Anda di halaman 1dari 66

PENGARUH GIRO WAJIB MINIMUM DAN INTEREST

RATE TERHADAP VARIABEL MAKROEKONOMI DI


INDONESIA

DEWI PURBANDARI RACHMADHANTI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Giro Wajib
Minimum dan Interest Rate terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2017

Dewi Purbandari Rachmadhanti


NIM H14130044
ABSTRAK

DEWI PURBANDARI RACHMADHANTI. Pengaruh Giro Wajib Minimum dan


Interest Rate terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia. Dibimbing oleh
NOER AZAM ACHSANI dan SALSA DILLA.

Krisis Asia 1998, krisis 2005, dan krisis subprime mortgage 2008
menyebabkan adanya risiko likuiditas, salah satunya disebabkan karena kegagalan
kredit. Penurunan pertumbuhan kredit terjadi di Indonesia setiap tahunnya. Oleh
karena itu, penting untuk menjaga likuiditas melalui kebijakan giro wajib
minimum dan interest rate. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi respon
variabel makroekonomi pada guncangan giro wajib minimum dan interest rate
serta besarnya kontribusi dari keduanya terhadap fluktuasi pada variabel
makroekonomi. Penelitian ini menggunakan metode VECM dengan deret waktu
dari 2005:7 hingga 2016:7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa giro wajib
minimum dan interest rate dapat dijadikan komplemen dalam stabilitas harga,
kontrol kredit, dan kontrol likuiditas. Selain itu, giro wajib minimum memiliki
kontribusi yang lebih besar terhadap kredit dan sektor eksternal, sedangkan
interest rate memiliki kontribusi lebih besar pada inflasi dan spread suku bunga.

Kata kunci: giro wajib minimum, interest rate, VECM

ABSTRACT

DEWI PURBANDARI RACHMADHANTI. The Effects of Reserve Requirement


and Interest Rate on Macroeconomic Variables in Indonesia. Supervised by
NOER AZAM ACHSANI and SALSA DILLA.

The Asian crisis in 1998, the crisis of 2005, and the subprime mortgage
crisis in 2008 led to existence of a liquidity risk and one of them was caused due
to the failure of credit. In other side, the decline in loan growth occurred in
Indonesia each year. Therfore, it is important to maintain the liquidity by a reserve
requirement and interest rate policy. This research analyzes the response of the
macroeconomic variables to reserve requirement and interest rate’s shock and also
identifies the magnitude of the influence of reserve requirement and interest rate
against fluctuations in macroeconomic variables. The VECM model used in this
research with data used from 2005:7 to 2016:7. The result showed that reserve
requirement and interest rate can be used as complement in the price stability,
credit control, and control of liquidity. The reserve requirement has a higher
influence on the fluctuations of total credit and external sector than interest rate,
while the interest rate spread and inflation dominated by the interest rate.

Keywords: interest rate, reserve requirement, VECM


PENGARUH GIRO WAJIB MINIMUM DAN INTEREST RATE
TERHADAP VARIABEL MAKROEKONOMI DI INDONESIA

DEWI PURBANDARI RACHMADHANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Giro Wajib
Minimum dan Interest Rate terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi
ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik, khususnya kepada:
1. Prof Noer Azam Achsani, PhD selaku dosen pembimbing skripsi I dan Salsa
Dilla, SE, MSi sebagai pembimbing skripsi II yang telah memberikan
bimbingan baik secara teknik, teoritis, maupun moril dalam proses
penyusunan skripsi ini.
2. Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS dan Ranti Wiliasih, SP, MSi selaku dosen
penguji.
3. Kedua orang tua tercinta, Bapak Febru Hartono dan Ibu Rima Rokhmaniati
yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dukungan baik
moril maupun material serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4. Sahabat yang selalu memberikan masukan, dukungan dan motivasi, Eka
Susilowati, Widya Subangka, Tri Ayu Septari, dan Adhitya Kusuma
Ardana.
5. Teman satu bimbingan, Dinda Aisyah Najmi, Ermawati, Indana Zulfa Sari,
Jamilailli Dinni Fraditsi, Rizke Dwi Setiyani, serta teman-teman Ilmu
Ekonomi 50 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bantuan,
kebersamaan dan semangat yang telah menguatkan langkah perjalanan
penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, sekian dan terimakasih.

Bogor, Juli 2017

Dewi Purbandari Rachmadhanti


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Kebijakan Moneter 5
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Saluran Kredit 7
Interest Rate 7
Kajian Teori Inflasi 8
Nilai Tukar dan Neraca Transaksi Berjalan 9
Penelitian Terdahulu 9
Kerangka Penelitian 11
Hipotesis Penelitian 12
METODE PENELITIAN 12
Jenis Dan Sumber Data 12
Metode Analisis Data 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Perkembangan Giro Wajib Minimum, Interest Rate, dan Variabel
Makroekonomi Lainnya 17
Pengujian Pra Estimasi 23
Analisis Impulse Response Function 24
Analisis Dekomposisi Varian 29
SIMPULAN DAN SARAN 34
Simpulan 34
Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 38
RIWAYAT HIDUP 56
DAFTAR TABEL

1 Perkembangan kebijakan giro wajib minimum dalam rupiah 6


2 Hipotesis penelitian pada guncangan giro wajib minimum dan interest
rate 12
3 Sumber data penelitian 13

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan indeks stabilitas sistem keuangan 1


2 Perkembangan kebijakan suku bunga 7
3 Kerangka Pemikiran 11
4 Perkembangan giro wajib minimum dan interest rate tahun 2005 hingga
2015 18
5 Pola hubungan giro wajib minimum dengan variabel makroekonomi 19
6 Pola hubungan interest rate dengan variabel makroekonomi 22
7 Hasil IRF pada guncangan giro wajib minimum 25
8 Hasil IRF pada guncangan interest rate 28
9 Hasil dekomposisi varian indeks harga konsumen 30
10 Hasil dekomposisi varian rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB 31
11 Hasil dekomposisi varian spread suku bunga 32
12 Hasil dekomposisi varian total kredit 33
13 Hasil dekomposisi varian nilai tukar efektif nominal 34

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji stasioneritas menggunakan Phillips-Perron dengan taraf nyata


5% pada Level 39
2 Hasil uji stasioneritas menggunakan Phillips-Perron dengan taraf nyata
5% pada first different 39
3 Penentuan lag optimal 39
4 Uji Stabilitas VAR 40
5 Uji kointegrasi dengan asumsi “summary” 40
6 Uji kointegrasi dengan asumsi 4 41
7 Hasil estimasi VECM 42
8 Hasil impulse response function dari guncangan interest rate 45
9 Hasil impulse response function dari guncangan giro wajib minimum 47
10 Hasil FEVD indeks harga konsumen 49
11 Hasil FEVD rasio neraca transaksi berjalan-PDB 50
12 Hasil FEVD spread suku bunga 52
13 Hasil FEVD total kredit 53
14 Hasil FEVD nilai tukar efektif nominal 54
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bank Indonesia sebagai salah satu otoritas moneter memiliki tujuan utama
yaitu menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut diperlukan adanya stabilitas moneter di suatu negara. Stabilitas
moneter adalah salah satu ukuran untuk melihat stabilitas perekonomian suatu
negara yang tercermin dengan adanya stabilitas sistem keuangan dan stabilitas
harga. Menurut Bank Indonesia (2017), sistem keuangan yang stabil dapat
mendukung pertumbuhan ekonomi dengan mengalokasikan sumber dana dan
risiko secara baik, menjaga fungsi intermediasi perbankan dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Ketidakstabilan pada sistem keuangan akan
menghambat pertumbuhan ekonomi karena adanya kecenderungan rentan
terhadap gejolak yang ada (Bank Indonesia 2017).
persen

Sumber : Bank Indonesia 2016


Gambar 1 Perkembangan indeks stabilitas sistem keuangan tahun 2003 hingga
2015

Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan besarnya stabilitas sistem keuangan


dalam indeks. Semakin tinggi nilai Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) ini
menunjukkan bahwa kondisi sistem keuangan suatu negara buruk, sebaliknya
semakin rendah nilai ISSK menunjukkan kondisi sistem keuangan suatu negara
dalam kondisi yang baik. Berdasarkan Gambar 1, ISSK pernah melebihi level 2
pada tahun 2005 dan 2008 yang merupakan tingkat sistem keuangan dikatakan
mengkhawatirkan. Menurut Gunadi et al. (2013), pada tahun 2005 Indonesia
sempat mengalami krisis yang mengakibatkan perbankan mengalami krisis yang
ditandai dengan tingginya nilai Non Performing Loan (NPL) yang berarti risiko
kredit macet meningkat dan kenaikan risiko likuiditas. Sedangkan, pada tahun
2008 Indonesia tengah dilanda krisis moneter akibat adanya krisis keuangan
global yang disebabkan oleh kegagalan kredit di Amerika Serikat. Sebelumnya
krisis tahun 1998 akibat depresiasi Bath yang menyebabkan krisis Asia termasuk
Indonesia menyebabkan Rupiah terdepresiasi, krisis likuiditas akibat terjadinya
penarikan uang secara besar-besaran (bank runs),dan peningkatan inflasi sekitar
54.54 persen pada Agustus 1998 (Suruji et al. 1998).
2

Terkait dengan tujuan utama Bank Indonesia melalui stabilitas harga dan
stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia menerapkan sebuah kerangka bernama
Inflation Targeting Framework (ITF). Penerapan kebijakan tersebut menjadikan
Indonesia memiliki target tertentu terkait tingkat inflasi yang diharapkan untuk
tetap menjaga stabilitas moneter. Sejak tahun 2000, Bank Indonesia sudah
menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan
moneter, namun Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan penerapan ITF
pada 1 Juli 2005 (Dilla 2013). Bank Indonesia menggunakan interest rate sebagai
instrumen kebijakan moneter yang digunakan dalam kerangka ITF tersebut.
Padahal jika ditelaah lebih dalam, terkait dengan meningkatkan
perekonomian negara, penguatan disektor yang lebih riil dirasa lebih penting,
yaitu sektor yang lebih mengandalkan kredit perbankan. Hal ini karena kredit
lebih erat kaitannya dengan peningkatan sektor-sektor yang dapat meningkatkan
perekonomian Indonesia. Terkait masalah kredit perbankan, kebijakan moneter
yang dapat digunakan Bank Indonesia adalah giro wajib minimum. Giro wajib
minimum biasanya digunakan sebagai kebijakan penyokong atau additional
policy karena menurut Montoro dan Moreno (2011) penggunaan giro wajib
minimum memiliki beberapa keuntungan. Pertama, penerapan giro wajib
minimum dapat menurunkan kecenderungan adanya peningkatan aliran modal
masuk ke suatu negara. Hal ini terjadi karena giro wajib minimum akan
memengaruhi langsung penawaran uang sebagai pajak implisit yang harus
dibayarkan oleh perbankan (Glocker dan Towbin 2012). Pajak ini akan
meningkatkan pembiayaan perbankan dan meningkatkan spread suku bunga.
Tingginya spread suku bunga menurunkan keinginan investor asing meminjam ke
bank domestik dan pada saat yang sama membuat biaya peminjaman ke bank
lebih mahal. Argumen tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pada giro wajib
minimum dapat menurunkan kredit domestik, tanpa menyebabkan aliran modal
masuk dan apresiasi mata uang domestik.
Kedua, penggunaan giro wajib minimum dapat memiliki pengaruh yang
lebih efektif dibandingkan instrumen lainnya karena dalam pelaksanaannya tidak
memerlukan biaya yang besar untuk mencapai target suku bunga atau jika
perubahan pada suku bunga tidak dapat menjaga stabilitas harga. Ketiga,
penggunaan giro wajib minimum dapat dijadikan sebagai menyokong stabilitas
sistem keuangan. Keempat, menurut Glocker dan Towbin (2012) giro wajib
minimum dapat menstabilisasi inflasi dengan menurunkan penawaran uang
melalui penurunan money multiplier dengan asumsi Bank Sentral menjaga agar
monetary base tetap. Penurunan penawaran uang ini akan meningkatkan tingkat
suku bunga yang menurunkan inflasi.
Penggunaan interest rate juga dapat digunakan untuk memengaruhi kredit.
Hubungan keduanya adalah negatif, saat terjadi kebijakan moneter ekspansif
dengan menurunkan suku bunga, suku bunga kredit akan bergerak dengan arah
yang sama. Penurunan suku bunga kredit ini akan meningkatkan kredit yang
disalurkan perbankan. Hal ini akan meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga
akan meningkatkan inflasi di Indonesia. Perubahan pada suku bunga juga dapat
memengaruhi aliran modal baik masuk maupun keluar Indonesia. Misalkan,
adanya kenaikan suku bunga dapat berdampak pada terjadinya aliran modal
masuk (capital inflow) yang akan menyebabkan rupiah terapresiasi yang juga
3

akan menurunkan kecenderungan untuk ekspor karena harga barang di domestik


terlihat lebih mahal.
Di beberapa negara Amerika Latin, seperti Brasil, Kolombia, dan Peru, giro
wajib minimum digunakan sebagai komplemen dari interest rate untuk mencapai
stabilitas sistem keuangan (Glocker dan Towbin 2012; Perez-Ferero dan Vega
2014; dan Hoffmann dan Loeffler 2013). Namun, penggunaan keduanya tidak
dapat dijadikan substitusi dalam rangka mencapai stabilitas harga. Di Tiongkok
giro wajib minimum telah dijadikan kebijakan moneter yang sering digunakan
untuk menjaga stabilitas moneter (Ma et al. 2011). Sedangkan di Indonesia, giro
wajib minimum digunakan saat perubahan pada suku bunga acuan terlalu berisiko
memengaruhi ekonomi negara. Misalnya saat terjadi pelemahan ekonomi dunia
tahun 2015, Bank Indonesia menurunkan giro wajib minimum di akhir tahun
dengan menjaga tingkat suku bunga tetap.

Perumusan Masalah

Terkait dengan peningkatan perekonomian melalui kredit, menurut Vidyani


(2006), sumber utama pembiayaan di sektor perbankan juga masih ditopang oleh
kredit. Oleh karena itu kredit memiliki peranan penting dalam suatu sistem
perbankan. Kredit di Indonesia menunjukkan tren yang meningkat setiap
tahunnya, namun pertumbuhan kredit menunjukkan arah yang sebaliknya.
Pertumbuhan kredit Indonesia cenderung semakin menurun setiap tahunnya. Pada
tahun 2012, pertumbuhan kredit mencapai 18.02 persen. Setelah itu pertumbuhan
kredit terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2015 sebesar 10.4 persen.
Upaya untuk meningkatkan pertumbuhan kredit diperlukan yang dapat
dilakukan melalui instrumen giro wajib minimum atau interest rate. Giro wajib
minimum erat kaitannya dengan likuiditas bank. Hal ini juga didukung oleh
Glocker dan Towbin (2012) yang menyebutkan bahwa kontribusi giro wajib
minimum terhadap perubahan yang terjadi pada total kredit cukup besar dengan
arah negatif dalam memengaruhinya. Penurunan giro wajib minimum akan
menyebabkan peningkatan likuiditas perbankan dan meningkatkan kemampuan
perbankan untuk dapat menyalurkan kredit lebih banyak. Selain giro wajib
minimum, menurut Glocker dan Towbin (2012); Perez-Ferero dan Vega (2014),
peningkatan kredit juga dapat dilakukan dengan menurunkan interest rate melalui
jalur transmisi kredit. Penurunan interest rate akan menurunkan suku bunga kredit
yang kemudian akan meningkatkan permintaan kredit dari masyarakat dan
mendorong perbankan untuk meningkatkan kredit yang akan disalurkan ke
masyarakat. Pada tahun 2016, Bank Indonesia melakukan penurunan interest rate
dan giro wajib minimum secara bersamaan, namun berdasarkan Bank Indonesia
(2016), pertumbuhan kredit tahun 2016 mengalami penurunan yang cukup tajam
mencapai 7.9 persen. Hal ini bertentangan dengan teori dan juga hasil penelitian
Glocker dan Towbin (2012); Perez-Ferero dan Vega (2014) yang menyatakan
bahwa hubungan keduanya adalah negatif.
Ketidaksesuaian antara ketiganya dengan teori yang berkembang ini dapat
terjadi karena masih terdapat kemungkinan faktor lain diluar giro wajib minimum
dan interest rate yang dapat memengaruhi pertumbuhan kredit di Indonesia.
Namun, penelitian ini akan berfokus pada pengaruh giro wajib minimum dan
4

interest rate dengan menambahkan variabel eksternal, yaitu nilai tukar dan neraca
transaksi berjalan. Penambahan variabel sektor eksternal digunakan dalam
penelitian ini untuk memperkaya hasil estimasi dari penelitian sebelumnya dengan
mengingat tujuan utama Bank Indonesia adalah menjaga dan memelihara nilai
tukar rupiah. Penelitian ini juga akan mengkaji ulang hubungan giro wajib
minimum dan interest rate dengan inflasi karena mengingat Undang-Undang
No.3 tahun 2004 dalam Simorangkir dan Suseno (2004) menyatakan bahwa
kebijakan nilai tukar ditekankan pada efektivitas kebijakan moneter dengan tujuan
akhir berupa inflasi yang stabil dan rendah. Inflasi yang rendah dan stabil ini akan
mendukung keseimbangan neraca pembayaran dan perekonomian nasional.
Penelitian ini mengambil sampel waktu yang lebih panjang untuk
mengidentifikasi hubungan jangka panjang antar variabel. Sampel waktu yang
digunakan dalam penelitian ini juga merupakan periode Bank Indonesia mulai
menerapkan sistem ITF di Indonesia.
Berdasarkan hal diatas, penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai
berikut
1. Bagaimana respon variabel makroekonomi terhadap perubahan giro wajib
minimum dan interest rate di Indonesia?
2. Seberapa besarkah pengaruh giro wajib minimum dan interest rate terhadap
variabel makroekonomi lainnya?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini


adalah
1. Menganalisis respon variabel makroekonomi terhadap perubahan giro wajib
minimum dan interest rate di Indonesia
2. Mengidentifikasi besarnya pengaruh giro wajib minimum dan interest rate
terhadap variabel makroekonomi lainnya

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai dampak dari


penerapan kebijakan giro wajib minimum dan interest rate terhadap variabel
makroekonomi lainnya dalam rangka menjaga stabilitas moneter. Hasil penelitian
ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pelengkap dan acuan untuk penelitian yang
sudah dan akan dilaksanakan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi salah satu bahan referensi untuk instansi terkait dalam pengambilan
keputusan kedepannya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terbatas hanya pada analisis perubahan giro wajib minimum
dan interest rate terhadap variabel makroekonomi sehingga penelitan ini masih
bersifat parsial. Variabel makroekonomi yang digunakan adalah indeks harga
5

konsumen, total kredit, rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB, nilai tukar
efektif nominal, dan spread suku bunga. Penggunaan nilai tukar dan neraca
transaksi berjalan dalam penelitian ini digunakan untuk memperkaya penelitian
terdahulu. Penelitian ini juga meneliti untuk periode waktu 2005:07 hingga
2016:07 untuk menganalisis dampak yang dapat ditimbulkan dalam jangka
panjang dibawah kerangka ITF.

TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan Moneter

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memegang peranan penting dalam


melaksanakan kebijakan moneter agar sasaran utama kebijakan dapat tercapai.
Bank Sentral yang independen memiliki hubungan yang kuat dengan rendah dan
stabilnya tingkat inflasi (Mankiw 2007), namun beberapa ekonom beranggapan
sebaliknya. Menurut Milton Friedman dalam Mankiw (2007), perekonomian akan
stabil secara alamiah. Beberapa kasus penerapan kebijakan moneter malah
memperburuk perekonomian. Hal ini juga didukung oleh William Mc Chesney
Martin yang menyatakan bahwa perekonomian dapat mengalami guncangan
karena adanya kebijakan moneter yang dilakukan oleh pembuat kebijakan.
Guncangan tersebut akan mendorong terjadinya fluktuasi dan inefisiensi dalam
output, pengangguran, dan inflasi. Oleh karena itu, penerapan kebijakan moneter
perlu mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait dengan sasaran kebijakan
moneter.
Kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral biasanya menggunakan
tiga instrumen kebijakan, yaitu
a. Operasi Pasar Terbuka
Instrumen ini digunakan pemerintah untuk mengendalikan penawaran
uang dengan memanfaatkan surat berharga milik pemerintah (Teniwut 2006).
Jika pemerintah ingin meningkatkan penawaran uang, maka pemerintah akan
membeli surat berharga milik pemerintah dari masyarakat, begitupun
sebaliknya. Sekuritas yang sering digunakan adalah Sertifikat Bank Indonesia
(SBI).
b. Discount Rate
Pinjaman yang diberikan oleh bank sentral untuk dapat meningkatkan
likuiditas dan melakukan ekspansi kredit disebut dengan fasilitas diskonto
(Teniwut 2006). Tingkat bunga pinjaman diskonto ini harus diturunkan jika
bank sentral ingin kredit meningkat. Hal ini dilakukan agar likuiditas bank
meningkat sehingga kemampuan bank umum untuk menyalurkan kredit
meningkat.
c. Giro Wajib Minimum
Kebijakan giro wajib minimum ini merupakan kebijakan simpanan
minimum perbankan yang harus dipelihara dan ditempatkan di Bank Indonesia.
Kebijakan ini akan memengaruhi penawaran uang melalui perubahan pada
money multiplier. Kenaikan pada giro wajib minimum akan menurunkan
6

cadangan perbankan dan menurunkan penawaran uang sehingga akan


meningkatkan suku bunga Bank Sentral. Sebaliknya, jika Bank Sentral
menetapkan untuk melakukan pelonggaran pada giro wajib minimum akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan cadangan perbankan dan penawaran
uang sehingga mendorong suku bunga untuk turun. Perkembangan giro wajib
minimum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan kebijakan giro wajib minimum dalam rupiah


Peraturan Keterangan
PBI Nomor 6/15/PBI/2004 GWM dalam Rupiah ditetapkan sebesar 5
persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam
Rupiah
PBI Nomor 7/29/PBI/2005 GWM dalam Rupiah ditetapkan sebesar 5
persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam
Rupiah
PBI Nomor 10/25/PBI/2008 GWM dalam Rupiah ditetapkan sebesar 7,5
persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam
Rupiah. GWM Primer ditentukan sebesar 5
persen dan GWM Sekunder sebesar 2.5 persen.
PBI Nomor 12/19/PBI/2010 GWM Primer ditentukan sebesar 8 persen dan
GWM Sekunder sebesar 2.5 persen dari Dana
Pihak Ketiga (DPK) dalam Rupiah.
PBI Nomor 15/7/PBI/2013 GWM Primer ditentukan sebesar 8 sebesar
DPK dalam rupiah dan GWM Sekunder
sebesar 2.5 persen hingga September 2013,
sebesar 3 persen pada Oktober 2013, sebesar
3.5 persen pada November 2013, dan sebesar 4
persen pada Desember 2013.
PBI Nomor 15/15/PBI/2013 GWM Primer ditentukan sebesar 8 persen dan
GWM Sekunder sebesar 4 persen dari Dana
Pihak Ketiga (DPK) dalam Rupiah.
PBI Nomor 17/21/PBI/2015 GWM Primer dalam Rupiah diturunkan
menjadi 7.5 persen dan GWM Sekunder
sebesar 4 persen dari Dana Pihak Ketiga
(DPK) dalam Rupiah.
PBI Nomor 18/3/PBI/2016 GWM Primer dalam Rupiah diturunkan
menjadi 6.5 persen dan GWM Sekunder
sebesar 4 persen dari Dana Pihak Ketiga
(DPK) dalam Rupiah.
Sumber : Bank Indonesia

Sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter, giro wajib minimum


memiliki keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaannya. Keuntungan dalam
menerapkan giro wajib minimum menurut Montoro dan Moreno (2011), yaitu
1. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
2. Memengaruhi penawaran uang tanpa mendorong terjadinya aliran modal.
3. Menunjang stabilitas sistem keuangan dan digunakan sebagai alat
makroprudensial.
7

Kerugian dari penggunaan giro wajib minimum adalah


1. Mendorong lebarnya spread suku bunga pinjaman dan suku bunga deposito.
Saat giro wajib minimum meningkat akan meningkatkan suku bunga dan
suku bunga kredit. Hal ini akan menyebabkan peningkatan biaya kredit dan
penurunan level intermediasi keuangan.
2. Mendorong adanya peningkatan biaya yang harus ditanggung oleh perbankan
sehingga dapat menciptakan kecenderungan perbankan mencari pembiayaan
dari luar.

Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Saluran Kredit

Kredit menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang


atau yang dapat dipersamakan yang melalui persetujuan untuk melunasi hutang
setelah jangka waktu dan besarnya bunga tertentu. Jenis saluran kredit menurut
Simorangkir (2014) dan Andriyani (2008) yang memengaruhi transmisi moneter
dari sektor keuangan ke sektor riil, yaitu:
1. Bank Lending Channel
Bank lending channel muncul karena adanya asymmetric information
yang menyebabkan perbankan cenderung melakukan seleksi kredit. Jalur ini
lebih menekankan pada pengaruh kebijakan moneter pada kredit karena
kondisi keuangan bank, khususnya sisi aset. Sisi liabilitas juga diperhitungkan
selain sisi aset pada saluran ini dalam mekanisme transmisi. Saat Bank
Indonesia meningkatkan penawaran uang, maka permintaan kredit perbankan
oleh debitur akan meningkat karena deposit bank juga meningkat. Oleh karena
itu, jumlah kredit yang disalurkan perbankan akan meningkat dan
meningkatkan output pada akhirnya.
2. Firm Balance Sheet Channel
Firm balance sheet channel menekankan pada kondisi keuangan
perusahaan yang memengaruhi penyaluran kredit. Saat Bank Indonesia
melakukan kebijakan moneter ekspansif yang meningkatkan harga saham, nilai
bersih perusahaan (networth) akan meningkat. Hal ini akan mengurangi
tindakan adverse selection dan moral hazard oleh perusahaan. Selanjutnya,
penyaluran kredit akan meningkat yang meningkatkan output nasional.

Interest Rate

Interest rate adalah salah satu instrumen utama dalam kerangka Inflation
Targeting Framework (ITF). Suku bunga acuan di Indonesia telah mengalami
beberapa perubahan yang dapat dilihat pada Gambar 2. Suku bunga SBI
digantikan dengan suku bunga BI Rate yang mulai berlaku pada bulan Juli 2005.
Bank Indonesia menerapkan suku bunga BI 7-Day yang mulai efektif berlaku
pada 19 Agustus 2016. Perubahan ini dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai
langkah penguatan kerangka operasi moneter.
Suku Bunga SBI BI Rate BI 7-Day
Gambar 2 Perkembangan kebijakan suku bunga
8

Interest rate dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu sebagai tingkat
pengembalian dan juga sebagai biaya peminjaman. Jika dilihat dari sisi tingkat
pengembalian, peningkatan suku bunga dengan asumsi peningkatan tersebut lebih
besar dari suku bunga dunia, berdasarkan teori interest rate parity dapat
menyebabkan aliran modal masuk ke Indonesia. Hal ini diakibatkan karena secara
relatif pengembalian dari penanaman modal di Indonesia lebih tinggi relatif
terhadap suku bunga dunia sehingga menarik investor asing untuk menanamkan
modalnya. Aliran modal ini akan menyebabkan adanya apresiasi nilai tukar
domestik akibat adanya peningkatan jumlah valuta asing. Selain aliran dana dari
luar negeri, aliran dana juga mengalir dari investor dalam negeri. Investor
domestik juga akan memilih untuk menyimpan dananya di dalam negeri sehingga
nilai tukar domestik juga akan mengalami peningkatan atau apresiasi
(Simorangkir dan Suseno 2004). Selain itu perubahan pada interest rate juga akan
memengaruhi tingkat suku bunga kredit dengan arah yang sama. Peningkatan
pada interest rate akan diikuti dengan peningkatan suku bunga kredit sehingga
akan menurunkan keinginan masyarakat untuk meminjam kredit dari perbankan
jika suku bunga dilihat sebagai biaya peminjaman, sehingga akan menurunkan
kredit yang disalurkan oleh perbankan.

Kajian Teori Inflasi

Teori monetaris yang membahas mengenai fenomena inflasi adalah teori


efek Fisher. Teori ini diperkenalkan oleh seorang ekonom bernama Irving Fisher
(1867-1947). Menurut Mankiw (2007), efek Fisher menunjukkan bahwa tingkat
bunga bisa berubah karena dua alasan, yaitu perubahan pada tingkat bunga riil
atau perubahan pada tingkat inflasi. Jika i menyatakan tingkat bunga nominal, r
tingkat bunga riil, dan π tingkat inflasi, maka persamaan efek Fisher dapat ditulis
sebagai berikut:
i=r+π (2.1)

Menurut persamaan diatas, Mankiw (2007) menyatakan bahwa adanya


kenaikan satu persen pada inflasi dapat menyebabkan kenaikan satu persen pada
tingkat bunga nominal. Tingkat inflasi juga dapat dipengaruhi oleh tingkat
pertumbuhan uang (Mankiw 2007). Hubungan inflasi dan pertumbuhan uang
dapat dilihat pada persamaan dibawah ini.

MV = PT (2.2)
Keterangan:
M = Penawaran uang
V = Tingkat perputaran uang
P = Tingkat harga barang
T = Transaksi barang

Persamaan kuantitas uang diatas kemudian diubah menjadi persamaan


perputaran pendapatan uang yang ditandai dengan variabel transaksi (T) diatas
digantikan dengan output total (Y). Hal ini disebabkan karena jumlah transaksi
sulit untuk diukur dibandingkan dengan output total.
9

Penawaran Uang Perputaran


× = Harga Output
×
(2.3)
M ×V = P ×Y

Perubahan diatas didasarkan pada kaitan diantara keduanya, yaitu semakin


banyak suatu perekonomian berproduksi, semakin banyak barang yang dijual dan
dibeli (Mankiw 2007). Menurut persamaan diatas, dapat disimpulkan bahwa
hubungan penawaran uang dan inflasi adalah positif, artinya kenaikan penawaran
uang akan menaikkan inflasi. Hubungan inflasi dan output nasional adalah
negatif, artinya kenaikan pada inflasi akan menurunkan output nasional. Jika
penawaran uang meningkat lebih cepat dari pertambahan barang maka nilai uang
akan merosot yang mengindikasikan adanya inflasi.

Nilai Tukar dan Neraca Transaksi Berjalan

Nilai tukar atau yang sering disebut sebagai kurs merupakan mata uang
domestik yang direlatifkan terhadap mata uang asing atau dapat dikatakan sebagai
harga mata uang domestik terhadap mata uang asing (Simorangkir dan Suseno
2004). Dalam konsep nilai tukar dikenal adanya depresiasi/devaluasi dan
apresiasi/revaluasi. Konsep apresiasi dan depresiasi digunakan untuk negara yang
menganut sistem nilai tukar mengambang, sedangkan revaluasi dan devaluasi
digunakan untuk negara yang menganut sistem nilai tukar tetap.
Depresiasi/devaluasi yang terjadi akan menyebabkan harga barang ekspor menjadi
lebih murah sehingga permintaan ekpor meningkat yang kemudian akan
mendorong kenaikan neraca perdagangan dan meningkatkan neraca transaksi
berjalan. Apresiasi/revaluasi digunakan untuk menunjukkan nilai mata uang
domestik meningkat relatif terhadap mata uang asing. Jika rupiah terapresiasi
menyebabkan harga barang dalam negeri terlihat mahal sehingga akan
menurunkan kecenderungan untuk melakukan ekspor. Hal ini akan menurunkan
neraca transaksi berjalan suatu negara. Jenis nilai tukar sendiri dapat dibagi
sebagai berikut
1. Nilai tukar nominal, adalah mata uang domestik yang direlatifkan terhadap
mata uang asing.
2. Nilai tukar riil, adalah nilai tukar nominal yang telah disesuaikan dengan
tingkat inflasi atau indeks harga konsumen pada tahun tertentu.
3. Nilai tukar efektif nominal, adalah indeks yang digunakan untuk mengukur
nilai mata uang domestik relatif terhadap mata uang mitra dagang.
4. Nilai tukar efektif riil, nilai tukar efektif nominal yang telah disesuaikan
dengan tingkat inflasi atau indeks harga konsumen pada tahun tertentu.

Penelitian Terdahulu

Glocker dan Towbin (2012) membahas mengenai dampak dari penerapan


kebijakan reserve requirement dan interest rate di Brazil terhadap variabel
makroekonomi lainnya. Selain itu, pada jurnal ini juga dijelaskan pengaruh
guncangan yang terjadi pada reserve requirement dan interest rate menggunakan
metode IRF. Hasil penelitian dengan menggunakan metode Structural Vector
10

Autoregresif ini menyatakan bahwa kenaikan reserve requirement menyebabkan


meningkatnya current account, inflasi, dan pengangguran serta menyebabkan kurs
terdepresiasi. Sedangkan untuk kenaikan interest rate menyebabkan penurunan
pada current account dan inflasi, kenaikan pada tingkat pengangguran serta
terapresiasinya kurs. Kesimpulan yang dapat diambil pada jurnal ini adalah
penggunaan kebijakan reserve requirement dan interest rate dapat saling
dijadikan komplemen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan namun tidak
dapat dijadikan substitusi dalam menjaga stabilitas harga.
Perez-Ferero dan Vega (2014) juga meneliti mengenai melihat mekanisme
transmisi dari interest rate dan reserve requirement yang diterapkan bersamaan di
Peru. Penelitian ini menerapkan pendekatan zero and sign restrictions SVAR
untuk menganalisis penerapan kedua kebijakan tersebut dalam mata uang
domestik dan asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang
ketat menyebabkan mata uang domestik mengalami apresiasi dan menyebabkan
output serta harga mengalami penurunan. Peningkatan suku bunga dapat
meningkatkan spread suku bunga antara lending dan deposit rate. Sedangkan
peningkatan pada reserve requirement menyebabkan tingkat kredit menurun baik
dalam mata uang domestik maupun asing.
Sir (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Cadangan Wajib
Minimum dan Tingkat Suku Bunga terhadap Inflasi di Indonesia, bertujuan untuk
mengukur pengaruh kebijakan Bank Indonesia dalam menekan inflasi di
Indonesia. Penelitian yang menggunakan metode regresi linier sederhana ini
menunjukkan hasil yang berbeda dengan teori yang ada. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hubungan inflasi berdasarkan indeks harga konsumen
dengan tingkat suku bunga memiliki hubungan yang positif. Hal ini menunjukkan
bahwa jika terjadi kenaikan pada tingkat suku bunga BI Rate akan terjadi
kenaikan pula pada inflasi di Indonesia. Selain itu, hubungan giro wajib minimum
dan inflasi ada penelitian juga menunjukkan hubungan yang signifikan dan
positif. Hal ini juga tidak sesuai dengan teori yang ada yang menyatakan bahwa
hubungan giro wajib minimum dengan inflasi memiliki hubungan negatif.
Ketidaksesuaian hasil penelitian ini diakibatkan karena nilai GWM yang tidak
konstan akibat perbedaan nilai uang (daya beli) tiap tahunnya.
Hoffmann dan Loeffler (2013) menganalisis tentang kebijakan suku bunga
rendah dan penggunaan giro wajib minimum pada negara berkembang. Dalam
penelitian ini menyatakan bahwa negara berkembang tidak dapat dengan
mudahnya menerapkan kebijakan suku bunga rendah ketika suatu negara takut
akan adanya aliran modal masuk atau apresiasi mata uang domestik. Dengan
menggunakan data 28 negara berkembang dari 1998 hingga 2012, penulis
menemukan bahwa ketika risiko likuiditas global meningkat, negara berkembang
akan cenderung menurunkan giro wajib minimum untuk menstabilkan sistem
perbankan yang membutuhkan likuiditas. Penelitian ini juga menyarankan untuk
menggunakan giro wajib minimum sebagai komplemen dari suku bunga sebagai
instrumen kebijakan.
Giro wajib minimum di Amerika Latin digunakan sebagai (i) instrumen
kebijakan yang dapat mengurangi kecenderungan adanya aliran modal masuk, (ii)
mempertinggi efektivitas pada sektor moneter atau memperkuat transmisi
kebijakan moneter, (iii) memperbaiki mekanisme transmisi kebijakan moneter
11

dalam kondisi, dan (iv) memperbaiki ketidakseimbangan keuangan akibat adanya


kenaikan pertumbuhan kredit (Montoro dan Moreno 2011).

