorelasi (Anas 2006). Hal ini penting karena konsekuensi dari
adanya autokorelasi dapat memberikan kesimpulan yang menyesatkan mengenai
hasil regresi yang dilakukan. Pemilihan lag optimal dilakukan dengan
memanfaatkan informasi dari Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz
Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ).
Pengujian stabilitas VAR ini dilakukan agar hasil dari Impuls Response
Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decompotition (FEVD) dapat
dinyatakan valid. Model VAR dikatakan stabil apabila akar-akar dari fungsi
polinomial berada di unit circle atau nilai absolutnya kurang dari satu (Firdaus,
2011). Uji stabilitas VAR juga digunakan untuk melihat lag maksimal dari model.
Uji Kointegrasi
Kointegrasi adalah kombinasi linier antara satu atau lebih variabel yang
tidak stasioner pada lag yang sama, dan akan membentuk variabel yang stasioner
(Firdaus 2011). Uji kointegrasi ini bertujuan untuk menentukan variabel yang
tidak stasioner tersebut memiliki kointegrasi atau tidak. Uji ini juga digunakan
untuk menentukan metode VECM ini dapat digunakan atau tidak (Anas 2006).
16
Model Penelitian
(3.3)
Keterangan :
∆yt = vektor in-first different yang berisi variabel indeks harga
konsumen, rasio neraca transaksi berjalan-PDB, spread
suku bunga, giro wajib minimum, interest rate, total kredit,
dan nilai tukar efektif nominal
α0 = vektor intercept
17
yang dapat terlihat pada Gambar 4 dengan tidak banyaknya perubahan pada besar
persentasenya.
likuiditas untuk mendorong penurunan suku bunga kredit dan peningkatan kredit,
namun target tersebut tidak tercapai.
Pada Gambar 5 dan Gambar 6 dipaparkan hasil dari scatter plot yang dapat
menunjukkan hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Berhubung penelitian ini menganalisis pengaruh dari giro wajib minimum dan
interest rate, pembahasan akan berfokus pada hubungan antara GWM dan interest
rate terhadap variabel makroekonomi yang digunakan.
Menurut pola hubungan pada Gambar 5, hubungan giro wajib minimum dan
nilai tukar memiliki tren yang negatif. Hal ini menandakan bahwa kenaikan giro
wajib minimum direspon dengan adanya depresiasi nilai tukar. Secara normatif,
adanya hubungan diantara keduanya adalah positif. Pola negatif ini dapat
disebabkan karena kondisi pemain di pasar uang Indonesia yang umumnya berasal
dari luar negeri dengan kisaran 60-70 persen yang menyebabkan keuangan dalam
negeri sangat rentan terhadap guncangan menurut (Gunadi et al. 2013). Jadi
perubahan pada nilai tukar tidak selalu sesuai dengan teori karena Indonesia juga
negara dengan ekonomi terbuka, maka faktor eksternal juga dapat memberikan
kontribusi.
21
Suku bunga dan total kredit memiliki hubungan negatif yang terlihat pada
pola hubungan pada Gambar 6. Penurunan suku bunga direspon dengan adanya
kenaikan total kredit. Total kredit di Indonesia memiliki kecenderungan untuk
meningkat karena adanya rencana perbankan untuk dapat meningkatkan kredit
karena kredit merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi perbankan. Oleh
karena itu perbankan akan berusaha meningkatkan kredit yang disalurkan untuk
masyarakat dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian Indonesia.
Peningkatan kredit dapat meningkatkan aktivitas ekonomi sektor yang
mendapatkan saluran kredit sehingga dapat meningkatkan ekonomi sebagai tujuan
akhirnya.
Hubungan diantara interest rate dan nilai tukar menurut Gambar 6 adalah
positif. Kenaikan interest rate menyebabkan apresiasi pada nilai tukar. Hal ini
sejalan dengan teori yang berkembang. Saat interest rate meningkat relatif lebih
besar terhadap suku bunga dunia, akan menarik investor asing untuk menanamkan
modalnya ke dalam negeri. Oleh karena itu rupiah akan terapresiasi akibat valuta
asing yang meningkat. Begitu pula sebaliknya jika terjadi penurunan interest rate
akan mendepresiasi rupiah.
22
Hubungan positif juga diperlihatkan oleh hasil scatter plot antara interest
rate dan neraca transaksi berjalan. Hal ini bertentangan dengan teori yang
berkembang dimana saat adanya apresiasi nilai tukar akan mengakibatkan neraca
transaksi berjalan cenderung turun. Namun hubungan positif ini terbentuk akibat
neraca transaksi berjalan Indonesia cenderung mengalami penurunan akibat
struktur impor Indonesia yang masih didominasi oleh produk bahan baku
(Krisnamurthi dalam Agustinus 2013). Hal ini berimplikasi bahwa saat rupiah
mengalami depresiasi harga barang impor mahal sehingga dapat menurunkan
ekspor karena bahan baku yang terbilang mahal pula. Ketidaksesuaian pola
hubungan ini dapat terjadi karena faktor eksternal, seperti pada tahun 2011 neraca
transaksi berjalan di Indonesia juga mengalami penurunan yang tajam akibat
Tiongkok sebagai salah satu mitra dagang Indonesia mengurangi permintaan
ekspor Indonesia akibat adanya perlambatan ekonomi Tiongkok. Defisit yang
dialami neraca berjalan Indonesia terus berlangsung bahkan hingga tahun 2016.
Selain itu, pemberian subsidi bahan bakar minyak di dalam negeri turut
memperburuk keadaan neraca transaksi berjalan Indonesia. Namun, neraca
transaksi berjalan mulai berada di level yang sehat ditunjukkan dengan defisit
yang menurun pada tahun 2015 lalu akibat aktivitas impor yang difokuskan untuk
kebutuhan infrastruktur strategis merupakan faktor penting dalam penurunan
defisit neraca transaksi berjalan (Bank Indonesia 2015).
Secara umum, berikut hasil pengujian pra estimasi yang dilakukan pada
penelitian ini. Untuk uji stasioneritas, data dianalisis agar tidak menghasilkan
regresi semu (spurious regression). Kestasioneran data pada setiap variabel dapat
dilihat dengan uji Phillips-Perron (PP). Bila nilai statistik PP lebih besar dari nilai
kritis Mc Kinnon maka data tersebut tidak stasioner, tetapi bila nilai statistik
24
PPnya lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tersebut stasioner atau terintegrasi
pada ordo nol (I(0)) atau tingkat level.
Hasil uji stasioneritas data pada level dengan taraf nyata 5 persen dapat
dilihat pada Lampiran 1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hampir semua
variabel yang digunakan pada penelitian ini kecuali indeks harga konsumen dan
rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB tidak stasioner pada level. Data yang
tidak stasioner selanjutnya akan dilakukan uji stasioneritas pada tingkat first
different. Hasil pengujian pada first different dapat dilihat pada Lampiran 2.
Menurut hasil uji stasioneritas tersebut, bahwa semua variabel yang digunakan
pada penelitian ini menunjukkan hasil yang stasioner. Oleh karena data yang
digunakan dalam penelitian ini menunjukkan stasioner pada first diferrent, maka
penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan menentukan lag optimal.
Pemilihan lag optimal dilakukan dengan memanfaatkan informasi dari
Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-Quinn
Criterion (HQ). Berdasarkan hasil uji lag optimal yang dapat dilihat pada
Lampiran 3 menunjukkan bahwa lag optimal pada penelitian ini adalah lag satu
dengan lag maksimum dua belas. Selanjutnya, model VAR yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dikatakan stabil karena roots of characterictic polynomial atau
nilai modulusnya lebih rendah dari satu dengan nilai kisaran 0.99 – 0.6. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil IRF dan FEVD yang digunakan dalam penelitian ini
valid.