Kerangka Penelitian

Krisis Asia tahun 1998, krisis 2005, dan krisis subprime mortgage 2008
yang melanda Indonesia pada saat itu menjadikan adanya krisis keuangan yang
ditandai dengan adanya krisis likuiditas pada perbankan. Selain likuiditas yang
mengalami krisis, inflasi Indonesia juga mengalami gejolak. Terkait masalah
likuiditas, perbankan masih mengandalkan kredit sebagai pembiyaan utama
(Vidyani 2006). Hal ini menunjukkan bahwa penting untuk tetap meningkatkan
kredit, namun berdasarkan data Bank Indonesia tahun 2016, pertumbuhan kredit
di Indonesia mengalami penurunan. Penurunan ini dapat diatasi dengan penurunan
interest rate dan giro wajib minimum sebagai stimulus agar suku bunga kredit
dapat turun dan meningkatkan kredit. Namun, pada kenyataannya penurunan yang
dilakukan Bank Indonesia tidak memberikan dampak yang signifikan. Penurunan
kedua instrumen ini malah menyebabkan penurunan pada pertumbuhan kredit dan
fluktuasi pada inflasi.
Krisis Asia 1998, krisis 2005 dan krisis
subprime mortgage 2008 menjadikan Pentingnya menjaga
kondisi perekonomian terutama sektor stabilitas sistem keuangan
keuangan mengalami krisis likuiditas dan stabilitas moneter
dan mengganggu stabilitas moneter,
serta adanya penurunan pertumbuhan
kredit yang dikhawatirkan dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi
nasional. Kebijakan Moneter

Pengaruhnya terhadap variabel


makroekonomi lain: Interest Giro Wajib
rate Minimum
 Total kredit

 Inflasi

 Rasio neraca transaksi berjalan IRF & FEVD


terhadap PDB

 Nilai tukar efektif nominal

 Spread suku bunga

Gambar 3 Kerangka Pemikiran


12

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan literatur yang menganalisis mengenai dampak giro wajib


minimum dan suku bunga acuan terhadap variabel makroekonomi, hipotesis
mengenai arah perubahan dari variabel makroekonomi dapat dilihat pada Tabel 2.
Sedangkan besarnya pengaruh giro wajib minimum tidak lebih besar daripada
interest rate dalam menjaga stabilitas moneter akibat penerapakan kerangka ITF,
namun sebaliknya dalam memengaruhi spread suku bunga dan kredit. Hal ini
diakibatkan karena interest rate masih digunakan sebagai instrumen utama oleh
Bank Indonesia.

Tabel 2 Hipotesis penelitian pada guncangan giro wajib minimum dan interest
rate
Guncangan GWM Guncangan INT
LN_IHK - -
CA - -
SPRD + +
LN_TK - -
*)
LN_NEER + +
Keterangan:
(+) : variabel yang bersangkutan memiliki hubungan positif, yaitu saat terjadi perubahan
pada variabel yang diberikan guncangan maka akan memengaruhi variabel lain
dengan arah yang sama
(-) : variabel yang bersangkutan memiliki hubungan negatif, yaitu saat terjadi perubahan
pada variabel yang diberikan guncangan maka akan memengaruhi variabel lain
dengan arah yang berbeda
*)
: positif menunjukkan apresiasi dan negatif menunjukkan depresiasi

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
dan merupakan data time series bulanan dengan periode waktu dari 2005:7 hingga
2016:7. Variabel yang digunakan adalah Giro Wajib Minimum (GWM); interest
rate yang menggunakan data central bank policy rate; total kredit yang
merupakan penjumlahan dari kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit
konsumsi; interest rate spread merupakan selisih antara lending rate dan deposit
rate; Indeks Harga Konsumen (IHK); Niai tukar efektif nominal dan Rasio
Current Account terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Penelitian ini
menggunakan software Microsoft Excel dan Eviews 8 sebagai alat bantu dalam
pengolahan data. Sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.
Berikut ini definisi operasional data yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Giro Wajib Minimum (GWM), persentase besarnya giro yang wajib dipelihara
di Bank Indonesia terhadap jumlah dana pihak ketiga. Data yang digunakan
13

adalah persentase besarnya GWM dalam Rupiah yang merupakan penjumlahan


dari presentase GWM Primer dan GWM Sekunder.
2. Interest rate, suku bunga acuan yang digunakan Bank Indonesia. Data yang
digunakan adalah central bank policy rate yang diperoleh dari IFS.
3. Indeks Harga Konsumen (IHK), indeks yang digunakan untuk mengukur
tingkat perubahan harga kelompok barang dan jasa pada jangka waktu tertentu.
Tahun dasar 2010 = 100.
4. Spread suku bunga, selisih dari suku bunga kredit dan suku bunga deposito.
5. Total kredit, penjumlahan dari kredit konsumsi, kredit investasi, dan kredit
modal kerja dalam rupiah dan valas.
6. Nilai tukar efektif nominal, sebuah indeks untuk mengukur nilai rata-rata dari
suatu mata uang relatif terhadap semua mata uang negara partner dagang.
Semakin besar nilai indeks menandakan semakin kuat nilai suatu mata uang
atau kurs domestik mengalami apresiasi.
7. Ratio neraca transaksi berjalan terhadap PDB, persentase besarnya neraca
transaksi berjalan terhadap besarnya PDB.

Tabel 3 Sumber data penelitian


No Variabel Satuan Simbol Sumber Data
1 Giro Wajib Minimum Juta GWM Bank Indonesia
Rupiah
2 Interest Rate Persen INT International Financial
Statistic (IFS)
3 Indeks Harga Konsumen Unit IHK International Financial
Statistic (IFS)
4 Spread suku bunga Persen SPRD International Financial
Statistic (IFS)
5 Total Kredit Miliar TK Bank Indonesia
Rupiah
6 Nilai tukar efektif Unit NEER Bruegel
nominal
7 Rasio Neraca Transaksi Persen CA Bank Indonesia
Berjalan terhadap PDB

Metode Analisis Data

Analisis deskriptif disajikan dalam gambaran umum mengenai giro wajib


minimum, interest rate, spread suku bunga, nilai tukar efektif nominal, rasio
neraca transaksi berjalan terhadap PDB, indeks harga konsumen, dan total kredit.
Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector
Autoregresif (VAR) jika data yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan
stasioneritas pada level, namun jika data yang digunakan stasioner pada first
different dan memiliki kointegrasi, maka metode Vector Error Correction Model
(VECM) digunakan dalam penelitian ini.
Model Vector Autoregresif (VAR) diperkenalkan oleh Christopher Sims
pada tahun 1980. VAR merupakan multivariate time series analysis dengan n-
persamaan yang terdiri dari n-variabel yang dijelaskan oleh lag-nya sendiri untuk
14

masing-masing variabelnya serta nilai saat ini dan masa depan (Firdaus 2011).
Rumus umum VAR(p) dapat ditulis sebagai berikut:

yt = μ + Γ1 yt-1 + εt (3.1)
Keterangan :
yt = vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian
μ = vektor intercept
t = time trend
yt-1 = variabel in-level
Γ1 = matriks koefisien regresi
εt = vektor error term

Menurut Arsana (2004) dalam Anas (2006) menyatakan bahwa model VAR
menyediakan empat alat analisis, yaitu (1) Forecasting, memanfaatkan informasi
masa lalu dari variabel untuk mengekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan, (2)
IRF yang melacak respon saat ini dan masa depan variabel karena adanya
guncangan pada suatu variabel, (3) FEVD digunakan untuk memprediksi
kontribusi varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel, dan (4) untuk
mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel, digunakan granger causality
test. Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap persamaan
simultan (Firdaus 2011), yaitu:
1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu mendasarkan pada agregasi
model keseimangan parsial, tanpa memperhatikan hasil hubungan yang hilang
(omitted interrelation)
2. Struktur dinamis model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan memberikan
restriksi dalam rangka identifikasi dari bentuk struktural.
VAR yang teretriksi disebut sebagai VECM. Restriksi ini ditambahkan
karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner pada level tetapi data tersebut
terkointegrasi. VECM digunakan untuk variabel yang tidak stasioner pada lag
yang sama, namun memiliki peluang untuk terkointegrasi (Firdaus 2011). VECM
juga digunakan untuk mengatasi masalah data yang spurious dan digunakan untuk
melihat pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Alat utama dalam VECM, yaitu ada uji kausalitas
granger, Impulse Response Function (IRF), dan Variance Decomposition (FEVD).
Model umum VECM dapat dtuliskan sebagai berikut:

(3.2)

Keterangan:
yt = vektor variabel endogen
μ0x = vektor intersep
μ1x = vektor koefisien regresi
t = time trend
Πx = αxβ` dengan b` mengandung persamaan kointegrasi
Γix = matriks koefisien regresi
k-1 = ordo VECM dari VAR
yt-1 = vektor in-level
εt = vektor error term
15

Pengujian Pra Estimasi

Uji Stasioneritas

Uji stasioneritas digunakan untuk melihat keberadaan akar unit pada suatu
data. Jika model mengandung akar unit, dapat disimpulkan bahwa data tersebut
tidak stasioner. Jika data yang tidak stasioner tersebut diregresikan dapat
menyebabkan fenomena regresi palsu (spurious regression), yaitu regresi yang
menggambarkan dua variabel atau lebih yang signifikan secara statistik namun
padahal tidak demikian (Dilla 2013). Pengujian ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) atau uji Phillips-Perron (PP).
Dalam penelitian ini, pengujian stasioneritas menggunakan uji Phillips-Perron
(PP) dengan statistik ujinya adalah jika nilai Phillips-Perron statistik lebih kecil
dari Mackinnon Critical Value maka hipotesis nol akan ditolak. Hipotesisnya
ditulis sebagai berikut H0 : ada akar unit atau tidak stasioner dan H1 : tidak ada
akar unit atau stasioner.

Pemilihan Lag Optimal

Pengujian panjang lag yang optimum dilakukan karena suatu variabel selain
dipengaruhi oleh variabel lainnya, juga dipengaruhi oleh variabel itu sendiri (Dilla
2013). Pemilihan panjang lag dilakukan sehingga sisaan tidak lagi mengandung
autokorelasi (Anas 2006). Model klasik mengasumsikan adanya gangguan
terhadap observasi tidak dipengaruhi oleh gangguan yang ada di pengamatan
lainnya. Sehingga tidak akan ada gangguan yang terbawa ke periode berikutnya,
namun jika hal tersebut terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa pengamatan
mengandung autokorelasi (Anas 2006). Hal ini penting karena konsekuensi dari
adanya autokorelasi dapat memberikan kesimpulan yang menyesatkan mengenai
hasil regresi yang dilakukan. Pemilihan lag optimal dilakukan dengan
memanfaatkan informasi dari Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz
Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ).

Uji Stabilitas VAR

Pengujian stabilitas VAR ini dilakukan agar hasil dari Impuls Response
Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decompotition (FEVD) dapat
dinyatakan valid. Model VAR dikatakan stabil apabila akar-akar dari fungsi
polinomial berada di unit circle atau nilai absolutnya kurang dari satu (Firdaus,
2011). Uji stabilitas VAR juga digunakan untuk melihat lag maksimal dari model.

Uji Kointegrasi

Kointegrasi adalah kombinasi linier antara satu atau lebih variabel yang
tidak stasioner pada lag yang sama, dan akan membentuk variabel yang stasioner
(Firdaus 2011). Uji kointegrasi ini bertujuan untuk menentukan variabel yang
tidak stasioner tersebut memiliki kointegrasi atau tidak. Uji ini juga digunakan
untuk menentukan metode VECM ini dapat digunakan atau tidak (Anas 2006).
16

Untuk melakukan pengujian ini, biasanya digunakan Johannsen Cointegration


Test. Jika nilai trace statistic > critical value, maka persamaan tolak H0 dan dapat
disimpulkan bahwa persamaan tersebut terkointegrasi. Hipotesis yang digunakan
adalah H0 : non-kointegrasi dan H1 : kointegrasi.

Impulse Respons Function (IRF)

Impulse Respons Function (IRF) adalah metode yang digunakan untuk


menentukan respon suatu variabel endogen terhadap suatu guncangan tertentu
(Firdaus 2011). IRF bertujuan untuk mengisolasi guncangan agar lebih spesifik
artinya melihat suatu variabel yang dapat dipengaruhi oleh guncangan tertentu
(Anas 2006). Selain itu, Impulse Respons Function (IRF) juga dapat
mengidentifikasi guncangan yang tidak diharapkan pada satu variabel endogen
memengaruhi variabel lainnya (Dilla 2013).

Variance Decompotition (FEVD)

Variance Decompotition (FEVD) merupakan metode yang digunakan untuk


melihat perubahan yang terjadi pada suatu variabel akibat oleh variabel lain yang
ditunjukkan dengan adanya perubahan pada error variance (Firdaus 2011).
Metode ini juga dapat memberikan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan
masing-masing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu
yang panjang. Faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi variabel tertentu dapat
dilihat dari FEVD ini, karena FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi
komponen yang dapat dihitungkan dengan setiap variabel endogen dalam model.
Hal ini memungkinkan untuk dapat melihat besarnya perbedaan antara error
variance sebelum dan sesudah terjadinya guncangan yang dapat berasal dari
dirinya sendiri maupun dari variabel lainnya.

Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada


Glocker dan Towbin (2012). Model yang digunakan adalah sebagai berikut:

(3.3)

Keterangan :
∆yt = vektor in-first different yang berisi variabel indeks harga
konsumen, rasio neraca transaksi berjalan-PDB, spread
suku bunga, giro wajib minimum, interest rate, total kredit,
dan nilai tukar efektif nominal
α0 = vektor intercept
17

∆LN_CPIt-1 = logaritma natural dari indeks harga konsumen in-first


different dengan lag satu
∆CAt-1 = rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB in-first
different dengan lag satu
∆SPRDt-1 = spread suku bunga kredit dan deposit in-first different
dengan lag satu
∆GWMt-1 = giro wajib minimum in-first different dengan lag satu
∆INTt-1 = interest rate in-first different dengan lag satu
∆LN_TKt-1 = logaritma natural dari total kredit in-first different dengan
lag satu
∆LN_NEERt-1 = logaritma natural dari nilai tukar efektif nominal in-first
different dengan lag satu
ECTt-1 = variabel in-level dari variabel indeks harga konsumen,
rasio neraca transaksi berjalan-PDB, spread suku bunga,
giro wajib minimum, interest rate, total kredit, dan nilai
tukar efektif nominal dengan lag satu
Γi = matriks koefisien regresi
εt = vektor error term

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Giro Wajib Minimum, Interest Rate, dan Variabel


Makroekonomi Lainnya

Bauran Kebijakan Giro Wajib Minimum dan Interest Rate

Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009, Bank


Indonesia menjadikan inflasi sebagai sasaran dalam rangka mencapai stabilitas
nilai rupiah. Seiring dengan diterapkannya ITF ini, sasaran operasional kebijakan
moneter Bank Indonesia juga bergeser dari quantity-based approach berupa uang
primer menjadi price-based approach berupa suku bunga kebijakan (Simorangkir
2014). Suku bunga kebijakan ini kemudian dijadikan suku bunga acuan bagi suku
bunga perbankan, seperti suku bunga kredit dan deposito. Sasaran akhir
penggunaan ITF ini adalah inflasi yang rendah dan stabil dalam rangka
kesejahteraan sosial masyarakat.
Fluktuasi pada suku bunga acuan Indonesia yang terlihat pada Gambar 4
menunjukkan bahwa suku bunga memang digunakan sebagai instrumen utama
setelah penerapan kerangka ITF. Namun, penggunaan interest rate tidak selalu
dapat digunakan untuk semua kondisi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu,
sesekali Bank Indonesia memilih untuk menggunakan instrumen lain untuk
menjaga stabilitas moneter. Salah satu diantaranya adalah giro wajib minimum.
Penggunaan giro wajib minimum ini masih jarang digunakan oleh Bank Indonesia
18

yang dapat terlihat pada Gambar 4 dengan tidak banyaknya perubahan pada besar
persentasenya.

Sumber : Bank Indonesia dan International Financial Statistic


Gambar 4 Perkembangan giro wajib minimum dan interest rate tahun 2005
hingga 2016

Berdasarkan Gambar 4, giro wajib minimum di Indonesia cenderung


mengalami peningkatan setiap tahunnya. Giro wajib minimum adalah cadangan
wajib bank umum yang wajib disimpan di bank sentral. Menurut Bank Indonesia
(2004), GWM merupakan simpanan minimum Bank Umum yang ditempatkan di
Bank Indonesia dalam bentuk saldo rekening giro yang besarnya ditetapkan
sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro wajib minimum
dalam rupiah cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2005 hingga 2015.
Peningkatan giro wajib minimum digunakan untuk menyerap ekses likuiditas di
perbankan, penguatan kondisi sektor perbankan dalam menghadapi berbagai
risiko, dan sebagai upaya pengoptimalan fungsi intermediasi perbankan.
Pada tahun 2015, Bank Indonesia menurunkan GWM dalam rupiah sebesar
0.5 persen yang digunakan sebagai stimulus perekonomian akibat terjadinya
perlambatan ekonomi. Bank Indonesia lebih memilih menggunakan giro wajib
mininum untuk menghindari tingginya ketidakpastian di pasar global. Penurunan
giro wajib minimum ini juga dilakukan Bank Indonesia dengan pertimbangan
kondisi stabilitas perekonomian pada semester II tahun 2015 yang semakin
membaik dan laju inflasi yang terkendali (Bank Indonesia 2015). Rencana
kenaikan suku bunga The Fed, kekhawatiran negoisasi fiskal Yunani dan
devaluasi Yuan menjadi beberapa pertimbangan Bank Indonesia untuk menjaga
tingkat interest rate tetap sepanjang tahun. Hal ini diakibatkan karena terjadi
perubahan tingkat suku bunga dapat memengaruhi variabel makroekonomi
lainnya salah satunya adalah tingkat inflasi dan sektor eksternal.
Pada tahun 2016, Bank Indonesia melakukan penurunan suku bunga
sebanyak tiga kali berturut-turut akibat rendahnya permintaan domestik sebagai
dampak dari melemahnya ekonomi global (Setiawan 2016). Hal ini dilakukan
Bank Indonesia juga dengan mempertimbangkan tekanan terhadap rupiah yang
mulai turun. Selain itu, giro wajib minimum juga diturunkan dengan harapan
dapat memperkuat upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut
Primadhyta (2016), penurunan dua variabel ini digunakan untuk menjaga
kecukupan likuiditas perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit yang
semakin menurun, mempercepat dan memperkuat transmisi moneter ke
perekonomian nasional, dan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap
menjaga stabilitas. Penurunan dua variabel ini diharapkan dapat meningkatkan
19

likuiditas untuk mendorong penurunan suku bunga kredit dan peningkatan kredit,
namun target tersebut tidak tercapai.