Agar dapat menerapkan model VECM, sebelumnya harus melakukan uji
kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka
panjang yang stabil antara variabel-variabel yang terkointegrasi pada derajat yang
sama, yaitu derajat satu (I(1)). Hasil dari uji kointegrasi menggunakan uji
Johansen dengan asumsi summary, sebagaimana terlihat pada Lampiran 4, asumsi
trend deterministik yang sesuai digunakan dalam penelitian ini adalah asumsi
empat (Intercept and trend in CE-linier) dan terdapat tiga persamaan kointegrasi
pada taraf nyata lima persen.
positif dengan besaran yang menurun dan mulai mengalami konvergen pada
periode ke 35 dengan kisaran 0.165 persen. Hubungan positif ini masih sejalan
dengan terdepresiasinya nilai tukar pada awal guncangan. Depresiasi akan
mendorong peningkatan ekspor sehingga neraca transaksi berjalan akan
mengalami surplus. Setelah memasuki fase apresiasi, peningkatan neraca transaksi
berjalan dapat dijelaskan oleh Simorangkir dan Suseno (2004). Ketidaksesuaian
hubungan antara nilai tukar dan neraca transaksi berjalan ini dapat disebabkan
banyak faktor salah satunya adalah elastisitas dari barang impor dan ekspor.
Semakin tidak elastis suatu barang, akan semakin sulit untuk keduanya berjalan
beriringan sesuai dengan hipotesis yang berlaku.
Indeks harga konsumen merespon positif dengan adanya guncangan giro
wajib minimum pada periode kedua dan ketiga dengan besaran berturut-turut
0.0006 dan 0.0003. Peningkatan giro wajib minimum akan mendepresiasi nilai
tukar pada awal periode guncangan. Depresiasi ini memiliki hubungan langsung
dengan peningkatan inflasi (Simorangkir dan Suseno 2004). Harga barang impor
akan menjadi mahal akibat depresiasi yang terjadi dan akan meningkatkan harga
barang dalam negeri atau inflasi. Setelah periode keempat respon indeks harga
konsumen mengalami penurunan dengan nilai yang berfluktuasi. Menurut Perez-
Ferero dan Vega (2014), peningkatan pada giro wajib minimum akan menurunkan
money multiplier sehingga menyebabkan adanya penurunan penawaran uang.
Penurunan penawaran uang akan mendorong inflasi untuk turun pula. Indeks
harga konsumen mengalami konvergen pada periode ke 32 pada kisaran 0.00022
persen.
Spread suku bunga merespon negatif dengan kisaran 0.02 persen pada
periode kedua akibat guncangan giro wajib minimum. Penurunan spread suku
bunga direspon dengan kisaran yang berfluktuasi dengan kisaran terbesar terjadi
pada periode kelima yaitu 0.079 persen. Variabel ini mengalami konvergen pada
periode ke 22 dengan kisaran 0.057 persen. Hubungan negatif antara giro wajib
minimum dan spread suku bunga disebabkan karena kenaikan pada giro wajib
minimum memiliki pengaruh yang relatif minimal terhadap suku bunga kredit
(Bank Indonesia 2010). Hal ini terkait dengan tingginya ekses likuiditas
perbankan. Selama ini giro wajib minimum lebih banyak digunakan untuk
menyerap kelebihan dana tersebut di perbankan. Disisi lain, menurut Noegroho
(2002) penurunan kelebihan dana tersebut dapat mendorong bank untuk
meningkatkan suku bunga deposito akibat likuiditas bank yang semakin menurun.
Oleh karena itu, sangat mungkin untuk adanya pengaruh yang kecil bahkan
negatif dari perubahan giro wajib minimum terhadap spread suku bunga.
Total kredit merespon positif pada dua periode pertama dengan kisaran
0.0006 persen dan 0.0019 persen. Hal ini sesuai hubungan negatif giro wajib
minimum dengan spread suku bunga. Berdasarkan pengertian spread suku bunga,
yaitu selisih antara suku bunga kredit dan deposit, maka spread suku bunga dan
suku bunga kredit memiliki hubungan yang positif. Oleh karena itu, saat giro
wajib minimum mengalami peningkatan dan direspon negatif oleh spread suku
bunga, maka suku bunga kredit juga merespon negatif. Respon negatif suku bunga
kredit ini akan mengakibatkan kredit turun. Selain itu, hal ini dapat terjadi karena
dalam jangka pendek perbankan telah memiliki rencana anggaran dan target yang
telah ditetapkan sehingga kinerja perbankan khususnya total kredit belum atau
sedikit terpengaruh dengan adanya kebijakan giro wajib minimum (Teniwut
27
2006). Pada periode ketiga, adanya guncangan giro wajib minimum mulai
direspon negatif oleh total kredit dengan kisaran yang semakin meningkat. Hasil
estimasi sesuai dengan hipotesis dimana peningkatan giro wajib minimum dapat
menurunkan likuiditas perbankan sehingga menurunkan kemampuan perbankan
untuk menyalurkan kredit. Total kredit mengalami konvergen pada periode ke 19
dengan kisaran 0.0062 persen.
Adanya guncangan pada giro wajib minimum direspon variabel spread suku
bunga dan neraca transaksi berjalan secara umum dengan bergerak tidak sesuai
dengan hipotesis awal penelitian. Ketidaksesuaian hubungan tersebut dapat terjadi
akibat faktor-faktor yang memengaruhi ekspor dan impor serta spread suku bunga
diluar giro wajib minimum. Selain dua variabel diatas, variabel total kredit, indeks
harga konsumen, dan nilai tukar sesuai dengan hipotesis awal terkait hubungannya
dengan giro wajib minimum secara umum.
rate semakin menurun hingga periode ke 48 sebesar 2.53 persen. Sementara itu,
spread suku bunga mendominasi dengan peningkatan kontribusi pada fluktuasi
indeks harga konsumen yang terlihat pada Gambar 9. Pada periode kelima
pengaruh spread suku bunga ini sebesar 8.71 persen dan terus mengalami
peningkatan hingga periode ke 48 sebesar 47.01 persen.
Variabel neraca transaksi berjalan, giro wajib minimum, total kredit, dan
nilai tukar terlihat kurang memiliki pengaruh yang besar pada fluktuasi indeks
harga konsumen yang masing masing hanya berperan 0.004 persen, 0.43 persen,
2.36 persen, dan 0.005 persen pada periode kedua. Pengaruh giro wajib minimum
mengalami peningkatan hingga pada 1 tahun pertama dengan besaran 1.13 persen,
dan kemudian mengalami penurunan hingga tahun keempat dengan besaran 0.62
persen. Hal serupa juga diperlihatkan oleh neraca transaksi berjalan yang
mengalami peningkatan hingga periode kesembilan sebesar 1.107 persen, dan
kemudian terus mengalami penurunan hingga tahun keempat. Total kredit
mencapai kontribusi terbesar pada periode kelima sebesar 2.15 persen, sedangkan
nilai tukar menunjukkan nilai pengaruh yang semakin meningkat setiap
periodenya, hanya saja dengan besaran yang kecil sekitar 0.005 persen hingga 1.5
persen diakhir tahun keempat.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47
Berdasarkan hasil dekomposisi varian pada Gambar 10, bahwa pada periode
pertama, fluktuasi pada neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh neraca
transaksi berjalan itu sendiri dan indeks harga konsumen dengan masing-masing
besaran 91.07 persen dan 8.92 persen. Variabel lainnya belum menunjukkan
responnya pada periode pertama. Pada periode kedua, seluruh variabel telah
menunjukkan adanya kontribusi pada fluktuasi neraca transaksi berjalan dan
terdapat tiga variabel yang memberikan terbesar yaitu nilai tukar, giro wajib
minimum, dan indeks harga konsumen dengan nilai kontribusinya masing-masing
diatas 10 persen.
Pada tahun pertama, kontribusi terbesar kedua setelah dirinya sendiri adalah
nilai tukar dengan 15.38 persen yang nilainya semakin meningkat. Seperti halnya
nilai tukar, giro wajib minimum dan indeks harga konsumen juga memiliki
31
Berdasarkan hasil dekomposisi varian pada Gambar 11, terlihat bahwa pada
periode pertama, indeks harga konsumen, neraca transaksi berjalan, dan spread
suku bunga telah memberikan kontribusi pada fluktuasi spread suku bunga,
sedangkan interest rate, total kredit, dan nilai tukar efektif nominal belum
menunjukkan adanya kontribusi. Dominasi fluktuasi spread suku bunga
dipengaruhi oleh interest rate dan neraca transaksi berjalan berturut-turut
memberikan konstribusi sebesar 27.3 persen dan 18.73 persen pada tahun
pertama. Interest rate memiliki pengaruh yang semakin menurun hingga
mencapai 24.76 persen di akhir tahun keempat, sedangkan neraca transaksi
berjalan cenderung mengalami peningkatan mencapai 20.43 persen di akhir tahun
keempat.