Hubungan Giro Wajib Minimum dan Interest Rate terhadap Variabel


Makroekonomi

Pada Gambar 5 dan Gambar 6 dipaparkan hasil dari scatter plot yang dapat
menunjukkan hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Berhubung penelitian ini menganalisis pengaruh dari giro wajib minimum dan
interest rate, pembahasan akan berfokus pada hubungan antara GWM dan interest
rate terhadap variabel makroekonomi yang digunakan.

Sumber : Bank Indonesia, IFS, Bruegel (diolah)


Gambar 5 Pola hubungan giro wajib minimum dengan variabel makroekonomi
20

(i) Giro wajib minimum terhadap kredit

Perubahan pada giro wajib minimum akan memengaruhi ekspansi kredit di


suatu negara dengan arah yang berlawanan (Vidyani 2006). Bank Sentral akan
meningkatkan persentase giro wajib minimum untuk menurunkan jumlah deposit
yang dapat digunakan sebagai kredit sehingga ekspansi kredit akan terhambat,
namun berdasarkan Gambar 5 hubungan antara giro wajib minimum dan kredit
yang disalurkan oleh perbankan menunjukkan tren yang positif. Menurut
Simorangkir (2014), kondisi prospek perekonomian Indonesia juga mengambil
peran dalam efektivitas mekanisme transmisi terhadap kredit, sedangkan menurut
Bank Indonesia (2010), hubungan positif ini diakibatkan karena kenaikan giro
wajib minimum digunakan untuk mengurangi tingginya ekses likuiditas yang
tidak terserap oleh perbankan sebagai kredit yang disalurkan ke masyarakat. Ekses
likuiditas yang tinggi ini perlu dikelola secara optimal agar dapat mencerminkan
konsen Bank Indonesia dalam merespon tekanan inflasi. Selain itu, peningkatan
giro wajib minimum digunakan untuk mencegah adanya peningkatan ekspektasi
inflasi yang dapat berdampak pada stabilitas moneter. Oleh sebab itu, peningkatan
giro wajib minimum disini tidak menyebabkan penurunan total kredit. Total kredit
tetap mengalami peningkatan sesuai dengan rencana bisnis perbankan.

(ii) Giro wajib minimum terhadap spread suku bunga

Berdasarkan Gambar 5, hubungan giro wajib minimum dan spread suku


bunga adalah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan pada giro
wajib minimum ternyata diringi dengan penurunan spread suku bunga. Hubungan
negatif diantara keduanya disebabkan karena kenaikan pada giro wajib minimum
memiliki pengaruh yang relatif minimal terhadap suku bunga kredit (Bank
Indonesia 2010). Sehingga pengaruh giro wajib minimum tidak selalu direspon
searah oleh spread suku bunga. Hal ini juga didukung oleh penelitian Montoro
dan Moreno (2011) yang menyatakan bahwa perubahan pada giro wajib minimum
hanya akan memengaruhi salah satu antara suku bunga kredit dan suku bunga
deposito.

(iii) Giro wajib minimum terhadap nilai tukar

Menurut pola hubungan pada Gambar 5, hubungan giro wajib minimum dan
nilai tukar memiliki tren yang negatif. Hal ini menandakan bahwa kenaikan giro
wajib minimum direspon dengan adanya depresiasi nilai tukar. Secara normatif,
adanya hubungan diantara keduanya adalah positif. Pola negatif ini dapat
disebabkan karena kondisi pemain di pasar uang Indonesia yang umumnya berasal
dari luar negeri dengan kisaran 60-70 persen yang menyebabkan keuangan dalam
negeri sangat rentan terhadap guncangan menurut (Gunadi et al. 2013). Jadi
perubahan pada nilai tukar tidak selalu sesuai dengan teori karena Indonesia juga
negara dengan ekonomi terbuka, maka faktor eksternal juga dapat memberikan
kontribusi.
21

(iv) Giro wajib minimum terhadap rasio transaksi berjalan-PDB

Depresiasi yang terjadi pada nilai tukar ternyata tidak mendorong


peningkatan ekspor yang meningkatkan neraca berjalan. Depresiasi akibat
kenaikan giro wajib minimum mendorong neraca berjalan mengalami defisit atau
terdapat hubungan negatif diantara giro wajib minimum dan neraca transaksi
berjalan. Hal ini dapat dijelaskan karena Indonesia merupakan negara dengan
ekonomi terbuka, maka persoalan ekspor impor tidak hanya dipengaruhi oleh
sektor internal namun juga dipengaruhi oleh sektor eksternal, seperti pada tahun
2011 saat Tiongkok sebagai salah satu mitra dagang Indonesia mengurangi
permintaan ekspor Indonesia akibat adanya perlambatan ekonomi Tiongkok
(Bank Indonesia 2015). Hal ini menyebabkan neraca transaksi berjalan Indonesia
mengalami defisit disaat giro wajib minimum cenderung mengalami peningkatan.

(v) Giro wajib minimum terhadap inflasi

Peningkatan giro wajib minimum juga memiliki hubungan yang positif


dengan indeks harga konsumen, artinya kenaikan giro wajib minimum juga diikuti
oleh kenaikan inflasi. Menurut Warjiyo dalam Kompas (2012), akibat masih
tingginya selisih antara suku bunga deposit dan suku bunga kredit menjadikan
kenaikan giro wajib minimum tidak akan memengaruhi suku bunga perbankan.
Sehingga kenaikan giro wajib minimum belum cukup untuk menurunkan inflasi
melalui jalur suku bunga.

Hubungan interest rate variabel makroekonomi dipaparkan sebagai berikut


(i) Interest rate terhadap total kredit

Suku bunga dan total kredit memiliki hubungan negatif yang terlihat pada
pola hubungan pada Gambar 6. Penurunan suku bunga direspon dengan adanya
kenaikan total kredit. Total kredit di Indonesia memiliki kecenderungan untuk
meningkat karena adanya rencana perbankan untuk dapat meningkatkan kredit
karena kredit merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi perbankan. Oleh
karena itu perbankan akan berusaha meningkatkan kredit yang disalurkan untuk
masyarakat dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian Indonesia.
Peningkatan kredit dapat meningkatkan aktivitas ekonomi sektor yang
mendapatkan saluran kredit sehingga dapat meningkatkan ekonomi sebagai tujuan
akhirnya.

(ii) Interest rate terhadap nilai tukar efektif nominal

Hubungan diantara interest rate dan nilai tukar menurut Gambar 6 adalah
positif. Kenaikan interest rate menyebabkan apresiasi pada nilai tukar. Hal ini
sejalan dengan teori yang berkembang. Saat interest rate meningkat relatif lebih
besar terhadap suku bunga dunia, akan menarik investor asing untuk menanamkan
modalnya ke dalam negeri. Oleh karena itu rupiah akan terapresiasi akibat valuta
asing yang meningkat. Begitu pula sebaliknya jika terjadi penurunan interest rate
akan mendepresiasi rupiah.
22

Sumber : Bank Indonesia, IFS, Bruegel diolah


Gambar 6 Pola hubungan interest rate dengan variabel makroekonomi

(iii) Interest rate terhadap spread suku bunga

Berdasarkan Gambar 6, hubungan diantara interest rate dan spread suku


bunga adalah negatif. Hal ini menunjukkan saat ada kecenderungan terjadinya
penurunan pada interest rate ternyata spread suku bunga mengalami peningkatan.
Hal ini bertentangan dengan teori yang berkembang dimana interest rate
seharusnya menjadi acuan bagi suku bunga kredit dan suku bunga deposito
sehingga spread suku bunga bergerak kearah yang sama. Berdasarkan Noegroho
(2002), ketidaksesuaian hubungan ini terjadi saat perbankan meningkatkan suku
23

bunga deposito untuk merespon rendahnya likuiditas akibat Bank Indonesia


meningkatkan suku bunga.

(iv) Interest rate terhadap rasio transaksi berjalan-PDB

Hubungan positif juga diperlihatkan oleh hasil scatter plot antara interest
rate dan neraca transaksi berjalan. Hal ini bertentangan dengan teori yang
berkembang dimana saat adanya apresiasi nilai tukar akan mengakibatkan neraca
transaksi berjalan cenderung turun. Namun hubungan positif ini terbentuk akibat
neraca transaksi berjalan Indonesia cenderung mengalami penurunan akibat
struktur impor Indonesia yang masih didominasi oleh produk bahan baku
(Krisnamurthi dalam Agustinus 2013). Hal ini berimplikasi bahwa saat rupiah
mengalami depresiasi harga barang impor mahal sehingga dapat menurunkan
ekspor karena bahan baku yang terbilang mahal pula. Ketidaksesuaian pola
hubungan ini dapat terjadi karena faktor eksternal, seperti pada tahun 2011 neraca
transaksi berjalan di Indonesia juga mengalami penurunan yang tajam akibat
Tiongkok sebagai salah satu mitra dagang Indonesia mengurangi permintaan
ekspor Indonesia akibat adanya perlambatan ekonomi Tiongkok. Defisit yang
dialami neraca berjalan Indonesia terus berlangsung bahkan hingga tahun 2016.
Selain itu, pemberian subsidi bahan bakar minyak di dalam negeri turut
memperburuk keadaan neraca transaksi berjalan Indonesia. Namun, neraca
transaksi berjalan mulai berada di level yang sehat ditunjukkan dengan defisit
yang menurun pada tahun 2015 lalu akibat aktivitas impor yang difokuskan untuk
kebutuhan infrastruktur strategis merupakan faktor penting dalam penurunan
defisit neraca transaksi berjalan (Bank Indonesia 2015).

(v) Interest rate terhadap inflasi

Berdasarkan Gambar 6, inflasi memiliki hubungan yang negatif dengan


perubahan pada interest rate. Penurunan pada suku bunga akan mendorong
penurunan suku bunga kredit. Rendahnya suku bunga kredit ini akan menarik
masyarakat untuk meminjam ke perbankan sehingga kredit yang disalurkan oleh
perbankan akan meningkat. Peningkatan kredit ini akan meningkatkan aktivitas
ekonomi yang dapat mendorong terjadi peningkatan inflasi. Inflasi tertinggi
dicapai pada akhir 2005 yang mencapai 18.38 persen. Hal ini diakibatkan karena
adanya mini krisis yang melanda Indonesia. Pada saat itu, harga bahan bakar
minyak mengalami peningkatan sehingga mendorong inflasi untuk bergerak naik
(Gunadi et al. 2013). Sedangkan pada akhir tahun 2009 inflasi hanya mencapai
2.41 persen yang merupakan inflasi terendah yang pernah dicapai Indonesia.

Pengujian Pra Estimasi

Secara umum, berikut hasil pengujian pra estimasi yang dilakukan pada
penelitian ini. Untuk uji stasioneritas, data dianalisis agar tidak menghasilkan
regresi semu (spurious regression). Kestasioneran data pada setiap variabel dapat
dilihat dengan uji Phillips-Perron (PP). Bila nilai statistik PP lebih besar dari nilai
kritis Mc Kinnon maka data tersebut tidak stasioner, tetapi bila nilai statistik
24

PPnya lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tersebut stasioner atau terintegrasi
pada ordo nol (I(0)) atau tingkat level.
Hasil uji stasioneritas data pada level dengan taraf nyata 5 persen dapat
dilihat pada Lampiran 1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hampir semua
variabel yang digunakan pada penelitian ini kecuali indeks harga konsumen dan
rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB tidak stasioner pada level. Data yang
tidak stasioner selanjutnya akan dilakukan uji stasioneritas pada tingkat first
different. Hasil pengujian pada first different dapat dilihat pada Lampiran 2.
Menurut hasil uji stasioneritas tersebut, bahwa semua variabel yang digunakan
pada penelitian ini menunjukkan hasil yang stasioner. Oleh karena data yang
digunakan dalam penelitian ini menunjukkan stasioner pada first diferrent, maka
penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan menentukan lag optimal.
Pemilihan lag optimal dilakukan dengan memanfaatkan informasi dari
Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-Quinn
Criterion (HQ). Berdasarkan hasil uji lag optimal yang dapat dilihat pada
Lampiran 3 menunjukkan bahwa lag optimal pada penelitian ini adalah lag satu
dengan lag maksimum dua belas. Selanjutnya, model VAR yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dikatakan stabil karena roots of characterictic polynomial atau
nilai modulusnya lebih rendah dari satu dengan nilai kisaran 0.99 – 0.6. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil IRF dan FEVD yang digunakan dalam penelitian ini
valid.
Agar dapat menerapkan model VECM, sebelumnya harus melakukan uji
kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka
panjang yang stabil antara variabel-variabel yang terkointegrasi pada derajat yang
sama, yaitu derajat satu (I(1)). Hasil dari uji kointegrasi menggunakan uji
Johansen dengan asumsi summary, sebagaimana terlihat pada Lampiran 4, asumsi
trend deterministik yang sesuai digunakan dalam penelitian ini adalah asumsi
empat (Intercept and trend in CE-linier) dan terdapat tiga persamaan kointegrasi
pada taraf nyata lima persen.

Analisis Impulse Response Function

IRF digunakan untuk menunjukkan respon variabel total kredit, indeks


harga konsumen, neraca transaksi berjalan, nilai tukar efektif nominal, dan spread
suku bunga akibat adanya guncangan pada giro wajib minimum dan interest rate.
Dalam penelitian ini, jangka waktu yang digunakan dalam menganalisis
guncangan giro wajib minimum dan interest rate terhadap variabel makroekonomi
diatas diproyeksikan dalam 48 periode (empat tahun) ke depan.

Analisis guncangan giro wajib minimum

Berdasarkan Gambar 7, pada periode pertama nilai tukar merespon positif


sebesar 0.001 persen, sedangkan pada periode kedua hingga keempat guncangan
giro wajib minimum direspon negatif oleh nilai tukar dengan kisaran 0.003
persen, 0.002 persen pada periode ketiga dan 0.0008 persen pada periode
keempat. Hubungan negatif diantara keduanya yang memiliki arti bahwa adanya
peningkatan giro wajib minimum akan mendepresiasi nilai tukar domestik.
25

Peningkatan giro wajib minimum akan meningkatkan biaya perbankan sehingga


akan meningkatkan spread suku bunga yang menurunkan investasi (Glocker dan
Towbin 2012). Oleh sebab itu, akan terjadi aliran modal keluar karena investor
asing akan memilih untuk menginvestasikan uang pada negara lain karena biaya
peminjaman di dalam negeri cenderung lebih mahal. Aliran modal keluar ini akan
menyebabkan nilai tukar domestik terdepresiasi. Hubungan positif keduanya yang
mulai terjadi pada periode kelima dapat dijelaskan bahwa saat peningkatan giro
wajib minimum, penawaran uang akan berkurang, menurunkan kurva LM pada
kurva preferensi likuiditas dan kurva Agregat Demand (AD) sehingga nilai tukar
terapresiasi. Konvergensi pada nilai tukar terjadi pada periode ke 22 dengan
kisaran 0.0081 persen.

Gambar 7 Hasil IRF pada guncangan giro wajib minimum

Pada periode pertama variabel indeks harga konsumen, neraca transaksi


berjalan, dan spread suku bunga belum menunjukkan respon. Pada periode kedua
hingga kelima respon guncangan giro wajib minimum direspon positif oleh neraca
transaksi berjalan dengan besaran yang meningkat dari 0.05 persen hingga 0.25
persen. Mulai periode keenam, kisaran guncangan giro wajib minimum direspon
26

positif dengan besaran yang menurun dan mulai mengalami konvergen pada
periode ke 35 dengan kisaran 0.165 persen. Hubungan positif ini masih sejalan
dengan terdepresiasinya nilai tukar pada awal guncangan. Depresiasi akan
mendorong peningkatan ekspor sehingga neraca transaksi berjalan akan
mengalami surplus. Setelah memasuki fase apresiasi, peningkatan neraca transaksi
berjalan dapat dijelaskan oleh Simorangkir dan Suseno (2004). Ketidaksesuaian
hubungan antara nilai tukar dan neraca transaksi berjalan ini dapat disebabkan
banyak faktor salah satunya adalah elastisitas dari barang impor dan ekspor.
Semakin tidak elastis suatu barang, akan semakin sulit untuk keduanya berjalan
beriringan sesuai dengan hipotesis yang berlaku.
Indeks harga konsumen merespon positif dengan adanya guncangan giro
wajib minimum pada periode kedua dan ketiga dengan besaran berturut-turut
0.0006 dan 0.0003. Peningkatan giro wajib minimum akan mendepresiasi nilai
tukar pada awal periode guncangan. Depresiasi ini memiliki hubungan langsung
dengan peningkatan inflasi (Simorangkir dan Suseno 2004). Harga barang impor
akan menjadi mahal akibat depresiasi yang terjadi dan akan meningkatkan harga
barang dalam negeri atau inflasi. Setelah periode keempat respon indeks harga
konsumen mengalami penurunan dengan nilai yang berfluktuasi. Menurut Perez-
Ferero dan Vega (2014), peningkatan pada giro wajib minimum akan menurunkan
money multiplier sehingga menyebabkan adanya penurunan penawaran uang.
Penurunan penawaran uang akan mendorong inflasi untuk turun pula. Indeks
harga konsumen mengalami konvergen pada periode ke 32 pada kisaran 0.00022
persen.
Spread suku bunga merespon negatif dengan kisaran 0.02 persen pada
periode kedua akibat guncangan giro wajib minimum. Penurunan spread suku
bunga direspon dengan kisaran yang berfluktuasi dengan kisaran terbesar terjadi
pada periode kelima yaitu 0.079 persen. Variabel ini mengalami konvergen pada
periode ke 22 dengan kisaran 0.057 persen. Hubungan negatif antara giro wajib
minimum dan spread suku bunga disebabkan karena kenaikan pada giro wajib
minimum memiliki pengaruh yang relatif minimal terhadap suku bunga kredit
(Bank Indonesia 2010). Hal ini terkait dengan tingginya ekses likuiditas
perbankan. Selama ini giro wajib minimum lebih banyak digunakan untuk
menyerap kelebihan dana tersebut di perbankan. Disisi lain, menurut Noegroho
(2002) penurunan kelebihan dana tersebut dapat mendorong bank untuk
meningkatkan suku bunga deposito akibat likuiditas bank yang semakin menurun.
Oleh karena itu, sangat mungkin untuk adanya pengaruh yang kecil bahkan
negatif dari perubahan giro wajib minimum terhadap spread suku bunga.
Total kredit merespon positif pada dua periode pertama dengan kisaran
0.0006 persen dan 0.0019 persen. Hal ini sesuai hubungan negatif giro wajib
minimum dengan spread suku bunga. Berdasarkan pengertian spread suku bunga,
yaitu selisih antara suku bunga kredit dan deposit, maka spread suku bunga dan
suku bunga kredit memiliki hubungan yang positif. Oleh karena itu, saat giro
wajib minimum mengalami peningkatan dan direspon negatif oleh spread suku
bunga, maka suku bunga kredit juga merespon negatif. Respon negatif suku bunga
kredit ini akan mengakibatkan kredit turun. Selain itu, hal ini dapat terjadi karena
dalam jangka pendek perbankan telah memiliki rencana anggaran dan target yang
telah ditetapkan sehingga kinerja perbankan khususnya total kredit belum atau
sedikit terpengaruh dengan adanya kebijakan giro wajib minimum (Teniwut
27

2006). Pada periode ketiga, adanya guncangan giro wajib minimum mulai
direspon negatif oleh total kredit dengan kisaran yang semakin meningkat. Hasil
estimasi sesuai dengan hipotesis dimana peningkatan giro wajib minimum dapat
menurunkan likuiditas perbankan sehingga menurunkan kemampuan perbankan
untuk menyalurkan kredit. Total kredit mengalami konvergen pada periode ke 19
dengan kisaran 0.0062 persen.
Adanya guncangan pada giro wajib minimum direspon variabel spread suku
bunga dan neraca transaksi berjalan secara umum dengan bergerak tidak sesuai
dengan hipotesis awal penelitian. Ketidaksesuaian hubungan tersebut dapat terjadi
akibat faktor-faktor yang memengaruhi ekspor dan impor serta spread suku bunga
diluar giro wajib minimum. Selain dua variabel diatas, variabel total kredit, indeks
harga konsumen, dan nilai tukar sesuai dengan hipotesis awal terkait hubungannya
dengan giro wajib minimum secara umum.

Analisis guncangan interest rate

Berdasarkan Gambar 8, pada periode pertama guncangan interest rate


direspon negatif oleh nilai tukar. Respon negatif yang ditunjukkan oleh nilai tukar
akibat adanya guncangan pada interest rate ini terjadi hingga periode ke 12
dengan range dari 0.0011 hingga 0.0001 persen. Kemudian tiga periode kedepan,
nilai tukar mengalami peningkatan akibat adanya peningkatan pada interest rate.
Mulai pada periode ke 16 nilai tukar merespon negatif kembali akibat adanya
guncangan pada interest rate sebesar 0.0001 persen. Penurunan ini semakin
meningkat hingga periode ke 23 pada kisaran 0.00043 persen. Setelah ini besaran
penurunan nilai tukar semakin menurun hingga mengalami konvergen pada
periode ke 37 pada kisaran 0.00037 persen.
Interest rate dapat dilihat sebagai tingkat pengembalian dan juga dapat
dilihat sebagai biaya. Untuk kasus interest rate sebagai tingkat pengembalian,
setiap peningkatannya akan mendorong terjadinya aliran modal masuk karena
tingkat pengembalian yang ditawarkan perbankan tinggi. Aliran modal masuk
juga dapat terjadi jika interest rate dilihat sebagai biaya. Saat interest rate
meningkat, maka hal ini dapat diartikan pula biaya peminjaman modal tinggi. Hal
ini akan menurunkan minar investor untuk menanamkan modalnya. Keduanya
akan menyebabkan depresiasi nilai tukar domestik. Berdasarkan Gambar 8,
hubungan negatif diantara interest rate dan nilai tukar dapat terjadi karena interest
rate dipandang sebagai biaya penanaman modal sehingga peningkatannya
mendorong rupiah terdepresiasi.
Neraca transaksi berjalan yang belum memperlihatkan respon pada periode
pertama, merespon positif pada periode kedua dengan kisaran 0.015 persen hingga
periode ketujuh dengan kisaran 0.016 persen. Respon positif ini sejalan dengan
terdepresiasinya nilai tukar diawal periode. Terdepresiasinya nilai tukar
meningkatkan kecenderungan untuk meningkatkan ekspor sehingga neraca
transaksi berjalan mengalami surplus. Guncangan interest rate direspon negatif
oleh neraca transaksi berjalan dengan kisaran yang semakin menurun mulai dari
periode kedelapan. Kenaikan pada interest rate akan menyebabkan aliran modal
masuk karena tingkat suku bunga dalam negeri lebih besar dari tingkat bunga
dunia, ceteris paribus. Hal ini menyebabkan nilai tukar terapresiasi yang
mendorong neraca transaksi berjalan untuk menurun. Pada neraca transaksi
28

berjalan akibat guncangan interest rate mengalami konvergen pada periode ke 30


dengan kisaran 0.032 persen. Neraca transaksi berjalan tidak harus sejalan dengan
respon nilai tukar karena banyak faktor yang dapat memengaruhi neraca transaksi
berjalan, salah satu diantaranya adalah elastisitas produk impor dan ekspor
(Simorangkir dan Suseno 2004).

Gambar 8 Hasil IRF pada guncangan interest rate

Indeks harga konsumen juga belum memberikan respon pada periode


pertama, namun pada periode kedua hingga periode keenam merespon positif
terhadap guncangan interest rate dengan besaran yang semakin menurun dari
0.0019 persen menjadi 0.00016 persen pada periode keenam. Hal ini dapat
disebabkan karena adanya perubahan pada faktor penentu inflasi selain interest
rate, seperti adanya kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik dan telepon, dan upah
minimum (Simorangkir 2014). Mulai pada periode ketujuh, guncangan interest
rate direspon negatif oleh indeks harga konsumen. Apabila suku bunga
meningkat, masyarakat akan cenderung menyimpan uangnya di perbankan karena
tingkat pengembalian yang tinggi, sehingga penawaran uang menurun dan
29

akhirnya menurunkan tingkat inflasi. Konvergensi pada indeks harga konsumen


terjadi pada periode ke 35 dengan kisaran 0.00033 persen.
Guncangan interest rate direspon negatif oleh spread suku bunga. Pada
periode kedua adanya kenaikan interest rate mengakibatkan penurunan pada
spread suku bunga sebesar 0.056 persen. Penurunan ini terus mengalami
peningkatan hingga periode ketujuh dengan besaran 0.16 persen. Pada periode
kedelapan, penurunan spread suku bunga akibat guncangan interest rate terus
mengalami penurunan. Konvergensi pada variabel ini dicapai pada periode ke 23
dengan kisaran 0.129 persen. Hubungan negatif ini dijelaskan oleh Noegroho
(2002) bahwa saat Bank Indonesia meningkatkan suku bunga menyebabkan
likuiditas bank akan turun. Untuk mengkompensasi turunnya likuiditas, perbankan
akan meningkatkan suku bunga deposito untuk meningkatkan pendapatan
perbankan. Peningkatan suku bunga deposito ini dengan asumsi perubahannya
lebih besar dibandingkan suku bunga kredit akan menurunkan spread suku bunga.
Guncangan interest rate direspon positif oleh total kredit pada periode
pertama sebesar 0.0003 persen hingga periode kelima pada kisaran 0.0004 persen.
Total kredit mulai merespon negatif akibat guncangan interest rate dimulai pada
periode keenam sebesar 0.0001 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana
peningkatan interest rate akan cenderung meningkatkan suku bunga kredit
sehingga permintaan terhadap kredit menurun. Kisaran penurunan total kredit ini
mengalami peningkatan hingga mengalami konvergen pada periode ke 27 pada
kisaran 0.0016 persen.
Adanya guncangan pada interest rate direspon variabel spread suku bunga
dan nilai tukar secara umum dengan bergerak tidak sesuai dengan hipotesis awal
penelitian. Ketidaksesuaian hubungan tersebut dapat terjadi akibat faktor-faktor
yang memengaruhi spread suku bunga dan nilai tukar diluar interest rate.
Sedangkan variabel total kredit, indeks harga konsumen, dan neraca transaksi
berjalan sesuai dengan hipotesis awal terkait hubungannya dengan interest rate
secara umum.

Analisis Dekomposisi Varian

FEVD digunakan untuk menjelaskan kontribusi dari giro wajib minimum


dan interest rate dalam memengaruhi flukuasi yang terjadi pada masing-masing
variabel makroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini. Jangka waktu yang
digunakan pada penelitian ini untuk memproyeksikan FEVD ini adalah 48 periode
(empat tahun).

Analisis dekomposisi varian indeks harga konsumen

Berdasarkan hasil dekomposisi varian yang dapat dilihat pada Gambar 9,


dapat disimpulkan bahwa selama periode yang digunakan, terlihat bahwa
pengaruh indeks harga konsumen itu sendiri memegang peranan terbesar dalam
memengaruhi dirinya sendiri. Pada kuartal pertama, interest rate memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap indeks harga konsumen dengan besaran 7.25
persen. Pengaruh interest rate ini terus meningkat dan mencapai puncaknya pada
periode keempat sebesar 8.03 persen. Memasuki periode kelima pengaruh interest
30

rate semakin menurun hingga periode ke 48 sebesar 2.53 persen. Sementara itu,
spread suku bunga mendominasi dengan peningkatan kontribusi pada fluktuasi
indeks harga konsumen yang terlihat pada Gambar 9. Pada periode kelima
pengaruh spread suku bunga ini sebesar 8.71 persen dan terus mengalami
peningkatan hingga periode ke 48 sebesar 47.01 persen.
Variabel neraca transaksi berjalan, giro wajib minimum, total kredit, dan
nilai tukar terlihat kurang memiliki pengaruh yang besar pada fluktuasi indeks
harga konsumen yang masing masing hanya berperan 0.004 persen, 0.43 persen,
2.36 persen, dan 0.005 persen pada periode kedua. Pengaruh giro wajib minimum
mengalami peningkatan hingga pada 1 tahun pertama dengan besaran 1.13 persen,
dan kemudian mengalami penurunan hingga tahun keempat dengan besaran 0.62
persen. Hal serupa juga diperlihatkan oleh neraca transaksi berjalan yang
mengalami peningkatan hingga periode kesembilan sebesar 1.107 persen, dan
kemudian terus mengalami penurunan hingga tahun keempat. Total kredit
mencapai kontribusi terbesar pada periode kelima sebesar 2.15 persen, sedangkan
nilai tukar menunjukkan nilai pengaruh yang semakin meningkat setiap
periodenya, hanya saja dengan besaran yang kecil sekitar 0.005 persen hingga 1.5
persen diakhir tahun keempat.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47

LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER

Gambar 9 Hasil dekomposisi varian indeks harga konsumen

Analisis dekomposisi varian pada neraca transaksi berjalan

Berdasarkan hasil dekomposisi varian pada Gambar 10, bahwa pada periode
pertama, fluktuasi pada neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh neraca
transaksi berjalan itu sendiri dan indeks harga konsumen dengan masing-masing
besaran 91.07 persen dan 8.92 persen. Variabel lainnya belum menunjukkan
responnya pada periode pertama. Pada periode kedua, seluruh variabel telah
menunjukkan adanya kontribusi pada fluktuasi neraca transaksi berjalan dan
terdapat tiga variabel yang memberikan terbesar yaitu nilai tukar, giro wajib
minimum, dan indeks harga konsumen dengan nilai kontribusinya masing-masing
diatas 10 persen.
Pada tahun pertama, kontribusi terbesar kedua setelah dirinya sendiri adalah
nilai tukar dengan 15.38 persen yang nilainya semakin meningkat. Seperti halnya
nilai tukar, giro wajib minimum dan indeks harga konsumen juga memiliki
31

kontribusi terbesar dan mengalami peningkatan secara berturut-turut sebesar 14.57


persen dan 11.91 persen pada tahun pertama. Total kredit juga mengalami
peningkatan dalam memengaruhi fluktuasi neraca transaksi berjalan dengan
kisaran 6.25 persen di tahun pertama. Kemudian, spread suku bunga justru
mengalami penurunan dalam memengaruhi fluktuasi neraca transaksi berjalan.
Terakhir, interest rate yang tidak terlalu besar dalam memengaruhi neraca
transaksi berjalan dengan kisaran 0.39 persen di tahun pertama. Proyeksi tiga
tahun kedepan, urutan variabel yang mendominasi fluktuasi pada neraca transaksi
berjalan tidak berubah, yaitu neraca transaksi berjalan itu sendiri, nilai tukar, giro
wajib minimum, indeks harga konsumen, total kredit, spread suku bunga, dan
interest rate. Pada akhir tahun keempat nilai tukar, giro wajib minimum, indeks
harga konsumen, total kredit, spread suku bnga, dan interest rate berturut-turut
memiliki kontribusi sebesar 17.81 persen, 17.2 persen, 13.68 persen, 10.37 persen,
2.79 persen, dan 0.63 persen.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47

LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER

Gambar 10 Hasil dekomposisi varian rasio neraca transaksi berjalan terhadap


PDB

Analisis dekomposisi varian spread suku bunga

Berdasarkan hasil dekomposisi varian pada Gambar 11, terlihat bahwa pada
periode pertama, indeks harga konsumen, neraca transaksi berjalan, dan spread
suku bunga telah memberikan kontribusi pada fluktuasi spread suku bunga,
sedangkan interest rate, total kredit, dan nilai tukar efektif nominal belum
menunjukkan adanya kontribusi. Dominasi fluktuasi spread suku bunga
dipengaruhi oleh interest rate dan neraca transaksi berjalan berturut-turut
memberikan konstribusi sebesar 27.3 persen dan 18.73 persen pada tahun
pertama. Interest rate memiliki pengaruh yang semakin menurun hingga
mencapai 24.76 persen di akhir tahun keempat, sedangkan neraca transaksi
berjalan cenderung mengalami peningkatan mencapai 20.43 persen di akhir tahun
keempat.
Pada posisi keempat terdapat giro wajib minimum yang memiliki besaran
yang sempat meningkat dari 1.64 persen diperiode kedua hingga 8.08 persen
diperiode keenam, kemudian mengalami penurunan dengan besaran 5.53 persen di
32

akhir tahun pertama dan 4.9 persen di akhir tahun keempat. Seperti halnya giro
wajib minimum, indeks harga konsumen, total kredit, dan nilai tukar juga sempat
mengalami peningkatan dengan besaran secara berturut-turut 2.33 di periode
keenam, 1.005 persen diperiode keempat, dan 0.39 persen di periode kelima.
Ketiga variabel ini kemudian mengalami penurunan dengan besaran berturut-turut
0.33 persen, 0.21 persen, dan 0.04 persen di akhir tahun keempat.

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47

LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER

Gambar 11 Hasil dekomposisi varian spread suku bunga

Analisis dekomposisi varian total kredit

Berdasarkan Gambar 12, pada periode pertama terlihat bahwa semua


variabel kecuali nilai tukar telah memberikan kontribusi pada fluktuasi yang
terjadi pada total kredit. Pada periode pertama ini menunjukkan bahwa kontribusi
terbesar ada pada total kredit itu sendiri sebesar 87.61 persen. Neraca transaksi
berjalan, spread suku bunga, indeks harga konsumen, giro wajib minimum, dan
interest rate berturut-turut memengaruhi total kredit sebesar 7.86 persen, 2.94
persen, 1.15 persen, 0.33 persen, dan 0.08 persen.
Nilai tukar menempati posisi kedua dengan kontribusi yang semakin
meningkat sebesar 37.69 persen di akhir tahun keempat. Kemudian neraca
transaksi berjalan sempat mengalami peningkatan hingga periode ke delapan
dengan besaran 25.04 persen dan hingga akhir tahun keempat mengalami
penurnan dengan besaran 19.69 persen. Variabel giro wajib minimum setiap
periodenya mengalami peningkatan dalam memengaruhi fluktuasi total kredit
dengan besaran 11.22 persen pada periode ke 48. Besaran ini menempati posisi
kelima setelah nilai tukar, neraca transaksi berjalan, total kredit itu sendiri, dan
spread suku bunga. Selain itu, spread suku bunga juga mengalami peningkatan
dalam memengaruhi total kredit setiap periodenya dengan besaran 15.02 persen
pada tahun pertama dan mengalami penurunan hingga tahun keempat sebesar
14.68 persen.
Variabel interest rate dan indeks harga konsumen terlihat tidak terlalu
memberikan pengaruh terhadap fluktuasi total kredit. Interest rate sendiri sempat
mengalami peningkatan pada hingga periode kedua sebesar 1.08 persen. Setelah
33

itu kontribusi interest rate terhadap total kredit mengalami penurunan bahkan
hingga akhir tahun keempat kontribusi interest rate tidak mencapai satu persen,
yaitu hanya sebesar 0.83 persen di periode ke 48. Indeks harga konsumen juga
sempat mengalami peningkatan selama lima periode pertama dari 1.15 persen
hingga 2.05 persen. Penurunan kontribusi indeks harga konsumen juga terjadi
hingga periode ke 48 dengan besaran 0.44 persen.