Pada posisi keempat terdapat giro wajib minimum yang memiliki besaran
yang sempat meningkat dari 1.64 persen diperiode kedua hingga 8.08 persen
diperiode keenam, kemudian mengalami penurunan dengan besaran 5.53 persen di
32
akhir tahun pertama dan 4.9 persen di akhir tahun keempat. Seperti halnya giro
wajib minimum, indeks harga konsumen, total kredit, dan nilai tukar juga sempat
mengalami peningkatan dengan besaran secara berturut-turut 2.33 di periode
keenam, 1.005 persen diperiode keempat, dan 0.39 persen di periode kelima.
Ketiga variabel ini kemudian mengalami penurunan dengan besaran berturut-turut
0.33 persen, 0.21 persen, dan 0.04 persen di akhir tahun keempat.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47
itu kontribusi interest rate terhadap total kredit mengalami penurunan bahkan
hingga akhir tahun keempat kontribusi interest rate tidak mencapai satu persen,
yaitu hanya sebesar 0.83 persen di periode ke 48. Indeks harga konsumen juga
sempat mengalami peningkatan selama lima periode pertama dari 1.15 persen
hingga 2.05 persen. Penurunan kontribusi indeks harga konsumen juga terjadi
hingga periode ke 48 dengan besaran 0.44 persen.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
39
45
2
Lampiran 9 Hasil impulse response function dari guncangan giro wajib minimum
Period LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER
1 0 0 0 0.34537 0.025041 0.000686 0.001204
2 6.17E-04 0.059683 -0.029838 0.311749 0.046943 0.001972 -0.003596
3 0.000396 0.152401 -0.057314 0.295012 0.067071 -0.000482 -0.002773
4 -6.28E-05 0.222167 -0.07372 0.277494 0.072923 -0.001966 -0.000897
5 -0.000333 0.252096 -0.079735 0.258943 0.069706 -0.003387 0.000976
6 -0.00054 0.247296 -0.076981 0.24301 0.062558 -0.00456 0.002749
7 -0.000659 0.22323 -0.0698 0.228295 0.05501 -0.005386 0.00431
8 -0.000698 0.194682 -0.061614 0.21461 0.04977 -0.005929 0.005627
9 -0.000669 0.171248 -0.054665 0.202727 0.047978 -0.006237 0.006685
10 -0.000586 0.156767 -0.050074 0.193396 0.04954 -0.006373 0.007473
11 -0.000471 0.150923 -0.048049 0.187068 0.053565 -0.006398 0.007999
12 -0.00035 0.151325 -0.048202 0.18368 0.058815 -0.00636 0.008295
13 -0.000246 0.155132 -0.049847 0.182716 0.064096 -0.006299 0.008409
14 -0.000171 0.159989 -0.052226 0.18341 0.068521 -0.006239 0.008399
15 -0.000132 0.164353 -0.054685 0.184957 0.071608 -0.006196 0.008323
16 -0.000124 0.167467 -0.056759 0.186681 0.073269 -0.006173 0.008225
17 -0.000139 0.169161 -0.058203 0.188127 0.073702 -0.006171 0.008138
18 -0.000166 0.169625 -0.058967 0.189068 0.073268 -0.006184 0.008079
19 -0.000195 0.169217 -0.059145 0.189468 0.072367 -0.006205 0.008053
20 -0.00022 0.168329 -0.058907 0.189421 0.07135 -0.006228 0.008054
21 -0.000237 0.167299 -0.058448 0.189082 0.070463 -0.006248 0.008075
22 -0.000246 0.16637 -0.057934 0.188613 0.069843 -0.006262 0.008105
23 -0.000247 0.165681 -0.057487 0.188147 0.069522 -0.00627 0.008136
47
5
48
RIWAYAT HIDUP