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47

LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER

Gambar 12 Hasil dekomposisi varian total kredit

Analisis dekomposisi varian nilai tukar efektif nominal

Berdasarkan Gambar 13, pada periode pertama, seluruh variabel terlihat


sudah memengaruhi fluktuasi yang terjadi pada nilai tukar. Sepanjang empat
tahun kedepan, kontribusi nilai tukar itu sendiri mendominasi dengan besaran
89.91 persen pada periode pertama menjadi 33.16 persen diakhir tahun keempat,
namun besaran kontribusi ini semakin menurun setiap periodeannya. Variabel
dengan pengaruh terbesar kedua adalah total kredit yang pada periode pertama
memberikan kontribusi sebesar 5.14 persen. Diposisi selanjutnya adalah indeks
harga konsumen, spread suku bunga, giro wajib minimum, interest rate, dan
neraca transaksi berjalan dengan besarannya berturut-turut 2.35 persen, 1.89
persen, 0.34 persen, 0.33 persen, dan 0.0001 persen.
Kontribusi yang semakin meningkat diperlihatkan oleh seluruh variabel
interest rate, total kredit, dan NEER itu sendiri. Hingga pada tahun keempat
kontribusi terbesar secara berturut turut adalah giro wajib minimum, spread, dan
neraca transaksi berjalan dengan besaran 28.75 persen, 18.62 persen, dan 9.7
persen diakhir tahun keempat. Kemudian terdapat total kredit dengan besaran 6.95
persen diakhir periode, namun sempat mengalami peningkatan dengan puncaknya
sebesar 8.46 persen pada periode ke sepuluh. Indeks harga konsumen dan interest
rate tidak terlalu memberikan kontribusi pada fluktuasi NEER. Kedua variabel ini
hanya memberikan kontribusi sebesar 1.81 persen untuk indeks harga konsumen
dan 0.94 persen untuk interest rate pada akhir periode.
34

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47

LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER

Gambar 13 Hasil dekomposisi varian NEER

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil IRF, pengaruh rata-rata dari guncangan giro wajib


minimum dapat menurunkan tingkat inflasi yang diproksikan dengan adanya
penurunan indeks harga konsumen, menurunkan tingkat kredit, dan spread suku
bunga. Sementara itu, peningkatan giro wajib minimum menyebabkan apresiasi
pada nilai tukar, namun juga menyebabkan kenaikan neraca transaksi berjalan.
Guncangan pada interest rate juga menyebabkan penurunan pada tingkat inflasi,
total kredit, dan juga spread suku bunga. Peningkatan interest rate menyebabkan
nilai tukar domestik menjadi depresiasi yang secara normatif seharusnya
mendorong adanya apresiasi mata uang, namun peningkatan interest rate
menyebabkan neraca transaksi berjalan menjadi negatif atau mengalami
penurunan. Jadi, giro wajib minimum dan interest rate secara bersamaan dapat
digunakan sebagai instrumen kebijakan moneter dengan sifat saling melengkapi
atau komplemen satu sama lain.
Berdasarkan hasil FEVD, dapat disimpulkan bahwa hampir diseluruh
variabel yang digunakan, kontribusi didominasi oleh dirinya sendiri walaupun
dengan besaran yang semakin menurun. Pengaruh giro wajib minimum lebih
besar dari interest rate terdapat pada variabel rasio neraca berjalan-PDB, total
kredit, dan NEER. Sedangkan variabel indeks harga konsumen dan spread suku
bunga memiliki pengaruh interest rate yang lebih tinggi dibandingkan giro wajib
minimum. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam proses mengontrol kredit, giro
wajib minimum memiliki pengaruh yang lebih besar namun dapat mengapresiasi
nilai tukar. Sedangkan interest rate digunakan untuk mengontrol inflasi dengan
kontribusi yang lebih besar.
35

Penggunaan interest rate sebagai sasaran operasional dalam kerangka ITF


terlihat dengan besarnya kontribusi interest rate dalam memengaruhi inflasi jika
dibandingkan dengan giro wajib minimum. Disisi lain, giro wajib minimum
memiliki pengaruh yang juga lebih besar terhadap kredit jika dibandingkan
dengan interest rate. Jika dibandingkan besarnya pengaruh interest rate-inflasi
dan juga giro wajib minimum-kredit, kisarannya lebih besar giro wajib minimum-
kredit. Selain itu, hubungan giro wajib minimum dan kredit lebih cepat
mengalami konvergen yang lebih cepat dibandingkan dengan interest rate-inflasi.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan giro wajib minimum dapat lebih efektif
demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan hasil penelitian
juga terdapat beberapa hasil yang tidak sejalan dengan teori maupun hipotesis,
karena dalam jangka panjang sangat mungkin terjadi guncangan dari variabel
lainnya ataupun adanya intervensi pemerintah.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut saran yang dapat


diberikan:
1. Bank Indonesia dapat menggunakan giro wajib minimum untuk mengontrol
kredit perbankan, namun Bank Indonesia harus membiarkan agar mekanisme
berjalan dengan semestinya. Selama ini, giro wajib minimum hanya
digunakan untuk menyerap ekses likuiditas dan peningkatan kredit
disesuaikan dengan rencana perbankan. Kredit dapat terus ditingkatkan
dengan mengandalkan rencana perbankan sekaligus membiarkan mekanisme
giro wajib minimum untuk memengaruhi kredit.
2. Meningkatkan permintaan kredit dengan menjaga iklim dan kondisi ekonomi,
politik, sosial negara untuk menurunkan risiko kredit macet dan
mempermudah suku bunga kredit untuk bergerak turun.
3. Terkait dampak yang dapat ditimbulkan terhadap sektor eksternal, pemerintah
dapat menguatkan tabungan nasional. Salah satu cara untuk memperkuat
tabungan nasional adalah dengan adanya amnesti pajak yang pernah
dilakukan oleh pemerintah tahun 2015 lalu.
4. Merevolusi struktur impor Indonesia dari bahan baku, barang primer, ataupun
barang pokok dengan sifat inelastis dan meningkatkan kualitas dan kuantitas
produk lokal untuk mengurangi impor yang dan mencegah adanya imported
inflation.
5. Analisis dalam penelitian ini sifatnya masih parsial, diperlukan penelitian
selanjutnya yang lebih komprehensif dan diharapkan dapat memasukkan
variabel sekor riil, seperti pengangguran dan GDP untuk dapat menganalisis
pengaruh giro wajib minimum terhadap sektor riil.
36

DAFTAR PUSTAKA

Agustinus M. 2013. Bahan baku dominasi Impor Indonesia [internet]. Diunduh


pada Juni 2017. Tersedia pada:
https://ekbis.sindonews.com/read/723855/34/bahan-baku-dominasi-impor-
indonesia-1362392190
Anas A. 2006. Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan
Pengangguran di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Andriyani D. 2008. Analisis Bank Lending Channel dalam Transmisi Kebijakan
Moneter di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BI] Bank Indonesia (ID). 2004. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004
Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam
Rupiah dan Valuta Asing [publikasi]. Jakarta: Bank Indonesia.
[BI] Bank Indonesia (ID). 2010. Peraturan Bank Indonesia 12/19/PBI/2010
[publikasi]. Jakarta: Bank Indonesia.
[BI] Bank Indonesia (ID). 2015. Laporan Tahunan 2015 [publikasi]. Jakarta: Bank
Indonesia.
[BI] Bank Indonesia (ID). 2016. Laporan Perekonomian Indonesia 2016
[publikasi]. Jakarta: Bank Indonesia
[BI] Bank Indonesia (ID). 2017. Stabilitas Sistem Keuangan [internet]. Diunduh
pada 2017 Maret. Tersedia pada:
http://www.bi.go.id/id/perbankan/ssk/ikhtisar/definisi/Contents/Default.aspx
Dilla S. 2013. Dampak Guncangan Sasaran Operasional dalam Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter: Perbandingan Inflation Targeting dan
Multiple Objectives di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Perez-Ferero F, Vega M. 2014. Dynamic Effects of Interest Rates and Reserve
Requirements [working paper]. Peru (PE): Banco Central de Reserva Del
Peru
Primadhyta S. 2016. Pangkas GWM Primer jadi 6,5%, BI Suntik Perbankan Rp34
T [Internet]. Diunduh pada Juli 2017. Tersedia pada:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160218170552-78-
111888/pangkas-gwm-primer-jadi-65-bi-suntik-perbankan-rp34-t/
Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series.
Bogor (ID): IPB Press.
Glocker C, Towbin P. 2012. The Macroeconomics Effect of Reserve
Requirements [working paper]. Perancis (FR) : Banque De France.
Gunadi I, Taruna AA, Harun CA. 2013. Penggunaan Indeks Stabilitas Sistem
Keuangan (ISSK) dalam Pelaksanaan Surveilans Makroprudensial
[publikasi]. Jakarta (ID): Bank Indonesia.
Hoffmann A, Loeffler A. 2013. Low Interest Rate Policy and the Use of Reserve
Requirements ini Emerging Markets [Working Paper No. 120]. Jerman
(DE): University of Leipzig and Deutsche Bundesbank
Kompas. 2012. Aturan Giro Wajib Minimum Disiapkan [internet]. Diunduh pada
Mei 2017. Tersedia pada:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/04/18/03000513/Aturan.Giro.
Wajib.Minimum.Disiapkan.
37

Ma G, Xiandong Y, Xi L. 2011. China’s Elvolving Reserve Requirement


[Working Papers No. 360]. Switzerland (CH): Bank for International
Settlement.
Mankiw G. 2007. Makroekonomi Edisi Keenam. Liza F, Nurmawan I,
penerjemah; Hardani W, Barnadi D, Saat S, editor. Jakarta (ID): Penerbit
Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics 6th Edition.
Montoro C, Moreno R. 2011. The Use of Reserve Requirements as a Policy
Instrument in Latin America [quarterly review]. Switzerland: Bank for
International Settlement
Noegroho W. 2002. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya
Tingkat Bunga Deposito di Indonesia (Periode 1999-2001) [Tesis].
Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Setiawan SRD. 2016. Ini Alasan BI Turunkan Kembali Suku Bunga Acuannya
[Internet]. Diunduh pada Juni 2017. Tersedia pada:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/03/18/082030626/Ini.Alasan.
BI.Turunkan.Kembali.Suku.Bunga.Acuannya.
Sir YA. 2012. Pengaruh Cadangan Wajib Minimum dan Tingkat Suku Bunga
Terhadap Inflasi di Indonesia. JEJAK. 5(1):82-89.
Simorangkir I, Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar [Seri
Kebangsentralan No 12]. Jakarta (ID): Bank Indonesia.
Simorangkir I. 2014. Pengantar Kebangsentralan: Teori dan Praktik di Indonesia.
Jakarta (ID): Rajawali Pers.
Suruji A, Astono B, Muhtadi D, Irwanto F, Pambudy NM, Gero PP, Saragih S,
Samhadi SH, Tjahjono S, Gunawan T et al. 1998. Laporan Akhir Tahun
Bidang Ekonomi Krisis Ekonomi 1998, Tragedi Tak Terlupakan [internet].
Diunduh pada 2017 April. Tersedia pada:
http://www.seasite.niu.edu/indonesian/reformasi/krisis_ekonomi.htm
Teniwut. 2006. Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum (GWM) Terhadap
Tingkat Kinerja Perbankan Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Vidyani R. 2006. Analisis Pengaruh Giro Wajib Minimum, Jumlah Uang Beredar,
Kredit, Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
38

LAMPIRAN
39

Lampiran 1 Hasil uji stasioneritas menggunakan Phillips-Perron dengan taraf


nyata 5% pada Level
Nilai PP Nilai Kritis McKinnon 5
Variabel Keterangan
persen
GWM -1.585954 -3.444222 Tidak Stasioner
INT -1.595658 -2.883408 Tidak Stasioner
LN_CPI -4.777906 -3.444222 Stasioner
LN_TK -1.466834 -2.883408 Tidak Stasioner
SPRD -2.414059 -2.883408 Tidak Stasioner
LN_NEER -2.486881 -3.444222 Tidak Stasioner
CA -3.531554 -3.444222 Stasioner

Lampiran 2 Hasil uji stasioneritas menggunakan Phillips-Perron dengan taraf


nyata 5% pada first different
Nilai PP Nilai Kritis McKinnon 5
Variabel Keterangan
persen
GWM -11.18561** -3.444487 Stasioner
INT -4.156561** -2.883579 Stasioner
LN_CPI -9.268656** -3.444487 Stasioner
LN_TK -10.58097** -2.883579 Stasioner
SPRD -8.450687** -2.883579 Stasioner
LN_NEER -9.147412** -3.444487 Stasioner
CA -6.246060** -3.444487 Stasioner

Lampiran 3 Penentuan lag optimal


Lag AIC SC HQ
0 2.183074 2.341460 2.247418
1 -17.63271 -16.36563* -17.11796
2 -18.64006 -16.26428 -17.67490*
3 -18.59739 -15.11291 -17.18183
4 -19.07914 -14.48596 -17.21317
5 -19.28541 -13.58352 -16.96903
6 -19.2752 -12.46462 -16.50842
7 -19.44237 -11.52309 -16.22519
8 -19.74795* -10.71998 -16.08036
40

Lampiran 4 Uji Stabilitas VAR


Root Modulus
0.994105 0.994105
0.948284 0.948284
0.942157 - 0.080357i 0.945578
0.942157 + 0.080357i 0.945578
0.835162 - 0.075073i 0.838529
0.835162 + 0.075073i 0.838529
0.682562 0.682562
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.

Lampiran 5 Uji kointegrasi dengan asumsi “summary”


Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 3 4 3 3 3
Max-Eig 3 3 3 3 3

Information Criteria by Rank and Model


Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 1118.878 1118.878 1157.429 1157.429 1164.683
1 1170.682 1172.925 1185.486 1199.643 1206.778
2 1194.600 1199.665 1207.473 1223.519 1229.443
3 1212.688 1221.647 1229.272 1245.420 1250.754
4 1220.714 1235.153 1237.571 1256.263 1261.464
5 1227.440 1242.078 1243.791 1263.569 1268.618
6 1229.258 1248.219 1248.754 1268.936 1271.193
7 1229.363 1249.776 1249.776 1271.487 1271.487

Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns)


0 -16.33401 -16.33401 -16.81572 -16.81572 -16.81959
1 -16.91118 -16.93015 -17.03032 -17.23119 -17.24852
2 -17.06259 -17.10939 -17.15226 -17.36671 -17.38081
3 -17.12501 -17.21598 -17.27133 -17.47207 -17.49243*
4 -17.03380 -17.19318 -17.18429 -17.40860 -17.44219
5 -16.92276 -17.06989 -17.06551 -17.29113 -17.33768
6 -16.73677 -16.93464 -16.92754 -17.14406 -17.16326
7 -16.52462 -16.72940 -16.72940 -16.95400 -16.95400
41

Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns)


0 -15.25856 -15.25856 -15.58662 -15.58662 -15.43686
1 -15.52845 -15.52547 -15.49395 -15.67287* -15.55852
2 -15.37259 -15.37549 -15.30862 -15.47917 -15.38353
3 -15.12774 -15.15286 -15.12041 -15.25531 -15.18788
4 -14.72925 -14.80084 -14.72611 -14.86262 -14.83037
5 -14.31094 -14.34833 -14.30005 -14.41593 -14.41859
6 -13.81767 -13.88386 -13.85481 -13.93964 -13.93689
7 -13.29825 -13.34939 -13.34939 -13.42036 -13.42036

Lampiran 6 Uji kointegrasi dengan asumsi 4


Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted)
Series: LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK
LN_NEER
Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)


Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.475062 228.1153 150.5585 0.0000
At most 1 * 0.305478 143.6890 117.7082 0.0004
At most 2 * 0.284209 95.93539 88.80380 0.0139
At most 3 0.152560 52.13322 63.87610 0.3241
At most 4 0.105547 30.44806 42.91525 0.4758
At most 5 0.078671 15.83592 25.87211 0.5058
At most 6 0.038198 5.102012 12.51798 0.5818
Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)


Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.475062 84.42636 50.59985 0.0000
At most 1 * 0.305478 47.75358 44.49720 0.0213
At most 2 * 0.284209 43.80217 38.33101 0.0107
At most 3 0.152560 21.68516 32.11832 0.5179
At most 4 0.105547 14.61214 25.82321 0.6691
At most 5 0.078671 10.73391 19.38704 0.5409
At most 6 0.038198 5.102012 12.51798 0.5818
Max-eigenvalue test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Lampiran 7 Hasil estimasi VECM
42

Cointegrating Eq: CointEq1 CointEq2 CointEq3


LN_CPI(-1) 1.000000 0.000000 0.000000
CA(-1) 0.000000 1.000000 0.000000
SPRD(-1) 0.000000 0.000000 1.000000
GWM(-1) -0.013562 -0.714490 0.576690
(0.00448) (0.14642) (0.11341)
[-3.02999] [-4.87989] [ 5.08518]
INT(-1) 0.006146 0.519449 0.442371
(0.00289) (0.09461) (0.07328)
[ 2.12484] [ 5.49039] [ 6.03668]
LN_TK(-1) 0.095033 22.75362 -1.225289
(0.08201) (2.68261) (2.07782)
[ 1.15881] [ 8.48188] [-0.58970]
LN_NEER(-1) 0.359081 9.073048 -10.98001
(0.06035) (1.97400) (1.52897)
[ 5.95030] [ 4.59627] [-7.18133]
@TREND(05M07) -0.004538 -0.221137 -0.017815
(0.00108) (0.03528) (0.02732)
[-4.20758] [-6.26867] [-0.65201]
C -7.256577 -351.4644 55.28879

Error Correction: D(LN_CPI) D(CA) D(SPRD) D(GWM) D(INT) D(LN_TK) D(LN_NEER)


CointEq1 -0.202700 6.982883 -3.754247 0.147584 -2.342500 0.071854 -0.122096
(0.04189) (2.84955) (0.99703) (2.13830) (0.89603) (0.07277) (0.12593)
[-4.83920] [ 2.45052] [-3.76544] [ 0.06902] [-2.61431] [ 0.98747] [-0.96958]

45
2

CointEq2 0.000587 -0.274940 0.019255 0.060464 -0.045562 -0.002624 0.000456


(0.00085) (0.05775) (0.02021) (0.04334) (0.01816) (0.00147) (0.00255)
[ 0.69164] [-4.76082] [ 0.95294] [ 1.39523] [-2.50900] [-1.77935] [ 0.17857]

CointEq3 -0.006426 0.189259 -0.137498 -0.150549 -0.076674 -0.008873 0.005432


(0.00153) (0.10415) (0.03644) (0.07816) (0.03275) (0.00266) (0.00460)
[-4.19699] [ 1.81715] [-3.77311] [-1.92629] [-2.34118] [-3.33632] [ 1.18025]

D(LN_CPI(-1)) 0.065283 -5.143685 0.872946 -2.015451 7.069705 -0.267127 0.064449


(0.08218) (5.59059) (1.95609) (4.19518) (1.75794) (0.14276) (0.24706)
[ 0.79440] [-0.92006] [ 0.44627] [-0.48042] [ 4.02159] [-1.87115] [ 0.26086]

D(CA(-1)) 0.001543 0.551433 -0.025780 -0.011271 0.005136 -0.002628 -0.001247


(0.00127) (0.08661) (0.03030) (0.06499) (0.02723) (0.00221) (0.00383)
[ 1.21166] [ 6.36697] [-0.85072] [-0.17343] [ 0.18857] [-1.18811] [-0.32576]

D(SPRD(-1)) 0.010860 -0.030857 0.098777 -0.153220 -0.009425 0.005635 0.004091


(0.00316) (0.21478) (0.07515) (0.16117) (0.06754) (0.00548) (0.00949)
[ 3.43986] [-0.14367] [ 1.31443] [-0.95068] [-0.13955] [ 1.02738] [ 0.43105]

D(GWM(-1)) 0.001897 -0.016365 -0.013931 0.020033 0.002890 0.007105 -0.018371


(0.00174) (0.11829) (0.04139) (0.08877) (0.03720) (0.00302) (0.00523)
[ 1.09095] [-0.13834] [-0.33659] [ 0.22568] [ 0.07768] [ 2.35205] [-3.51415]

D(INT(-1)) 0.017467 0.094762 -0.323391 0.321554 0.613444 0.015796 -0.003828


(0.00306) (0.20846) (0.07294) (0.15643) (0.06555) (0.00532) (0.00921)
[ 5.70033] [ 0.45459] [-4.43381] [ 2.05561] [ 9.35855] [ 2.96745] [-0.41555]
43
3 44

D(LN_TK(-1)) 0.129425 1.084438 -1.721561 -2.444451 2.091361 -0.135481 -0.114401


(0.05302) (3.60665) (1.26192) (2.70642) (1.13409) (0.09210) (0.15938)
[ 2.44126] [ 0.30068] [-1.36423] [-0.90320] [ 1.84408] [-1.47104] [-0.71777]

D(LN_NEER(-1)) 0.000488 -3.096992 0.065360 -3.533791 0.218532 0.014090 0.212274


(0.02970) (2.02051) (0.70695) (1.51619) (0.63534) (0.05160) (0.08929)
[ 0.01642] [-1.53278] [ 0.09245] [-2.33071] [ 0.34396] [ 0.27308] [ 2.37735]

C 0.003484 0.007805 0.009735 0.083712 -0.075632 0.017376 0.000909


(0.00104) (0.07066) (0.02472) (0.05302) (0.02222) (0.00180) (0.00312)
[ 3.35419] [ 0.11047] [ 0.39377] [ 1.57887] [-3.40415] [ 9.63049] [ 0.29127]
R-squared 0.446722 0.415857 0.456055 0.155868 0.724269 0.319817 0.230786
Adj. R-squared 0.400616 0.367178 0.410727 0.085524 0.701291 0.263135 0.166685
Sum sq. resids 0.005513 25.51302 3.123359 14.36635 2.522624 0.016637 0.049825
S.E. equation 0.006778 0.461095 0.161332 0.346005 0.144989 0.011774 0.020377
F-statistic 9.688928 8.542899 10.06107 2.215787 31.52065 5.642321 3.600342
Log likelihood 474.0899 -78.72240 58.84593 -41.10574 72.83734 401.7425 329.8946
Akaike AIC -7.070075 1.369808 -0.730472 0.795508 -0.944082 -5.965534 -4.868620
Schwarz SC -6.828646 1.611236 -0.489043 1.036936 -0.702653 -5.724106 -4.627191
Mean dependent 0.005397 -0.002864 -0.006794 0.041985 -0.017176 0.013986 -0.001536
S.D. dependent 0.008755 0.579628 0.210166 0.361823 0.265284 0.013717 0.022322
Determinant resid covariance (dof adj.) 2.41E-17
Determinant resid covariance 1.30E-17
Log likelihood 1245.420
Akaike information criterion -17.47207
Schwarz criterion -15.25531
Keterangan : ( ) menunjukkan standar eror dan [ ] menunjukkan t-statistic
2

Lampiran 8 Hasil impulse response function dari guncangan interest rate


Period LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER
1 0 0 0 0 0.138698 0.000338 -0.001187
2 0.001938 0.015426 -0.056077 0.041068 0.214341 0.001662 -0.001631
3 0.002157 0.022564 -0.104636 0.064889 0.261034 0.001241 -0.002842
4 0.001626 0.031358 -0.140157 0.088071 0.274828 0.000988 -0.003627
5 0.00089 0.035188 -0.159977 0.098342 0.267123 0.000485 -0.004114
6 0.000163 0.030116 -0.165306 0.099188 0.248732 -0.000175 -0.004066
7 -0.000399 0.016483 -0.160534 0.09274 0.227859 -0.000813 -0.003574
8 -0.000744 -0.002093 -0.150493 0.081986 0.2101 -0.001347 -0.002807
9 -0.000888 -0.020901 -0.139277 0.069967 0.198227 -0.001722 -0.001951
10 -0.000876 -0.036071 -0.129701 0.059013 0.192754 -0.001932 -0.001164
11 -0.000766 -0.045566 -0.123195 0.050594 1.93E-01 -0.002001 -0.000547
12 -0.000612 -0.04922 -0.120036 0.045295 1.96E-01 -0.001971 -0.000144
13 -0.000459 -0.048213 -0.119718 0.042971 2.02E-01 -0.001888 5.18E-05
14 -0.000335 -0.044345 -0.121342 0.042993 0.207316 -0.001788 8.22E-05
15 -0.000253 -0.039417 -0.123933 0.044518 0.211973 -0.001699 3.07E-06
16 -0.000215 -0.034823 -0.12666 0.04671 0.215138 -0.001635 -0.000129
17 -0.000212 -0.031397 -0.128953 0.048896 0.216724 -0.001602 -0.000268
18 -0.000233 -0.029434 -0.130519 0.050639 0.216977 -0.001595 -0.000383
19 -0.000266 -0.028823 -0.131307 0.051741 0.216312 -0.001607 -0.000459
20 -0.000301 -0.029218 -0.131435 0.052201 0.21518 -0.00163 -0.000493
21 -0.000329 -0.030193 -0.131106 0.052145 0.213966 -0.001655 -0.000494
22 -0.000348 -0.031353 -0.130544 0.051759 0.212938 -0.001676 -0.000471
23 -0.000357 -0.032407 -0.12994 0.051231 0.212235 -0.001692 -0.000438
45
3

24 -0.000358 -0.033184 -0.129426 0.050711 0.211883 -0.0017 -0.000404


46

25 -0.000353 -0.03363 -0.129073 0.050299 0.211831 -0.001703 -0.000376


26 -0.000345 -0.033771 -0.128894 0.050037 0.211986 -0.0017 -0.000358
27 -0.000338 -0.033686 -0.128864 0.049924 0.212247 -0.001696 -0.000349
28 -0.000331 -0.03347 -0.128938 0.049931 0.212526 -0.00169 -0.000349
29 -0.000327 -0.03321 -0.129066 0.050016 0.212763 -0.001685 -0.000353
30 -0.000325 -0.032972 -0.129204 0.050134 0.212926 -0.001682 -0.000361
31 -0.000324 -0.032796 -0.129322 0.050251 0.213008 -0.00168 -0.000368
32 -0.000325 -0.032694 -0.129404 0.050345 0.213022 -0.001679 -0.000374
33 -0.000327 -0.032661 -0.129445 0.050404 0.212988 -0.00168 -0.000379
34 -0.000329 -0.032679 -0.129453 0.05043 0.212929 -0.001681 -0.000381
35 -0.00033 -0.032728 -0.129436 0.050429 0.212866 -0.001682 -0.000381
36 -0.000331 -0.032787 -0.129407 0.05041 0.212812 -0.001683 -0.00038
37 -0.000332 -0.032841 -0.129376 0.050383 0.212775 -0.001684 -0.000378
38 -0.000332 -0.032881 -0.129349 0.050356 0.212756 -0.001685 -0.000376
39 -0.000332 -0.032905 -0.129331 0.050335 0.212752 -0.001685 -0.000375
40 -0.000331 -0.032913 -0.129321 0.050321 0.21276 -0.001685 -0.000374
41 -0.000331 -0.032909 -0.129319 0.050315 0.212773 -0.001684 -0.000373
42 -0.000331 -0.032898 -0.129323 0.050315 0.212788 -0.001684 -0.000373
43 -0.00033 -0.032884 -0.129329 0.050319 0.2128 -0.001684 -0.000374
44 -0.00033 -0.032872 -0.129336 0.050325 0.212808 -0.001684 -0.000374
45 -0.00033 -0.032863 -0.129343 0.050332 0.212813 -0.001683 -0.000374
46 -0.00033 -0.032857 -0.129347 0.050336 0.212814 -0.001683 -0.000375
47 -0.00033 -0.032856 -0.129349 0.05034 0.212812 -0.001683 -0.000375
48 -0.00033 -0.032856 -0.129349 0.050341 0.212809 -0.001683 -0.000375
4

Lampiran 9 Hasil impulse response function dari guncangan giro wajib minimum
Period LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER
1 0 0 0 0.34537 0.025041 0.000686 0.001204
2 6.17E-04 0.059683 -0.029838 0.311749 0.046943 0.001972 -0.003596
3 0.000396 0.152401 -0.057314 0.295012 0.067071 -0.000482 -0.002773
4 -6.28E-05 0.222167 -0.07372 0.277494 0.072923 -0.001966 -0.000897
5 -0.000333 0.252096 -0.079735 0.258943 0.069706 -0.003387 0.000976
6 -0.00054 0.247296 -0.076981 0.24301 0.062558 -0.00456 0.002749
7 -0.000659 0.22323 -0.0698 0.228295 0.05501 -0.005386 0.00431
8 -0.000698 0.194682 -0.061614 0.21461 0.04977 -0.005929 0.005627
9 -0.000669 0.171248 -0.054665 0.202727 0.047978 -0.006237 0.006685
10 -0.000586 0.156767 -0.050074 0.193396 0.04954 -0.006373 0.007473
11 -0.000471 0.150923 -0.048049 0.187068 0.053565 -0.006398 0.007999
12 -0.00035 0.151325 -0.048202 0.18368 0.058815 -0.00636 0.008295
13 -0.000246 0.155132 -0.049847 0.182716 0.064096 -0.006299 0.008409
14 -0.000171 0.159989 -0.052226 0.18341 0.068521 -0.006239 0.008399
15 -0.000132 0.164353 -0.054685 0.184957 0.071608 -0.006196 0.008323
16 -0.000124 0.167467 -0.056759 0.186681 0.073269 -0.006173 0.008225
17 -0.000139 0.169161 -0.058203 0.188127 0.073702 -0.006171 0.008138
18 -0.000166 0.169625 -0.058967 0.189068 0.073268 -0.006184 0.008079
19 -0.000195 0.169217 -0.059145 0.189468 0.072367 -0.006205 0.008053
20 -0.00022 0.168329 -0.058907 0.189421 0.07135 -0.006228 0.008054
21 -0.000237 0.167299 -0.058448 0.189082 0.070463 -0.006248 0.008075
22 -0.000246 0.16637 -0.057934 0.188613 0.069843 -0.006262 0.008105
23 -0.000247 0.165681 -0.057487 0.188147 0.069522 -0.00627 0.008136
47
5
48

24 -0.000243 0.165278 -0.057173 0.187773 0.069463 -0.006273 0.008161


25 -0.000237 0.165139 -0.057008 0.18753 0.069589 -0.006271 0.008179
26 -0.00023 0.165199 -0.056973 0.18742 0.069812 -0.006268 0.008187
27 -0.000224 0.165377 -0.057032 0.187417 0.070056 -0.006263 0.008188
28 -0.00022 0.165599 -0.05714 0.187484 0.070266 -0.006259 0.008185
29 -0.000218 0.165805 -0.05726 0.187584 0.070413 -0.006256 0.008179
30 -0.000218 0.165961 -0.057364 0.187685 0.07049 -0.006254 0.008172
31 -0.000219 0.166054 -0.057438 0.187768 0.070507 -0.006253 0.008167
32 -0.00022 0.166087 -0.057477 0.187821 0.070481 -0.006254 0.008163
33 -0.000222 0.166075 -0.057485 0.187846 0.070431 -0.006255 0.008161
34 -0.000223 0.166034 -0.057473 0.187846 0.070377 -0.006256 0.008161
35 -0.000224 0.165984 -0.057448 0.187831 0.070329 -0.006257 0.008162
36 -0.000224 0.165936 -0.057421 0.187808 0.070296 -0.006257 0.008163
37 -0.000225 0.1659 -0.057398 0.187784 0.070278 -0.006258 0.008165
38 -0.000224 0.165879 -0.057381 0.187765 0.070274 -0.006258 0.008166
39 -0.000224 0.165871 -0.057372 0.187753 0.07028 -0.006258 0.008167
40 -0.000224 0.165874 -0.05737 0.187747 0.070291 -0.006258 0.008167
41 -0.000223 0.165883 -0.057373 0.187747 0.070304 -0.006257 0.008167
42 -0.000223 0.165894 -0.057378 0.18775 0.070315 -0.006257 0.008167
43 -0.000223 0.165905 -0.057384 0.187756 0.070322 -0.006257 0.008167
44 -0.000223 0.165913 -0.05739 0.187761 0.070326 -0.006257 0.008166
45 -0.000223 0.165918 -0.057394 0.187765 0.070327 -0.006257 0.008166
46 -0.000223 0.16592 -0.057396 0.187768 0.070326 -0.006257 0.008166
47 -0.000223 0.165919 -0.057396 0.187769 0.070324 -0.006257 0.008166
48 -0.000223 0.165917 -0.057396 0.187769 0.070321 -0.006257 0.008166
2

Lampiran 10 Hasil FEVD Indeks Harga Konsumen

Periode LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER


1 100 0 0 0 0 0 0
2 92.4902 0.00433 0.35972 0.43943 4.33529 2.36551 0.00553
3 88.994 0.00356 0.75545 0.46397 7.25578 2.49721 0.03003
4 85.3395 0.05646 3.74246 0.39365 8.03249 2.37737 0.05803
5 80.7419 0.28816 8.71351 0.41904 7.60691 2.15193 0.07858
6 75.56 0.65492 14.3678 0.5451 6.85469 1.93566 0.0819
7 70.5967 0.96986 19.5613 0.7233 6.31229 1.76088 0.0756
8 66.4385 1.11252 23.7899 0.89989 6.06814 1.61978 0.07127
9 63.2652 1.10736 27.01 1.03718 5.99377 1.50566 0.08089
10 60.9923 1.04509 29.3649 1.11765 5.94731 1.41781 0.11494
11 59.4281 0.99222 31.0486 1.14423 5.85276 1.35514 0.17895
12 58.367 0.96439 32.2549 1.13252 5.69769 1.31298 0.27057
13 57.6284 0.94789 33.1571 1.10027 5.50221 1.28421 0.37991
14 57.0692 0.92761 33.8957 1.06052 5.2915 1.26186 0.49365
15 56.5865 0.89882 34.5704 1.02028 5.08308 1.24096 0.60001
16 56.1156 0.86479 35.2404 0.98262 4.88575 1.21897 0.69187
17 55.6251 0.83034 35.9302 0.94899 4.70308 1.19526 0.76713
18 55.1085 0.79827 36.639 0.92015 4.53648 1.17026 0.82733
19 54.5756 0.76902 37.3521 0.89627 4.38625 1.14489 0.87579
20 54.0432 0.74201 38.0501 0.87682 4.25168 1.12002 0.9162
21 53.5281 0.71663 38.7155 0.86074 4.13101 1.09636 0.95171
49
50

22 53.043 0.69265 39.3367 0.84682 4.02177 1.07434 0.98467


23 52.5953 0.67007 39.9085 0.83399 3.92141 1.05417 1.01655
24 52.1866 0.64893 40.4314 0.82157 3.82773 1.0358 1.04802
25 51.8146 0.62916 40.9095 0.80925 3.73919 1.01907 1.07921
26 51.4746 0.61063 41.3493 0.79699 3.65487 1.00374 1.10988
27 51.1612 0.5932 41.7572 0.78488 3.57431 0.98955 1.13965
28 50.8689 0.57673 42.1395 0.77308 3.49737 0.97626 1.16817
29 50.5934 0.56113 42.5008 0.76175 3.42402 0.96368 1.19517
30 50.3316 0.54631 42.8446 0.75099 3.35425 0.95169 1.22054
31 50.0813 0.53224 43.1731 0.74084 3.28803 0.94023 1.24429
32 49.8414 0.51887 43.4874 0.73132 3.22523 0.92924 1.26654
33 49.6114 0.50614 43.7882 0.72239 3.1657 0.91871 1.28744
34 49.3911 0.49402 44.0758 0.71398 3.10922 0.90864 1.30718
35 49.1805 0.48247 44.3505 0.70604 3.05555 0.89902 1.32591
36 48.9792 0.47145 44.6127 0.6985 3.00445 0.88984 1.34379
37 48.7872 0.46093 44.8629 0.6913 2.95569 0.88109 1.3609
38 48.6039 0.45086 45.1017 0.6844 2.90908 0.87274 1.37732
39 48.4289 0.44123 45.3298 0.67777 2.86443 0.86476 1.39311
40 48.2615 0.43201 45.5481 0.6714 2.82162 0.85713 1.40828
41 48.1013 0.42316 45.7571 0.66527 2.78053 0.84983 1.42286
42 47.9477 0.41467 45.9576 0.65938 2.74105 0.84282 1.43687
43 47.8001 0.40652 46.1502 0.6537 2.70311 0.83609 1.45032
44 47.6582 0.39867 46.3354 0.64825 2.66663 0.82961 1.46326
45 47.5216 0.39113 46.5137 0.643 2.63152 0.82338 1.47569
46 47.3901 0.38386 46.6854 0.63796 2.59772 0.81737 1.48764
47 47.2632 0.37686 46.8509 0.6331 2.56517 0.81159 1.49915
48 47.1409 0.37011 47.0106 0.62842 2.53379 0.806 1.51024

Lampiran 11 Hasil FEVD rasio neraca transaksi berjalan-PDB

Periode LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER


1 8.92391 91.0761 0 0 0 0 0
2 8.56355 88.511 0.47725 0.59919 0.04003 0.1355 1.67352
3 9.37409 81.1353 1.39824 2.70192 0.07536 0.56898 4.74614
4 10.1984 72.3354 2.42316 5.68621 0.12922 1.17012 8.05745
5 10.8077 64.6739 3.16065 8.59932 0.18274 1.84885 10.727
6 11.2154 59.1118 3.50676 10.8676 0.20969 2.55402 12.5348
7 11.4851 55.408 3.57325 12.4064 0.20525 3.26794 13.654
8 11.6611 52.9738 3.5049 13.3638 0.19225 3.97517 14.3289
9 11.7693 51.3168 3.39181 13.927 0.20101 4.65116 14.7429
10 11.8325 50.1196 3.2725 14.2491 0.24503 5.26835 15.013
11 11.8752 49.1884 3.1637 14.4401 0.31491 5.80599 15.2117
51

12 11.9199 48.4025 3.07671 14.5732 0.39002 6.25599 15.3817


13 11.9809 47.6885 3.01811 14.6926 0.45311 6.62309 15.5436
14 12.0633 47.0091 2.98708 14.8195 0.49686 6.92105 15.7032
15 12.1637 46.3514 2.97654 14.9596 0.52242 7.16752 15.8589
16 12.2747 45.717 2.97706 15.1096 0.53481 7.37947 16.0073
17 12.3879 45.1126 2.98056 15.2632 0.53945 7.57042 16.1458
18 12.4965 44.5445 2.9819 15.4137 0.54055 7.74946 16.2734
19 12.5962 44.0167 2.97897 15.5559 0.54088 7.92146 16.3899
20 12.685 43.5302 2.9717 15.687 0.54204 8.0881 16.496
21 12.7631 43.0834 2.96114 15.8056 0.54476 8.24907 16.5928
22 12.8318 42.6737 2.9487 15.9122 0.54913 8.40311 16.6814
23 12.8927 42.2971 2.93568 16.0079 0.55481 8.5489 16.7629
24 12.9478 41.9497 2.9231 16.0944 0.56127 8.68549 16.8383
25 12.9986 41.6275 2.91159 16.1734 0.56794 8.81254 16.9084
26 13.0463 41.327 2.90144 16.2466 0.57434 8.9303 16.9741
27 13.0916 41.045 2.89265 16.3153 0.58019 9.03947 17.0358
28 13.1351 40.7792 2.88504 16.3803 0.58538 9.14098 17.0941
29 13.1768 40.5278 2.87835 16.4421 0.58991 9.23585 17.1492
30 13.2167 40.2893 2.87231 16.5012 0.59388 9.32503 17.2015
31 13.2549 40.0629 2.86668 16.5576 0.59742 9.40933 17.2511
32 13.2911 39.8478 2.8613 16.6115 0.60067 9.48936 17.2982
33 13.3256 39.6434 2.85608 16.6628 0.60372 9.56557 17.3429
34 13.3582 39.449 2.85097 16.7115 0.60665 9.63827 17.3854
35 13.3891 39.2642 2.84598 16.7578 0.6095 9.70768 17.4258
36 13.4184 39.0882 2.84114 16.8018 0.61228 9.77397 17.4642
37 13.4462 38.9206 2.83647 16.8437 0.61499 9.83726 17.5008
38 13.4728 38.7607 2.83199 16.8835 0.61762 9.89771 17.5357
39 13.4981 38.608 2.82772 16.9215 0.62015 9.95544 17.5691
40 13.5223 38.4621 2.82366 16.9579 0.62258 10.0106 17.601
41 13.5455 38.3223 2.81979 16.9926 0.6249 10.0634 17.6315
42 13.5677 38.1884 2.81612 17.026 0.62711 10.1139 17.6608
43 13.5891 38.0598 2.81261 17.058 0.62922 10.1624 17.6889
44 13.6096 37.9364 2.80925 17.0887 0.63123 10.2089 17.7159
45 13.6294 37.8178 2.80603 17.1183 0.63316 10.2536 17.7418
46 13.6484 37.7037 2.80293 17.1467 0.635 10.2965 17.7668
47 13.6667 37.5939 2.79994 17.1741 0.63678 10.3379 17.7908
48 13.6843 37.4881 2.79705 17.2005 0.63849 10.3777 17.8139
52

Lampiran 12 Hasil FEVD spread suku bunga

Periode LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER


1 0.00012 0.06818 99.9317 0 0 0 0
2 0.33329 0.20782 91.281 1.64649 5.81559 0.60435 0.11142
3 1.71145 1.49482 75.1849 4.66559 15.7486 0.87801 0.31662
4 2.66233 4.01148 60.5268 6.95506 24.4173 1.00516 0.42183
5 2.72305 7.09292 51.1189 7.99591 29.7102 0.9664 0.39255
6 2.33346 10.1546 46.263 8.08517 32.0017 0.84849 0.31363
7 1.87811 12.8363 44.3232 7.69144 32.3075 0.71887 0.24467
8 1.5264 14.9697 44.0154 7.13673 31.5425 0.6071 0.2022
9 1.30233 16.5367 44.507 6.59393 30.3602 0.52036 0.17945
10 1.17021 17.6123 45.3062 6.13673 29.1534 0.45582 0.16535
11 1.08737 18.3085 46.1441 5.78438 28.1141 0.40848 0.15305
12 1.02456 18.7362 46.8859 5.53125 27.3074 0.37415 0.14062
13 0.96776 18.9873 47.4747 5.36222 26.7294 0.34978 0.12884
14 0.91285 19.1307 47.9002 5.25921 26.3452 0.3329 0.11895
15 0.86004 19.2156 48.1796 5.20385 26.1082 0.32128 0.11142
16 0.81048 19.2751 48.3448 5.17904 25.9718 0.31291 0.10592
17 0.76496 19.3295 48.4323 5.17039 25.8949 0.30624 0.10169
18 0.72382 19.3895 48.4755 5.16722 25.8458 0.30021 0.09803
19 0.6871 19.4581 48.5003 5.16286 25.8029 0.29428 0.09452
20 0.65466 19.5335 48.5238 5.15424 25.7545 0.28831 0.09101
21 0.62617 19.6118 48.5546 5.14089 25.6967 0.28234 0.08753
22 0.60119 19.6886 48.5953 5.12391 25.6304 0.27653 0.08414
23 0.57915 19.7604 48.644 5.10498 25.5595 0.27102 0.08094
24 0.55949 19.8253 48.6975 5.08578 25.4881 0.26592 0.07797
25 0.5417 19.8825 48.7519 5.06759 25.4198 0.26127 0.07526
26 0.52538 19.9325 48.8041 5.05117 25.3569 0.25709 0.0728
27 0.51025 19.9762 48.8521 5.03685 25.3007 0.25334 0.07058
28 0.49614 20.0149 48.8948 5.02454 25.2511 0.24997 0.06857
29 0.48292 20.0497 48.9323 5.01397 25.2075 0.24692 0.06675
30 0.47052 20.0817 48.9651 5.00476 25.1688 0.24412 0.06509
31 0.4589 20.1116 48.994 4.99653 25.1339 0.24154 0.06354
32 0.44801 20.1398 49.0201 4.98896 25.1019 0.23911 0.0621
33 0.43781 20.1668 49.0441 4.98183 25.0719 0.23683 0.06075
34 0.42825 20.1925 49.0667 4.975 25.0435 0.23467 0.05947
35 0.41929 20.2169 49.0882 4.96841 25.0163 0.23262 0.05826
36 0.41087 20.2401 49.1088 4.96204 24.9904 0.23068 0.05711
37 0.40295 20.2621 49.1286 4.95593 24.9655 0.22884 0.05602
38 0.39547 20.2829 49.1477 4.95008 24.9418 0.2271 0.05499
39 0.3884 20.3025 49.1659 4.94453 24.9192 0.22545 0.05401
53

40 0.3817 20.321 49.1833 4.93926 24.8978 0.22389 0.05309


41 0.37533 20.3385 49.1997 4.9343 24.8775 0.22241 0.05221
42 0.36927 20.3551 49.2153 4.92961 24.8584 0.22101 0.05138
43 0.3635 20.3708 49.2301 4.92517 24.8402 0.21967 0.05059
44 0.358 20.3858 49.2441 4.92096 24.8229 0.21841 0.04984
45 0.35275 20.4001 49.2574 4.91696 24.8065 0.2172 0.04912
46 0.34774 20.4137 49.2701 4.91315 24.7909 0.21604 0.04843
47 0.34294 20.4268 49.2822 4.9095 24.7759 0.21494 0.04778
48 0.33835 20.4393 49.2938 4.906 24.7616 0.21388 0.04715

Lampiran 13 Hasil FEVD total kredit

Periode LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER


1 1.15451 7.86395 2.94192 0.33919 0.0823 87.6181 0
2 3.61796 14.8127 3.65543 1.64551 1.08517 73.3679 1.81539
3 3.1058 20.9678 7.11386 1.0925 1.05026 61.034 5.63582
4 2.49849 24.4162 9.59331 1.34905 0.85982 50.4544 10.8287
5 2.05929 25.85 11.4276 2.26459 0.63919 41.9721 15.7873
6 1.7595 26.0535 12.7713 3.46834 0.48177 35.6164 19.8492
7 1.56425 25.6646 13.6989 4.66012 0.42223 31.004 22.9859
8 1.42944 25.0436 14.312 5.71807 0.44334 27.6878 25.3658
9 1.32558 24.3725 14.6903 6.60398 0.50973 25.3088 27.1892
10 1.2368 23.7363 14.9009 7.32253 0.58888 23.5955 28.6191
11 1.15628 23.1704 14.9982 7.89574 0.65994 22.3492 29.7702
12 1.08213 22.6857 15.0239 8.34977 0.71377 21.4262 30.7186
13 1.01438 22.2812 15.0083 8.70963 0.74942 20.7231 31.514
14 0.95333 21.9501 14.9728 8.9972 0.77015 20.1673 32.1892
15 0.89906 21.6824 14.9312 9.23058 0.78048 19.709 32.7672
16 0.85131 21.4669 14.892 9.42417 0.78459 19.3159 33.2652
17 0.80965 21.292 14.8592 9.58886 0.78568 18.9679 33.6967
18 0.77348 21.1475 14.8341 9.73257 0.78592 18.6538 34.0727
19 0.74213 21.0244 14.8161 9.86067 0.7866 18.3674 34.4027
20 0.71487 20.9161 14.8037 9.97665 0.78825 18.1059 34.6945
21 0.691 20.8181 14.795 10.0826 0.79093 17.8677 34.9545
22 0.66986 20.7277 14.7885 10.1798 0.79441 17.6516 35.1881
23 0.6509 20.6435 14.7828 10.269 0.79832 17.4561 35.3994
24 0.63369 20.5648 14.7773 10.3507 0.8023 17.2794 35.5918
25 0.61792 20.4915 14.7716 10.4254 0.80607 17.1198 35.7678
26 0.60336 20.4236 14.7656 10.4937 0.80946 16.9749 35.9294
27 0.58986 20.3609 14.7595 10.5562 0.81241 16.843 36.0782
28 0.57733 20.3034 14.7533 10.6135 0.81492 16.722 36.2156
29 0.56568 20.2505 14.7475 10.6661 0.81707 16.6104 36.3428
54

30 0.55485 20.2018 14.7419 10.7147 0.81893 16.5069 36.4608


31 0.54477 20.1569 14.7368 10.7599 0.82059 16.4105 36.5705
32 0.53538 20.1153 14.7322 10.8019 0.82212 16.3204 36.6727
33 0.52663 20.0766 14.728 10.8412 0.82355 16.2359 36.7682
34 0.51845 20.0403 14.7242 10.8781 0.82492 16.1565 36.8575
35 0.51078 20.0062 14.7207 10.9128 0.82625 16.0818 36.9414
36 0.50358 19.9741 14.7174 10.9455 0.82753 16.0116 37.0203
37 0.4968 19.9438 14.7144 10.9764 0.82876 15.9453 37.0946
38 0.4904 19.9151 14.7115 11.0055 0.82993 15.8829 37.1648
39 0.48434 19.8879 14.7087 11.0331 0.83105 15.8238 37.2312
40 0.47861 19.8621 14.7061 11.0592 0.8321 15.7679 37.2941
41 0.47316 19.8377 14.7035 11.0839 0.83309 15.715 37.3537
42 0.46799 19.8145 14.7011 11.1074 0.83403 15.6647 37.4103
43 0.46307 19.7924 14.6988 11.1297 0.83492 15.617 37.4642
44 0.45838 19.7714 14.6966 11.1509 0.83575 15.5715 37.5154
45 0.45392 19.7514 14.6945 11.1712 0.83655 15.5281 37.5643
46 0.44966 19.7323 14.6925 11.1905 0.83731 15.4868 37.6109
47 0.44559 19.7141 14.6906 11.2089 0.83803 15.4472 37.6555
48 0.4417 19.6967 14.6888 11.2266 0.83873 15.4094 37.698

Lampiran 14 Hasil FEVD nilai tukar efektif nominal

Periode LN_CPI CA SPRD GWM INT LN_TK LN_NEER


1 2.35782 0.0001 1.8918 0.34901 0.33942 5.14408 89.9178
2 2.02335 0.00142 1.08937 1.51816 0.42976 6.70332 88.2346
3 1.71007 0.00383 0.73998 1.5661 0.86189 7.25854 87.8596
4 1.38468 0.057 0.81363 1.30359 1.44162 7.89947 87.1
5 1.24107 0.26597 1.18315 1.18375 2.09763 8.42639 85.6021
6 1.23011 0.73949 1.84843 1.41352 2.64605 8.74282 83.3796
7 1.25703 1.50449 2.80958 2.07688 2.97329 8.85878 80.52
8 1.26607 2.47065 4.01618 3.15684 3.07119 8.81373 77.2053
9 1.24804 3.48013 5.36203 4.56279 3.00594 8.66464 73.6764
10 1.21447 4.39026 6.71798 6.16418 2.86176 8.46788 70.1835
11 1.17895 5.1245 7.97644 7.83051 2.69988 8.26726 66.9225
12 1.15136 5.67334 9.0752 9.45838 2.5494 8.08991 64.0024
13 1.138 6.06778 9.99674 10.9812 2.4173 7.94769 61.4513
14 1.14207 6.35202 10.7546 12.3667 2.30149 7.84131 59.2418
15 1.1635 6.56701 11.378 13.6082 2.1987 7.76504 57.3196
16 1.19912 6.74418 11.8999 14.7156 2.10685 7.71043 55.6239
17 1.24375 6.90479 12.3506 15.7072 2.02465 7.66906 54.1
18 1.29176 7.06135 12.7539 16.6035 1.95076 7.63407 52.7047
19 1.33846 7.21951 13.127 17.4236 1.88363 7.60077 51.407
55

20 1.38085 7.37995 13.4804 18.1831 1.82166 7.56661 50.1874


21 1.41763 7.5404 13.8193 18.8935 1.76361 7.53079 49.0348
22 1.44887 7.69735 14.1452 19.5623 1.7087 7.49365 47.9439
23 1.47541 7.84746 14.4577 20.1945 1.65655 7.45613 46.9123
24 1.49841 7.98836 14.7552 20.7927 1.60704 7.41929 45.939
25 1.51902 8.11894 15.0366 21.3585 1.56014 7.38405 45.0228
26 1.53815 8.23921 15.3012 21.8932 1.51582 7.351 44.1614
27 1.55644 8.34999 15.5492 22.398 1.47401 7.3204 43.3519
28 1.57422 8.45251 15.7815 22.8743 1.4346 7.29222 42.5907
29 1.59162 8.54812 15.9993 23.3237 1.39744 7.26625 41.8736
30 1.60861 8.63804 16.2041 23.7482 1.36238 7.24217 41.1965
31 1.62509 8.72325 16.3974 24.1498 1.32923 7.21964 40.5556
32 1.64093 8.80447 16.5806 24.5304 1.29783 7.19837 39.9474
33 1.65606 8.88216 16.7548 24.8918 1.26802 7.17812 39.3691
34 1.67041 8.95659 16.9208 25.2356 1.23965 7.15875 38.8182
35 1.68399 9.02792 17.0794 25.5634 1.21261 7.14015 38.2926
36 1.69684 9.09623 17.231 25.8763 1.18678 7.12228 37.7906
37 1.70901 9.16159 17.3762 26.1754 1.16209 7.10511 37.3107
38 1.72059 9.2241 17.5151 26.4615 1.13845 7.08863 36.8516
39 1.73162 9.28388 17.6481 26.7356 1.11582 7.07284 36.4121
40 1.74218 9.34106 17.7756 26.9982 1.09413 7.05771 35.9911
41 1.75232 9.39579 17.8978 27.2501 1.07332 7.04322 35.5874
42 1.76207 9.44825 18.015 27.4918 1.05336 7.02934 35.2001
43 1.77145 9.49858 18.1275 27.724 1.03419 7.01603 34.8282
44 1.78049 9.54695 18.2356 27.9472 1.01576 7.00326 34.4708
45 1.7892 9.59347 18.3396 28.1618 0.99804 6.99099 34.1269
46 1.7976 9.63828 18.4397 28.3684 0.98098 6.97917 33.7959
47 1.80569 9.68146 18.5361 28.5674 0.96455 6.96779 33.477
48 1.81349 9.7231 18.6291 28.7593 0.94871 6.95682 33.1696
56

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 29 April 1996. Penulis


merupakan anak tunggal dari ayah Febru Hartono dan ibu Rima Rokhmaniati,
SP.d. Penulis memulai pendidikan di TK Pertiwi Kertanegara dan melanjutkan
pendidikan di SDN 2 Kertanegara. Pada tahun 2007 penulis duduk di bangku
SMPN 1 Bobotsari. Kemudian pada tahun 2013 penulis lulus dari SMAN 1
Bobotsari, dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan IPB serta diterima di Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama perkuliahan, penulis aktif dibeberapa
organisasi kemahasiswaan. Penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Gentra Kaheman dari tahun 2013 hingga 2015 dan pada tahun 2014/2015, penulis
aktif dalam kepengurusan Gentra Kaheman sebagai staf Departemen Keahlian
Gentra Kaheman. Setelah itu pada tahun 2015/2016 penulis aktif menjadi
Sekretaris Badan Pengawas Himpunan Profesi Peminat Ekonomi dan Studi
Pembangunan (HIPOTESA).

Anda mungkin juga menyukai